Pendahuluan
Kota Mentok mempunyai peninggalan masa Kolonial yang cukup banyak.
Bahkan beberapa bangunan yang bercirikan kolonial masih terpelihara. Salah satu
bangunan yang penting adalah Wisma Ranggam. Wisma Ranggam didirikan oleh
Perusahaan Timah Belanda, Banka Tin Winning (BTW) pada tahun 1890. Bangunan ini dahulu digunakan
sebagai tempat penginapan bagi para karyawan perusahaan tersebut. Pada masa
penjajahan Belanda wisma ini pernah digunakan sebagai tempat pengasingan bagi
Pangeran Hario Pakuningprang, salah seorang keturunan bangsawan Keraton
Surakarta yang menentang penjajah Belanda. Makamnya sekarang terletak di
pemakaman umum Kebon Nanas di Mentok. Pada tahun 1949 bangunan bersejarah ini
juga menjadi tempat pengasingan bagi para tokoh politik bangsa Indonesia,
antara lain Ir. Soekarno, H. Agus Salim, M. Roem dan Ali Sastroamijoyo.
Pada masa awalnya bangunan yang disebut juga sebagai Pasanggrahan
hanya mempergunakan kayu dan belum permanen. Pada tahun 1924 dibangun kembali
dengan tidak merubah dan menggantikan ukuran-ukurannya. Pada tahun 1927 menjadi
bangunan permanen seperti bentuknya yang sekarang. Pada masa berikutnya
Pasanggrahan itu menjadi milik PT. Timah dan dinamakan Wisma Ranggam yang difungsikan
sebagai tempat menginap tamu. Pembangunan-pembangunan yang terjadi menyebabkan
perubahan bentuk di beberapa bagian
bangunan. Nasib Wisma Ranggam berikutnya kurang terpelihara setelah PT. Timah
mengalami kemunduran berkaitan dengan harga timah yang semakin murah. Pada
tahun 2002 Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala melakukan pemugaran
untuk mengembalikannya kepada bentuk
semula. Pemugaran yang berjalan selama dua tahun telah menjadikan Wisma
Ranggam kembali kebentuk aslinya. Setelah
itu ditempatkan dua orang juru pelihara untuk melakukan pemeliharaannya.
Sejarah
Wisma Ranggam
Kota Mentok yang pernah menjadi ibukota pemerintahan
Pulau Bangka di masa lalu meninggalkan banyak bangunan purbakala, terutama yang
berasal dari masa kolonial Belanda. Belanda berkuasa sangat lama dan melakukan eksplorasi
timah secara besar-besaran. Pertambangan timah di pulau ini mendorong pekerja
tambang dari luar terutama Cina berdatangan dan menetap ke Pulau Bangka. Hal
ini terlihat dari bangunan purbakala dan peninggalan lainnya yang banyak
terdapat di Mentok bernuansa kolonial dan Cina.
Bangunan Kolonial yang terdapat di Kota Mentok salah
satunya adalah Wisma Ranggam. Wisma Ranggam dahulunya bernama Pesanggrahan
Mentok. Kata pesanggrahan berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya tempat
peristirahatan. Pesanggrahan Mentok dibangun sekitar tahun 1890 oleh perusahaan
timah Belanda yang bernama Banka Tin
Winning sebagai tempat peristirahatan pegawai yang bekerja. Pada awalnya bangunan
Pesanggarahan berupa bangunan yang terbuat dari kayu.
Pada tahun 1897 pernah dipakai sebagai tempat
pengasingan tokoh dari Kesultananan Surakarta yang menentang Belanda bernama
Pangeran Hario Pakuningprang. Pangeran ini adalah seorang Susuhunan Sunan Paku
Alam II yang ditugaskan Belanda untuk berperang melawan pasukan Aceh dalam
Perang Aceh. Namun pangeran itu justeru
berpihak kepada pasukan Aceh untuk melawan Belanda. Akhirnya Beliau ditangkap
dan diasingkan ke Mentok. Belanda juga melarangnya untuk berhubungan dengan
masyarakat Mentok. Setelah selama 7 bulan mengalami pengasingan, Beliau pada
tanggal 18 Agustus 1897 wafat dan dimakamkan di daerah Kebun Nanas.
Pada tahun 1924 Wisma Ranggam dibangun kembali dengan
tidak merubah bentuk dan ukuran. Selanjutnya pada tahun 1927 dilakukan
perombakan-perombakan sehingga menjadi bentuknya yang sekarang. Perancang dari bangunan itu adalah Antwerp J. Lokollo
yang berasal dari Ambon. Pada tahun 1930 dengan arsitek yang sama, BTW membangun kolam renang untuk pegawai dan
keluarganya dan umumnya hanya orang-orang bule saja yang memakainya. Dikarenakan sumber air yang dipergunakan
untuk mengisi kolam berasal dari air terjun, maka kolam renang itu bernama
kolam renang air terjun.
Pesanggrahan Mentok menjadi data sejarah karena
digunakan sebagai tempat pengasingan pemimpin Kemerdekaan Indonesia. Kekalahan Jepang oleh Sekutu dalam perang
Dunia II dengan dibomnya Hiroshima dan Nagasaki dimanfaatkan oleh Belanda untuk
kembali ke Indonesia. Pada tanggal 18 Desember 1949 Belanda melakukan serangan
ke Yogyakarta. Penyerangan tersebut yang dikenal sebagai Agresi Belanda II
menyebabkan Ibu Kota Negara RI Yogyakarta jatuh kepada Belanda pada tanggal 19
Desember 1949. Para pemimpin RI
ditangkap dan diasingkan ke Kota Mentok. Rombongan pertama pada tanggal 22
Desember 1949 di tempatkan di
Pesanggrahan Menumbing, yaitu :
1.
Drs. M. Hatta, Wakil Presiden
dan Perdana Menteri
2.
Mr. A.G. Pringodigdo,
Sekretaris Negara
3.
Mr. Asa’at, BPKNIP
4.
Komodor Surya Darma
Pada tanggal 24 Desember 1949 sebuah pesawat
pembom B-26 membawa pemimpin Indonesia yang lain ke tempat yang sama dengan
rombongan pertama, terdiri dari :
1. Mr.
Ali Sastroamidjoyo, Menteri P dan K
2. Mr.
Moch. Roem, Ketua delegasi perundingan RI
Pada tanggal 6 Pebruari 1949 tawanan yang menyusul dibawa ke Mentok dan ditempatkan di Pesanggrahan Mentok, yaitu Presiden Ir. Soekarno dan H. Agus Salim, Menteri Luar Negeri. Tokoh-tokoh yang kemudian ke Pesanggrahan Mentok adalah Mr. Moch. Roem, dan Mr. Ali Sastroamidjojo. Dengan demikian pemimpin Indonesia yang ditempatkan di Pesanggrahan Mentok berjumlah empat orang dengan menempati kamar 12 adalah Ir. Soekarno, kamar 11 adalah H. Agus Salim, kamar 12-A adalah Mr. Moch. Roem, dan kamar 1 adalah tempat Mr. Ali Sastroamidjojo. Di Pesanggrahan Mentok tersedia mobil jenis sedan Ford tipe Deluxe buatan tahun 1946 bernomor B-10. Pada saat itu urusan pemerintahan Indonesia diserahkan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Pesanggrahan
Mentok juga menjadi tempat perundingan antara Indonesia
dan Belanda yang disebut Perundingan Roem-Royen. Perundingan tersebut dihadiri
Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri dari wakil-wakil dari Australia, Belgia,
dan Amerika. Pertemuan dihadiri pula wakil dari Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) dan Bijen Konvoor Federal overly
(BFO). Anggota KTN yang hadir adalah Merle Cochram, koetts, TK. Critcly, G. Mc.
Kahin, Merremans, dan Prof. Lyle. Perundingan menghasilkan antara lain
kesepakatan bahwa pada tanggal 6 Juli 1949 semua pemimpin Indonesia dibebaskan
dan kembali ke Yogyakarta.
Pada
tahun 1976 terjadi penggantian nama Pesanggrahan menjadi Wisma Ranggam di bawah
penguasaan PT. Timah. Pada tahun itu pula bagian depan diperbaiki. Pada tahun
1983 bagian depan yang telah diperbaiki ditutup sama sekali sehingga untuk
memasukinya harus melalui pintu kecil. Hal itu sempat menimbulkan pro dan
kontra dari masyarakat. Kemudian oleh pimpinan PT. Timah pada saat itu
dikembalikan lagi ke bentuk aslinya. Sejak perbaikan terakhir pada tahun 1983
dengan melakukan penambahan-penambahan, maka Wisma Ranggam tidak mengalami
perombakan lagi.
Wisma
Ranggam telah beberapa kali mengalami perbaikan-perbaikan atau lebih tepatnya
dengan istilah pemugaran. Pemugaran adalah kegiatan yang bertujuan untuk
mengembalikan kedalam bentuk semula suatu bangunan peninggalan sejarah,tanpa
merubah bentuk,bahan,warna serta tata letak bangunan itu sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut maka Wisma
Ranggam mengalami pemugaran secara benar adalah pemugaran yang dilakukan oleh
Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi tahun 2003. Adapun
pemugaran–pemugaran yang dilakukan sebelumnya hanyalah merupakan
perbaikan-perbaikan secara umum yang bersifat fungsional dan estiteka. Seperti
yang dilakukan pada tahun 1976 perbaikan berupa penambahan ruang di beberapa
bagian guna memenuhi kebutuhan ruang saat itu. Begitu pula yang dilakukan tahun
1982.
Pemugaran
yang dilakukan tahun anggaran 1998 oleh Kanwil Depdikbud Sumatera Selatan
sesungguhnya bertujuan melakukan kegiatan pemugaran yang sesungguhnya, namun
data penunjang untuk menggembalikan kedalam bentuk semula rupanya mengalami
banyak kendala, sehingga kegiatan yang dilakukan adalah merupakan penambahan
komponen bangunan yang berfungsi sebagai pencegahan kerusakan lebih lanjut.
Deskripsi
Wisma Ranggam
Wisma Ranggam terletak di Jalan Imam Bonjol, Kelurahan
Sungai Daeng, Kecamatan Mentok, Kabupaten Bangka Barat. Lokasinya berada di
daerah yang tidak terlalu padat. Rumah-rumah yang berdiri di samping tidak
terlalu dekat. Bahkan dibagian depan atau seberang jalan masih berupa kebun. Pada saat kegiatan
berlangsung sedang dilaksanakan pelebaran jalan. Hal itu menyebabkan daerah
tersebut lebih ramai dari sebelumnya.
Wisma Ranggam menempati lahan seluas 7.910 m2
berdasarkan Sertifikat Nomor 04.04.80.03.3.00118 yang dikeluarkan Badan
Pertanahan Nasional Kabupaten Bangka. Di atas tanah itu berdiri
bangunan-bangunan yang terdiri dari
bangunan induk, bangunan pelengkap, dan
bangunan baru. Uraian bangunan-bangunan yang terdapat di Wisma Ranggam sebagai
berikut :
1. Bangunan Induk
Bangunan induk merupakan bangunan yang
paling besar dan letaknya berada di
depan. Bangunan induk dan bangunan dapur
serta KM/WC telah dikembalikan kepada bentuk aslinya melalui pemugaran tahun
2003. Berikut deskripsi bangunan induk
yang meliputi denah, lantai, dinding, pintu jendela, plafon (langit-langit) dan
atap.
Denah
Denah
merupakan gambar yang menunjukkan bentuk tata ruang suatu bangunan serta
kelengkapannya baik berupa letak dan ukuran pintu maupun jendela. Denah
bangunan induk terdiri dari denah ruangan
utama dan ruangan sayap yang berada di
bagian kiri dan kanan ruangan utama. Denah ruangan utama memiliki ukuran
panjang 32 meter dan lebar berukuran 15,6 meter, sedangkan ruangan sayap
masing-masing berukuran panjang 14 meter dan lebar 8 meter. Bangunan induk
memiliki 10 ruang yang berfungsi dan
berukuran sebagai berikut:
-
Ruang C3 yaitu ruang yang sebagai tempat tidur Bungkarno berukuran
5,5 x 4 meter
-
Ruang C2 yakni ruang tempat
tidur KH. Agus Salim berukuran 6 x 4 meter
-
Ruang C5 adalah tempat tidur
Mr. Moh. Rum memiliki ukuran 5,5 x 4
meter
-
Ruang C6 merupakan tempat tidur
Mr. Ali Sastro Amidjojo berukuran 6 x 4
meter
-
Ruang D3 merupakan ruang
terusan ruang C3 berukuran 5,5 x 5 meter
-
Ruang D2 adalah ruang terusan
kamar KH. Agus Salim berukuran 5 x 4,5 meter
-
Ruang E2 merupakan ruang
terusan kamar Ali Sastroamidjojo berukuran 5
x 4,5 meter
-
Ruang E3 adalah ruang yang
menyatu dengan ruang Moh. Rum berukuran 5,5
x 5 meter
-
Ruang pertemuan berukuran
9,5 x 6,5 meter
-
Ruang tamu memiliki ukuran 6 x 6
meter
Ruangan Utama juga memiliki ruangan yang diteruskan
kebelakang sebagai ekor berukuran panjang 6,5 meter, lebar 5
meter yang berfungsi sebagai gudang dan teras belakang. Sedangkan pada
bagian ruangan sayap terdiri dari enam ruang yang memiliki ukuran sebagai berikut:
-
Ruangan sayap kiri yang
terletak di sisi selatan memiliki 3(tiga) ruang dan berukuran masing–masing
4,5 x4,5 meter.
-
Ruangan sayap kanan
berada di sisi utara juga memiliki
3(tiga) ruang berukuran sama
yakni masing-masing 4,5 x 4,5 meter.
Lantai
Lantai terbuat dari bahan tegel atau ubin serta semen dan secara umum pada saat ini masih
dalam kondisi baik. Walaupun terdapat perbedaan dari jenis bahan, namun
sebagian besar masih menunjukkan keasliannya. Ubin lantai yang terdapat pada
bagian selasar kiri dan kanan bangunan induk terdiri dari bahan ubin pasiran
yang bermotif bunga. Sedangkan yang diruang lain berupa ubin polos dominan
warna kuning dan sebagian warna merah hati. Ubin lantai memiliki ukuran 20 x 20
cm. Pada saat sekarang ini lantai ruang bagian dalam ditutup dengan karpet.
Dinding
Dinding
merupakan komponen penting pada suatu bangunan. Dinding juga merupakan pembatas
suatu ruang/penyekat yang berfungsi pula sebagai pengaman dan pencegah dari
cuaca panas atau dingin. Dinding terbuat dari pasangan batu merah atau bata
yang berplester (tembok) yang memiliki ketebalan 30 cm yang dalam istilah
teknis dikenal pasangan satu batu, sedangkan ketinggian dinding bangunan
mencapai 5,50 meter.
Plafon
Bangunan induk secara keseluruhan memiliki plafon yang
terbuat dari bahan papan jenis kayu klas II yang disusun memanjang dan pada
setiap tepinya dipasang lis kayu berprofil. Warna cat yang digunakan untuk
plafon berwarna kuning muda. Pada
beberapa ruang diantaranya ruang C2, C3, E2, dan E3 pada setiap keempat
sudutnya terdapat lubang udara berdiameter 20 cm. dan masing-masing lubang
dipasang kawat anyaman. Tidak diketahui secara pasti fungsi lubang-lubang
tersebut sebagai penyerap udara atau
hanya untuk variasi belaka.
Pintu
Komponen yang paling penting lain pada suatu bangunan
adalah pintu karena fungsi pintu amat
vital sebagai jalan keluar masuk manusia atau barang. Jenis pintu yang terdapat
pada bangunan induk sedikitnya ada tiga jenis yaitu :
-
Pintu tunggal, yaitu pintu yang
hanya memilki satu daun pintu
-
Pintu double, yaitu pintu pada
setiap ibu pintu (kusen) terdapat dua daun pintu
-
Pintu rangkap, yaitu pada suatu
kusen terdapat dua atau lebih daun pintu pada sisi luar dan sisi dalam
Ventilasi
Ventilasi pada suatu bangunan memiliki fungsi sebagai sarana pencahayaan juga berfungsi sebagai
keluar masuknya udara agar suhu ruang tetap dalam keadaan bersih dan segar.
Adapun bentuk dari pada ventilasi adalah sangat beragam, tergantung selera
pemilik bangunan bersangkutan. Namun belakangan ini ventilasi bukan hanya
merupakan sarana konvensional belaka namun sudah merupakan gaya atau trend yang
memiliki daya tarik dan pemanis suatu bangunan rumah tinggal atau gedung kantor
dan sebagainya.
Ventilasi yang terdapat pada bangunan induk memiliki
beberapa bentuk dan bahan, dibedakan menurut tempat, yaitu ventilasi dapat
berdiri sendiri atau menyatu dengan kusen pintu atau jendela. Ditinjau dari
bahan pembuatannya ventilasi yang terdapat di bangunan ini menggunakan
bahan-bahan : kayu, kaca dan cetakan semen
sedangkan bentuknya juga bervariasi ada yang membentuk garis belah
ketupat, bentuk garis salib saling menyilang serta ada yang lingkaran
ditengahnya.
Atap
Atap adalah komponen-komponen yang disusun sedemikian
rupa sehingga dapat berfungsi sebagai pelindung dan secara struktural dapat
menerima dan meneruskan beban yang mengenainya. Atap terdiri dari rangka atap
dan penutup atap: adapun rangka atap terdiri dari kasau, reng serta gording dan
jurai sebagai pembentuk atap, sedangkan penutup atap sangat beragam mulai dari
bahan logam buatan pabrik sampai bahan kayu sirap dan genteng dari bahan tanah
liat atau keramik. Bentuk atap bangunan induk adalah atap limas pada bangunan
induk sedangkan pada bangunan samping berupa atap pelana. Adapun bahan atap
adalah genteng tanah berbentuk huruf ”S”
2. Bangunan Penunjang
Bangunan penunjang merupakan bangunan yang terdapat di
belakang sisi Barat dan berfungsi sebagai kamar tidur, dapur, gudang, dan KM/WC.
Termasuk di dalamnya adalah menara air, sumur, dan rumah mesin. Bangunan berukuran 3 x x 22,50 meter. Sedangkan ruangan
yang paling ujung dan tidak lurus dengan ruangan lainnya berukurun 3,50 x 4,85 meter.
Bangunan memiliki delapan ruang terdiri dari
1 buah untuk kamar tidur, dapur dan
gudang, 2 buah kamar mandi, 2 buah WC, serta 1 buah kamar cuci.
Kebutuhan air untuk keperluan penghuni Wisma Ranggam
didapatkan dari air yang terdapat di dalam sumur dengan kedalaman sekitar 5
meter. Kondisinya sekarang bagian bibir sumur yang terbuat dari beton
berdiameter 2,50 meter terbuat dari pasangan bata yang tebalnya 45 cm dan
tinggi 80 cm dalam posisi miring. Sedangkan untuk menampung air berupa kotak
terbuat dari besi yang didukung dengan kerangka penyangga dari 4 buah pipa besi
berdiameter 25 cm, jarak tiang 4,5 meter, dan tinggi menara 5 meter. Namun kondisinya sekarang hanya tersisa bagian fondasi tiang berjumlah empat buah
berukuran 2 x 2 meter.
Sementara itu untuk kebutuhan listrik dihasilkan dari
mesin yang ditempatkan di rumah mesin. Lokasinya di bagian belakang agak jauh
dari menara air dan sumur. Ruang mesin digunakan untuk menempatkan diesel
sebagai alat untuk menghidupkan listrik.
Ruang mesin berdenah bujursangkar berukuran 2,5 x 2,5 meter dan
tingginya 1,5 meter. Bangunan seluruhnya terbuat dari pasangan bata dan perekat
semen.
1 komentar:
Ayo kunjungi www,updatebetting,co (WA +855 979 542 957)
Banyak pilihan game menarik ^^
Posting Komentar