BENTENG LINAU : Benteng Perbatasan di Selatan Bengkulu


1.   Pendahuluan
Benteng Linau merupakan benteng yang dibangun oleh Tentara Inggris di Bengkulu bagian Selatan. Benteng lainnya yang dibangun adalah Benteng Marlborough dan Benteng Anna. Benteng Marlborough sebagai benteng utama berada di Kota Bengkulu. Benteng Anna dibangun di Bengkulu bagian Utara. Benteng Linau dan Benteng Anna diperkirakan merupakan benteng-benteng yang membatasi daerah jajahan Inggris dengan daerah yang dikuasai oleh Belanda.
Secara umum benteng berkaitan erat dengan kegiatan militer. Dalam Ensiklopedia Indonesia, benteng didefinisikan sebagai lokasi militer atau bangunan yang didirikan secara khusus, diperkuat dan tertutup yang dipergunakan untuk melindungi sebuah instalasi, daerah atau sepasukan tentara dari serangan musuh atau menguasai suatu daerah. Dalam perkembangannya sebenarnya benteng tidak hanya digunakan untuk instalasi militer, tapi juga berfungsi sebagai perlindungan sebuah pemukiman.
Bentuk pertahanan selain keletakannya (dataran tinggi dan sungai), terkadang dilengkapi dengan benteng tanah, parit, dan bambu aur. Pemukiman lama atau kuna yang berada di bukit biasanya berbentuk persegi panjang dan dilengkapi dengan benteng tanah dan bambu aur. Tidak tertutup kemungkinan juga terdapat parit. Keberadaan benteng tanah biasanya satu kesatuan dengan parit, karena badan benteng tanah tercipta akibat penggalian parit untuk menimbun sisi luar benteng sehingga lebih tinggi dari tanah sekitarnya.
Berdasarkan data arkeologi dan sumber-sumber sejarah diketahui bahwa kota-kota,  keraton atau desa yang tumbuh sebelum kedatangan bangsa Eropa dilindungi oleh pagar keliling baik yang terbuat dari tanah, kayu maupun bata. Berdasarkan gambaran bangsa asing (Belanda), keraton Banten dikelilingi benteng dari tembok (bata), sedangkan keraton Kuto Gawang (Palembang) dikelilingi benteng dari kayu.
-->

2.   Letak dan Lingkungan
Benteng Linau secara administratif berada di Desa Benteng Harapan, Kecamatan Maje, Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu. Benteng ini merupakan salah satu peninggalan kolonial Inggris di Provinsi Bengkulu yang terletak di sebuah bukit bernama Pematang Linau yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki sejauh ± 200 meter dari jalan raya. Benteng Linau terletak pada koordinat S 04° 49’ 54.09” E 103° 24’ 54.56”.
Benteng Linau berupa gundukan tanah yang berbentuk segi empat berukuran 42 x 43 m dan dikelilingi oleh parit dengan lebar 3,75 m dan dalam 1,75 m. Vegetasi lingkungan benteng berupa pohon asam kandis, cengkeh, sendilau, dan semak belukar. Di lokasi ini juga terdapat cekungan bekas meriam yang telah dipindahkan ke halaman rumah dinas Bupati KDH TK II Bengkulu Selatan.
Benteng berada di atas bukit dengan pemandangan ke Samudera Hindia. Bukit tersebut memanjang dengan orientasi Utara-Selatan. Pada sisi Barat dan Timur merupakan lereng bukit. Lereng sisi Barat lebih landai dibandingkan dengan lereng sisi Timur. Lereng sisi Timur mempunyai sudut kemiringan mencapai 70-80 derajat. Perjalanan menaiki bukit menuju benteng dari arah Selatan yang telah difasilitasi dengan anak tangga berjumlah sekitar 130 anak tangga. Terdapat juga bangunan pelindungan yang berjumlah 2 buah, salah satunya berada di sebelah Selatan benteng.  Tangga dibangun juga berfungsi sebagai jalur evakuasi bilamana terjadi Tsunami. Pada masa sebelumnya untuk menuju ke benteng dari arah Barat. Namun jalan setapak dengan jalan yang lebih curam itu telah lama ditinggalkan.
Hasil pemantauan tim dari BPCB Jambi menunjukkan bahwa benteng dalam kondisi yang cukup terawat karena sudah ada juru pelihara yang ikut memelihara dan melindunginya dari ancaman dan gangguan yang berasal dari luar.

3.   Deskripsi Benteng Linau
Benteng Linau pernah dilakukan ekskavasi oleh Balai Arkeologi Palembang pada tahun 1994 dan 1995. Ekskavasi tahun 1994 menemukan struktur bata di sudut Tenggara bagian luar benteng. Di dalam laporannya menyebutkan bahwa temuan struktur bata masih sulit diketahui bentuk dan fungsinya sehingga perlu diadakan penelitian lanjutan untuk menampakkan seluruh struktur bata. Ekskavasi tahun 1995 melanjutkan ekskavasi untuk menampakkan struktur bata di sudut Tenggara bagian luar benteng. Namun disebabkan struktur bata kondisinya tidak utuh lagi, maka belum diketahui bentuk dan fungsinya. Analisis berdasarkan lapisan tanah menunjukkan pematang benteng dibuat dari tanah hasil penggalian parit. Berdasarkan  lapisan tanah yang berwarna hitam diduga bahwa benteng dibuat di atas lapisan tersebut. Lapisan hitam tersebut diindikasikan akibat pembukaan lahan dengan cara dibakar. Struktur bata yang ditemukan itu sudah tertutup tanah kembali dan hanya terlihat sedikit pecahan bata dipermukaan tanah.
Pada tahun 2014 Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi melakukan ekskavasi  untuk mengungkap sisa-sisa aktivitas manusia pendukung benteng lebih lanjut. Ekskavasi dilakukan pada bagian dalam benteng, struktur benteng, parit keliling, dan tanah datar di luar benteng. Titik Datum Point (DP), mengikuti penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Palembang berada di tengah benteng.
Benteng Linau merupakan sebuah benteng tanah yang dikelilingi oleh parit. Benteng berdenah segi empat dengan sudut di dua sisi yang berlawanan terdapat bastion. Pengukuran yang dilakukan menghasilkan ukuran panjang 25,70 meter dan lebar 24,90 meter. Permukaan tanah di dalam benteng tampak rata. Tanggul tanah yang mengelilingi benteng lebarnya adalah 0,96 – 191 meter dan tingginya sekitar   0,77 – 1,13 meter.  Tanggul tanah ini tentu saja telah berubah lebih kecil sesuai dengan waktu. Pengikisan tanah menjadi faktor dominan yang menyebabkan pengecilan. Parit keliling mempunyai lebar sekitar 0,69 – 1,22 meter. Pendangkalan dan penyempitan parit disebabkan erosi tanah dari tanggul dan tanah sekitarnya.
Pengamatan di permukaan tanah di luar benteng menemukan fragmen keramik berwarna putih dan biru serta berwarna hiasan merah berasal dari Cina masa Dinasti Ming (abad 16-17 Masehi) dan Dinasti Ching (18-19 Masehi), fragmen botol berwarna hitam kecoklatan. Dalam rangka pelestarian, Benteng Linau pernah dikelilingi oleh pagar kawat berduri dengan tiang kayu. Namun sekarang hanya menyisakan sisa-sisa fondasi tiang-tiang kayu. Tanah sekitarnya berupa perkebunan masyarakat antara lain karet.
Keberadaan benteng atau bentuk pertahanan  lainnya terkadang dapat dirunut dari penamaan atau sebutan lokasi dimana benteng tersebut berada. Penamaan suatu daerah dengan nama benteng; koto; kuto; maupun kute patut diduga berkaitan dengan suatu bentuk pertahanan, baik benteng tanah maupun pemukiman kuna yang dilengkapi dengan pertahanan. Kata koto; kuto; maupun kute mempunyai arti yang hampir sama, yaitu suatu tempat atau pemukiman lama yang terkadang dilengkapi dengan sistem pertahanan. Pada beberapa keraton masa islam di Jawa (terutama Yogyakarta dan Surakarta) terdapat penamaan tempat di sekitar keraton yang diambil dari nama pasukan keraton.
Di Kabupaten Kaur terdapat beberapa tempat yang menggunakan kata benteng, seperti Benteng Harapan dan Benteng Bakal Makmur. Nama Benteng Harapan mengacu pada benteng tanah Linau. Apakah nama Benteng Bakal Makmur juga mengindikasikan suatu permukiman lama yang dilengkapi dengan sistem pertahanan tertentu? Mungkin masih banyak lagi tempat atau lokasi yang menggunakan nama tertentu yang mengindikasikan adanya sistem pertahanan.
Data arkeologi yang berhasil terkumpul dari tiga kali penelitian berupa fragmen gerabah, keramik, dan kaca dalam jumlah tidak terlalu banyak serta struktur batu-bata di luar benteng bagian tenggara. Fragmen-fragmen keramik yang ditemukan di dalam benteng berasal dari Cina masa Dinasti Ming (16-17 Masehi) dan Dinasti Ching (18-19 Masehi).  Dengan mengamati data hasil ekskavasi dan keberadaan benteng, diduga benteng ini tidak didiami dalam waktu lama, melainkan hanya dalam waktu singkat atau hanya sementara. Hal ini didasarkan pada tidak terdapatnya bangunan permanen di lokasi. Dugaan ini juga diperkuat dengan adanya temuan piring dan kendi dari keramik serta botol kaca.  Benda-benda tersebut mudah dibawa.
Benteng Linau diduga hanya berfungsi sebagai tempat penjagaan atau pengawasan  untuk mengawasi Teluk Linau yang berada di sebelah barat benteng.  Sebagai pengawas yang bersifat sementara lebih memungkinkan daripada sebagai tempat tinggal permanen. Pengawasan daerah strategis (pelabuhan atau gudang) untuk tujuan perdagangan. Daerah Krui (Lampung) memang penghasil sarang burung pada masa kolonial.

Daftar Pustaka
Milburn, William, 1825. Oriental Commerce or The East India Trader’s Complete Guide; Containing A Geographical and Nautical. Description of The Maritime Ports of India, China, Japan, and Neighbouring Countries including The Eastern Islands and The Trading Station on the Passage from Europe. London: Kingsbury, Parbury and Allens.

Mujib dkk, 1994. “Laporan Survei dan Ekskavasi Benteng Linau Bengkulu Selatan”, Laporan Penelitian Arkeologi. Palembang: Balai Arkeologi Palembang (tidak diterbitkan).

Mujib dkk, 1995. Laporan Penelitian Arkeologi Benteng Linau Tahap II. Palembang : Balai Arkeologi Palembang (tidak diterbitkan)

















--> -->
Share:

1 komentar:

Monica Wang mengatakan...

Admin izin prom0 ya^^
Yuk teman-teman Pecinta B0la Dukun9 Tim Jag0an Kalian di Upd4te Bettin9...

Profile

Foto saya
AGUS SUDARYADI, arkeolog yang bekerja di Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi Wilayah Kerja Prop. Jambi, Sumsel, Bengkulu, dan Kep. Bangka-Belitung yang sering melakukan Jelajah Situs dalam rangka Pelestarian Cagar Budaya. Menurut UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Situs adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. Pekerjaan tersebut memberikan saya kesempatan untuk menjelajahi pelosok negeri di Propinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Kepulauan Bangka-Belitung. Pelosok karena lokasi yang kami datangi kebanyakan berada di luar kota, bahkan sampai masuk hutan. Maklum Cagar Budaya atau Diduga Cagar Budaya yang saya tuju sekarang berada di daerah yang jauh dari kota. Kegiatan yang memerlukan stamina dan mental yang kuat adalah dalam rangka pelestarian Cagar Budaya Bawah Air. Saya telah mengikuti pelatihan Arkeologi Bawah Air di dalam dan luar negeri, antara lain Makassar Sulsel, Pulau Bintan Kepri, Tulamben Bali, dan Karimunjawa Jateng serta Thailand dan Sri lanka.

Popular Posts

Recent Posts

Pages