• Arkeologi Bawah Air

    Negara Indonesia adalah negara yang besar dengan wilayah lautannya lebih luas daripada daratannya. Potensi lautannya menyimpan kekayaan peninggalan warisan bawah air yang sangat besar.

  • Arkeologi Islam

    Masjid Jamik telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor KM.10/PW.007/MKP/2004 tanggal 3 Maret 2004 tentang Penetapan Benteng Marlborough

  • Benteng Marlborough

    Lokasi Benteng Marlborough berdiri kokoh di tepi laut di atas sebuah dataran dengan ketinggian lebih kurang 8,5 meter di atas permukaan laut (dpl).

  • PELESTARIAN BENDA CAGAR BUDAYA: DAHULU DAN SEKARANG

    PendahuluanBangsa Indonesia yang memproklamirkan kemerdekaannya pada Tanggal 17 Agustus 1945 mempunyai latar sejarah yang sangat panjang, dimulai dari masa Prasejarah sampai dengan masa kolonial.

Tampilkan postingan dengan label Arkeologi Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Arkeologi Islam. Tampilkan semua postingan

MAKAM TAHTULYAMAN : Makam Arab Melayu Di Kota Seberang Jambi


Pendahuluan
Kota Seberang Jambi merupakan kawasan yang lekat dengan sejarah Kesultanan Jambi. Kawasan ini menggambarkan suatu akulturasi budaya yang masih dapat dijumpai hingga masa sekarang. Pada kurun tertentu berperan dalam perkembangan Kesultanan Jambi hingga hubungannya dengan keberadaan kolonialisasi Belanda di Jambi. Keberadaan kesultanan Jambi seiring dengan kedatangan orang-orang Arab ke wilayah nusantara. Migrasi orang-orang Arab tersebut cenderung disebabkan oleh situasi politik dan kemanan di dalam negerinya. Awal kedatangannya dimulai dari kalangan Sayid Alawiyin (keturunan Nabi Muhammad melalui Fathimah dan Ali bin Abi Thalib). Mereka sebagian besar menetap dan bermukim di nusantara. Pengaruh angin muson mengakibatkan mereka cukup kesulitan untuk melakukan perjalanan kembali ke negerinya karena harus menunggu untuk beberapa lama sambil menunggu angin muson yang membawanya. Pada masa kemudian setelah berkembangnya kapal bermesin uap pun tak berbeda kondisinya. Perjalanan dari nusantara ke negerinya memerlukan biaya mahal dan waktu yang cukup lama. Hal inilah yang menyebabkan mereka banyak bermukim di nusantara salah satunya di Jambi.
Peranan mereka di Nusantara khususnya di Jambi beragam, sebagian berdagang seperti umumnya sejak abad-abad sebelumnya. Bagi mereka yang menetap juga berperan dalam penyebaran pengetahuan agama Islam melalui pendirian pendidikan pesantren. Salah satu bukti yang hingga sekarang masih dapat dijumpai di Kawasan Kota Seberang Jambi  adalah keberadaan beberapa pondok pesantren besar antara lain Saaddatuddarein, Al Jauharen dan Al Mubarok. Pada masa kolonial Belanda mereka juga mempunyai peran sebagai penghubung antara pihak belanda dengan penguasa lokal (kesultanan) yang didorong oleh kemampuan mereka dalam penguasaan bahasa asing dan keluasan wawasan serta pengalamannya. Peran yang disebut terakhir dapat dirasakan di Kawasan Kota Seberang Jambi. Salah satu tokoh dari kelompok Al Jufri bernama Sayyid Idrus diangkat menjadi pejabat tinggi bergelar Pangeran Wiro Kusumo terutama dalam bidang manajemen dan administrasi kesultanan Jambi.
Kawasan Kota Seberang Jambi pada masa itu merupakan pemukiman kelompok Tionghoa, Arab, dan Melayu. Rumah Sayyid Idrus sendiri menggambarkan suatu akulturasi dari pengaruh Tionghoa, Eropa dan Melayu. Kelompok orang-orang Arab yang menetap di Kota Seberang Jambi terdiri dari kelompok Al Jufri, Al Baraqbah, dan Al Habsyi. Mereka mempunyai peranan-peranan seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Wilayah mereka umumnya tersebar di kampung-kampung di wilayah Kota Seberang Jambi salah satunya adalah Tahtul Yaman. Di wilayah ini terdapat suatu kompleks pemakaman bagi kelompok-kelompok tersebut.
Makam Tahtulyaman merupakan kompleks pemakaman dari orang-orang arab dan melayu yang hidup dan tinggal menetap pada masa Kesultanan Jambi. Penelitian terhadap kompleks makam ini pernah dilakukan oleh Balai Arkeologi Palembang pada tahun 1998.  Berdasarkan laporan penelitian tersebut diungkapkan bahwa beberapa nisan pada kompleks makam ini menggunakan nisan dengan Tipe Aceh yang berbahan dasar kayu maupun batu. Pada tahun 2016  Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi melakukan inventarisasi  kompleks makam tersebut.

Letak dan Lingkungan
Kompleks makam Tahtulyaman secara administratif terletak di Kelurahan Tahtulyaman, Kecamatan Pelayangan, Kota Jambi, Provinsi Jambi. Secara geografis terletak pada 1áµ’34'29" LS dan 103áµ’37'10,6" BT.
Kompleks makam terdiri dari kelompok-kelompok makam keluarga dan makam bagi masyarakat umum. Hal ini terjadi secara turun menurun hingga saat ini. Kompleks makam  terletak pada semacam perbukitan kecil yang di sekelilingnya berupa sungai-sungai yang mengalir ke Sungai Batanghari. Batas-batasnya adalah sebagai berikut, sebelah Utara berbatasan dengan Parit Tali Gawe, sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Muara Kuban, sebelah Timur berbatasan dengan Sekolah Dasar, sebelah Barat berbatasan dengan kebun. Kompleks makam merupakan pemakaman sejak zaman  dahulu yang hingga saat ini masih digunakan.

Bentuk Makam
Makam Tahtulyaman merupakan kompleks pemakaman dari orang-orang arab dan melayu yang hidup dan tinggal menetap pada masa Kesultanan Jambi. Hasil kegiatan Inventarisasi Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi mendapatkan adanya 37 nisan. Secara umum pembagian halaman makam terdiri atas tiga keturunan keluarga yaitu Al Baragbah (15 buah), Al Jufri (4 buah), dan Al Habsi (18 buah). Kegiatan  fokus kepada ketiga keluarga yang dimakamkan di kompleks makam Tahtulyaman.
Berdasarkan penanggalan yang terdapat pada nisan berinskripsi keluarga Al Baragbah berangka tahun yang paling tua yaitu tahun 1773 dan 1816 Masehi. Keluarga Al Jufri menempati periode yang lebih muda yakni 1836 dan 1885 Masehi. Sedangkan untuk Keluarga Al Habsyi belum ditemukan inskripsi pada nisannya yang menyebutkan penanggalan.
Nisan-nisan yang terdapat di kompleks makam Tahtulyaman terdiri dari yang berbahan kayu, batu, dan tanpa nisan. Nisan berbahan kayu mendominasi dengan jumlah terbanyak yakni 24 buah. Nisan lainnya terbuat dari batu sebanyak 8 buah. Terdapat sebuah nisan dengan bahan sungkai. Jenis seperti ini apakah dapat dikaitkan dengan kepercayaan pra Islam maupun tradisi lokal masih diperlukan penelitian lebih lanjut. Selain ketiga jenis nisan juga terdapat makam tanpa nisan. Hal ini kaitannya dengan keberadaan makam lama yang kemudian ditinggikan posisi/keletakannya dan diberikan jirat baru.
Keberadaan jirat sebagai suatu kesatuan makam seperti yang diungkapkan oleh Profesor Boechari tidak sepenuhnya dapat diterapkan  karena secara keseluruhan diperoleh data masing-masing makam terkait jiratnya sebagai berikut. Makam dengan jirat lama pada umumnya terbuat dari batu, susunan bata, dan beberapa bata tersebut diplester. Jirat lainnya merupakan jirat baru yang dibuat oleh keturunan dari tokoh yang dimakamkan. Beberapa nisan tidak terdapat jirat, bahkan sebagian telah tertimpa dengan jirat makam baru. Ragam hias pada jirat hanya ditemui pada sebuah makam yaitu makam No. 25. Ragam hias geometris pada jirat berupa segitiga (tumpal), persegi empat, dan garis. Ragam hias flora berupa bunga, daun, dan suluran.
Nisan-nisan di kompleks makam Tahtulyaman ada yang terdapat inskripsinya dan ada yang polos tanpa inskripsi. Pada nisan yang terdapat inskripsi pada dasarnya diharapkan dapat memeberikan informasi terkait tokoh, penanggalan dan lain sebagainya. Namun dalam kenyataannya nisan yang terdapat inskripsi di kompleks makam Tahtulyaman hanya ada 9 (sembilan) nisan. Dari sejumlah nisan yang terdapat inskripsi hanya 4 (empat) nisan yang masih dapat dibaca.
Berdasarkan pembacaan pada keempat inskripsi tersebut diperoleh nama tokoh dan penanggalann mengenai saat wafatnya tokoh  dan doa. Informasi tersebut adalah sebagai berikut:
a.    Makam No 7. Makam Sayyid Qosim bin Hussein Baraghbah yang berangka          tahun   1186 H atau 1773 M.
b.   Makam No. 12 Makam Sayyid Syarif Abu Bakar bin Almarhum Sayyid Syarif      Al Jufri yang berangka tahun 1302 H atau 1885 M.
c.    Makam No. 14 Makam Sayyid Syarif Abdurrahman Ibnu Al Habib Husain            Baraqbah yang berangka tahun 1231 H atau 1816 M.
d.   Makam No. 17 Abu Bakar Bin Hasan Bin Alwi Al Jufri yang berangka tahun 1252 H atau 1836 M.
Selain berdasarkan sumber inskripsi, informasi mengenai tokoh yang dimakamkan diperoleh berdasarkan sumber informan yang didukung sumber Manaqib adalah sebagai berikut.
a.     Makam No. 8 yaitu makam Sayyid Hussein Bin Ahmad Baragbah;
b.     Makam No. 24 yaitu Istri Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Zein Al    Habsyi; dan
c.     Makam No. 25 yaitu Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Zein Al Habsyi.
Melangkah pada kondisi keberadaan nisan diperoleh data bahwa komponen nisan tidak selalu lengkap nisan bagian kepala dan nisan bagian kaki. Namun kadangkala dijumpai nisan bagian kepalanya saja atau nisan bagian kakinya saja. Secara kuantitatif penjabarannya adalah sebagai berikut.
a.     Nisan lengkap yang terdiri dari nisan bagian kepala dan nisan bagian kaki berjumlah 25 buah
b.     Nisan bagian kepala saja berjumlah 5 buah
c.     Nisan bagian kaki saja berjumlah 3 buah
b.     Makam tanpa nisan berjumlah 4 buah.
Penjelasan mengenai makam tanpa nisan ini adalah bahwa beberapa makam yang oleh keturunannya direnovasi dengan membuatkan cungkup dan jirat baru, nisan lama yang kemungkinan sudah rusak tidak disertakan lagi di atas jirat yang baru.
Struktur makam yang terdiri dari nisan dan jirat secara utuh hanya sebanyak 2 (dua) buah, dijumpai pada makam No. 17 dan No. 25. Keduanya berbahan batu, sedangkan nisan berbahan kayu pada umumnya jiratnya dibuat dengan bentuk dan bahan yang lebih sederhana. Selebihnya adalah makam yang struktur makamnya tidak lengkap atau hanya berupa nisan saja. Pendapat Hasan Muarif Ambary (1998: 43) mengenai tipe makam berjirat dan tidak berjirat sulit untuk sepenuhnya diterapkan sebagai pendekatan pada kompleks makam Tahtul Yaman. Hal ini disebabkan karena keletakan jirat beberapa yang sudah dinaikkan dan pembuatan nisan baru. Selain itu juga karena adanya tumpang tindih dengan makam-makam baru. Temuan nisan yang hanya ditemukan bagian kepala atau kaki saja juga menjadi kendala dalam mengidentifikasi jirat suatu makam.
Berdasarkan bentuknya, struktur nisan lengkap yang terdiri atas bagian mahkota, badan dan dasar dijumpai dalam jumlah 7 (tujuh) selebihnya pada umumnya hanya dijumpai pada bagian mahkota dan badan nisan. Struktur nisan yang lengkap umumnya dijumpai pada makam yang lengkap strukturnya yaitu nisan dan jirat, dan biasanya terbuat dari batu. Oleh sebab itu pada nisan yang berbahan kayu pada umumnya telah ditancapkan/dibenamkan lebih dalam ke dalam tanah agar lebih kuat. Di sisi lain, bagian dasarnya menjadi tidak nampak sehingga tidak dapat diidentifikasi.
Pada nisan yang berbahan kayu pada umumnya telah mengalami kerusakan fisik berupa aus, keropos dan lapuk. Sebagian besar ornamen bagian mahkota telah rusak sehingga tidak dapat teridentifikasi bentuk dan ragam hiasnya. Beberapa nisan berbahan kayu oleh keturunan keluarga nya telah diperbaiki dengan perkuatan sederhana. Pada nisan yang berbahan batu pada umumnya masih relatif utuh. Kerusakan yang dialami berupa patah pada bagian-bagiannya. Namun secara umum masih dapat dipadukan kembali.
Kompleks makam Tahtulyaman memiliki beragam variasi tipe nisan. Berdasarkan identifikasi ciri-ciri nisan dapat disimpulkan bahwa tipe nisannya adalah sebagai berikut.
a.     Tipe Demak Troloyo.
Ciri tipe Demak Troloyo yang paling sering dijumpai pada nisan di kompleks makam Tahtulyaman adalah ragam hias medalion.  Nisan dengan tipe Demak Troloyo berjumlah 15 buah.
b.     Tipe Aceh.
Ciri tipe Aceh yang paling sering dijumpai pada nisan di kompleks makam Tahtul Yaman adalah bentuk dasar, badan, dan mahkota nisan yang sesuai dengan ciri yang dikemukakan oleh Othman. Bentuk umum berupa pilar dan pipih. Nisan dengan tipe ini dapat dijumpai pada nisan nomor 24, 25, 27, dan 37 berjumlah 4 buah.
c.     Tipe Melayu.
Menurut pendapat Othman, bahwa tipe-tipe nisan yang tidak memenuhi kriteria tipe Aceh masuk ke dalam kategori tipe melayu (Yatim, 1988: 163). Nisan dengan tipe ini berjumlah 4 buah.
d.     Tipe lokal.
Tipe lokal didasarkan pada penggunaan bahan nisan. Bahan dalam hal ini berupa sungkai, dapat dikaitkan dengan tradisi lokal berjumlah 1 buah.
e.     Tidak teridentifikasi tipenya berjumlah 13 buah.
           











-->
Share:

PULAU BERHALA DAN TINGGALAN SEJARAHNYA



Pendahuluan
Di Pulau Berhala terdapat peninggalan arkeologis yang berupa makam Datuk Paduko Berhala dan peninggalan tentara Jepang. Datuk Paduko Berhalo adalah gelar yang diberikan kepada orang Turki yang bernama Ahmad Barus II. Ahmad Barus II dipercaya bermukim dan dimakamkan di Pulau Berhala. Beliau menikahi seorang wanita  bernama Putri Selaras Pinang Masak yang tinggal di Ujung Jabung menjadi istrinya. Selanjutnya dari pernikahan mereka lahirlah Orang Kayo Hitam yang menurunkan sultan-sultan di Jambi. Para keturunan Orang Kayo Hitam ini tidak menetap di Pulau Berhala melainkan memasuki pedalaman Jambi melalui Sungai Batanghari. Istana mereka yang berada di Tanah Pilih (Kota Jambi) masih berdiri sampai Belanda membumihanguskannya di masa Sultan Thaha Syaifuddin. 
Peninggalan Jepang yang telah ditemukan berupa sepucuk meriam, gua, tungku, dan keramik. Meriam letaknya di atas bukit. Di lokasi itu dapat terlihat pemandangan laut lepas. Kondisi meriam tergeletak di atas tanah dikarenakan adanya  pencurian di  bagian landasan meriam yang berfungsi untuk memutar meriam ke berbagai arah. Selain itu pada bagian badannya juga telah di gergaji namun tidak berhasil dan hanya meninggalkan bekas gergajiannya. Ukuran meriam mempunyai panjang 5 meter,  luas penampang pada bagian bawahnya 30 cm, dan bagian ujungnya 17 cm. Tentara Jepang yang bertugas di Pulau Berhala tidak diketahui jumlahnya.  Kegiatan memasak mereka menggunakan tungku. Tungku memiliki tiga lubang sebagai tempat keluar dan menghidupkan apinya. Bahannya terbuat dari batako dan semen membentuk huruf T.
Kondisi peninggalan akeologis di Pulau Berhala sangat memprihatinkan. Padahal merupakan bukti penting di dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Bukti kemenangan dan kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II di Indonesia. Peristiwa itu dapat dijadikan pelajaran bagi generasi yang akan datang. Agar suasana kejadian itu tetap diingat, maka perlu diupayakan pelestariannya. Upaya pelestarian itu juga diharapkan nantinya akan bermanfaat untuk menambah khasanah wisata di  Pulau Berhala. 
                
Letak dan Lingkungan
Pulau Berhala terletak di sebelah timur Propinsi Jambi dibatasi oleh Selat Berhala. Secara geografis berada pada koordinat 0O50’15” Lintang Selatan dan 104O24’59” Bujur Timur. Lokasinya yang dekat dengan garis khatulistiwa menyebabkan beriklim tropis dengan curah hujan sedang.  Pada masa lalu pulau ini dikalangan para pelaut Arab dikenal sebagai Pulau Dakjal, Pulau Bratail, Pulau Bertayil atau Pulau Afgorl (Belanda), Pulau Birella (Tome Pires), Pulau Verrela (Portugis). Bahakan ada yang menyebut sebagai Pulau Hantu. 
Pulau Berhala dapat ditempuh selama 12 jam menggunakan kapal motor yang berangkat dari Pelabuhan Angsoduo Kota Jambi. Perjalanannya memang cukup lama, tetapi kita tidak perlu susah-susah untuk berpindah kapal atau perahu. Alternatif lainnya adalah melalui jalan darat ke Suakkandis dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam kemudian dilanjutkan dengan speedboat ke Nipahpanjang selama 1 jam. Selanjutnya dari Nipahpanjang menyewa kapal motor langsung ke muara atau melalui Desa Sungai Itik dengan lama  perjalanan sekitar 1,5 jam.  Kedua jalur tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Apabila daerah muara dalam kondisi surut, maka kapal akan melalui Desa Sungai Itik untuk dapat menuju laut. Pulau Berhala akan mulai tampak dari muara di Desa Sungai Itik.
Pulau  Berhala merupakan gugusan pulau yang terhampar di sebelah Timur Pulau Sumatera. Di sekitar Pulau Berhala terdapat tiga pulau dan empat buah rangkaian batu-batu yang bagaikan muncul dari dalam laut. Ketiga pulau dan batu-batu itu seakan-akan mengawal Pulau Berhala dari arah Selatan dan Timur. Pulau-pulau itu adalah Pulau Layak, Pulau Mercusuar, dan Pulau Telor. Rangkaian batu-batu diantaranya dua buah terletak di dekat Pulau Laya, satu buah di dekat Pulau Mercusuar, dan  satu buah lainnya terletak di dekat Pulau Telor. Pulau Berhala dan sekitarnya dikelilingi oleh laut yang berwarna hijau. Hal ini cukup mengherankan karena umumnya laut akan berwarna biru.

Kepurbakalaan
Pulau Berhala yang berjarak 12 mil laut akan nampak pada saat kita keluar dari muara di Desa Sungai Itik, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Propinsi Jambi. Letaknya strategis karena merupakan lintasan kapal untuk  keluar masuk dari dan ke Jambi atau dari Laut Jawa ke Selat Malaka.  Keberadaan kepurbakalaan di Pulau Berhala yang berupa makam Datuk Paduko Berhala dan Peninggalan Jepang  di Masa Perang Dunia II terkait  dengan hal tersebut. Datuk Paduka Berhala dalam perjalanannya dari Turki melalui lautan tiba di Pulau Berhala. Bertemu dengan putri setempat dan mempunyai keturunan yang menjadi sultan-sultan di Jambi. Tentara Jepang ditempatkan di Pulau Berhala dalam rangka mengawasi  kapal musuh yang menuju Jambi atau daerah lain di sebelah Selatan, antara lain Sumatera bagian Selatan dan Pulau Jawa. Mereka diperkuat oleh meriam besar yang ditempatkan di puncak bukit.  Hasil pengumpulan data terhadap kepurbakalaan di Pulau Berhala sebagai berikut

1.   Makam Datuk Paduka Berhala
Makam Datuk Paduka Berhala terletak di lereng bukit yang berada di sebelah Selatan Bukit Meriam. Lokasi bukit ini terletak di sisi Timur Pulau Berhala atau sekarang dibelakang perumahan yang dibangun oleh Pemda Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Bukit tersebut tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan Bukit Meriam. Untuk menuju makam harus melalui anak tangga yang berjumlah 70 buah. Daerah sekitar makam banyak tumbuh pohon kelapa. Pada sisi Selatan dibatasi oleh batu besar yang berjarak 4,5 meter, sisi Barat dibatasi oleh tanah tinggi, sisi Utara dibatasi oleh jurang, dan sisi Timur dibatasi oleh lereng.
Makam Datuk Paduka Berhala berada di dalam bangunan pelindung berukuran 4,7 x 6,02 meter. bangunan terbuat dari kayu  dan atap dari seng dengan tiang-tiang berjumlah   buah.  Permukaan tanahnya  rata karena dibuat talud di sisi Timur. Lantainya diberi keramik berwarna hijau berukuran 20 x 20 cm. Keramik tersebut juga dipakai sebagai jirat makam yang berukuran 1,24 x 3,10 meter. Di bagian tengah makam terdapat tiga buah batu yang diperkirakan lama. Sedangkan nisan makam tampak baru.  Makam terletak di lereng bukit yang berada di sebelah Selatan Bukit Meriam. Lokasi bukit ini terletak di sisi Timur Pulau Berhala atau sekarang dibelakang perumahan yang dibangun oleh Pemda Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Bukit tersebut tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan Bukit Meriam. Untuk menuju makam harus melalui anak tangga yang berjumlah 70 buah Daerah sekitar makam banyak tumbuh pohon kelapa. Pada sisi Selatan dibatasi oleh batu besar yang berjarak 4,5meter, sisi Barat dibatasi oleh tanah tinggi, sisi Utara dibatasi oleh jurang, dan sisi Timur dibatasi oleh lereng.

2. Peninggalan Jepang
Tentara Jepang ditempatkan di Pulau Berhala dikarenakan lokasinya yang strategis. Dari Pulau Berhala ini dapat terlihat pergerakan kapal perang dari dan menuju Pulau Jawa atau Sumatera Bagian Selatan.  Mereka diperkuat oleh meriam besar yang ditempatkan di puncak bukit. Peninggalan Tentara Jepang terdapat di tepi pantai dan atas bukit Meriam. Temuan yang terdapat di tepi pantai adalah tungku masak dan bunker tanah. Sedangkan temuan yang di atas bukit meriam adalah meriam besar, bunker, tanah lapang, dan meriam katak.

Tungku Masak
Temuan terletak di sisi Timur Laut Pulau Berhala. Tempat ini tepat dipinggir jalan setapak yang menghubungkan makam Datuk Paduka Berhala dengan perkampungan nelayan. Jaraknya dari tepi pantai hanya berjarak 16 meter. Tungku masak ini berupa bangunan yang berbentuk huruf T berukuran panjang 2,7 meter, lebar   1,24 meter   dan   tinggi 77 cm.    Tungku
mempunyai tiga lubang di bagian  samping dan atas. Lubang dibagian samping berfungsi untuk memasukkan kayu yang akan dibakar,   sedangkan   bagian atas    untuk keluarnya api.     Ukuran
lubang tidak sama atau semakin mengecil. Diameter lubang adalah 75 cm, 36 cm, dan 30 cm.   Di lokasi  dijumpai  pula tungku yang lebih kecil dengan dua lubang berukuran diameter 35 cm dan 25 cm. Namun kondisinya telah rusak dibagian atas. Temuan lainnya adalah lantai di sekitar tungku dan lantai tempat mencuci yang dilengkapi dengan saluran air (got) yang menuju ke pantai. Lantai untuk mencuci berukuran 180 cm x 180 cm. Di tempat ini juga terdapat sumur tua.  

Bunker Tanah
Bunker terletak tidak jauh dari tungku. Lokasinya di sebelah kiri dari jalan setapak yang mendaki menuju perkampungan nelayan. Temuan berupa bunker yang berupa lubang tanah yang dikerjakan dengan menggali tanah berbentuk bujur sangkar berukuran 5 x 5 meter dengan kedalaman 1,5 meter. Pada salah satu sisi bunker terdapat parit yang merupakan jalan masuk ke dalam bunker. Parit digunakan untuk melindungi dari tembakan musuh. Temuan lain adalah tanah tinggi yang berfungsi untuk membentengi bunker. Benteng tanah berbentuk huruf L. Selain itu terdapat tembok yang pada bagian atasnya membentuk huruf U mengarah tungku atau pantai. Tembok berukuran panjang 140 cm, lebar 110 cm, dan tinggi 140 cm.

Meriam Besar
Lokasi meriam terletak di atas Bukit Meriam dengan kondisi tergeletak di atas tanah. Saksi mata yang bernama Bapak Hasan mengatakan pada saat kecil bermain-main dengan meriam itu. Beliau duduk di pangkal meriam yang dilengkapi dengan tempat duduk yang diberi sabuk dan memutar meriam ke segala arah karena mempunyai bantalan besi (rel) dibagian bawah yang berbentuk lingkaran. Meriam  ini  hancur fondasinya dikarenakan dibom oleh orang yang bermaksud mengambilnya. Digambarkan bom yang disebut bom “singapur” karena berasal dari Singapura meledak dengan suara yang amat dahsyat sehingga menggetarkan rumah-rumah penduduk.
Meriam berukuran panjang 5 meter dengan luas penampang pada bagian bawahnya 30 cm sedangkan bagian ujungnya 17 cm. Pada bagian badan meriam terdapat tanda bekas gergajian yang menandakan adanya usaha untuk membelah bagian laras. Meriam ini ditempatkan dilubang yang berbentuk lingkaran dengan diameter 750 cm. Pada sisi sebelah Utara terdapat   parit    yang    menuju   ke lereng bukit sebelah Utara. Di lereng tersebut terdapat tanah datar  yang berukuran panjang 22,70 meter dan lebar 10 meter.  Di sebelah barat tanah datar terdapat bunker berukuran pankang 3,7 meter, lebar 3,7 meter, dan kedalaman 1 meter. Bunker ini terhubung dengan bunker lain yang berada disebelah Selatan melalui parit. Bunker berukuran panjang 5 meter, lebar 3,5 meter, dan kedalaman 1 meter.  Tampaknya meriam besar tersebut dilindungi oleh pasukan yang berdiam di bunker-bunker.

Bunker Beton
Bunker yang terbuat dari beton terletak di sebelah barat dari meriam. Lubang bunker bentuk persegi enam yang sisinya  berukuran 100 cm. Pada bagian atas lubang terdapat tiang-tiang  yang telah runtuh  berjumlah 4 buah. Tiang berukuran panjang 53 cm, lebar 50 cm, dan  tinggi 65 cm. Pada tengah lubang terdapat runtuhan atap beton yang berbentuk persegi enam. Pada sisi Utara bunker itu terdapat parit yang menuju tanah datar di sebelah Utara. Parit ini tidak dapat dilewati oleh manusia karena sangat sempit. Diperkirkan berfungsi untuk mengalirkan air yang masuk ke dalam bunker. 

Meriam Katak
Meriam ini terguling di lereng bukit berjarak 10 meter dari tempat semulanya di tanah datar yang berukuran  panjang 3,7 meter dan lebar 3,7 meter. Tanah datar ini merupakan teras kedua atau yang paling bawah. Bentuk meriam ini sangat unik karena larasnya dibagian atas terbuka. Meriam berukuran panjang 204 cm dan lebar 30 cm.  Meriam ini oleh penduduk diberi nama meriam katak karena sering lokasinya sulit ditemukan atau seperti katak yang meloncat-loncat ke sana kemari.

Penutup
Pulau Berhala bagaikan mutiara yang terpendam di Pantai Timur Sumatera. Potensi alamnya menunggu sentuhan untuk dikembangkan menjadi objek wisata yang menarik. Lokasinya yang dekat dengan Provinsi Jambi sangat menguntungkan bagi daerah Jambi. Apapun hasil dari penentuan status pulau tersebut sebagai milik Jambi atau Riau. Para pengunjung dari luar Jambi yang pergi dan pulang ke Pulau Berhala akan lebih dekat dan nyaman dari Jambi. Contoh dalam hal ini adalah mengenai objek wisata Candi Borobudur yang terletak di Propisi Jawa Tengah. Wisatawan yang akan berkunjung ke candi tersebut umumnya pergi dan pulang dari Propinsi Di Yogyakarta. Begitu pula yang terjadi di Kabupaten Kerinci yang dikunjungi wisatawan dari Propinsi Sumatera Barat. Pengembangan wisata di Pulau Berhala hendaknya segera dilakukan denga tidak melupakan pelestariannya. Situasi dan kondisi Pulau Berhala dan sekitarnya sangat rawan dengan masalah-masalah lingkungan. Namun secara tampakan fisik mempunyai daya tarik yang cukup tinggi untuk sektor pariwisata.
Di Pulau Berhala selain terdapat pemandangan alam yang menarik berupa perbukitan dan pasir putih di tepi pantai, tetapi juga mempunyai potensi wisata sejarah. Di pulau terdapat makam Datuk Paduka Berhala dan peninggalan tentara Jepang di masa Perang Dunia II. Makam Datuk Paduka Berhala dapat dikembangkan menjadi wisata ziarah. Pada saat ini pun telah banyak masyarakat yang melakukan ziarah ke makam itu. Bahkan secara rutin pemerintah Propinsi Jambi melakukan haul. Wisata Lainnya adalah wisata sejarah dengan melihat peninggalan Jepang yang berupa tungku masak, bunker, dan meriam.

















-->
Share:

MASJID JAMIK BENGKULU



Pendahuluan
Masjid Jamik telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor KM.10/PW.007/MKP/2004 tanggal 3 Maret 2004 tentang Penetapan Benteng Marlborough, Bangunan Thomas Parr, Tugu Hamilton, Bunker Jepang, Rumah Bekas Kediaman Bung Karno, Masjid Jamik Bengkulu, Makam Sentot Alisbasya yang berlokasi di wilayah Provinsi Bengkulu sebagai Benda Cagar Budaya, Situs atau Kawasan yang dilindungi Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1992. Namun belum ditetapkan berdasarkan Undang-Undang No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Masjid Jamik merupakan masjid yang dirancang oleh Ir. Soekarno pada saat diasingkan ke Bengkulu pada tahun 1939-1942. Pada saat masyarakat ingin melakukan perbaikan masjid, Soekarno membantu dengan merancang perbaikannya. Latar belakangnya sebagai arsitek sangat membantu usahanya tersebut. Soekarno tetap mempertahankan bangunan lama dan hanya meninggikan dinding setinggi 2 meter dan lantai setinggi 30 cm. Perubahan-perubahan yang terjadi, yaitu pada atap, tiang masjid dan penambahan bangunan serambi. Atap berbentuk tumpang tiga dimana atap tingkat kedua dan ketiga berbentuk limasan kerucut dengan celah pada pertengahan atap.  Pada bagian atas tiang-tiang diberi ukiran berbentuk sulur-suluran.  Adanya bangunan serambi dapat menambah daya tampung jemaah semakin banyak.
Seiring dengan berjalannya waktu, Masjid Jamik mengalami kerusakan. Perbaikan-perbaikan kecil dilakukan oleh Bidang Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu atau pengurus masjidnya. Beberapa perbaikan atau penggantian tidak diketahui lagi waktunya. Pada tahun 1986 dilakukan penggantian seng-seng yang rusak dan lantai keramik. Pada bulan September tahun 1994 dilakukan Studi Kelayakan Arkeologi Masjid Jamik Bengkulu dalam rangka upaya pelestarian Masjid Jamik Bengkulu. Tim yang ditunjuk oleh Pemimpin Bagian Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Bengkulu merencanakan penanganan bangunan dan halaman. Penanganan bangunan meliputi bangunan inti dan selasar, bangunan serambi, dan bangunan tempat wudhu. Hasil dari Studi Kelayakan Arkeologi tidak pernah dilaksanakan dalam bentuk Studi Teknis Arkeologi yang dilanjutkan dengan pemugaran.
Dalam rangka perbaikan dan memenuhi kebutuhan tempat wudhu yang lebih luas, maka Pengurus Masjid melakukan kegiatan-kegiatan antara lain pada tahun 2003 memperluas tempat wudhu di sisi Utara dan mengganti plafon yang lama dengan kayu profil. Pada tahun 2005-2006 memasukkan jalan aspal sebagai bagian dari halaman pada saat dilakukan pemagaran. Pada tahun 2013 dibuat tempat wudhu di bawah tanah yang lokasinya di halaman sebelah Selatan. Kegiatan pengecatan dinding dan atap dilakukan hampir setiap tahun.

Letak dan Lingkungan
Masjid Jamik Bengkulu secara administratif terletak di Kelurahan Tengah Padang, Kecamatan Teluk Segara, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu. Secara astronomis terletak pada koordinat 03o47’32.4” Lintang Selatan dan 102o15’44.0” Bujur Timur. Pada ketinggian 10 meter di atas permukaan air laut.
Masjid Jamik dapat ditempuh dengan menyusuri jalan yang menuju Benteng Marlborough. Jarak dari Masjid Jamik ke Benteng Marlborough sekitar 2 kilometer. Pengunjung dari luar kota terlebih dahulu mengarahkan kendaraanya ke Simpang Lima kemudian melalui pertokoan Suprapto dan akan tiba di Masjid Jamik.
Masjid berada di daerah yang berbentuk segitiga dengan dikelilingi oleh jalan raya. Luas halamannya  sekitar 2,3 ha.  Di sebelah Utara adalah jalan MT. Haryono, Di sebelah Selatan adalah jalan Mayjen Suprapto, dan sebelah Barat adalah jalan Jenderal Sudirman. Di sekitar lokasi masjid terdapat bangunan-bangunan pertokoan, rumah makan,  dan  penginapan atau hotel. Situasinya sangat ramai oleh lalu lalang kendaraan bermotor. Masjid Jamik  banyak dikunjungi oleh masyarakat dari dalam dan luar Bengkulu. Umumnya mereka datang untuk melakukan shalat.

Deskripsi Bangunan
Masjid Jamik Bengkulu merupakan bangunan yang dibangun dengan dinding tembok dan atap dari seng. Bangunan berdenah dasar empat persegi panjang.  Pada sisi Timur terdapat serambi yang juga berdenah empat persegi panjang dan pada sisi Utara terdapat tempat wudhu. Bangunan terdiri dari bangunan inti, bangunan serambi, dan tempat wudhu/kamar mandi.  Pada saat ini  telah terdapat perubahan pada bangunan dan juga halaman. 
Pada bangunan utama terdapat sekat dibagian Barat dimana bagian selasar ditutup dengan alumunium dan kaca untuk  ruang penyimpanan barang di sisi Utara dan tempat tinggal penjaga masjid di sisi Selatan. Di ruang penyimpanan barang terdapat alat sound system, lemari buku, karpet, dan alat-alat pecah belah seperti gelas dan piring dan ruang tempat tinggal penjaga masjid berisi barang-barang milik penjaga.
Bangunan di sisi Utara yang merupakan tempat wudhu telah diperluas. Tempat wudhu yang lama ditandai adanya tiga tiang.  Tiang dibagian tengah terdapat hiasan suluran dibagian atas atau sama dengan tiang-tiang lainnya.  Menurut informasi, dinding pada tempat tersebut tidak setinggi yang sekarang.
Sementara untuk halaman di sebelah Timur menjadi tambah luas dengan memasukkan sebagian jalan untuk lahan parkir. Sebelumnya kendaraan roda empat parkir dibadan jalan. Di sebelah Selatan terdapat bangunan baru sebagai tempat wudhu yang dibuat di bawah tanah dengan pasangan bata dan beton. Bangunan dibuat untuk memenuhi kebutuhan banyaknya jemaah terutama pada saat shalat Jumat atau hari raya. Deskripsi  Masjid Jamik lebih lengkapnya sebagai berikut:

Bangunan Utama
Bangunan Utama adalah bangunan yang  dipakai sebagai tempat shalat dimana terdapat mighrab. Bentuk denahnya bujur sangkar  berukuran 14,65 x 14,65 meter. Dibagian luar sisi Selatan, Barat dan Utara terdapat selasar dengan lebar 2,50 meter.
Bangunan Utama memiliki atap berbentuk limasan kerucut yang mana pada pertengahan atap terdapat celah untuk sirkulasi udara dan juga memberikan nilai seni pada bagian atap. Pada bagian bawah atap terdapat ventilasi yang terbuat dari pasangan bata. Selanjutnya terdapat atap  untuk menaungi  selasar. Konstruksi atap masjid berupa atap atap jenis tumpang berjumlah tumpang 3, atap tumpang 3 merupakan atap paling bawah dengan fungsi atap tersebut sebagai penutup serambi. Atap masjid terbuat dari bahan seng aluminium dengan ukuran panjang 4,84 meter dan lebar 1,26 meter serta tebal lebih kurang 3 mm yang kemiringan atap bekisar 15-20 o.  Jenis atap tersebut secara kualitas bahan sangat kuat dan saat ini atap telah di cat dengan warna merah.
Kerangka atap masjid terbuat dari bahan kayu dengan kualitas bahan yang sangat kuat, kerangka atap yang terdiri dari gording yang berukuran 12 x 15 centimeter serta panjangnya setiap sisi di sambung 2. Kayu kasau merupakan kayu penyusun atap berukuran 5 x 7 sentimeter dengan susunan tegak dengan jarak setiap per 0,70 meter. Konstruksi kuda-kuda atap masjid berupa konstruksi kayu yang kualitas bahannya sangat kuat dan merupakan kayu lama dengan susunan balok-balok kayu yang terdiri dari kaki kuda-kuda berukuran 15 x 20 cm,  balok tarik dengan ukuran 20 x20 cm, tiang makelar dengan ukuran 20 x20 cm dan balok-balok skoor yang ditempat kan pada beberapa posisi sambungan dan tumpuan-tumpuan beban yang secara keseluruhan fungsi dari skoor merupakan konstruksi/balok penopang konstruksi lainnya. Balok-balok skoor tersebut secara ukuran panjangnya merupakan balok-balok utuh (tidak terdapat sambungan kayu). Pada bagian puncak terdapat mustaka/molo yang berbentuk seperti payung menguncup.
Bangunan utama memiliki dinding yang tebal sekitar 45 cm. Pada sisi Timur terdapat pintu masuk yang berjumlah empat buah dengan masing-masing pintu memiliki dua daun pintu. Pintu terbuat dari kayu yang dikombinasi dengan kaca. Semua kusen dan daun pintu di Masjid Jamik dicat warna hijau yang berbeda. Pintu masuk ditopang oleh tiga tiang berhias suluran pada bagian atasnya dan dicat warna kemerahan (perunggu?). Di atas ambang pintu terdapat hiasan kaligrafi yang diambil dari Alquran Surat Al-Bayyinah ayat 5 – 8.
Pada dinding Utara dan Selatan juga terdapat pintu masuk yang berjumlah tiga buah yang masing-masing memiliki dua daun pintu. Namun pada sisi Utara pintu masuk diapit oleh dua ruangan yang digunakan sebagai gudang. Ruangan masing-masing mempunyai pintu yang  saling berhadapan dan juga terdapat jendela.  Pintu masuk ke ruang shalat  diberi pintu stainless steel dibagian luar dan pintu besi dibagian dalam. Pada bagian atas pintu terdapat hiasan kaligrafi. Pada dinding sisi Barat terdapat dua jendela yang diberi teralis dari bahan stainless steel.
Plafon bangunan utama terbuat dari kayu profil yang diplitur. Di plafon terdapat lampu gantung yang satu dibagian tengah dan empat di setiap sudut. Lampu gantung yang berjumlah empat mempunyai bentuk yang sama.
Lantai terbuat dari keramik berwarna putih dan ditutupi oleh karpet berwarna hijau yang sudah memudar. Dinding dicat warna putih dengan hiasan kaligrafi di sekelilingnya terbuat dari plastik bening berwarna emas dan dasar warna biru tua.
Ruang mighrab berada di sisi Barat berukuran 1,60 x 2,50 meter. Ruang mighrab mempunyai dua pintu yang terhubung dengan  ruang penjaga dan ruang penyimpanan barang. Pintu terbuat dari aluminium dan kaca. Di kanan dan kiri mighrab terdapat profil tiang yang bagian atasnya berbentuk segitiga. Profil tiang dan lengkungan mighrab dihiasi kaligrafi berwarna emas dan dasar biru tua. Pada bagian kanan mighrab terdapat mimbar yang terbuat dari pasangan bata. Mimbar mempunyai empat anak tangga dan selanjutnya tempat duduk untuk khatib. Dibelakangnya terdapat jendela. Mimbar mempunyai atap yang bertingkat dihiasi dengan kubah dari seng alumunium. Ada dua kubah yang dipasang.
Selasar yang mengelilingi bangunan utama lebarnya 2,5 meter. Ditopang oleh 10 tiang yang tingginya sekitar 85 cm. Tiang-tiang di sisi Selatan dibagian tengah yang berjumlah lima buah dihias suluran dibagian atas dan dicat perunggu. Selasar mempunyai pagar dari pasangan bata dan steinless steel. Selasar  sisi Barat telah ditutup dengan menggunakan alumunium dan kaca sebagai pintu dan jendela. Hal itu dilakukan karena kebutuhan akan ruangan untuk menyimpan barang-barang dan tempat tinggal penjaga  masjid.

Bangunan Serambi
Bangunan serambi memiliki atap limasan dengan susunan dua tingkat. Pada puncaknya terdapat mustaka. Diantara susunan atap tingkat pertama dan kedua terdapat ventilasi udara yang terbuat dari kayu berprofil dan dicat warna putih. Atap bangunan menggunakan seng yang dicat warna merah bata.
Bangunan serambi berdenah empat persegi panjang berukuran 7,58 x 11,46 meter. Serambi ditopang oleh tiang-tiang berjumlah sembilan dan diberi pagar. Lima tiang yang terletak dibagian tengah, tiga tiang di depan dan masing-masing satu tiang di samping berhias suluran pada bagian atasnya dan dicat perunggu.  Pagar terbuat dari pasangan bata dan atasnya diberi pagar dari steinless steel. Pintu masuk yang berjumlah dua buah diberi pagar dari steinless steel.
Di dalam bangunan serambi ini juga terdapat dua tiang bentuk segi delapan terbuat dari kayu yang dicat warna coklat. Pada bagian atas terdapat profil berbentuk list. Fungsi tiang untuk menyangga plafon.
Plafon serambi terbuat dari kayu profil yang diplitur. Pada plafon dipasang empat lampu gantung dan satu lampu setengah lingkaran berwarna putih. Lantai terbuat dari keramik putih atau sama dengan keramik pada bangunan utama.

Bangunan Tempat Wudhu/Kamar Kecil
Bangunan berdenah empat persegi panjang terbuat dari pasangan bata berukuran 5,55 x 8,80 meter. Atap bangunan menyatu dengan atap selasar dan dibuat lebih tinggi dari atap selasar. Terbuat dari seng alumunium dan dicat dengan warna merah bata. Pada bagian puncak terdapat mustaka. Di Ujung atap terdapat pasangan bata yang digunakan sebagai bak menampung air bersih. Dipasang juga tangga besi untuk memudahkan pengecekan. Pada bak penampung air terdapat billboard yang menghadap ke jalan dengan tulisan yaitu Masjid Jamik Bengkulu Direnovasi oleh Presiden Pertama RI Ir. Soekarno Pada waktu Pengasingan di Bengkulu Tahun 1938 – 1942.
Bangunan dibagi menjadi dua ruangan untuk pria dan wanita. Tersedia dua Kamar kecil dan ruang wudhu. Di bawah bak penampungan air difungsikan sebagain gudang. Setiap ruangan diberi keramik pada dinding dan lantainya. Keramik yang dipilih berwarna biru.
Bangunan yang sekarang tampaknya merupakan penambahan dari tempat wudhu sebelumnya. Diperkirakan tempat wudhu awal adalah teras berukuran 250 x 550 cm yang ditopang oleh tiga tiang, dimana tiang dibagian tengah mempunyai hiasan suluran. Pada saat itu  dindingnya tidak sampai atas.
Halaman Masjid
Halaman masjid berbentuk mirip segitiga sesuai dengan batas lahannya. Halaman dikelilingi pagar dengan tiang terbuat dari pasangan bata dicat berwarna hijau. Pagar diantara tiang-tiang dari bahan steinless steel. Halaman masjid menjadi bertambah luas di sisi Timur dengan memasukkan badan jalan yang sering dijadikan tempat parkir pengunjung masjid sebagai halaman masjid.
Permukaan tanah di halaman sisi Timur berupa lapisan aspal dan konblok. Lahan parkir untuk kendaraan roda dua dan empat dibatasi dengan pagar besi. Disana terdapat beberapa pohon sebagai peneduh. Di sisi Selatan terdapat tempat wudhu yang dibangun sekitar tahun 2013 terbuat dari konstruksi pasangan bata dan beton pada atapnya.  Bangunan berukuran 477 x 1501 cm. Tempat wudhu dibangun di bawah tanah atau lebih rendah  agar tidak menutupi masjid di sisi Selatan. Tempat wudhu baru dibangun untuk memenuhi kebutuhan  saat di hari Raya.
Di dua sisi lainnya merupakan tanah kosong yang tidak terawat dan belum ada penataan lingkungan.

Kondisi Keterawatan
Masjid Jamik pelestariannya selama ini banyak dilakukan oleh pengurus masjid menggunakan dana dari kas masjid. Kecuali seperti yang telah disampaikan untuk perbaikan plafon dan lantai pada tahun 1980-an oleh Bidang Peninggalan sejarah dan Purbakala, Kantor Wilayah Departemen pendidikan dan kebudayaan Provinsi Bengkulu dan pagar keliling serta nama masjid oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu. Pemeliharaan yang dilakukan antara lain pengecatan atap, dinding, pintu, dan jendela serta pemasangan pagar steinless steel.  Pengecatan atap dan dinding yang paling rutin dilakukan dikarenakan atap seng yang sudah memudar dan dinding yang mengalami kapilarisasi. Menurut pengurus, dana pemeliharaan masjid cukup besar.
Hasil pengamatan menunjukkan secara keseluruhan masjid tampak terawat baik. Kerusakan yang terjadi pada atap yang bocor, kapilarisasi pada dinding, dan halaman masjid yang tidak tertata. 
Atap masjid yang dicat warna  merah bata  telah memudar. Atap dominan masih menggunakan seng lama yang diketahui dari ketebalan dan ukurannya.  Seng  dalam kondisi masih baik. Pada bagian antara bangunan utama dan bangunan tempat wudhu terpasang beberapa seng yang baru. Pengecatan pada tahun lalu yang dilakukan dengan memasang pijakan papan dan memakunya ke seng telah menyebabkan adanya lubang-lubang. Balok-balok yang membentuk atap terbuat dari kayu.
Di bangunan utama terlihat adanya bercak-bercak warna putih pada plafon. Bercak-bercak putih tersebut akibat air yang menetes. Pada sisi Timur yang paling banyak dan sisi Barat lebih sedikit. Di bagian lain seperti serambi dan selasar juga terdapat tanda-tanda telah terjadinya kebocoran atau rembesan yang terlihat pada plafon. Umumnya terjadi pada setiap pertemuan seng yang ada dibagian sudut dan ujung dari setiap atap dimana air jatuh ke bawah.
Pada dinding terlihat adanya kapilarisasi hingga ketinggian 1 meter. Seringnya terjadi pengelupasan pada dinding memunculkan keinginan untuk melapisi dinding dengan keramik. Namun hal tersebut pernah ditolak oleh bidang Peninggalan sejarah dan kepurbakalaan saat itu. Setiap pergantian pengurus masjid nampaknya rencana itu selalu muncul seperti disampaikan kepada tim baru-baru ini.  Malahan ditambah alasan agar lebih bagus.
Kerusakan pada pagar keliling terlihat pada cat yang mulai memudar dan pecahnya dinding kaca. Sementara untuk halamannya terdapat susunan konblok yang tidak rata dan hilang. Halaman masjid kurang terawat  ditumbuhi rumput-rumput dan lumut-lumut di tembok pagar serta tembok penahan. Pada halaman sisi barat yang dibatasi oleh pagar besi, jalan raya, bangunan pertokoan dan pada halaman masjid ditanami tanaman hias jenis pucuk merah dan kelapa, pada sisi selatan dengan pagar, jalan raya, bangunan pertokoan dan tanaman jenis tanaman langka mahoni, sedangkan pada sisi utara dan timur dibatasi oleh pagar besi dan jalan raya dan pertokoan dan dihalaman masjid ditanami dengan tanaman jenis kecapi dan merupakan tempat parkir kendaraan.
Share:

Profile

Foto saya
AGUS SUDARYADI, arkeolog yang bekerja di Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi Wilayah Kerja Prop. Jambi, Sumsel, Bengkulu, dan Kep. Bangka-Belitung yang sering melakukan Jelajah Situs dalam rangka Pelestarian Cagar Budaya. Menurut UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Situs adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. Pekerjaan tersebut memberikan saya kesempatan untuk menjelajahi pelosok negeri di Propinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Kepulauan Bangka-Belitung. Pelosok karena lokasi yang kami datangi kebanyakan berada di luar kota, bahkan sampai masuk hutan. Maklum Cagar Budaya atau Diduga Cagar Budaya yang saya tuju sekarang berada di daerah yang jauh dari kota. Kegiatan yang memerlukan stamina dan mental yang kuat adalah dalam rangka pelestarian Cagar Budaya Bawah Air. Saya telah mengikuti pelatihan Arkeologi Bawah Air di dalam dan luar negeri, antara lain Makassar Sulsel, Pulau Bintan Kepri, Tulamben Bali, dan Karimunjawa Jateng serta Thailand dan Sri lanka.

Popular Posts

Recent Posts

Pages