tag:blogger.com,1999:blog-39992121224648819242024-02-21T01:18:39.459+07:00JELAJAH SITUSJELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.comBlogger28125tag:blogger.com,1999:blog-3999212122464881924.post-76327256097829026802020-01-07T09:27:00.001+07:002020-01-07T09:40:24.562+07:00TINGGALAN BAWAH AIR DI PERAIRAN PULAU TIKUS BENGKULU<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh6rdR50fHEnj5qaJC90J9-vSxmg4Kmv7Fb88_M9C-OgeHldC3WxCTbP768eOolY0HM5l23r7R6vQDSG3qk9Gv6HXtsZ4KdZgVvRMArZLr3TkOxRZoqouKqvzTSlFVDLtw2LMEfj_9jVVw/s1600/DSC_3440.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1067" data-original-width="1600" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh6rdR50fHEnj5qaJC90J9-vSxmg4Kmv7Fb88_M9C-OgeHldC3WxCTbP768eOolY0HM5l23r7R6vQDSG3qk9Gv6HXtsZ4KdZgVvRMArZLr3TkOxRZoqouKqvzTSlFVDLtw2LMEfj_9jVVw/s320/DSC_3440.JPG" width="320" /></a></div>
<br />
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pendahuluan</span></b>
<br />
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bengkulu
merupakan salah satu provinsi yang berada di pesisir Barat Sumatera. Wilayahnya
memanjang menghadap ke Samudera India (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Indian
Ocean</i>). Samudera India merupakan lautan yang luasnya 20% dari total
permukaan bumi. Lautan ini berada di urutan ketiga setelah Samudra Pasifik dan
Atlantik. Kedalaman Samudera India rata-rata sedalam 3.960 meter dengan titik
terdalamnya disebut<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Palung
Diamantina<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yang terletak di Barat Daya
Perth, Australia Barat mencapai 8.047 meter. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Perairan
Bengkulu menyimpan tinggalan bawah air yang belum banyak diketahui karena
sangat minimnya penelitian. Hal itu tidak saja terjadi di Bengkulu saja tetapi
juga di daerah lain yang berada di perairan Barat Sumatera. Baru beberapa kapal
tenggelam saja yang telah diketahui, yaitu Kapal Belanda bernama <i style="mso-bidi-font-style: normal;">MV Boelongan Nederland</i> di Teluk Mandeh,
Kabupaten Pesisir Selatan dan kapal tenggelam di dekat Pulau Sibaru-baru
Kabupaten Kepulauan Mentawai. Keduanya berada di Provinsi Sumatera Barat.
Penemuan kapal tenggelam di Perairan Mentawai berawal dari adanya kegiatan
pengangkatan tanpa ijin yang menghebohkan pada tahun 2010. Bandingkan dengan
perairan Timur Sumatera yang telah banyak ditemukan tinggalan bawah air seperti
kapal tenggelam Belitung (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Belitung Wreck</i>),
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Teksing Wreck</i> dan kapal VOC
bernama <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Geldermalsen</i><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>(<i style="mso-bidi-font-style: normal;">The</i>
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Geldermalsen Wreck</i>) yang terkenal di dunia
arkeologi bawah air. Dua nama terakhir malah tercantum dalam terbitan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Unesco Convention on The Protection of
The Undewater Cultural Heritage</i> yang dikeluarkan oleh <i style="mso-bidi-font-style: normal;">United Nation Education Scientific and Cultural Organization</i> (UNESCO).
Kapal tenggelam atau <i style="mso-bidi-font-style: normal;">shipwreck</i>
beserta benda berharga muatannya merupakan kapal kuno yang tenggelam sebelum
abad ke-20 hingga masa Perang Dunia II. Jumlah kapal tenggelam di perairan
Indonesia diperkirakan mencapai hingga ribuan kapal (Mundardjito 2007: 16-17).</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Sedikitnya
kapal tenggelam di perairan Barat Sumatera diperkirakan karena sepinya
pelayaran yang mengarungi Samudera India. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Tantangan alam <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dan teknologi yang belum memadai menyebabkan
para pelaut lebih memilih melakukan pelayaran dengan <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>menyusuri Selat Malaka hingga Laut Cina
Selatan. Akibatnya di sepanjang Selat Malaka muncul pelabuhan-pelabuhan yang
ramai. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Kerajaan Melayu dan <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Sriwijaya mempunyai pelabuhan dagang dari Cina
ke India dan sebaliknya. Kemudian muncul Malaka yang menjadi tempat berlabuh
kapal-kapal dagang dari Cina, India, dan Arab. Setelah penaklukan Malaka oleh
Portugis <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>maka rute pelayaran beralih ke
Pantai Barat Sumatera, seterusnya ke Laut Jawa lewat Selat Sunda. Peralihan itu
menyebabkan muculnya pusat perdagangan di Aceh dan Banten. Keduanya menjadi
negara yang cukup penting dalam abad ke-16 (Hamid, Abd Rahman, 2015 :128). Di
masa kemudian, lautan benar-benar dikuasai oleh bangsa Eropa hingga berakhir
pada masa pendudukan tentara Jepang. Selama Perang Dunia II banyak kapal perang
yang tenggelam baik dari pihak Sekutu maupun Jepang. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada
tahun 2019 Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi untuk pertama kalinya
mengadakan survei tinggalan bawah air di Perairan Pulau Tikus Kota Bengkulu,
Provinsi Bengkulu. Kegiatan berdasarkan informasi dari klub selam bernama <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Rafflesia Bengkulu Dive Center </i>(RBDC)
yang sering melakukan kegiatan selam di sana baik dalam rangka<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>sertifikasi selam atau rekreasi. Dikabarkan
bahwa di sana terdapat sejumlah jangkar kapal yang berdiri di karang. Sementara
untuk benda-benda yang diduga tinggalan bawah air ditunjukkan melalui foto.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 130%; mso-pagination: none; text-autospace: none; word-break: break-all;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 130%; mso-pagination: none; text-autospace: none; word-break: break-all;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="color: black; mso-font-width: 0%;">Hasil Kegiatan</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: 0cm 21.3pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Pulau Tikus terletak di sebelah Barat Kota Bengkulu dan dapat ditempuh
dengan perahu nelayan sekitar 45 menit. Kegiatan survei bawah air yang
dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi melibatkan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Rafflesia Bengkulu Dive Center</i> (RBDC) <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yang mengatur penyelam pendamping, peralatan
selam, dan perahu yang digunakan.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Perahunya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>menyewa dari<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>nelayan. Kegiatan survei bawah air dapat dilakukan
dua kali, yaitu Bulan September dan Desember 2019 setelah melalui proses revisi
kegiatan sehubungan dengan tidak dapat dilaksanakannya kegiatan di Pulau
Enggano. Kegiatan kedua bertujuan untuk mengumpulkan data yang belum
diketemukan sebelumnya karena keterbatasan waktu. Dengan dilakukannya dua kali
kegiatan di waktu yang berbeda tersebut maka data yang terkumpul semakin jelas
dan upaya rekonstruksi tinggalan bawah air menjadi mudah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: 0cm 21.3pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Pada kegiatan di bulan September 2019 setiap penyelaman yang dilakukan
oleh penyelam BPCB Jambi selalu didampingi penyelam dari RBDC sebagai <i style="mso-bidi-font-style: normal;">safety diver</i>. Penyelaman dilakukan dua
kali dalam sehari.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Pada penyelaman awal
masih dilakukan penyelaman orientasi sambil mencari temuan di dasar laut. Pada
lokasi yang terdapat temuan diberi tanda menggunakan botol plastik sebagai
pelampung dengan tali yang terikat pada ban di dasar laut. Para penyelam turun
dan mengikuti tali tersebut. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: 0cm 21.3pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Pencarian sebaran temuan dilakukan dengan tehnik melingkar (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">circle</i>). <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Tali berwarna putih diikatkan pada <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tali yang terikat pada ban kemudian mengulurnya
untuk berkeliling membentuk lingkaran. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Setelah
berkeliling dan menemukan temuan yang banyak maka ujung tali diikatkan pada
karang kecil. Tali itu selanjutnya digunakan sebagai tali pandu bagi penyelam
karena jarak pandang (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">visibility</i>)
tidak begitu baik<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>sekitar 1-2 meter.
Tali yang terikat masing-masing ujungnya di ban dan karang itu berorientasi ke
arah Utara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: 0cm 21.3pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Penyelaman berikutnya membawa tali berwarna kuning yang diikatkan ke
ban dan mengulurnya ke arah Selatan. Ujung tali diikatkan pada benda yang
diduga terbuat dari besi. Dengan demikian di dasar laut terbentang tali
berwarna putih dan kuning sebagai tali pandu bagi penyelam.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Selama penyelaman menemukan benda-benda <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yang berupa guci yang utuh dan pecahan, botol
utuh dan pecahan, pecahan mangkuk, bata, senjata tajam, bata, dan tulang.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Beberapa benda dapat dipetakan lokasinya karena
berada dekat tali pandu. Sementara benda yang berada jauh dari tali pandu
menggunakan tehnik baringan kompas, yaitu dengan mengulur meteran 50 meter kemudian
mencatat jarak<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>benda dari titik nol. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Pada saat kegiatan juga telah diangkat
benda-benda yang berupa botol keramik, botol kaca, teko keramik, dan
golok.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: 0cm 21.3pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Pada penyelaman di Bulan Desember 2019<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>telah dipersiapkan pemberat yang terbuat dari
semen dan kawat besi untuk mengikat tali <i style="mso-bidi-font-style: normal;">bouy</i>
dan juga baseline. Hal itu dilakukan karena tidak adanya karang yang cukup
besar untuk mengikat tali <i style="mso-bidi-font-style: normal;">bouy</i> pada
kegiatan pertama. Dimana hanya menggunakan ban yang ditemukan di dasar laut. Pemberat
dari semen digunakan diturunkan dengan masing-masing tali yang diikat jerigen
plastik warna merah dan kuning sebagai bouy. Jerigen kuning berada di sisi
Utara dan jerigen warna merah di sisi Selatan. Tali untuk <i style="mso-bidi-font-style: normal;">baseline </i>berwarna kuning yang diikat dengan meteran
sepanjangnya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>50 meter. Benda-benda
diberi nomor dan difoto menggunakan skala dilanjutkan dengan menggunakan tehnik
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Offset</i>, yaitu mengukur benda dari
baseline dengan tegak lurus 90 derajat. Dalam rangka identifikasi lebih lanjut,
maka beberapa temuan diangkat guna penelitian lebih lanjut dan juga dapat
digunakan untuk peningkatan kemampuan konservasi tinggalan bawah air serta
pameran.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: 0cm 21.3pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US">Jenis Temuan</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: 0cm 21.3pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Lokasi ditemukannya tinggalan bawah air di Perairan Pulau Tikus
terletak pada sebuah teluk yang berada di sebelah Barat Laut pulau. Pulau Tikus
merupakan daratan yang luasnya tidak kurang dari 1 hektar dan <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dikelilingi oleh karang yang sangat luas.
Karang-karang itu akan akan muncul dan tenggelam seiring dengan pasang surut
air laut. Di sebelah Barat dari Pulau Tikus tersebut terdapat alur yang masih
bisa dilalui walaupun pada saat air surut. Melalui alur tersebut perahu dapat
keluar masuk<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pulau dan terhubung dengan
area yang lebih dalam menyerupai teluk. Teluk itu lebarnya sekitar 200 meter
dan panjangnya 300 meter. Pada bagian tengah teluk mempunyai kedalaman sekitar
15 meter. Di tepian <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>teluk tersebut
terdapat sekitar sembilan jangkar kapal terbuat dari besi yang disusun teratur
membentuk huruf U. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: 0cm 21.3pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Benda-benda arkeologis yang ditemukan di dasar laut pada kedalaman sekitar
15 meter terdiri dari jangkar, guci, mangkuk, pring, botol, bata, senjata
tajam, dan tulang. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Tergeletak di
permukaan yang berupa pasir. Beberapa benda dari aktivitas manusia sekarang
juga banyak ditemukan antara lain alat pancing, jala, sisa karamba, dan meja
transplantasi karang. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: 0cm 21.3pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Benda yang berupa guci besar yang kemungkinan utuh terletak tidak
jauh dari ban yang menjadi pengikat tali pelampung. Di dekat ban juga terdapat
mangkuk yang hampir utuh. Ke arah utara dengan menyusuri tali putih terdapat
satu buah bata dan lebih jauh lagi beberapa<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>pecahan mangkuk. Pada ujung tali putih yang diikat pada karang ke arah
utara terdapat pecahan-pecahan guci dan juga botol keramik yang utuh. Di sana
selintas juga terlihat tulang yang diduga bagian kaki. Diperkirakan merupakan
tulang binatang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: 0cm 21.3pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Dalam rangka analisis lebih lanjut telah dilakukan pengangkatan
benda berupa satu botol bertangkai dalam kondisi utuh, satu botol yang tersisa
bagian dasarnya, satu golok, tujuh pecahan botol berwarna hitam, satu teko
terbuka yang pecah pada bagian bibirnya, dan 4 pecahan mangkuk yang berbeda. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pembahasan</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pulau
Tikus merupakan pulau kecil yang berada di Sebelah Barat Kota Bengkulu. Pulau
ini cukup terkenal di kalangan wisatawan dan mancanegara. Di sana terdapat
mercusuar terbuat dari tiang <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>besi untuk
memperingatkan kapal-kapal dari karang yang mengelilingi pulau. Wisatawan
berkunjung untuk menikmati keindahan pulau yang teduh oleh pepohonan, bermain <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pasir yang putih, dan beraktivitas dipermukaan
karang yang muncul diwaktu air laut surut. Orang-orang juga datang untuk
menyelam atau mendapatkan sertifikat selam di area yang berupa teluk.
Kedalamannya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>bervariasi hingga bagian
yang paling dalam sekitar 15 meter sangat cocok untuk mereka yang ingin
mendapatkan sertifikat selam dari Persatuan Olah Raga Selam Seluruh Indonesia
(POSSI). Karena memang klub selam yang ada di sana berafiliasi dengan POSSI.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pulau
Tikus selain mempunyai pemandangan yang indah ternyata menyimpan benda-benda
arkeologi yang penting. Baik yang berupa jangkar kapal maupun tinggalan bawah
airnya. Keberadaan jangkar kapal sudah lama diketahui tetapi tidak banyak yang
mengetahui sejarahnya. Sementara untuk tinggalan bawah air setelah dilakukannya
survei bawah air.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Diperkirakan
pada masa penjajahan Inggris di Bengkulu, Pulau Tikus memiliki peranan yang
penting sebagai penunjang pelayaran. Di pulau dibangun mercusuar untuk
menghindarkan kecelakaan. Selain itu banyak hal yang tidak diketahui.
Keberadaan jangkar-jangkar di sana pun masih menjadi misteri. Literatur sejarah
mengenai jangkar-jangkar tersebut belum ditemukan. Temuan bawah air di sana
kiranya dapat mengungkap misteri tersebut. Berdasarkan temuan bawah air yang
berada di kedalaman 15 meter diduga bahwa Perairan berupa teluk menjadi tempat
berlabuhnya <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>kapal yang datang dan menunggu
keberangkatannya kembali ke negeri Eropa. Dikaitkan dengan keberadaan Benteng
Marlborough, maka kapal-kapal yang dimaksud adalah kapal bangsa Inggris.
Kapal-kapal yang datang dan pergi ke Bengkulu tidak berlabuh di laut depan
benteng mengingat daerahnya berombak. Dipilihlah teluk di pulau Tikus yang
lebih tenang dan dalam. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Sebagai alat
komunikasi antara Pulau Tikus dan benteng Marlborough digunakan isyarat lampu.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Teluk
yang tidak begitu luas cukup berbahaya bagi kapal yang tidak terikat kuat.
Fungsi jangkar kapal yang berjumlah sembilan itu adalah untuk mengikat kuat
kapal sehingga tidak bergerak mendekati karang di sekitarnya. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Jangkar-jangkar semula berdiri dengan posisi
satu bagian yang runcing menancap ke bawah dan satu lainnya di atas. Namun
sekarang hanya dua yang kedudukannya masih seperti dulu. Jangkar kapal tersebut
jelas merupakan jangkar yang dibuat oleh bangsa Eropa. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tinggalan
bawah air di Pulau Tikus bukan merupakan muatan dari kapal tenggalam tetapi
hasil aktivitas manusia yang berada di atas kapal saat berlabuh di teluk.
Benda-benda jatuh ke laut baik sengaja ataupun tidak disengaja. Benda-benda itu
biasa digunakan oleh orang-orang Eropa. Botol dan guci digunakan sebagai wadah
minuman beralkohol yang digandrungi mereka. Mangkuk dan piring digunakan untuk
wadah makanan berasal dari Cina.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Sementara senjata tajam digunakan untuk memotong benda yang dikehendaki.
Bata digunakan pada bagian kapal yang terdapat dapur. Gunanya untuk melindungi
dinding kapal yang terbuat dari kayu dari jilatan api. Hampir sebagian besar temuan
dalam kondisi tidak utuh lagi.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Temuan
tinggalan bawah air di perairan Pulau Tikus akan menambah kekayaan tinggalan
bawah air di Indonesia.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Tinggalan budaya
bawah air memiliki potensi sebagai bagian dari daya tarik wisata berbasis
bahari. Wisata bahari dapat menjadi alat memanfaatkan tinggalan budaya bawah
air sebagai atraksi wisata selam, sekaligus untuk melestarikan keberadaan
tinggalan budaya bawah air secara berkesinambungan (Ardiwidjaya, 2017: 140). Menurut
Kusumastanto, Indonesia sebagai negara maritim, memiliki kekayaan yang
beranekaragam, mulai dari flora dan fauna laut hingga tinggalan budaya bawah
air berupa kapal tenggelam beserta muatannya, yang dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan, antara lain sektor perikanan, pariwisata, dan industri kelautan (Kusumastanto
2013: 13-19).</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tinggalan
budaya bawah air di Pulau Tikus akan meramaikan <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>wisata selam di sana. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Selama ini penyelaman di sana umumnya dalam
rangka sertifikasi selam dan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>penelitian
karang oleh Mahasiswa Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu yang diselenggarkan
oleh RBDC. Dari RBDC juga diperoleh kabar bahwa pada tahun 2002 akan
dilaksanakan Jambore Selam oleh Forum Mahasiswa Penyelam Indonesia di Pulau
Tikus. BPCB sendiri bisa<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>menjadikan
lokasi sebagai tempat pelatihan bawah air bagi arkeolog pemula. Sebaran temuan
dan kedalaman yang hanya 15 meter sangat cocok untuk penyelam tingkat <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Open Water</i> atau Bintang Satu (A1)
melakukan latihan pendokumentasian temuan atau pengukuran dengan tehnik <i style="mso-bidi-font-style: normal;">offset</i>, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">triletaration</i>, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ties</i>, atau
<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><i style="mso-bidi-font-style: normal;">frame</i>.
</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pemanfaatan
tinggalan bawah air di Pulau Tikus tentu saja diharapkan akan menambah daya tarik
wisata. Namun harus dibarengi dengan himbauan atau sosialisasi agar para
penyelam tidak memindahkan, mengambil atau merusak benda yang melanggar
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Daftar Pustaka</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Hamid,
Abd Rahman. 2015. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sejarah Maritim
Indonesia</i>. Penerbit Ombak. Yogyakarta</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; margin-left: 1.0cm; text-align: justify; text-indent: -1.0cm;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kusumastanto, T. 2013. “Arah Strategi
Pembangunan Indonesia Sebagai Negara Maritim”. Researchgate. Accessed July 20,
2017. </span><span lang="EN-US"><a href="https://www.researchgate.net/"><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">https://www.researchgate.net/</span></a></span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">
publication/266080942 %0A.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Mundardjito.
2007. “Paradigma Dalam Arkeologi Maritim”. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Wacana
9</i>: 1-20.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; margin-left: 1.0cm; text-align: justify; text-indent: -1.0cm;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Adiwidjaja, Roby 2017. “Pelestarian
Tinggalan Bawah Air : Pemanfaatan Kapal Karam Sebagai Daya Tarik Wisata Selam”.
<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><i style="mso-bidi-font-style: normal;">Amerta
Vol. 35 No. 2</i> </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:3 0 0 0 1 0;}
@font-face
{font-family:Calibri;
panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:swiss;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-536859905 -1073732485 9 0 511 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;}
a:link, span.MsoHyperlink
{mso-style-priority:99;
color:blue;
mso-themecolor:hyperlink;
text-decoration:underline;
text-underline:single;}
a:visited, span.MsoHyperlinkFollowed
{mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
color:purple;
mso-themecolor:followedhyperlink;
text-decoration:underline;
text-underline:single;}
p.MsoNoSpacing, li.MsoNoSpacing, div.MsoNoSpacing
{mso-style-priority:1;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri",sans-serif;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;
mso-ansi-language:EN-US;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-size:11.0pt;
mso-ansi-font-size:11.0pt;
mso-bidi-font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri",sans-serif;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;
mso-ansi-language:EN-US;}
.MsoPapDefault
{mso-style-type:export-only;
margin-bottom:10.0pt;
line-height:115%;}
@page WordSection1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 72.0pt 108.0pt 100.8pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:50.4pt;
mso-paper-source:0;}
div.WordSection1
{page:WordSection1;}
</style>
-->JELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999212122464881924.post-85271872789285755352019-08-31T13:47:00.001+07:002019-08-31T13:47:54.042+07:00PENELITIAN ARKEOLOGI DI PANTAI TIMUR SUMATERA SELATAN<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhO08mOF20JpsvWVGMbWn01c4yA6lOUI_eSwFx5nWVATBUuxhHe_FaEeltCf3QJCXUVSoPGpwNO_9n-C5MUsVN_LR3tjxoUnPiVfTzOMaRCGsgMcZxGM1bc21496vbE6Nl522zYRKB39WI/s1600/TP7+%25284%2529.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1065" data-original-width="1600" height="212" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhO08mOF20JpsvWVGMbWn01c4yA6lOUI_eSwFx5nWVATBUuxhHe_FaEeltCf3QJCXUVSoPGpwNO_9n-C5MUsVN_LR3tjxoUnPiVfTzOMaRCGsgMcZxGM1bc21496vbE6Nl522zYRKB39WI/s320/TP7+%25284%2529.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian Arkeologi Pantai Timur Sumatera Selatan merupakan kali kedua saya mengikutinya bersama Balai Arkeologi Sumatera Selatan. Kegiatan dalam rangka meneliti pemukiman kuno itu dilakukan sebagai upaya untuk mengungkap kehidupan masa lampau yang tinggal di daerah rawa. Penelitian yang dikenalkan sebagai Arkeologi Lahan Basah (Wetland Archaeology) itu telah lama dilakukan oleh peneliti. </div>
<div style="text-align: justify;">
Pada tahun 2019 ini Balai Arkeologi Sumatera Selatan melaksanakan penelitian di Situs Air
Sugihan yang berlokasi di Desa Kerta Mukti, Kecamatan Air Sugihan
Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Tim yang
diketahui Drs. Budi Wiyana bertema Subsistensi Lahan Basah Pantai Timur
Sumsel bertujuan untuk mengetahui cara hidup manusia masa lampau yang
bermukim di Pantai Timur Sumatera Selatan yang berdasarkan
penelitian-penelitian sebelumnya bahkan membuktikan berasal dari masa
Pra Sriwijaya. Menurut Timothy (1980) Subsistensi (mata pencaharian)
mencakup segala aktivitas yang tidak lepas pada berbagai aspek, seperti
tingkat kemahiran teknologi, pengorganisasian sumberdaya (manusia dan
alam) dalam usaha mengolah dan memenuhi kebutuhan hidup, pilihan lokasi
tempat tinggal, prosedur dan pengeksploitasian lingkungan sekitar dan
lain sebagainya.
Temuan-temuan arkeologis yang ditemukan pada kotak ekskavasi sebanyak 14
kotak umumnya adalah Fragmen gerabah. Temuan lainnya adalah fragmen
keramik, benda logam, manik-manik, tulang binatang, buah dan biji, papan
perahu, serta tiang rumah. </div>
JELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3999212122464881924.post-73978000017043570262019-08-06T13:55:00.000+07:002019-08-06T13:57:13.024+07:00BENTENG LINAU : Benteng Perbatasan di Selatan Bengkulu<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjV0-qurZBRQmaTXJ01nxfURBi5e5oUENrIsV-J0yD02Zp5FF_PohKcF5y2aFY7R7rxwzVA6ZTMnrlEvrOuqvliUwj74vuETeBbM_QHinPNTkSCTQ0zb7Nx6cawFvs8uVM4yAiMBNgOC3M/s1600/DSCN6028.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjV0-qurZBRQmaTXJ01nxfURBi5e5oUENrIsV-J0yD02Zp5FF_PohKcF5y2aFY7R7rxwzVA6ZTMnrlEvrOuqvliUwj74vuETeBbM_QHinPNTkSCTQ0zb7Nx6cawFvs8uVM4yAiMBNgOC3M/s320/DSCN6028.JPG" width="320" /></a></div>
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US"><span style="mso-list: Ignore;">1.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US">Pendahuluan</span></b>
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Benteng Linau merupakan benteng yang dibangun oleh Tentara Inggris
di Bengkulu bagian Selatan. Benteng lainnya yang dibangun adalah Benteng
Marlborough dan Benteng Anna. Benteng Marlborough sebagai benteng utama berada
di Kota Bengkulu. Benteng Anna dibangun di Bengkulu bagian Utara. Benteng Linau
dan Benteng Anna diperkirakan merupakan benteng-benteng yang membatasi daerah
jajahan Inggris dengan daerah yang dikuasai oleh Belanda. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Secara umum benteng berkaitan erat dengan kegiatan militer. Dalam
Ensiklopedia Indonesia, benteng didefinisikan sebagai lokasi militer atau
bangunan yang didirikan secara khusus, diperkuat dan tertutup yang dipergunakan
untuk melindungi sebuah instalasi, daerah atau sepasukan tentara dari serangan
musuh atau menguasai suatu daerah. Dalam perkembangannya sebenarnya benteng
tidak hanya digunakan untuk instalasi militer, tapi juga berfungsi sebagai
perlindungan sebuah pemukiman. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Bentuk
pertahanan selain keletakannya (dataran tinggi dan sungai), terkadang
dilengkapi dengan benteng tanah, parit, dan bambu aur. Pemukiman lama atau kuna
yang berada di bukit biasanya berbentuk persegi panjang dan dilengkapi dengan
benteng tanah dan bambu aur. Tidak tertutup kemungkinan juga terdapat parit.
Keberadaan benteng tanah biasanya satu kesatuan dengan parit, karena badan
benteng tanah tercipta akibat penggalian parit untuk menimbun sisi luar benteng
sehingga lebih tinggi dari tanah sekitarnya. </span><br />
<span lang="EN-US"><span lang="EN-US">Berdasarkan data arkeologi dan sumber-sumber sejarah diketahui bahwa
kota-kota,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>keraton atau desa yang tumbuh
sebelum kedatangan bangsa Eropa dilindungi oleh pagar keliling baik yang
terbuat dari tanah, kayu maupun bata. Berdasarkan gambaran bangsa asing
(Belanda), keraton Banten dikelilingi benteng dari tembok (bata), sedangkan
keraton Kuto Gawang (Palembang) dikelilingi benteng dari kayu.</span></span></div>
<style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-536870145 1107305727 0 0 415 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-size:10.0pt;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
mso-bidi-font-size:10.0pt;}
@page WordSection1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.WordSection1
{page:WordSection1;}
</style>
--><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-list: l1 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US"><span style="mso-list: Ignore;">2.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US">Letak dan Lingkungan</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Benteng Linau secara administratif berada di Desa Benteng Harapan,
Kecamatan Maje, Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu. Benteng ini merupakan salah
satu peninggalan kolonial Inggris di Provinsi Bengkulu yang terletak di sebuah
bukit bernama Pematang Linau yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki sejauh ±
200 meter dari jalan raya. Benteng Linau terletak pada koordinat S 04° 49’
54.09” E 103° 24’ 54.56”.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Benteng Linau berupa gundukan tanah yang berbentuk segi empat
berukuran 42 x 43 m dan dikelilingi oleh parit dengan lebar 3,75 m dan dalam
1,75 m. Vegetasi lingkungan benteng berupa pohon asam kandis, cengkeh,
sendilau, dan semak belukar. Di lokasi ini juga terdapat cekungan bekas meriam
yang telah dipindahkan ke halaman rumah dinas Bupati KDH TK II Bengkulu
Selatan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Benteng berada di atas bukit dengan pemandangan ke Samudera Hindia.
Bukit tersebut memanjang dengan orientasi Utara-Selatan. Pada sisi Barat dan
Timur merupakan lereng bukit. Lereng sisi Barat lebih landai dibandingkan
dengan lereng sisi Timur. Lereng sisi Timur mempunyai sudut kemiringan mencapai
70-80 derajat. Perjalanan menaiki bukit menuju benteng dari arah Selatan yang
telah difasilitasi dengan anak tangga berjumlah sekitar 130 anak tangga. Terdapat
juga bangunan pelindungan yang berjumlah 2 buah, salah satunya berada di
sebelah Selatan benteng.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Tangga dibangun
juga berfungsi sebagai jalur evakuasi bilamana terjadi Tsunami. Pada masa
sebelumnya untuk menuju ke benteng dari arah Barat. Namun jalan setapak dengan
jalan yang lebih curam itu telah lama ditinggalkan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Hasil pemantauan tim dari BPCB Jambi menunjukkan bahwa benteng dalam
kondisi yang cukup terawat karena sudah ada juru pelihara yang ikut memelihara
dan melindunginya dari ancaman dan gangguan yang berasal dari luar. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-list: l1 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US"><span style="mso-list: Ignore;">3.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US">Deskripsi Benteng Linau</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Benteng Linau pernah dilakukan ekskavasi oleh Balai Arkeologi
Palembang pada tahun 1994 dan 1995. Ekskavasi tahun 1994 menemukan struktur
bata di sudut Tenggara bagian luar benteng. Di dalam laporannya menyebutkan
bahwa temuan struktur bata masih sulit diketahui bentuk dan fungsinya sehingga
perlu diadakan penelitian lanjutan untuk menampakkan seluruh struktur bata.
Ekskavasi tahun 1995 melanjutkan ekskavasi untuk menampakkan struktur bata di
sudut Tenggara bagian luar benteng. Namun disebabkan struktur bata kondisinya
tidak utuh lagi, maka belum diketahui bentuk dan fungsinya. Analisis
berdasarkan lapisan tanah menunjukkan pematang benteng dibuat dari tanah hasil
penggalian parit. Berdasarkan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>lapisan
tanah yang berwarna hitam diduga bahwa benteng dibuat di atas lapisan tersebut.
Lapisan hitam tersebut diindikasikan akibat pembukaan lahan dengan cara
dibakar. Struktur bata yang ditemukan itu sudah tertutup tanah kembali dan
hanya terlihat sedikit pecahan bata dipermukaan tanah. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Pada tahun 2014 Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi
melakukan ekskavasi<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>untuk mengungkap
sisa-sisa aktivitas manusia pendukung benteng lebih lanjut. Ekskavasi dilakukan
pada bagian dalam benteng, struktur benteng, parit keliling, dan tanah datar di
luar benteng. Titik <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Datum Point</i> (DP),
mengikuti penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Palembang
berada di tengah benteng.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Benteng Linau merupakan sebuah benteng tanah yang dikelilingi oleh
parit. Benteng berdenah segi empat dengan sudut di dua sisi yang berlawanan
terdapat bastion. Pengukuran yang dilakukan menghasilkan ukuran panjang 25,70
meter dan lebar 24,90 meter. Permukaan tanah di dalam benteng tampak rata.
Tanggul tanah yang mengelilingi benteng lebarnya adalah 0,96 – 191 meter dan
tingginya sekitar<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>0,77 – 1,13
meter.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Tanggul tanah ini tentu saja
telah berubah lebih kecil sesuai dengan waktu. Pengikisan tanah menjadi faktor
dominan yang menyebabkan pengecilan. Parit keliling mempunyai lebar sekitar
0,69 – 1,22 meter. Pendangkalan dan penyempitan parit disebabkan erosi tanah
dari tanggul dan tanah sekitarnya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Pengamatan di permukaan tanah di luar benteng menemukan fragmen
keramik berwarna putih dan biru serta berwarna hiasan merah berasal dari Cina
masa Dinasti Ming (abad 16-17 Masehi) dan Dinasti Ching (18-19 Masehi), fragmen
botol berwarna hitam kecoklatan. Dalam rangka pelestarian, Benteng Linau pernah
dikelilingi oleh pagar kawat berduri dengan tiang kayu. Namun sekarang hanya
menyisakan sisa-sisa fondasi tiang-tiang kayu. Tanah sekitarnya berupa
perkebunan masyarakat antara lain karet. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Keberadaan benteng atau bentuk pertahanan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>lainnya terkadang dapat dirunut dari penamaan
atau sebutan lokasi dimana benteng tersebut berada. Penamaan suatu daerah
dengan nama <i style="mso-bidi-font-style: normal;">benteng; koto; kuto</i>;
maupun <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kute</i> patut diduga berkaitan
dengan suatu bentuk pertahanan, baik benteng tanah maupun pemukiman kuna yang
dilengkapi dengan pertahanan. Kata <i style="mso-bidi-font-style: normal;">koto;
kuto</i>; maupun <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kute </i>mempunyai arti
yang hampir sama<i style="mso-bidi-font-style: normal;">, </i>yaitu<i style="mso-bidi-font-style: normal;"> </i>suatu tempat atau pemukiman lama yang
terkadang dilengkapi dengan sistem pertahanan. Pada beberapa keraton masa islam
di Jawa (terutama Yogyakarta dan Surakarta) terdapat penamaan tempat di sekitar
keraton yang diambil dari nama pasukan keraton.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Di Kabupaten Kaur terdapat beberapa tempat yang menggunakan kata <i style="mso-bidi-font-style: normal;">benteng</i>, seperti Benteng Harapan dan
Benteng Bakal Makmur. Nama Benteng Harapan mengacu pada benteng tanah Linau.
Apakah nama Benteng Bakal Makmur juga mengindikasikan suatu permukiman lama
yang dilengkapi dengan sistem pertahanan tertentu? Mungkin masih banyak lagi
tempat atau lokasi yang menggunakan nama tertentu yang mengindikasikan adanya
sistem pertahanan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Data arkeologi yang berhasil terkumpul dari tiga kali penelitian
berupa fragmen gerabah, keramik, dan kaca dalam jumlah tidak terlalu banyak
serta struktur batu-bata di luar benteng bagian tenggara. Fragmen-fragmen
keramik yang ditemukan di dalam benteng berasal dari Cina masa Dinasti Ming
(16-17 Masehi) dan Dinasti Ching (18-19 Masehi).<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Dengan mengamati data hasil ekskavasi dan
keberadaan benteng, diduga benteng ini tidak didiami dalam waktu lama,
melainkan hanya dalam waktu singkat atau hanya sementara. Hal ini didasarkan
pada tidak terdapatnya bangunan permanen di lokasi. Dugaan ini juga diperkuat dengan
adanya temuan piring dan kendi dari keramik serta botol kaca.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Benda-benda tersebut mudah dibawa. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Benteng Linau diduga hanya berfungsi sebagai tempat penjagaan atau
pengawasan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>untuk mengawasi Teluk Linau
yang berada di sebelah barat benteng.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Sebagai pengawas yang bersifat sementara lebih memungkinkan daripada
sebagai tempat tinggal permanen. Pengawasan daerah strategis (pelabuhan atau
gudang) untuk tujuan perdagangan. Daerah Krui (Lampung) memang penghasil sarang
burung pada masa kolonial. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US">Daftar Pustaka</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1.0cm; text-align: justify; text-indent: -1.0cm;">
<span lang="EN-US">Milburn, William, 1825. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Oriental Commerce or</i> <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The East India Trader’s Complete Guide;
Containing A Geographical and Nautical. Description of The Maritime Ports of
India, China, Japan, and Neighbouring Countries including The Eastern Islands
and The Trading Station on the Passage from Europe</i>. London: Kingsbury,
Parbury and Allens.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1.0cm; text-align: justify; text-indent: -1.0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1.0cm; text-align: justify; text-indent: -1.0cm;">
<span lang="EN-US">Mujib dkk, 1994. “Laporan Survei dan
Ekskavasi Benteng Linau Bengkulu Selatan”, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Laporan
Penelitian Arkeologi</i>. Palembang: Balai Arkeologi Palembang (tidak
diterbitkan).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1.0cm; text-align: justify; text-indent: -1.0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1.0cm; text-align: justify; text-indent: -1.0cm;">
<span lang="EN-US">Mujib dkk, 1995. Laporan Penelitian
Arkeologi Benteng Linau Tahap II. Palembang : Balai Arkeologi Palembang (tidak
diterbitkan)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 1.0cm; text-align: justify; text-indent: -1.0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraph" style="display: none; line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<b><span lang="IN" style="display: none; mso-ansi-language: IN; mso-hide: all;"><span style="mso-list: Ignore;">3</span></span></b><b><span lang="IN" style="display: none; mso-ansi-language: IN; mso-hide: all;"> </span></b></div>
<div class="MsoListParagraph" style="display: none; line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<b><span lang="IN" style="display: none; mso-ansi-language: IN; mso-hide: all;"><span style="mso-list: Ignore;">4</span></span></b><b><span lang="IN" style="display: none; mso-ansi-language: IN; mso-hide: all;"> </span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 1.0cm; text-align: justify; text-indent: -1.0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 1.0cm; text-align: justify; text-indent: -1.0cm;">
<br /></div>
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br clear="all" style="mso-special-character: line-break; page-break-before: always;" />
</span>
<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-536870145 1107305727 0 0 415 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;}
p.MsoListParagraph, li.MsoListParagraph, div.MsoListParagraph
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:0cm;
margin-left:36.0pt;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-GB;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-size:10.0pt;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
mso-bidi-font-size:10.0pt;}
@page WordSection1
{size:21.0cm 841.95pt;
margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.WordSection1
{page:WordSection1;}
/* List Definitions */
@list l0
{mso-list-id:888958990;
mso-list-template-ids:-515066110;}
@list l0:level1
{mso-level-start-at:3;
mso-level-text:%1;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
margin-left:18.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level2
{mso-level-text:"%1\.%2";
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
margin-left:18.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level3
{mso-level-text:"%1\.%2\.%3";
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
margin-left:36.0pt;
text-indent:-36.0pt;}
@list l0:level4
{mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.%4";
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
margin-left:36.0pt;
text-indent:-36.0pt;}
@list l0:level5
{mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.%4\.%5";
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
margin-left:54.0pt;
text-indent:-54.0pt;}
@list l0:level6
{mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.%4\.%5\.%6";
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
margin-left:54.0pt;
text-indent:-54.0pt;}
@list l0:level7
{mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.%4\.%5\.%6\.%7";
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
margin-left:72.0pt;
text-indent:-72.0pt;}
@list l0:level8
{mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.%4\.%5\.%6\.%7\.%8";
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
margin-left:72.0pt;
text-indent:-72.0pt;}
@list l0:level9
{mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.%4\.%5\.%6\.%7\.%8\.%9";
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
margin-left:90.0pt;
text-indent:-90.0pt;}
@list l1
{mso-list-id:2021395977;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:2024978084 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l1:level1
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level2
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level3
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l1:level4
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level5
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level6
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l1:level7
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level8
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level9
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
ol
{margin-bottom:0cm;}
ul
{margin-bottom:0cm;}
</style>
--><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-536870145 1107305727 0 0 415 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
line-height:150%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-size:10.0pt;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
mso-bidi-font-size:10.0pt;
mso-ansi-language:EN-US;}
.MsoPapDefault
{mso-style-type:export-only;
line-height:150%;}
@page WordSection1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.WordSection1
{page:WordSection1;}
</style>
-->JELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3999212122464881924.post-38704000913176886482019-08-06T11:51:00.000+07:002019-08-06T13:58:11.558+07:00BENTENG ANNA : Benteng Perbatasan di Utara Bengkulu<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjoWXzoaRRwQiUEcmPtUJMkQo5N6OGLGcNgGN8IHxEBOXNZ4OFJGVzjWv7Qf4Z5_kjk3otwtye4dI5hVAdUZtondI4R_Z58blrdWI3rjZZ667TTgdJT7q-c-rIOQm0LAzaDWGrywgGMEWQ/s1600/DSCN9505.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjoWXzoaRRwQiUEcmPtUJMkQo5N6OGLGcNgGN8IHxEBOXNZ4OFJGVzjWv7Qf4Z5_kjk3otwtye4dI5hVAdUZtondI4R_Z58blrdWI3rjZZ667TTgdJT7q-c-rIOQm0LAzaDWGrywgGMEWQ/s320/DSCN9505.JPG" width="320" /></a></div>
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">1.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pendahuluan</span></b><br />
<div class="MsoBodyText" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-weight: normal; mso-ansi-language: SV;">Benteng Anna merupakan
sisa-sisa benteng Inggris selama berkuasa di daerah Bengkulu. Benteng ini
adalah benteng yang menjaga perbatasan sebelah Utara Bengkulu dengan Sumatera
Barat yang dikuasai oleh Belanda. Benteng lainnya adalah Benteng Linau yang menjaga
perbatasan sebelah Selatan Bengkulu dengan Lampung. Kondisi Benteng Anna telah
mengalami kerusakan yang cukup parah. Kerusakan benteng terjadi pada masa
Belanda berkuasa yang menggunakan bata-batanya untuk membangun bangunan di
Muko-Muko. Pengambilan bata-bata yang dilakukan oleh masyarakat sekitar tahun
1970 telah memperparah kerusakan benteng. Sekarang ini dinding-dinding benteng
yang masih berdiri tegak hanya dijumpai di sisi Barat Laut, Barat Daya, dan
Tenggara. Terjadinya gempa juga menyebabkan runtuhnya bangunan yang berbentuk
terowongan dan retaknya dua dinding di sisi Barat Laut.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pertama
kali diketemukan Benteng Anna hanya tersisa tiga potongan tembok utara
sepanjang 15 meter dengan tinggi 3 meter, serta ketebalan dinding 2,5 meter.
Selain itu, terdapat sisa lorong (terowongan) sepanjang 5,5 meter dengan tinggi
2,5 meter. Pada benteng ini juga ditemukan </span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">dua</span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> buah meriam yang
panjangnya 2,9 meter. Data survei tahun 1997 melaporkan bahwa tanah benteng
telah dibebaskan dengan luas 1 hektar.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">2.
</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Letak
dan Lingkungan</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="FI" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Benteng Anna terletak di Kelurahan Pasar Muko-Muko,
Kecamatan Muko-Muko Utara, Kabupaten Muko-Muko, Propinsi Bengkulu. </span><span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Situs ini berada pada ketinggian 2 m</span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">eter</span><span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> di atas permukaan laut.</span><span lang="FI" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Benteng Anna dapat ditempuh melalui jalur darat dari Kota
Bengkulu menuju Kota Muko-Muko. Perjalanan melalui jalan yang lurus dan
berkelok-kelok berupa<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dataran rendah dan
dataran tinggi disepanjang pantai Barat Sumatera. Kondisi jalan mulus dan
dibeberapa tempat berlubang-lubang. Waktu yang diperlukan selama 5 jam.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Selama perjalanan akan diwarnai dengan
pemandangan Samudera Hindia.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Lokasi
Benteng Anna berada di daerah sebelum masuk Kota Muko-Muko yang ditandai dengan
adanya jembatan besi di atas Sungai Selagan. Jalan menuju ke Benteng belok ke
kiri sedangkan jalan lurus untuk<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>menuju
Kota Muko-Muko. Benteng berada tepat di pinggir Sungai Selagan. Jarak sungai ke
dinding benteng sebelah Utara hanya berjarak sekitar 1-3 meter. Erosi sungai
telah menyebabkan tepi sungai semakin dekat. Bahkan telah menyebabkan sebagian
dinding sebelah utara runtuh masuk ke dalam sungai.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Benteng Anna dipagari dengan pagar kawat
berduri yang sebagian besar telah rusak.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Lingkungan benteng sebelah Utara adalah Sungai Selagan,
sebelah Barat adalah </span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">sebuah rumah penduduk dan lahannya yang
berupa k</span><span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">ebun </span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">k</span><span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">elapa, sebelah Selatan adalah Jalan aspal</span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">
yang diseberangnya rumah-rumah penduduk, dan sebelah Timur adalah kebun kelapa.
</span><span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Benteng dan lingkungan sekitarnya dipisahkan dengan pagar
kawat yang dibeberapa bagian telah hilang</span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> yang tertinggal adalah
tiang beton dan tiang besi</span><span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">3.
</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Riwayat
Penelitian</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> dan Pelestarian</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="FI" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Benteng Anna merupakan sebuah benteng yang dibangun oleh
Inggris pada saat berkuasa di Bengkulu. </span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Beberapa sumber
menyebutkan bahwa benteng Anna dibangun pada tahun 1798 oleh Mr Carmiel. </span><span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Perjalananan Letnan Hastings Dare ke Muko-Muko pada
Tanggal 22 Januari 1805 memberikan gambaran tentang Muko-</span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">M</span><span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">uko. Menurutnya</span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">, </span><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Fort
Ann</span></i><span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> terletak pada
seberang sebelah Selatan Sungai Si Lagan, sedangkan pemukiman terdapat di
seberang Utara dan Muko-Muko terletak lebih ke Utara. Daerah Pasar Muko-Muko
terdiri dari sekitar seratus rumah tempat tinggal dan waktu itu penuh dengan
anak kecil. Di ujung Utara Pasar Muko-Muko terdapat kediaman Sultan yang tidak
ada perbedaan dengan kediaman rakyat biasa. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="FI" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Benteng Anna berdasarkan hasil survei tahun 1993 telah
mengalami kerusakan yang parah. Kerusakan benteng disebabkan pengambilan
bata-bata dengan cara merubuhkan temboknya hingga ke dasar sekitar tahun 1970
an. Bata-bata yang diambil digunakan sebagai bahan pembuatan rumah dan bangunan
lainnya. Akibatnya tembok benteng yang tersisa adalah tiga buah dinding yang
menjulang setinggi 3 meter di sisi Utara dan sisa lorong setinggi 2,5 meter di
sisi Selatan.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Selain itu ditemukan dua
buah meriam yang masing-masing panjangnya 2,90 meter. </span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Penelitian
arkeometri tahun 1996 mengungkap adanya dua faktor penyebab kerusakan benteng,
yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>berupa cuaca/iklim dan tumbuhan yang hidup di
permukaan batu-bata. Sedangkan faktor eksternal disamping<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pencurian batu-bata, kemungkinan adanya
faktor pertempuran pada masa lampau</span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="FI" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Data survei tahun 1997 melaporkan bahwa tanah benteng
telah dibebaskan dengan luas 1 hektar dan untuk memelihara benteng telah
ditempatkan dua orang juru pelihara. Namun kondisi objek dan situsnya tidak
terawat. Batang-batang pohon yang telah ditebang bergeletakan tidak
dibersihkan. Pada tahun 2006 untuk pertamakalinya dilakukan pemetaan benteng
Anna untuk merekam posisi benteng secara keruangan. </span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ekskavasi
penyelamatan yang dilakukan tahun 2011 </span><span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">menunjukkan bahwa dari 9 kotak yang digali untuk menemukan fondasi, maka
hanya dua kotak yang terdapat fondasi dari susunan bata, yaitu dinding II yang
berada di sisi Barat Laut dan di dinding yang berada di sisi Barat Daya.
Kotak-kotak lainnya hanya berisi pecahan-pecahan bata saja. Itupun diragukan
sebagai fondasi.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Bahkan pada sebuah
kotak yang berada tepat di lokasi runtuhan dinding di sisi Timur Laut juga
tidak menemukan adanya fondasi. Ketiadaan fondasi itulah yang mungkin
menyebabkan dinding-dinding mudah runtuh dan rusak. Selama kegiatan ekskavasi
juga ditemukan dua buah bola besi, pecahan-pecahan keramik Cina dari masa
Dinasti Ming dan Ching serta keramik Eropa, dan pecahan botol. </span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Penelitian
Balai Arkeoogi Palembang pada tahun 2012 menemukan berbagai benda berupa
artefak batu, gerabah, keramik, artefak logam, artefak kaca, tulang dan
cangkang moluska. Berdasarkan temuan-temuannya dapat terungkap aktivitas
keseharian<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>penghuni benteng, yaitu pola
makan dan pola hidup. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">4.
</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Deskripsi
Benteng Anna</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"></span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">a.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Sisa-sisa
Bangunan</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Benteng Anna diperkirakan berbentuk segi empat berukuran
lebar 58,50 meter dan panjang 63 meter. Orientasi benteng Barat Laut-Tenggara.
Benteng ini telah mengalami kerusakan yang sangat parah. Kondisi benteng berupa
beberapa sisa dinding yang masih berdiri tegak dan telah runtuh, di halamannya
berupa gundukan tanah dan lubang-lubang yang memanjang. Dinding-dinding
kelilingnya telah banyak yang hilang dan hanya menyisakan sedikit dinding yang
masih berdiri tegak. Kegiatan pengambilan bata oleh penduduk telah
menghilangkan sebagian besar dindingnya. Dinding-dinding yang tersisa berada di
sisi Barat Laut, Barat Daya, Tenggara, dan Timur Laut. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Di halaman tengah permukaaan tanahnya tidak rata,
khususnya di sisi Barat Daya lebih tinggi dari permukaan tanah sekitarnya.
Sementara di bagian tengah halaman terdapat lubang-lubang tengah yang memanjang
dengan kedalaman antara 30 cm – 50 cm.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Lubang-lubang tersebut merupakan hasil aktifitas masyarakat untuk
mencari harta karun. Selain itu ditemukan pula dua buah gundukan tanah yang
berada di sudut Tenggara dan Barat Laut atau berlawanan arah. Gundukan tanah
disebelah Tenggara berukuran lebar 19 meter, panjang 20,50 meter dan tingginya
1,6 meter. Sedangkan gundukan tanah di sebelah Barat Laut berukuran lebar 7
meter, panjang 4,7 meter, dan tinggi 1,4 meter. Gundukan tanah tersebut
diperkirakan adalah bastion. Apabila benar gundukan tersebut adalah bastion,
maka benteng Anna mempunyai kemiripan dengan benteng Linau, yaitu dilengkapi
dengan dua buah bastion di arah yang berlawanan. Bedanya adalah Benteng Linau
merupakan benteng tanah atau tidak mempunyai dinding yang terbuat dari bata.
Berikut uraian benteng </span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Anna </span><span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">yang masih tersisa</span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> dan dua buah
meriam yang ada disana</span><span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">:</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dinding<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Barat Laut</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dinding Barat Laut ini diperkirakan merupakan dinding
benteng bagian depan. Dinding menghadap Sungai Segalan yang merupakan jalur
keluar masuk benteng. Pada sekitar tahun 1970-an masyarakat yang mengambil
bata-bata datang ke benteng dari arah seberang sungai. Pada saat itu sekeliling
benteng berupa hutan. Dinding bata yang tersisa berjumlah tiga buah. Dinding
yang berlokasi di tengah lebih tinggi dibanding dua lainnya. Puncaknya juga
lebih utuh dibanding yang lainnya dengan bentuk segitiga sama kaki. Dinding
tersebut tingginya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>5,10 meter. Ketiga
dinding di sisi dalam berbentuk miring dengan sudut kemiringan sekitar 70
derajat. Sedangkan di sisi luar bata-batanya telah hilang disebabkan
pengambilan bata-batanya. Pengambilan bata-bata tersebut meninggalkan dinding
yang berdiri tegak dan tidak rata. Pengukuran di dinding yang tersisa dibagian
bawah adalah 2,35 meter. Namun apabila ditarik garis dari puncaknya yang
berbentuk segitiga sama kaki maka akan membentuk dinding segitiga sama kaki
yang lebar bagian bawah adalah 3,30 meter. Dengan demikian dinding yang hilang
adalah 0,95 meter. Belum diketahui apakah dahulunya ketiga dinding tersebut
menyatu atau tidak. Namun terlihat bahwa dinding sisi bagian dalam yang miring
itu satu arah dan sama kemiringannya. Ukuran dari ketiga dinding sebagai berikut:</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dinding I </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Lokasinya berada di sebelah Barat. Bagian puncaknya tidak
utuh lagi. Kerusakan dinding terjadi pada sisi bagian Utara. Bagian itu tampak
”digerogoti” bata-batanya. Dua sisi lainnya menampakkan susunan bata-batanya
dengan berselang-seling bata yang menonjol dan yang rata. Sementara sisi bagian
Selatan yang merupakan bagian yang miring susunan batanya diplester dan bercat
warna putih. Dinding ini dikhawatirkan akan runtuh dikarenakan adanya retakan
yang cukup lebar akibat gempa Bengkulu 7,9 SR tahun 2007.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Dinding I ini tingginya 4 meter dan lebar 2
meter. Susunan bata di bagian samping yang tersisa adalah 2,30 meter.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dinding II </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Lokasinya berada di bagian Tengah. Dinding ini
diperkirakan merupakan dinding yang paling utuh. Bagian puncaknya masih tersisa
berbentuk segitiga sama kaki. Apabila diurutkan dengan bagian puncak tersebut,
maka diperkirakan bahwa dinding ini berbentuk segitiga sama kaki. Sama halnya
dengan dinding I, maka dinding II juga telah mengalami kerusakan yang parah di
sisi Utara. Bata-batanya tampak telah diambil sehingga menampakkan susunan bata
yang tidak rata. Sedangkan tiga sisi lainnya menunjukkan bentuk yang sama
dengan dinding-dinding lainnnya. Dinding ini tidak mengalami keretakan seperti
dua dinding lainnya akibat gempa Bengkulu tahun 2007 Dinding II ini tingginya
5,10 meter dengan perincian 1,10 m merupakan dinding bagian puncak yang tidak
mengalami kerusakan dan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>ketinggian 0-4
meter merupakan dinding dengan susunan bata yang terbuka atau tidak diplester.
Lebar sisa dinding bagian samping yang berbentuk segitiga sama kaki diukur dari
bagian paling bawah adalah 2,35 meter. Apabila bagian samping ini masih utuh,
maka diperkirakan lebar bagian paling bawah adalah 3,30 meter.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dinding III </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Lokasinya berada di sebelah Timur. Dinding ini merupakan
dinding yang paling rendah dari dua dinding lainnya karena bagian puncaknya
telah hilang/rusak. Kerusakan lainnya sama dengan dinding lainnya, yaitu
hilangnya susunan bata di sisi Utara. Di dinding ini juga terdapat retakan yang
cukup lebar akibat gempa Bengkulu tahun 2007.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dinding
Barat Daya</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dinding Barat Daya hanya menyisakan sebuah dinding yang
lokasinya di sudut sisi Barat Laut. Dari sisa-sisanya dapat diketahui bahwa
dinding ini kedua sisi dalam dan luar berdiri tegak lurus. Dinding yang tersisa
berukuran tebal 1,10 meter, panjang 3,5 meter, dan tinggi 1 meter. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dinding
Tenggara</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dinding Selatan bentuknya berupa terowongan. Foto survei
tahun 1993 memperlihatkan bentuknya yang masih utuh. Tampak bahwa bagian
atasnya membentuk melengkung dan bisa dilalui oleh orang dewasa. Terowongan
berukuran panjang 6 meter, lebar 3 meter dan tingginya 1,57 meter.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Dinding ini runtuh diakibatkan gempa Bengkulu
tahun 2007</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dinding
Timur Laut</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dinding Timur dalam kondisi telah runtuh ke sebelah Barat
atau ke dalam benteng. Dindingnya tidak setebal dinding di sebelah Barat, yaitu
tebalnya hanya 80 cm. Tingginya 3,5 meter dan panjangnya 5,80 meter.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">b.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Meriam-Meriam</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Di Benteng Anna masih dijumpai dua buah meriam. Kedua
meriam sudah tidak ditempatnya karena tergeletak di tanah dan diganjal dengan
sisa-sisa dinding. Pada saat itu kami juga diberitahukan tentang adanya
meriam-meriam di sebuah sekolah dan kantor camat. Hasil peninjauan menunjukkan
bahwa di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Muko-muko terdapat dua buah meriam dan di
Kantor Camat Muko-muko terdapat dua buah meriam. Meriam-meriam di kantor
tersebut dicat dengan warna biru. Diperkirakan meriam-meriam tsb berasal dari
Benteng Anna melihat kesamaan adanya tanda di bagian meriam yang berupa
mahkota.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Ukuran meriam adalah panjang
1,35 meter dan diameter 0,47 meter</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">5.
</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Arsitektur
Benteng</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Berdasarkan
data arkeologi dan sumber-sumber sejarah, diketahui bahwa kota-kota yang tumbuh
sebelum kedatangan bangsa Eropa dilindungi oleh pagar keliling baik yang
terbuat dari tanah, kayu maupun bata. Kedatangan bangsa Eropa ke Nusantara
diawali oleh kepentingan perdagangan. Untuk memperlancar kegiatan
perdagangannya, mereka mendirikan bangunan-bangunan yang berfungsi sebagai
kantor maupun gudang penyimpanan dan untuk melindungi kegiatan tersebut mereka
melengkapi dengan persenjataan.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Keadaan
ini juga terjadi di Bengkulu, ketika EIC (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">East
Indie Company</i>)</span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">membuat
perjanjian dengan penguasa Selebar, EIC mendapat konsesi berupa tanah di muara
Sungai Serut untuk gudang penyimpanan dan bangunan-bangunan lainnya serta
sebuah benteng yang diberi nama York. Karena kondisi lingkungan Benteng York
yang kurang baik mengakibatkan banyak penghuni benteng yang meninggal karena
penyakit malaria. Berdasarkan hal tersebut maka EIC pada tahun 1714 mendirikan
benteng baru yang berjarak sekitar 2 km ke arah tenggara dan diberi nama
Marlborough. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada
masa selanjutnya, EIC melebarkan sayapnya hingga ke wilayah-wilayah lain di
sekitar Bengkulu, yaitu Mukomuko di bagian utara dan Kaur di bagian Selatan. Di
wilayah-wilayah tersebut EIC juga membangun pos-pos dagang yang dilindungi oleh
benteng, yaitu Benteng Anna di Mukomuko dan Benteng Linau di Kaur. Berdasarkan
penelitian Lucas Pertanda Koestoro (1994) diketahui selain Benteng Anna dan
Linau, EIC juga mendirikan benteng di bagian utara Bengkulu yang diberi nama
Victoria, namun keletakan benteng tersebut masih belum dapat diidentifikasikan.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dalam
buku <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Oriental Commerce or the East India
Trader’s Complete Guide</i>, diberitakan bahwa tanaman lada dibudidayakan
masyarakat di seluruh wilayah Bengkulu dan menjadi komoditi dagang utama selain
serbuk emas dan sarang burung. Secara khusus serbuk emas diproduksi dari
Mukomuko, sedangkan sarang burung dari Krui yang sekarang termasuk wilayah
administrasi Lampung. Keseluruhan komoditi tersebut kemudian dikapalkan ke
Bengkulu. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dari
kelima benteng yang didirikan oleh EIC, yang dapat diidentifikasikan secara
arkeologis adalah Benteng York, Marlborough, Anna dan Linau. Namun demikian
dikarenakan tingkat abrasi Sungai Serut yang cukup tinggi mengakibatkan
sisa-sisa pondasi Benteng York hancur sehingga tidak dapat diidentifikasikan
lagi bentuknya. Secara umum benteng-benteng yang masih dapat diketahui
bentuknya adalah Benteng Marlborough dan Linau. Benteng Marlborough memiliki
bentuk persegi dengan ukuran 116,98 m x 100,9 m. Di bagian sudut-sudutnya
terdapat bastion berbentuk segilima dan di bagian depannya terdapat sebuah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">raveline</i> yang berbentuk segitiga dengan
ukuran 51,13 m x 54,69 m. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Raveline</i>
adalah bastion yang dibangun terpisah dari bangunan benteng yang berfungsi juga
sebagai pertahanan di bagian pintu masuk benteng. Benteng Linau memiliki bentuk
persegi dengan ukuran 34,5 m x 32,9 m. Bastion benteng Linau berbentuk segilima
dan terdapat di sudut utara serta selatan saja.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Secara
keseluruhan </span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">B</span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">enteng
Marlborough dan Benteng Linau memiliki parit kering yang mengelilingi benteng.
Di Benteng Anna keberadaan parit kering hanya terdapat di bagian baratnya saja,
sedangkan di bagian timur dan selatannya adalah<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>rawa dan bagian<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>utara adalah
Sungai Selagan. Berdasarkan keadaan tersebut maka diperkirakan bentuk Benteng
Anna adalah persegi dengan ukuran sekitar 100 m x 98 m. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada
dasarnya bentuk benteng dapat dikaitkan dengan lokasi keberadaan benteng
tersebut dan keletakan bastionnya dibangun berdasarkan titik-titik yang
dianggap berbahaya atau perlu untuk diwaspadai seperti garis pantai, jalur
sungai, jalan darat, pelabuhan, pusat perekonomian, dan istana. Data sejarah
menyebutkan bahwa pemukiman penduduk lokal berada di bagian utara Sungai
Selagan. Di pemukiman tersebut terdapat pasar yang terdiri dari 100 rumah. Di
bagian utara pasar terdapat rumah Sultan yang bentuknya tidak berbeda dengan
rumah penduduk lainnya hanya berukuran lebih besar. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pengamatan
terhadap jalur Sungai Selagan menunjukkan bahwa aliran sungai dari depan
Benteng Anna berbelok ke arah utara dan bermuara sekitar 1 km dari benteng.
Selain itu dari sisa dinding benteng diketahui bahwa dinding tersebut memiliki
bentuk yang semakin tinggi semakin menipis sehingga membentuk bidang miring. Berdasarkan
bentuk dinding dan lokasi pemukiman penguasa lokal serta keletakan muara Sungai
Selagan maka kemungkinan bagian utara benteng merupakan bagian yang perlu
diwaspadai. Berdasarkan hal tersebut maka di bagian utara Benteng Anna
diperkirakan terdapat bastion.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Berdasarkan
sisa-sisa artefak yang diketemukan sewaktu ekskavasi tahun 2012 di benteng
dapat diketahui bahwa di dalam<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>benteng
terdapat bagian bangunan (pintu dan jendela) dan atap yang terbuat dari kayu.
Asumsi ini didasarkan atas temuan paku, engsel, dan penahan/pengait dari
logam.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">6.
</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Fungsi
Benteng<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Secara
umum benteng berkaitan erat dengan kegiatan militer. Dalam Ensiklopedia
Indonesia, benteng didefinisikan sebagai lokasi militer atau bangunan yang
didirikan secara khusus, diperkuat dan tertutup yang dipergunakan untuk
melindungi sebuah instalasi, daerah atau sepasukan tentara dari serangan musuh
atau menguasai suatu daerah. Dalam perkembangannya sebenarnya benteng tidak
hanya digunakan untuk instalasi militer, tapi juga berfungsi sebagai
perlindungan sebuah pemukiman. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Istilah
benteng mengingatkan pada konteks pertahanan dan peperangan, khususnya yang
terjadi pada masa lalu. Konotasi harafiah ini memiliki makna yang lebih luas
daripada arti sebelumnya ketika mempelajari sejarah pertumbuhan dan
perkembangan kota di Indonesia. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Sesuai
tujuan pembangunannya, benteng memiliki fungsi sebagai tempat perlindungan bagi
mereka yang tinggal di dalamnya. Dengan banyak dan beragamnya individu yang
tinggal di dalam benteng, dinamika kehidupan menjadi kompleks. Bersamaan dengan
itu, benteng tidak lagi menjadi simbol pertahanan tetapi juga menjadi pusat
aktivitas dan interaksi sosial manusia. Berbagai macam kegiatan dilaksanakan
bukan hanya terbatas pada aktivitas peperangan atau yang berkaitan dengan militer,
melainkan juga dengan cabang kehidupan manusia lainnya, termasuk aspek ekonomi
dan budaya. Hal ini mempengaruhi benteng yang bukan lagi melambangkan institusi
militer dan peperangan melainkan menjadi pusat kehidupan sosial dan akhirnya
berkembang menjadi pusat administrasi dan pemerintahan.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bentuk
pergeseran fungsi ini terjadi pada benteng-benteng yang dibangun dan digunakan
oleh lembaga-lembaga dagang masa lalu yang memiliki kekuasaan dari negara
induknya. Lembaga-lembaga ini memiliki wewenang dan dukungan kekuatan bukan
hanya untuk melakukan transaksi niaga tetapi juga membangun suatu pangkalan
yang dibangunnya sehingga berbentuk suatu jaringan dan kolonisasi. Hal ini
dilakukan oleh VOC (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Verenigde Oost
Indische Compagnie</i>) dan EIC <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>di Asia
pada abad 17 </span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">- </span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">18
</span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Masehi </span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">dengan
hak-hak politik dan ekonomi yang bersifat monopolis dari negara induknya.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Benteng-benteng
bagi lembaga-lembaga perdagangan masa lalu menjadi kebutuhan primer disamping
modal dagang mereka. Dengan benteng, VOC dan EIC tidak hanya digunakan untuk
mengkoordinasikan semua aktivitas dan menjalankan segala urusannya. Benteng
yang digunakan sebagai simbol kekuatan mereka yang digunakan sebagai ancaman
terhadap lawan-lawannya ketika mereka menghadapi kesulitan untuk mewujudkan
maksud-maksud ekonominya. Bangunan tersebut kemudian juga mengalami
perkembangan fungsi ketika dijadikan<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>sebagai pusat pemerintahan dan kegiatan administrasi yang mengatur
wilayah kekuasaan badan-badan usaha ini. Akibatnya, benteng menjadi simbol
penguasaan wilayah baik secara politik, ekonomi maupun militer. Benteng
kemudian identik dengan dominasi kekuatan eksploitasi ekonomi dan simbol
kekuasaan asing di suatu daerah yang dikuasai oleh raja-raja dan penguasa
pribumi.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br />
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Daftar
Pustaka</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 1.0cm; text-align: justify; text-indent: -1.0cm;">
<br />
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Abbas, Novida. 2001. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Dutch Forts of Java. A Locational Study</i>. A Thesis Submitted for The
Degree of Master of Arts Southeast Asian Study Programme, National University
of Singapore.</span><br />
<br />
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Ambary, Hasan Muarif dkk. 1988. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Fort York Bengkulu</i>. Laporan Penelitian Arkeologi. Puslit Arkenas,
Jakarta.</span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"> </span><br />
<br />
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">Gill,
Ronald Gilbert. 1995. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">De Indische Stad op
Java en Madoera</i>. Disertasi, Universitas Delft.</span><br />
<br />
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">Harrison,
Brian. 1954. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">South-east Asia: A Short
History</i>. Macmillan & Co, London.</span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"> </span><br />
<br />
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Koestoro, Lucas Partanda. 1993. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Penelitian Arkeologi Bengkulu Utara</i>. Laporan Penelitian Arkeologi.<i style="mso-bidi-font-style: normal;"> </i>Balai Arkeologi Palembang, Palembang<i style="mso-bidi-font-style: normal;">.</i> </span><br />
<br />
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Koestoro, Lucas Pertanda dkk. 1994. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Laporan Hasil Penelitian Survei Arkeologi
Bengkulu 1993</i>. Laporan Penelitian Arkeologi. Balai Arkeologi Palembang,
Palembang.</span><br />
<br />
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Latifundia,
Effie dkk</span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">.</span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">
2001. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Peninggalan Sejarah Purbakala Di
Kabupaten Bengkulu Utara Propinsi Bengkulu.</i> Laporan Penelitian Arkeologi<i style="mso-bidi-font-style: normal;">.</i> Dinas Pendidikan Nasional, Bengkulu.</span><br />
<br />
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Marhaeni
SB, Tri dkk. 2012. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Pusat Peradaban Di
Pantai Barat Sumatera: Perkembangan Hunian Dan Budaya. </i>Laporan Penelitian
Arkeologi. Balai Arkeologi Palembang, Palembang:.</span><br />
<br />
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Merillees, Scott. 2000. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Batavia in Nineteenth Century Photopraphy</i>. Archipelago Press,
Singapore.</span><br />
<br />
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Milburn, William. 1825. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Oriental Commerce or</i> <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The East
India Trader’s Complete Guide; Containing A Geographical and Nautical.
Description of The Maritime Ports of India, China, Japan, and Neighbouring
Countries including The Eastern Islands and The Trading Station on the Passage
from Europe</i>. Kingsbury, Parbury and Allens, London.</span><br />
<br />
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Novita, Aryandini. 1997. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Laporan Penelitian Arkeologi Kolonial di Kotamadya Bengkulu</i>.
Laporan Penelitian Arkeologi. Balai Arkeologi Palembang, Palembang.</span><br />
<br />
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Sudaryadi, Agus dkk. 2012. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Ekskavasi Penyelamatan Benteng Anna Kelurahan Pasar Mukomuko, Kecamatan
Mukomuko Utara, Kabupaten Mukomuko, Propinsi Bengkulu</i>. Laporan. BP3 Jambi,
Jambi.</span><br />
<br />
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Sukendar, Haris dkk. 1996. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Penelitian Arkeometri di Bengkulu Utara</i>.<i style="mso-bidi-font-style: normal;"> </i>Laporan Penelitian Arkeologi<i style="mso-bidi-font-style: normal;">.
</i>Balai Arkeologi Palembang, Palembang.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 17.85pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 17.85pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm;">
<br /></div>
<style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-536870145 1107305727 0 0 415 0;}
@font-face
{font-family:Calibri;
panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:swiss;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-469750017 -1073732485 9 0 511 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri",sans-serif;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;
mso-ansi-language:IN;}
p.MsoBodyText, li.MsoBodyText, div.MsoBodyText
{mso-style-unhide:no;
mso-style-link:"Body Text Char";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
text-align:center;
mso-pagination:widow-orphan;
mso-layout-grid-align:none;
punctuation-wrap:simple;
text-autospace:none;
font-size:12.0pt;
mso-bidi-font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;
font-weight:bold;
mso-bidi-font-weight:normal;}
p.MsoNoSpacing, li.MsoNoSpacing, div.MsoNoSpacing
{mso-style-priority:1;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri",sans-serif;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;
mso-ansi-language:IN;}
p.MsoListParagraph, li.MsoListParagraph, div.MsoListParagraph
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:36.0pt;
mso-add-space:auto;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri",sans-serif;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;
mso-ansi-language:IN;}
p.MsoListParagraphCxSpFirst, li.MsoListParagraphCxSpFirst, div.MsoListParagraphCxSpFirst
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:0cm;
margin-left:36.0pt;
margin-bottom:.0001pt;
mso-add-space:auto;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri",sans-serif;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;
mso-ansi-language:IN;}
p.MsoListParagraphCxSpMiddle, li.MsoListParagraphCxSpMiddle, div.MsoListParagraphCxSpMiddle
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:0cm;
margin-left:36.0pt;
margin-bottom:.0001pt;
mso-add-space:auto;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri",sans-serif;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;
mso-ansi-language:IN;}
p.MsoListParagraphCxSpLast, li.MsoListParagraphCxSpLast, div.MsoListParagraphCxSpLast
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:36.0pt;
mso-add-space:auto;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri",sans-serif;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;
mso-ansi-language:IN;}
span.BodyTextChar
{mso-style-name:"Body Text Char";
mso-style-unhide:no;
mso-style-locked:yes;
mso-style-link:"Body Text";
mso-ansi-font-size:12.0pt;
mso-bidi-font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-ascii-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-hansi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;
font-weight:bold;
mso-bidi-font-weight:normal;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-size:11.0pt;
mso-ansi-font-size:11.0pt;
mso-bidi-font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri",sans-serif;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;
mso-ansi-language:IN;}
.MsoPapDefault
{mso-style-type:export-only;
margin-bottom:10.0pt;
line-height:115%;}
@page WordSection1
{size:595.3pt 841.9pt;
margin:73.7pt 72.0pt 73.7pt 99.25pt;
mso-header-margin:35.45pt;
mso-footer-margin:35.45pt;
mso-paper-source:0;}
div.WordSection1
{page:WordSection1;}
/* List Definitions */
@list l0
{mso-list-id:1316567220;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-453077878 67698713 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l0:level1
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level2
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level3
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l0:level4
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level5
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level6
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l0:level7
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level8
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level9
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l1
{mso-list-id:1864896392;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:1963383784 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l1:level1
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level2
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level3
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l1:level4
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level5
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level6
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l1:level7
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level8
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level9
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
ol
{margin-bottom:0cm;}
ul
{margin-bottom:0cm;}
</style>
-->JELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3999212122464881924.post-11106073382310925042019-08-02T10:45:00.000+07:002019-08-02T10:50:53.642+07:00WISMA RANGGAM : Tempat Para Tokoh Kemerdekaan Di Asingkan<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjv4lPD_wkynmSOMgL-jLR9pkU2FwaGn2egYQCJq1FlHg8fikoOkLmunu_rtADSF7zsvO388R0JOZAeYPr1utlh6n5mJD6tvOAFcH2A20T3N3fgImPBeUSXBYE2_R5wyDcfcoYOO0uV-_8/s1600/297556536-20160314-053857.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="924" data-original-width="1378" height="214" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjv4lPD_wkynmSOMgL-jLR9pkU2FwaGn2egYQCJq1FlHg8fikoOkLmunu_rtADSF7zsvO388R0JOZAeYPr1utlh6n5mJD6tvOAFcH2A20T3N3fgImPBeUSXBYE2_R5wyDcfcoYOO0uV-_8/s320/297556536-20160314-053857.jpg" width="320" /></a> <b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US">Pendahuluan</span></b>
<br />
<div class="WordSection1">
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Kota Mentok mempunyai peninggalan masa Kolonial yang cukup banyak.
Bahkan beberapa bangunan yang bercirikan kolonial masih terpelihara. Salah satu
bangunan yang penting adalah Wisma Ranggam. Wisma Ranggam didirikan oleh
Perusahaan Timah Belanda, <i>Banka Tin Winning</i> (BTW) pada tahun 1890. Bangunan ini dahulu digunakan
sebagai tempat penginapan bagi para karyawan perusahaan tersebut. Pada masa
penjajahan Belanda wisma ini pernah digunakan sebagai tempat pengasingan bagi
Pangeran Hario Pakuningprang, salah seorang keturunan bangsawan Keraton
Surakarta yang menentang penjajah Belanda. Makamnya sekarang terletak di
pemakaman umum Kebon Nanas di Mentok. Pada tahun 1949 bangunan bersejarah ini
juga menjadi tempat pengasingan bagi para tokoh politik bangsa Indonesia,
antara lain Ir. Soekarno, H. Agus Salim, M. Roem dan Ali Sastroamijoyo. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Pada masa awalnya bangunan yang disebut juga sebagai Pasanggrahan
hanya mempergunakan kayu dan belum permanen. Pada tahun 1924 dibangun kembali
dengan tidak merubah dan menggantikan ukuran-ukurannya. Pada tahun 1927 menjadi
bangunan permanen seperti bentuknya yang sekarang. Pada masa berikutnya
Pasanggrahan itu menjadi milik PT. Timah dan dinamakan Wisma Ranggam yang difungsikan
sebagai tempat menginap tamu. Pembangunan-pembangunan yang terjadi menyebabkan
perubahan bentuk<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>di beberapa bagian
bangunan. Nasib Wisma Ranggam berikutnya kurang terpelihara setelah PT. Timah
mengalami kemunduran berkaitan dengan harga timah yang semakin murah. Pada
tahun 2002 Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala melakukan pemugaran
untuk<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>mengembalikannya kepada bentuk
semula. Pemugaran yang berjalan selama dua tahun telah menjadikan Wisma
Ranggam<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>kembali kebentuk aslinya. Setelah
itu ditempatkan dua orang juru pelihara untuk melakukan pemeliharaannya.</span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-GB">Sejarah
Wisma Ranggam </span></b></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span lang="EN-GB">Kota Mentok yang pernah menjadi ibukota pemerintahan
Pulau Bangka di masa lalu meninggalkan banyak bangunan purbakala, terutama yang
berasal dari masa kolonial Belanda. Belanda berkuasa sangat lama dan melakukan eksplorasi
timah secara besar-besaran. Pertambangan timah di pulau ini mendorong pekerja
tambang dari luar terutama Cina berdatangan dan menetap ke Pulau Bangka. Hal
ini terlihat dari bangunan purbakala dan peninggalan lainnya yang banyak
terdapat di Mentok bernuansa kolonial dan Cina. </span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span lang="EN-GB">Bangunan Kolonial yang terdapat di Kota Mentok salah
satunya adalah Wisma Ranggam. Wisma Ranggam dahulunya bernama Pesanggrahan
Mentok. Kata pesanggrahan berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya tempat
peristirahatan. Pesanggrahan Mentok dibangun sekitar tahun 1890 oleh perusahaan
timah Belanda yang bernama <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Banka Tin
Winning</i> sebagai tempat peristirahatan pegawai<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yang bekerja. Pada awalnya bangunan
Pesanggarahan berupa bangunan yang terbuat dari kayu. </span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span lang="EN-GB">Pada tahun 1897 pernah dipakai sebagai tempat
pengasingan tokoh dari Kesultananan Surakarta yang menentang Belanda bernama
Pangeran Hario Pakuningprang. Pangeran ini adalah seorang Susuhunan Sunan Paku
Alam II yang ditugaskan Belanda untuk berperang melawan pasukan Aceh dalam
Perang Aceh.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Namun pangeran itu justeru
berpihak kepada pasukan Aceh untuk melawan Belanda. Akhirnya Beliau ditangkap
dan diasingkan ke Mentok. Belanda juga melarangnya untuk berhubungan dengan
masyarakat Mentok. Setelah selama 7 bulan mengalami pengasingan, Beliau pada
tanggal 18 Agustus 1897 wafat dan dimakamkan di daerah Kebun Nanas. </span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span lang="EN-GB">Pada tahun 1924 Wisma Ranggam dibangun kembali dengan
tidak merubah bentuk dan ukuran. Selanjutnya pada tahun 1927 dilakukan
perombakan-perombakan sehingga menjadi bentuknya yang sekarang. Perancang<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dari bangunan itu adalah Antwerp J. Lokollo
yang berasal dari Ambon. Pada tahun 1930 dengan arsitek yang sama, BTW<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>membangun kolam renang untuk pegawai dan
keluarganya dan umumnya hanya orang-orang bule saja yang memakainya.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Dikarenakan sumber air yang dipergunakan
untuk mengisi kolam berasal dari air terjun, maka kolam renang itu bernama
kolam renang air terjun. </span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span lang="EN-GB">Pesanggrahan Mentok menjadi data sejarah karena
digunakan sebagai tempat pengasingan pemimpin Kemerdekaan Indonesia.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Kekalahan Jepang oleh Sekutu dalam perang
Dunia II dengan dibomnya Hiroshima dan Nagasaki dimanfaatkan oleh Belanda untuk
kembali ke Indonesia. Pada tanggal 18 Desember 1949 Belanda melakukan serangan
ke Yogyakarta. Penyerangan tersebut yang dikenal sebagai Agresi Belanda II
menyebabkan Ibu Kota Negara RI Yogyakarta jatuh kepada Belanda pada tanggal 19
Desember 1949. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Para pemimpin RI
ditangkap dan diasingkan ke Kota Mentok. Rombongan pertama pada tanggal 22
Desember 1949 <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>di tempatkan di
Pesanggrahan Menumbing, yaitu :</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -21.3pt;">
<span lang="EN-GB"><span style="mso-list: Ignore;">1.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-GB">Drs. M. Hatta, Wakil Presiden
dan Perdana Menteri</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -21.3pt;">
<span lang="EN-GB"><span style="mso-list: Ignore;">2.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-GB">Mr. A.G. Pringodigdo,
Sekretaris Negara</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -21.3pt;">
<span lang="EN-GB"><span style="mso-list: Ignore;">3.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-GB">Mr. Asa’at, BPKNIP</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -21.3pt;">
<span lang="EN-GB"><span style="mso-list: Ignore;">4.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-GB">Komodor Surya Darma</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<span lang="EN-GB">Pada tanggal 24 Desember 1949 sebuah pesawat
pembom B-26 membawa pemimpin Indonesia yang lain ke tempat yang sama dengan
rombongan pertama, terdiri dari :</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; margin-left: 21.3pt; mso-list: l4 level1 lfo5; text-align: justify; text-indent: -21.3pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">1.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Mr.
Ali Sastroamidjoyo, Menteri P dan K</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; margin-left: 21.3pt; mso-list: l4 level1 lfo5; text-align: justify; text-indent: -21.3pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">2.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Mr.
Moch. Roem, Ketua delegasi perundingan RI</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br />
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada
tanggal 6 Pebruari 1949 tawanan yang menyusul dibawa ke Mentok dan ditempatkan
di Pesanggrahan Mentok, yaitu Presiden Ir. Soekarno dan H. Agus Salim, Menteri
Luar Negeri. Tokoh-tokoh yang kemudian ke Pesanggrahan Mentok adalah Mr. Moch.
Roem, dan Mr. Ali Sastroamidjojo. Dengan demikian pemimpin Indonesia yang ditempatkan
di Pesanggrahan Mentok berjumlah empat orang dengan menempati kamar 12 adalah
Ir. Soekarno, kamar 11 adalah H. Agus Salim, kamar 12-A adalah<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Mr. Moch. Roem, dan kamar 1 adalah tempat<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Mr. Ali Sastroamidjojo. Di Pesanggrahan
Mentok tersedia mobil jenis sedan Ford tipe Deluxe buatan tahun 1946 bernomor
B-10. Pada saat itu urusan pemerintahan Indonesia diserahkan kepada Sri Sultan
Hamengkubuwono IX. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pesanggrahan
Mentok<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>juga<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>menjadi tempat perundingan antara Indonesia
dan Belanda yang disebut Perundingan Roem-Royen. Perundingan tersebut dihadiri
Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri dari wakil-wakil dari Australia, Belgia,
dan Amerika. Pertemuan dihadiri pula wakil dari Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Bijen Konvoor Federal overly</i>
(BFO). Anggota KTN yang hadir adalah Merle Cochram, koetts, TK. Critcly, G. Mc.
Kahin, Merremans, dan Prof. Lyle. Perundingan menghasilkan antara lain
kesepakatan bahwa pada tanggal 6 Juli 1949 semua pemimpin Indonesia dibebaskan
dan kembali ke Yogyakarta. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada
tahun 1976 terjadi penggantian nama Pesanggrahan menjadi Wisma Ranggam di bawah
penguasaan PT. Timah. Pada tahun itu pula bagian depan diperbaiki. Pada tahun
1983 bagian depan yang telah diperbaiki ditutup sama sekali sehingga untuk
memasukinya harus melalui pintu kecil. Hal itu sempat menimbulkan pro dan
kontra dari masyarakat. Kemudian oleh pimpinan PT. Timah pada saat itu
dikembalikan lagi ke bentuk aslinya. Sejak perbaikan terakhir pada tahun 1983
dengan melakukan penambahan-penambahan, maka Wisma Ranggam tidak mengalami
perombakan lagi.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Wisma
Ranggam telah beberapa kali mengalami perbaikan-perbaikan atau lebih tepatnya
dengan istilah pemugaran. Pemugaran adalah kegiatan yang bertujuan untuk
mengembalikan kedalam bentuk semula suatu bangunan peninggalan sejarah,tanpa
merubah bentuk,bahan,warna serta tata letak bangunan itu sendiri.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Berdasarkan pengertian tersebut maka Wisma
Ranggam mengalami pemugaran secara benar adalah pemugaran yang dilakukan oleh
Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi tahun 2003. Adapun
pemugaran–pemugaran yang dilakukan sebelumnya hanyalah merupakan
perbaikan-perbaikan secara umum yang bersifat fungsional dan estiteka. Seperti
yang dilakukan pada tahun 1976 perbaikan berupa penambahan ruang di beberapa
bagian guna memenuhi kebutuhan ruang saat itu. Begitu pula yang dilakukan tahun
1982. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pemugaran
yang dilakukan tahun anggaran 1998 oleh Kanwil Depdikbud Sumatera Selatan
sesungguhnya bertujuan melakukan kegiatan pemugaran yang sesungguhnya, namun
data penunjang untuk menggembalikan kedalam bentuk semula rupanya mengalami
banyak kendala, sehingga kegiatan yang dilakukan adalah merupakan penambahan
komponen bangunan yang berfungsi sebagai pencegahan kerusakan lebih lanjut.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-GB">Deskripsi
Wisma Ranggam </span></b></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span lang="EN-GB">Wisma Ranggam terletak di Jalan Imam Bonjol, Kelurahan
Sungai Daeng, Kecamatan Mentok, Kabupaten Bangka Barat. Lokasinya berada di
daerah yang tidak terlalu padat. Rumah-rumah yang berdiri di samping tidak
terlalu dekat. Bahkan dibagian depan atau seberang<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>jalan masih berupa kebun. Pada saat kegiatan
berlangsung sedang dilaksanakan pelebaran jalan. Hal itu menyebabkan daerah
tersebut lebih ramai dari sebelumnya. </span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span lang="EN-GB">Wisma Ranggam menempati lahan seluas 7.910 m<sup>2</sup>
berdasarkan Sertifikat Nomor 04.04.80.03.3.00118 yang dikeluarkan Badan
Pertanahan Nasional Kabupaten Bangka. Di atas tanah itu berdiri
bangunan-bangunan yang terdiri<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dari
bangunan induk,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>bangunan pelengkap, dan
bangunan baru. Uraian bangunan-bangunan yang terdapat di Wisma Ranggam sebagai
berikut : </span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-GB"><span style="mso-list: Ignore;">1.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-GB">Bangunan Induk</span></b></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; tab-stops: 18.0pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-GB">Bangunan induk merupakan bangunan yang
paling besar<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dan letaknya berada di
depan.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Bangunan induk dan bangunan dapur
serta KM/WC telah dikembalikan kepada bentuk aslinya melalui pemugaran tahun
2003. Berikut deskripsi bangunan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>induk
yang meliputi denah, lantai, dinding, pintu jendela, plafon (langit-langit) dan
atap. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Denah</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Denah
merupakan gambar yang menunjukkan bentuk tata ruang suatu bangunan serta
kelengkapannya baik berupa letak dan ukuran pintu maupun jendela. Denah
bangunan induk<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>terdiri dari denah ruangan
utama dan ruangan sayap <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yang berada di
bagian kiri dan kanan ruangan utama. Denah ruangan utama memiliki ukuran
panjang 32 meter dan lebar berukuran 15,6 meter, sedangkan ruangan sayap
masing-masing berukuran panjang 14 meter dan lebar 8 meter. Bangunan induk
memiliki 10<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>ruang yang berfungsi dan
berukuran sebagai berikut:</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 54.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-GB" style="font-family: "calibri" , sans-serif; mso-fareast-font-family: Calibri;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-GB">Ruang C3 yaitu ruang yang<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>sebagai tempat tidur Bungkarno berukuran
5,5<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>x 4 meter</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 54.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-GB" style="font-family: "calibri" , sans-serif; mso-fareast-font-family: Calibri;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-GB">Ruang C2 yakni ruang tempat
tidur KH. Agus Salim berukuran 6<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>x 4 meter</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 54.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-GB" style="font-family: "calibri" , sans-serif; mso-fareast-font-family: Calibri;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-GB">Ruang C5 adalah tempat tidur
Mr. Moh. Rum memiliki ukuran<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>5,5 <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>x <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>4
meter </span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 54.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-GB" style="font-family: "calibri" , sans-serif; mso-fareast-font-family: Calibri;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-GB">Ruang C6 merupakan tempat tidur
Mr. Ali Sastro Amidjojo berukuran 6<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>x 4
meter</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 54.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-GB" style="font-family: "calibri" , sans-serif; mso-fareast-font-family: Calibri;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-GB">Ruang D3 merupakan ruang
terusan ruang C3 berukuran 5,5<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>x 5 meter</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 54.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-GB" style="font-family: "calibri" , sans-serif; mso-fareast-font-family: Calibri;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-GB">Ruang D2 adalah ruang terusan
kamar KH. Agus Salim berukuran 5<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>x 4,5 meter
</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 54.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-GB" style="font-family: "calibri" , sans-serif; mso-fareast-font-family: Calibri;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-GB">Ruang E2 merupakan ruang
terusan kamar Ali Sastroamidjojo berukuran 5<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>x 4,5 meter</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 54.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-GB" style="font-family: "calibri" , sans-serif; mso-fareast-font-family: Calibri;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-GB">Ruang E3 adalah ruang yang
menyatu dengan ruang Moh. Rum berukuran 5,5<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>x 5 meter</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 54.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-GB" style="font-family: "calibri" , sans-serif; mso-fareast-font-family: Calibri;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-GB">Ruang pertemuan berukuran
9,5<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>x 6,5 meter </span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 54.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-GB" style="font-family: "calibri" , sans-serif; mso-fareast-font-family: Calibri;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-GB">Ruang tamu memiliki ukuran<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>6<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>x 6
meter</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ruangan Utama juga memiliki ruangan yang diteruskan
kebelakang sebagai ekor berukuran panjang 6,5 meter, lebar<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>5<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>meter yang berfungsi sebagai gudang dan teras belakang. Sedangkan pada
bagian ruangan sayap terdiri dari enam ruang yang memiliki ukuran sebagai berikut:
</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-family: Calibri;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ruangan sayap kiri yang
terletak di sisi selatan memiliki 3(tiga) ruang dan berukuran masing–masing
4,5<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>x4,5 meter. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-family: Calibri;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ruangan sayap kanan
berada di sisi utara juga memiliki<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>3(tiga) ruang<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>berukuran sama
yakni masing-masing<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>4,5<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>x 4,5 meter.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-GB">Lantai
</span></b></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span lang="EN-GB">Lantai terbuat dari bahan tegel atau ubin serta<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>semen dan secara umum pada saat ini masih
dalam kondisi baik. Walaupun terdapat perbedaan dari jenis bahan, namun
sebagian besar masih menunjukkan keasliannya. Ubin lantai yang terdapat pada
bagian selasar kiri dan kanan bangunan induk terdiri dari bahan ubin pasiran
yang bermotif bunga. Sedangkan yang diruang lain berupa ubin polos dominan
warna kuning dan sebagian warna merah hati. Ubin lantai memiliki ukuran 20 x 20
cm. Pada saat sekarang ini lantai ruang bagian dalam ditutup dengan karpet.</span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-GB">Dinding</span></b></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;">
<span lang="EN-GB">Dinding
merupakan komponen penting pada suatu bangunan. Dinding juga merupakan pembatas
suatu ruang/penyekat yang berfungsi pula sebagai pengaman dan pencegah dari
cuaca panas atau dingin. Dinding terbuat dari pasangan batu merah atau bata
yang berplester (tembok) yang memiliki ketebalan 30 cm yang dalam istilah
teknis dikenal pasangan satu batu, sedangkan ketinggian dinding bangunan
mencapai 5,50 meter. </span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-GB">Plafon</span></b></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span lang="EN-GB">Bangunan induk secara keseluruhan memiliki plafon yang
terbuat dari bahan papan jenis kayu klas II yang disusun memanjang dan pada
setiap tepinya dipasang lis kayu berprofil. Warna cat yang digunakan untuk
plafon berwarna<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>kuning muda. Pada
beberapa ruang diantaranya ruang C2, C3, E2, dan E3 pada setiap keempat
sudutnya terdapat lubang udara berdiameter 20 cm. dan masing-masing lubang
dipasang kawat anyaman. Tidak diketahui secara pasti fungsi lubang-lubang
tersebut sebagai<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>penyerap udara atau
hanya untuk variasi belaka.</span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-GB">Pintu</span></b></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span lang="EN-GB">Komponen yang paling penting lain pada suatu bangunan
adalah pintu karena <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>fungsi pintu amat
vital sebagai jalan keluar masuk manusia atau barang. Jenis pintu yang terdapat
pada bangunan induk sedikitnya ada tiga jenis yaitu : </span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-GB" style="font-family: "calibri" , sans-serif; mso-fareast-font-family: Calibri;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-GB">Pintu tunggal, yaitu pintu yang
hanya memilki satu daun pintu</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-GB" style="font-family: "calibri" , sans-serif; mso-fareast-font-family: Calibri;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-GB">Pintu double, yaitu pintu pada
setiap ibu pintu (kusen) terdapat dua daun pintu </span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-GB" style="font-family: "calibri" , sans-serif; mso-fareast-font-family: Calibri;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-GB">Pintu rangkap, yaitu pada suatu
kusen terdapat dua atau lebih daun pintu pada sisi luar dan sisi dalam </span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-GB">Ventilasi</span></b></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span lang="EN-GB">Ventilasi pada suatu bangunan memiliki fungsi sebagai<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>sarana pencahayaan juga berfungsi sebagai
keluar masuknya udara agar suhu ruang tetap dalam keadaan bersih dan segar.
Adapun bentuk dari pada ventilasi adalah sangat beragam, tergantung selera
pemilik bangunan bersangkutan. Namun belakangan ini ventilasi bukan hanya
merupakan sarana konvensional belaka namun sudah merupakan gaya atau trend yang
memiliki daya tarik dan pemanis suatu bangunan rumah tinggal atau gedung kantor
dan sebagainya.</span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span lang="EN-GB">Ventilasi yang terdapat pada bangunan induk memiliki
beberapa bentuk dan bahan, dibedakan menurut tempat, yaitu ventilasi dapat
berdiri sendiri atau menyatu dengan kusen pintu atau jendela. Ditinjau dari
bahan pembuatannya ventilasi yang terdapat di bangunan ini menggunakan
bahan-bahan : kayu, kaca dan cetakan semen<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>sedangkan bentuknya juga bervariasi ada yang membentuk garis belah
ketupat, bentuk garis salib saling menyilang serta ada yang lingkaran
ditengahnya. </span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-GB">Atap</span></b></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span lang="EN-GB">Atap adalah komponen-komponen yang disusun sedemikian
rupa sehingga dapat berfungsi sebagai pelindung dan secara struktural dapat
menerima dan meneruskan beban yang mengenainya. Atap terdiri dari rangka atap
dan penutup atap: adapun rangka atap terdiri dari kasau, reng serta gording dan
jurai sebagai pembentuk atap, sedangkan penutup atap sangat beragam mulai dari
bahan logam buatan pabrik sampai bahan kayu sirap dan genteng dari bahan tanah
liat atau keramik. Bentuk atap bangunan induk adalah atap limas pada bangunan
induk sedangkan pada bangunan samping berupa atap pelana. Adapun bahan atap
adalah genteng tanah berbentuk huruf ”S”</span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 14.2pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-GB"><span style="mso-list: Ignore;">2.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-GB">Bangunan Penunjang </span></b></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span lang="EN-GB">Bangunan penunjang merupakan bangunan yang terdapat di
belakang sisi Barat dan berfungsi sebagai kamar tidur, dapur, gudang, dan KM/WC.
Termasuk di dalamnya adalah menara air, sumur, dan rumah mesin.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Bangunan <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>berukuran 3 x x 22,50 meter. Sedangkan ruangan
yang paling ujung dan tidak lurus dengan ruangan lainnya berukurun 3,50 x 4,85 meter.
Bangunan memiliki delapan ruang terdiri dari<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>1 buah untuk kamar tidur, dapur dan<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>gudang,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>2 buah kamar mandi,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>2 buah WC, serta 1 buah kamar cuci. </span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span lang="EN-GB">Kebutuhan air untuk keperluan penghuni Wisma Ranggam
didapatkan dari air yang terdapat di dalam sumur dengan kedalaman sekitar 5
meter. Kondisinya sekarang bagian bibir sumur yang terbuat dari beton
berdiameter 2,50 meter terbuat dari pasangan bata yang tebalnya 45 cm dan
tinggi 80 cm dalam posisi<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>miring.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Sedangkan untuk menampung air berupa kotak
terbuat dari besi yang didukung dengan kerangka penyangga dari 4 buah pipa besi
berdiameter 25 cm, jarak tiang 4,5 meter, dan tinggi menara 5 meter.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Namun kondisinya sekarang hanya tersisa<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>bagian fondasi tiang berjumlah empat buah
berukuran 2 x 2 meter. </span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span lang="EN-GB">Sementara itu untuk kebutuhan listrik dihasilkan dari
mesin yang ditempatkan di rumah mesin. Lokasinya di bagian belakang agak jauh
dari menara air dan sumur. Ruang mesin digunakan untuk menempatkan diesel
sebagai alat untuk menghidupkan listrik.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Ruang mesin berdenah bujursangkar berukuran 2,5 x 2,5 meter dan
tingginya 1,5 meter. Bangunan seluruhnya terbuat dari pasangan bata dan perekat
semen. </span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br clear="all" style="page-break-before: always;" />
</span>
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
</div>
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br clear="all" style="mso-break-type: section-break; page-break-before: always;" />
</span>
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:Wingdings;
panose-1:5 0 0 0 0 0 0 0 0 0;
mso-font-charset:2;
mso-generic-font-family:decorative;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:0 268435456 0 0 -2147483648 0;}
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-536870145 1107305727 0 0 415 0;}
@font-face
{font-family:Calibri;
panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:swiss;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-469750017 -1073732485 9 0 511 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;}
p.MsoNoSpacing, li.MsoNoSpacing, div.MsoNoSpacing
{mso-style-priority:1;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri",sans-serif;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;}
p.MsoListParagraph, li.MsoListParagraph, div.MsoListParagraph
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:0cm;
margin-left:36.0pt;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-GB;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-size:10.0pt;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
mso-bidi-font-size:10.0pt;}
@page WordSection1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-page-numbers:12;
mso-paper-source:0;}
div.WordSection1
{page:WordSection1;}
@page WordSection2
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.WordSection2
{page:WordSection2;}
/* List Definitions */
@list l0
{mso-list-id:236285133;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:227813392 -2127294596 67698691 67698693 67698689 67698691 67698693 67698689 67698691 67698693;}
@list l0:level1
{mso-level-start-at:0;
mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:-;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:"Calibri",sans-serif;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
@list l0:level2
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:o;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:"Courier New";}
@list l0:level3
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:Wingdings;}
@list l0:level4
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:Symbol;}
@list l0:level5
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:o;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:"Courier New";}
@list l0:level6
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:Wingdings;}
@list l0:level7
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:Symbol;}
@list l0:level8
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:o;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:"Courier New";}
@list l0:level9
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:Wingdings;}
@list l1
{mso-list-id:488792850;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:1314295624 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l1:level1
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level2
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level3
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l1:level4
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level5
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level6
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l1:level7
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level8
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level9
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l2
{mso-list-id:907615612;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-1174630914 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l2:level1
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l2:level2
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l2:level3
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l2:level4
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l2:level5
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l2:level6
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l2:level7
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l2:level8
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l2:level9
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l3
{mso-list-id:1138034567;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-1900799120 -2127294596 69271555 69271557 69271553 69271555 69271557 69271553 69271555 69271557;}
@list l3:level1
{mso-level-start-at:0;
mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:-;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:"Calibri",sans-serif;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
@list l3:level2
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:o;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:"Courier New";}
@list l3:level3
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:Wingdings;}
@list l3:level4
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:Symbol;}
@list l3:level5
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:o;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:"Courier New";}
@list l3:level6
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:Wingdings;}
@list l3:level7
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:Symbol;}
@list l3:level8
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:o;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:"Courier New";}
@list l3:level9
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:Wingdings;}
@list l4
{mso-list-id:1408965586;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-28163368 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l4:level1
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l4:level2
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l4:level3
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l4:level4
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l4:level5
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l4:level6
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l4:level7
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l4:level8
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l4:level9
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
ol
{margin-bottom:0cm;}
ul
{margin-bottom:0cm;}
</style>
-->JELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3999212122464881924.post-77565983999998950312019-07-08T09:24:00.001+07:002019-07-11T10:15:32.952+07:00Kubur Tempayan di Daerah Sungai Bahar : Temuan Terbaru<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEguS6bxzWW43S1MYV_JC_jNSxdGo_tbpA-XJzoQ0BfPdriIzvH68Vh_RAURrgxF6twYA2mOnVNbHYVlNUBtu5uRYKik9S8ejsZV8lSPC8NN3667vC26KwicOUuYOMZOB9NgUae4vlvJpm4/s1600/IMG_20190704_120756.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="900" data-original-width="1600" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEguS6bxzWW43S1MYV_JC_jNSxdGo_tbpA-XJzoQ0BfPdriIzvH68Vh_RAURrgxF6twYA2mOnVNbHYVlNUBtu5uRYKik9S8ejsZV8lSPC8NN3667vC26KwicOUuYOMZOB9NgUae4vlvJpm4/s320/IMG_20190704_120756.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US">Pendahuluan</span></b>
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Temuan arkeologis seringkali ditemukan secara
tidak sengaja oleh penduduk pada saat menggali tanah. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Dalam hal ini mereka sangat berjasa dalam
upaya mengungkap kehidupan manusia. Namun akibat penggalian menyebabkan <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>temuan menjadi rusak. Ditambah
pula<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dengan kondisi temuan yang telah
rapuh setelah terpendam di dalam tanah selama ribuan tahun. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span><span lang="EN-US">Hal itu terjadi juga pada
</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">penemuan</span><span lang="IN">
</span><span lang="EN-US">kubur tempayan </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>di Desa </span><span lang="EN-US">Panca
Mulya</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">. </span><span lang="EN-US">Penduduk yang sedang menggali tanah untuk menimbun bahu jalan yang
selesai diperkeras dengan coran semen menemukan tempayan. Syukurlah penggalian
dihentikan setelah mereka menyadari temuan adalah tinggalan sejarah. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Peninjauan temuan kubur tempayan mendapatkan apresiasi yang baik
dari warga yang ingin mengetahui lebih lanjut dari temuan tersebut. Di lokasi
galian masih terdapat dua tempayan yang berbeda ukuran dengan kondisi bagian
atas telah pecah. Sementara yang telah diangkat warga berupa dua tempayan yang
juga berbeda ukuran dengan kondisi tempayan yang terkecil masih memperlihatkan
bentuknya karena hanya pecah menjadi tiga bagian dan satu lainnya pecah dengan
satu sisi yang berukuran besar dan sisi lainnya pecah berkeping-keping. Selain
tempayan juga ditemukan alat yang terbuat dari logam diduga besi berbentuk
senjata golok atau parang. Temuan lainnya pecahan batu yang tidak diketahui
bentuknya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Penemuan kubur tempayan tersebut merupakan data yang sangat penting
dalam rangka merangkai sejarah kuno Jambi. Temuan kubur tempayan menambah
jumlah situs yang ada di Provinsi Jambi. Berdasarkan lokasinya dibedakan
menjadi di dataran rendah dan dataran tinggi. Situs kubur tempayan di dataran
rendah adalah Situs Lebak Bandung, Kota Jambi. Sedangkan Situs kubur tempayan
di dataran tinggi berada di daerah Serampas dan Kerinci antara lain<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Situs Renahkemumu, Situs Muak, Situs Lologedang serta Situs Siulaktenang
di Kabupaten Kerinci. Situs Penguburan mendapatkan tempat yang penting dalam
penelitian arkeologi karena banyak aspek yang mungkin dapat diungkapkan seperti
teknologi, ekonomi, social, dan kepercayaan. Sehubungan dengan temuan kubur
tempayan di Desa Panca Mulya yang selanjutnya disebut Situs Kubur Tempayan
Sungai Bahar perlu direncanakan langkah-langkah pelestariannya segera agar pada
saat dilakukan penelitian nantinya benda-benda temuan tidak hilang dan
lokasinya tidak rusak oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Letak dan Lingkungan</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Lokasi temuan secara administrasi terletak di Desa
</span><span lang="EN-US">Panca Mulya</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">, Kecamatan </span><span lang="EN-US">Sungai Bahar</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">, Kabupaten </span><span lang="EN-US">Muaro Jambi,
Provinsi Jambi. </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Sedangkan secara astron</span><span lang="EN-US">o</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">mis terletak di
02<sup>o</sup>12’06.4” LU dan 101<sup>o</sup> 32’36.8 BT</span><span lang="EN-US"> dengan ketinggian 21 meter di atas permukaan air laut (mdpl).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Temuan berada di </span><span lang="EN-US">pemukiman
yang merupakan daerah transmigrasi yang umumnya berasal dari Pulau Jawa. Adapun
pemilik tanah lokasi adalah Bapak Bustami Nasution yang lebih sering tinggal di
Kota Jambi. Luas tanahnya memanjang orientasi Barat-Timur berukuran 20 x 100 meter.
Rumah Bapak Bustami berupa rumah dengan dinding kayu dan beratap seng. Rumah
ini dibangun dengan terlebih dahulu meratakan tanah yang mempunyai kemiringan
ke Utara. Perataan tanah tersebut menghasilkan tebing di sebelah Selatan dan
Barat.</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Lokasi<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dapat ditempuh dari
Kota Jambi melalui dua pilihan, yaitu melalui Simpang Pete atau Simpang Gudang. Perjalanan melalui Simpang Pete dari Kota Jambi dengan mengarah
ke Daerah Tempino di mana di sana terdapat simpang tiga yang menuju Kota
Palembang atau Kota Muarabulian. Pilih yang arah Kota Muara Bulian dan akan
bertemu dengan Simpang Pete di sebelah kiri jalan yang merupakan jalan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pertamina dimana terdapat sumur-sumur minyak.
Kondisi jalannya berupa tanah yang keras pada saat musim kemarau dan licin pada
musim hujan.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Di sepanjang jalan akan
bertemu dengan banyak persimpangan menuju sumur minyak, maka pilihlah jalan
yang dilalui warga menuju desa ditandai oleh jalan beraspal. Selama perjalanan
akan menemukan jalan dengan kondisi tidak beraspal. Informasi yang didapat
kemudian setelah berada di lokasi temuan kubur tempayan bahwa jalan tersebut
merupakan jalan yang tidak lagi dilalui banyak orang karena telah ada jalan
yang lebih mulus dari arah jalan lintas Sumatera Jambi-Palembang. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Pilihan kedua untuk menuju lokasi adalah melalui jalan lintas
Sumatera hingga<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>bertemu dengan Simpang
Gudang di Desa Suka Damai. Lokasi jalan berada di sebelah kanan jalan. Jalannya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>beraspal dengan hanya sedikit kerusakan
hingga Simpang Nyogan. Pilih jalan ke kiri yang menuju Sungai Bahar hingga
bertemu dengan Kantor Kepala Desa Berkah. Sekitar 200 meter melewati kantor
kepala desa terdapat belokan di sebelah kiri menuju Desa Panca Mulya. Ikuti
jalan tersebut dan akan menemui deretan pohon sawit di kanan dan kiri jalan. Setelah
sekitar 30 menit akan tiba di Desa Panca Mulya dan bertemu sebuah kolam atau
danau belok kiri dan kemudian kembali belok kiri. Selanjutnya akan tiba di RT.
06 Desa Panca Mulya dimana lokasi temuan kubur tempayan berada.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<span lang="EN-US">Pengamatan terhadap lingkungannya menunjukkan bahwa lokasi temuan
berada di lereng bukit yang diperkirakan mempunyai ketinggian sekitar 5-6
meter. Pada lereng sebelah</span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<span lang="EN-US"></span></div>
<span lang="EN-US"> Timur telah berdiri rumah-rumah yang beberapa diantaranya
dengan meratakan lereng. Bagian lainnya merupakan kebun sawit. Informasi dari
masyarakat yang sudah lama tinggal di sana, disebelah Timur bukit yang terdapat
jalan membujur Utara-Selatan dan kanan kirinya terdapat rumah pernah terjadi
banjir besar hingga ketinggian 1 meter. Ditambahkan pula bahwa daerah itu
dahulunya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>merupakan sungai. Perubahan
lingkungan menjadi perkebunan sawit dan adanya penimbunan untuk pemukiman
menjadikan kondisi tanahnya yang tadinya rendah dan berair menjadi tinggi dan
kering.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US">Jenis</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: IN;"> </span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Temuan</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Menurut cerita Bapak </span><span lang="EN-US">Budi
Utomo (48 tahun) sebagai Ketua RT 06</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>penemuan terjadi pada saat
dilakukan penggalian tanah untuk </span><span lang="EN-US">menimbun bahu jalan
yang baru dibangun. Penemuan terjadi </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">hari </span><span lang="EN-US">Minggu</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">, tanggal 3</span><span lang="EN-US">0 Juni</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"> 20</span><span lang="EN-US">19</span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: IN;"> </span><span lang="EN-US">setelah
menggali tebing tanah di tanah milik Bapak Bustami. Tanah milik Bapak Bustami
berada dilereng sebelah Timur Laut. Dikarenakan kondisi permukaan tanah yang
demikian maka dilakukan perataan tanah sebelum membangun rumah yang terbuat
dari dinding kayu dan atap seng. Perataan tanah menghasilkan adanya tebing
dibagian Selatan dan Barat. Tebing di sebelah Selatan dengan ketinggian sekitar
2 meter. Pada tebing itulah penduduk yang<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>bergotong royong menggali tanah untuk menimbun jalan yang baru dibangun
menemukan tempayan dan alat dari logam yang diduga besi berupa parang atau
golok serta pecahan batu yang tidak diketahui bentuknya semula.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Temuan tersebut hanya diketahui oleh masyarakat dan baru diketahui
oleh Staf Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi tiga hari kemudian setelah mendapat
kiriman foto <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dari Ibu Nina Nurlina yang
bertugas sebagai Pendamping Lokal Desa (PLD) di Kabupaten Sarolangun. Beliau
pun dapat informasi dari Ibu Nur Irawati yang bertugas sebagai Tenaga
Pendamping Lokal Desa di Kecamatan Sungai Bahar. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Setelah mendapat kiriman foto tentang temuan tempayan dan mengontak
kepada Ibu Nur Irawati serta dilanjutkan dengan melaporkan kepada pimpinan maka
diperintahkan untuk me</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">ninja</span><span lang="EN-US">u lokasi. Setelah menyiapkan peralatan maka dilakukan perjalanan
untuk lokasi temuan tempayan. Pada saat perjalanan dilakukan kontak dengan Ibu
Nur Irawati untuk memastikan perjalanan tidak salah arah. Setelah waktu selama
2 jam akhirnya terjadi pertemuan di Kantor Kepala Desa Berkah<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dan <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pembicaraan beberapa menit. Perjalanan menuju
lokasi dilanjutkan dengan mengikuti laju kendaraan Ibu Nur Irawati ke Desa
Panca Mulya. Setelah Kantor kepala Desa Berkah sekitar 200 meter belok ke kiri
dan mengikuti jalan yang beberapa saat melalui perkebunan sawit hingga tiba di
kolam/danau dan bertemu dengan Bapak Budi Utomo selaku ketua RT 06 yang
menyimpan temuan. Selanjutnya menuju Kantor Kepala Desa Panca Mulya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>untuk memperkenalkan diri dan menyampaikan
maksud dan tujuan. Bapak Kepala desa berbaik hati mengantar ke lokasi. Beberapa
pegawai kantor desa yang belum ke sana juga ikut pergi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Lokasi temuan berada tepat di ujung jalan yang baru dibangun terbuat
dari coran semen atau di samping rumah yang berada di kiri jalan yang baru
dicor. Di depan rumah mengalir sungai kecil yang mengalir ke arah Utara. Dengan
berjalan kaki menyeberangi jembatan kayu dan mengarah kesamping rumah tibalah
pada sebuah dinding tanah yang hampir 90 derajat dengan ketinggian sekitar 2
meter. Dinding tersebut terbentuk karena dilakukan perataan tanah untuk
pendirian sebuah rumah. Tidak tampak adanya tempayan yang masih terkubur. Atas
inisiatif penduduk dilakukan penggalian untuk memperlihatkan tempayan yang
masih terkubur. Tampaklah dua tempayan dalam kondisi bagian atas telah hilang
berjajar Barat-Timur. Kedua tempayan terlihat berbeda ukuran. Posisinya tepat
berada di permukaan tanah paling bawah dari tebing tersebut. Pada dinding tanah
tidak terlihat adanya lapisan tanah (stratigrafi) yang menandakan tidak pernah
terjadi sedimentasi. Pada awalnya diduga tempayan tersebut dikuburkan sedalam 2
meter berdasarkan ketinggian permukaan tanah paling atas. Tetapi setelah
diamati ternyata warna tanah hanya menunjukkan satu warna tanah saja, yaitu
warna coklat kekuningan. Tidak tampak <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>bekas galian pada saat proses penguburan
dahulunya. Diperkirakan sebelumnya tempayan tersebut tidak terkubur dalam, tetapi
dengan terjadi proses erosi maka kemudian tertimbun. Diperkuat dengan posisi
tempayan yang berada di lereng yang miring ke Utara. Penelitian lebih lanjut
diharapkan akan mengungkap hal tersebut. Dengan kondisi temuan yang berada di
dasar tebing setinggi 2 meter jelas akan menyulitkan ekskavasi (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">excavation</i>) guna menemukan tempayan yang
mengarah ke Selatan dari tebing. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Setelah melakukan pengamatan terhadap temuan dan lingkungannya
dilanjutkan dengan temuan lepas yang disimpan ketua RT. 06. Dikarenakan
sebelumnya telah mengetahui kedatangan tim, maka temuan telah ditempatkan
dipinggir jalan berupa pecahan tempayan, alat dari logam yang diduga besi di
dalam ember, dan alat batu. Terhadap temuan dilakukan pendokumentasian dan
pengukuran. Terakhir disampaikan kepada Ketua RT yang menyimpannya agar
menjaganya sebelum dilakukan serah terima kepada Balai Pelestarian Cagar Budaya
Jambi. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-list: l1 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US"><span style="mso-list: Ignore;">a.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US">Tempayan</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Pecahan tempayan berasal dari dua buah tempayan yang berbeda ukuran.
Pecahan pertama telah pecah menjadi tiga bagian berukuran diameter dasar 40 cm,
diameter atas 35 cm, dan tingginya 27 cm. tempayan kedua dalam kondisi pecah
berkeping-keping berjumlah 59 keping. Salah satu pecahan masih menyisakan
sekitar separuh dari atas hingga bawah. Tempayan mempunyai ketebalan sekitar 1
cm. Kondisinya sangat rapuh sehingga memerlukan kehati-hatian pada saat
memegangnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-list: l1 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US"><span style="mso-list: Ignore;">b.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US">Benda Besi</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Temuan lainnya diduga benda terbuat dari besi berupa senjata parang
atau golok yang agak utuh dan potongan berjumlah tujuh buah. Benda-Benda tersebut
dalam kondisi dilapisi oleh tanah yang telah mengeras. Penduduk yang menemukan
pernah berupaya untuk membersihkan dengan memberinya minyak tanah. Benda pertama
yang terlihat masih utuh <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>panjangnya 38
cm, lebar ujungnya 5 cm, dan lebar pangkalnya 2,5 cm. Benda kedua panjangnya 21
cm, lebar ujungnya 3 cm, dan lebar pangkalnya 2 cm. Benda ketiga panjangnya 19
cm, lebar ujungnya 5 cm, dan lebar pangkalnya 3 cm. Benda keempat panjangnya 15
cm, lebar ujungnya 25 cm, dan lebar pangkalnya 2 cm. Benda kelima panjangnya 15
cm, lebar ujung dan pangkalnya 5 cm. benda keenam panjangnya 14 cm dan ujung
pangkalnya 8 cm. Benda ketujuh diperkirakan patahan dengan Panjang 5 cm, lebar
ujung 2 cm, dan lebar pangkalnya 1,5 cm. A</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-list: l1 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US"><span style="mso-list: Ignore;">c.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US">Alat Batu</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Alat yang terbuat dari batu tidak diketahui lagi bentuknya. Tiga
buah yang ada merupakan patahan karena masing-masing mempunyai satu sisi bekas
patahan. Dua buah batu panjang 6 cm dan satu buah batu panjangnya 4 cm.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US">Kubur Tempayan di Jambi</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Provinsi Jambi yang secara geografis mempunyai bentang alam
berupa<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dataran rendah<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dan dataran tinggi<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">mempunyai peninggalan arkeologi yang </span><span lang="EN-US">cukup</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"> banyak, </span><span lang="EN-US">antara
lain dari </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">masa</span><span lang="EN-US"> Prasejarah</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">.</span><span lang="EN-US"> Masa prasejarah untuk menyebut masa sebelum dikenalnya tulisan.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>JC Thomson (1816) menggolongkan ke
dalam Zaman Batu (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Stone Age</i>) dan
Zaman Perunggu dan Besi (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Bronze Iron Age</i>).
Zaman Batu terdiri dari Masa Paleolitik, Mesolitik, dan Neolitik.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Sedangkan menurut RP. Soejono terdiri dari
Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Rendah, Masa Berburu dan
Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut,<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Masa Bercocok Tanam, dan Masa Perundagian</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Daerah d</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">ataran
tinggi </span><span lang="EN-US">Serampas dan </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Kerinci<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>telah menarik minat peneliti baik dari dalam maupun luar negeri dalam
rangka mengungkap kehidupan manusia lampau.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Pada tahun 1939 Van der Hoop berhasil mengumpulkan temuan permukaan
berupa alat serpih obsidian di sekitar Danau Gadang Estate di dekat Danau
Kerinci.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Peneliti yang bernama Van
Heekeren menyatakan alat serpih yang ditemukan berukuran lebih besar daripada
alat serpih dari gua-gua di Merangin. Sedangkan menurut Soejono, alat serpih
tersebut termasuk mikrolit, tetapi bentuknya tidak geometris seperti alat
mikrolit pada umumnya dan berasal dari masa berburu tingkat lanjut. Hasil
ekskavasi Bagyo Prasetyo (1994) di Bukit Talang Pulai dan Dominik Bonatz (2003)
di Pondok menemukan banyak<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tinggalan
yang berupa pecahan tembikar.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span><span lang="EN-US"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Temuan arkeologis yang khas dan tidak terdapat di
daerah di Indonesia adalah batu besar yang berbentuk silinder yang dinamakan
Batu Silindrik. Penduduk lokal menyebutnya dengan bermacam sebutan antara lain
Batu Larung, Batu Meriam, Batu Bedil, Batu Patah, dan Batu Gong. Batu yang
demikian sampai saat ini telah diketahui berjumlah 20 buah dengan 8 buah<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>diantaranya terdapat di Kabupaten Kerinci,
yaitu di Desa Kumun Mudik, Pulau Sangkar, Pondok, Muak, Bukit Talang Pulai,
Lolo Gedang, Lolo Kecil, dan Lempur Mudik. Penelitian dalam rangka mengungkap
keberadaan batu larung telah berhasil pula menemukan puluhan </span><span lang="EN-US">kubur </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">tempayan</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">di Desa Renah
Kemumu. Hasil analisis C-14 terhadap sample arang yang ditemukan di dalam
tempayan menghasilkan pertanggalan 810 ± 120 BP (1020 – 1260 M). </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Temuan </span><span lang="EN-US">kubur tempayan </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">di Desa</span><span lang="EN-US"> Panca
Mulya</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span><span lang="EN-US">pada hari Minggu, 30
Juni 2019 menambah daftar situs </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>kubur</span><span lang="EN-US">
tempayan di Provinsi Jambi</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">. </span><span lang="EN-US"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Situs kubur tempayan yang
pernah dilakukan penelitian, yaitu Situs Lebakbandung di Kota Jambi pada tahun 1996,
1997, dan 1999, Situs Renahkemumu <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tahun
2005, Situs Muak tahun 2007, Situs Lologedang tahun 2008 serta Situs Siulaktenang tahun 2014 di Kabupaten
Kerinci. Hampir sebagian besar situ<span style="font-family: "times new roman" , serif;">s</span> </span><span lang="EN-US"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">tidak terdapat tulang manusia dan </span></span><span lang="EN-US"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><span lang="EN-US">mengandung temuan bekal kubur</span>. Hal itu kemungkinan disebabkan tulangnya telah
terurai menjadi tanah. Penemuan tulang manusia pada umumnya ditemukan pada lingkungan tanah yang berpasir seperti di Situs Muarabetung dan Sentang di Sumatera Selatan. Sementara di lingkungan tanah lempung seperti di Kunduran, Renah Kemumu, dan Lolo Gedang lebih cepat terurai. Pada kasus temuan yang terbaru ini bekal kubur berupa benda yang diduga dari besi berupa parang atau golok. Bekal kubur merupakan yang benda yang dimiliki oleh si mayat selama hidupnya atau benda-benda untuk keperluan si mayat di alam berikutnya. </span></span><span lang="EN-US"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;">
</span></span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Penemuan Kubur tempayan di Desa Panca Mulya yang jauh dari pesisir
menandakan bahwa pedalaman Jambi bukan merupakan tanah yang tidak berpenghuni.
Masyarakat hidup di lingkungan yang berupa hutan dengan berbagai jenis bintang
yang hidup didalamnya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dan hulu<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>sungai yang menyediakan air dan sumber
makanan berupa ikan dan kerang air tawar. Berburu, menangkap ikan, dan bercocok
tanam menjadi aktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pada saat
terjadi kematian dikuburkan dengan<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>menggunakan tempayan.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Diperkirakan
kehidupan mereka sebelum Agama Budha yang menyebar di Sumatera dimulai<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>abad 7 Masehi atau masa dimana masyarakat
sepanjang aliran sungai hingga pesisir pantai telah menganut Agama Budha,
karena pemukiman mereka dipedalaman, maka belum tersentuh oleh ajaran
Budha.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<span lang="EN-US"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-536870145 1107305727 0 0 415 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-size:10.0pt;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
mso-bidi-font-size:10.0pt;}
@page WordSection1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.WordSection1
{page:WordSection1;}
</style>
</span></span></div>
-->
<style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-536870145 1107305727 0 0 415 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-size:10.0pt;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
mso-bidi-font-size:10.0pt;}
@page WordSection1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.WordSection1
{page:WordSection1;}
</style><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Penguburan masa Prasejarah di Indonesia terdiri dari penguburan
secara langsung (primer) dan tidak langsung (sekunder). Proses penguburannya
dilakukan dengan menggunakan wadah atau tanpa wadah. Situs kubur tempayan
merupakan sebidang lahan yang digunakan sebagai lokasi penguburan dan memiliki
ciri tempayan sebagai wadah untuk menempatkan mayat. Jenis gerabah berbentuk
tempayan memiliki rongga dengan daya muat cukup besar untuk menyimpan bahan
makanan dan minuman, bahkan di beberapa situs arkeologi sisa tulang manusia
atau rangka dalam posisi jongkok dimasukkan ke dalam tempayan. Penguburan
menggunakan tempayan dimaksudkan agar arwah orang yang meninggal mempunyai
tempat tinggal yang tetap setelah berada di alam arwah dan tidak mengganggu orang
masih hidup.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span> </span><br />
<span lang="EN-US">Situs kubur merupakan bagian
dari suatu daerah kegiatan (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">activity area</i>)
tempat dilakukan penguburan berulang dan membentuk suatu struktur kegiatan yag
menggambarkan suatu unit sosial dari kelompok sosial<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tertentu dalam suatu sistim pemukiman. Dalam
hal ini data kubur secara keseluruhan dapat dianggap mewakili suatu kelompok
sosial tertentu. Pada dasarnya penguburan yang dilakukan pada tempat tertentu
merupakan kegiatan yang tidak hanya sekedar menempatkan dan menimbun mayat di
dalam tanah, dalam kegiatan penguburan tersebut juga terkandung nilai-nilai
serta simbol-simbol tertentu yang biasanya akan mencerminkan corak budaya yang
ada pada saat itu. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Kubur tempayan di Indonesia diperkirakan berlangsung dari masa
neolitik sampai awal masehi. Situs Kubur tempayan ditemukan antara lain di Jawa,
Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara Timur, yaitu dan Anyer Lor, Pelawangan, Muarabetung,
Kunduran, Gilimanuk, Bon Dalem, Melolo, Lewoleba, Lambanapu, dan Waibau. Sebagian
besar kubur tempayan berisikan sisa manusia dari berbagai usia dengan jenis
kelamin pria dan wanita. Biasanya yang berusia muda dalam tempayan dikuburkan
secara primer dan sekunder. Sementara hampir sebagian besar usia dewasa
dikuburkan secara sekunder dalam tempayan. Kubur tempayan ditemukan juga di
Serawak, Filipina, dan Vietnam. Demikian luasnya sebaran kubur tempayan, maka
penelitian kubur tempayan mempunyai nilai strategis untuk mengungkapkan proses
sebaran dan perkembangan budaya penutur Austronesia.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br />
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US">Penutup</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Temuan kubur tempayan di Desa Panca Mulya, Kecamatan Sungai Bahar,
Kabupaten Muaro Jambi terjadi pada saat dilakukan penggalian tanah dalam rangka
menimbun bahu jalan yang selesai dibangun. Temuan berupa empat tampayan yang
dua tempayan masih terpendam dalam tanah dan dua tempayan yang telah diangkat
dalam kondisi pecah, alat yang diduga terbuat dari besi berupa parang atau
golok, serta alat batu. Lokasinya berada di tanah milik Bapak Bustami Nasution
yang berukuran 20 x 100 meter. Tanah milik Bapak Bustami ini berada permukaan
tanah yang miring Utara dan telah diratakan hingga terbentuk tebing yang
tingginya sekitar 2 meter. Pada dasar tebing itulah ditemukan kubur tempayan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Hasil peninjauan menunjukkan bahwa diperkirakan dahulunya kubur
tempayan tersebut tidak terpendam sedalam sekitar 2 meter. Proses alam yang
berupa erosi diduga menjadi penyebab tertimbunnya. Dugaan itu berdasarkan
lapisan tanah (stratigrafi) yang tidak menunjukkan adanya penggalian untuk menguburkan
tempayan sedalam 2 meter serta keberadaan tempayan yang berada di lereng bukti
yang memungkin terjadinya penimbunan akibat erosi. Posisi temuan yang berada
tepat di dasar tebing akan cukup merepotkan dilakukannya ekskavasi yang
menggunakan sistem kotak. Penggalian ke arah Selatan untuk menemukan tempayan
lainnya akan mengharuskan penggalian sedalam 2 meter agar sama dalamnya dengan
tempayan yang sebelumnya ditemukan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Berdasarkan temuan kubur tempayan tersebut, maka dapat diketahui
bahwa Desa Panca Mulya telah dihuni ribuan tahun yang lalu dari masa Neolitikum. Manusia yang hidup pada masa itu, baik yang tinggal di
dataran rendah maupun dataran tinggi di Situs Lebakbandung, Situs Remahkemumu, Situs Muak, Situs Lologedang, dan Situs Siulaktenang menjalankan sistem
penguburannya dengan menggunakan tempayan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Dalam rangka pelestarian terhadap temuan benda-benda dan lokasinya,
maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span lang="EN-US"><span style="mso-list: Ignore;">1.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-US">Benda-benda yang ditemukan
berupa pecahan tempayan, alat yang diduga terbuat dari besi, dan alat dari batu
diupayakan untuk dilakukan serah terima kepada pemerintah (BPCB Jambi) untuk
perawatan dan pengamanannya agar tidak hilang dan rusak lebih parah lagi. Acara
serah terima dilakukan dengan disaksikan oleh Kepala Desa dan masyarakat
setempat. Perlu juga dilakukan selamatan (doa Bersama) untuk menghilangkan
kekhawatiran dari warga akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span lang="EN-US"><span style="mso-list: Ignore;">2.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="EN-US">Kegiatan penelitian arkeologi
harus segera dilakukan untuk mengungkap lebih jauh mengenai keberadaan kubur
tempayan di Desa Panca Mulya mengingat sangat pentingnya data yang terkandung
di dalamnya dan terutama dalam rangka upaya pelindungan, pengembangan, dan
pemanfaatannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US">Daftar Pustaka</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 63.0pt; text-align: justify; text-indent: -63.0pt;">
<span lang="EN-US">Aziz, Fadhila Arifin, 1998,
“Karakteristik da Sebaran Situs Kubur Tempayan di Asia Tenggara Daratan dan
Kepulauan, Kawasan Asia Tenggara”, <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Berkala
Arkeologi Tahun XVIII Edisi No. 2/November 1998</b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 63.0pt; text-align: justify; text-indent: -63.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 63.0pt; text-align: justify; text-indent: -63.0pt;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Marhaeni
SB., </span><span lang="EN-US">Tri</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>200</span><span lang="EN-US">8</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">, <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Laporan
Penelitian </b></span><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US">Kubur
Tempayan</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"> Di </span><span lang="EN-US">Situs Lolo Gedang,</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: IN;"> </span><span lang="EN-US">Kerinci,</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"> Jambi</span></b><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">, Balai Arkeologi Palembang</span><span lang="EN-US"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 63.0pt; text-align: justify; text-indent: -63.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 63.0pt; text-align: justify; text-indent: -63.0pt;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Marhaeni
SB., </span><span lang="EN-US">Tri</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>20</span><span lang="EN-US">11</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">, <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Laporan
Penelitian </b></span><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US">Arkeologi
Kubur Tempayan</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"> Di </span><span lang="EN-US">Desa Muak, Kabupaten</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: IN;"> </span><span lang="EN-US">Kerinci, Provinsi </span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Jambi</span></b><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">, Balai Arkeologi Palembang</span><span lang="EN-US"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 63.0pt; text-align: justify; text-indent: -63.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 63.0pt; text-align: justify; text-indent: -63.0pt;">
<span lang="EN-US">Santoso Soegondo, 1996, “Fungsi dan
Peranan Gerabah Dalam Penguburan Prasejarah”, <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Pertemuan Ilmiah Arkeologi VII</b>, Cipanas, 12-16 Maret 1996</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 63.8pt; text-align: justify; text-indent: -63.8pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 63.8pt; text-align: justify; text-indent: -63.8pt;">
<span lang="EN-US">Suharno, Ignatius, 1997, <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Ekskavasi Penyelamatan Temuan Tempayan
Kubur Situs Lebakbandung, Kecamatan Jelutung, Kotamadia Jambi, Provinsi Jambi</b>,
Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 63.8pt; text-align: justify; text-indent: -63.8pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 63.8pt; text-align: justify; text-indent: -63.8pt;">
<span lang="EN-US">Sunarto, Edy, 1996, <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Hasil Ekskavasi Penyelamatan Situs Lebakbandung,
Kecamatan Jelutung, Kotamadia Jambi, Provinsi Jambi</b>, Suaka Peninggalan
Sejarah dan Purbakala Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 63.8pt; text-align: justify; text-indent: -63.8pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 63.8pt; text-align: justify; text-indent: -63.8pt;">
<span lang="EN-US">Sunarto, Edy, 1997, <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Ekskavasi Penyelamatan Temuan Tempayan
Kubur Situs Lebakbandung, Kecamatan Jelutung, Kotamadia Jambi, Provinsi Jambi</b>,
Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 63.8pt; text-align: justify; text-indent: -63.8pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 63.0pt; text-align: justify; text-indent: -63.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 63.0pt; text-align: justify; text-indent: -63.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 63.0pt; text-align: justify; text-indent: -63.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 63.0pt; text-align: justify; text-indent: -63.0pt;">
<br /></div>
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt;"><br clear="all" style="mso-special-character: line-break; page-break-before: always;" />
</span>
<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br clear="all" style="mso-special-character: line-break; page-break-before: always;" />
</span>
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:Wingdings;
panose-1:5 0 0 0 0 0 0 0 0 0;
mso-font-charset:2;
mso-generic-font-family:decorative;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:0 268435456 0 0 -2147483648 0;}
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-536870145 1107305727 0 0 415 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;}
p.MsoListParagraph, li.MsoListParagraph, div.MsoListParagraph
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:0cm;
margin-left:36.0pt;
margin-bottom:.0001pt;
mso-add-space:auto;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;}
p.MsoListParagraphCxSpFirst, li.MsoListParagraphCxSpFirst, div.MsoListParagraphCxSpFirst
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:0cm;
margin-left:36.0pt;
margin-bottom:.0001pt;
mso-add-space:auto;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;}
p.MsoListParagraphCxSpMiddle, li.MsoListParagraphCxSpMiddle, div.MsoListParagraphCxSpMiddle
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:0cm;
margin-left:36.0pt;
margin-bottom:.0001pt;
mso-add-space:auto;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;}
p.MsoListParagraphCxSpLast, li.MsoListParagraphCxSpLast, div.MsoListParagraphCxSpLast
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:0cm;
margin-left:36.0pt;
margin-bottom:.0001pt;
mso-add-space:auto;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-size:10.0pt;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
mso-bidi-font-size:10.0pt;}
@page WordSection1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 108.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.WordSection1
{page:WordSection1;}
/* List Definitions */
@list l0
{mso-list-id:1787386206;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:210009372 267137042 67698691 67698693 67698689 67698691 67698693 67698689 67698691 67698693;}
@list l0:level1
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
mso-ascii-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-hansi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
@list l0:level2
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:o;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:"Courier New";}
@list l0:level3
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:Wingdings;}
@list l0:level4
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:Symbol;}
@list l0:level5
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:o;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:"Courier New";}
@list l0:level6
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:Wingdings;}
@list l0:level7
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:Symbol;}
@list l0:level8
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:o;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:"Courier New";}
@list l0:level9
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:Wingdings;}
@list l1
{mso-list-id:1945382748;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:153897930 67698713 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l1:level1
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level2
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level3
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l1:level4
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level5
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level6
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l1:level7
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level8
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level9
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
ol
{margin-bottom:0cm;}
ul
{margin-bottom:0cm;}
</style>
-->JELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999212122464881924.post-31241683078559828252019-05-28T12:41:00.000+07:002019-07-11T10:15:44.364+07:00CANDI JEPARA : Candi Terbuat dari Batu di Sumatera<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjE_XNYNH3ztZ2WQ-HfYpd-rr2BRgY14na5ysPvK_eb8ONS_51nArvIjFgfWkNI4BC-saEebRiJLgGt2CyIN5jTZJa6duf50o00MrjcNDAnX1BTQdubYqDAvUo31EK8qSOi3bfzER4aiiM/s1600/IMG_8327.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjE_XNYNH3ztZ2WQ-HfYpd-rr2BRgY14na5ysPvK_eb8ONS_51nArvIjFgfWkNI4BC-saEebRiJLgGt2CyIN5jTZJa6duf50o00MrjcNDAnX1BTQdubYqDAvUo31EK8qSOi3bfzER4aiiM/s320/IMG_8327.JPG" width="320" /></a></div>
<br />
<b><span lang="EN-US">Pendahuluan</span></b><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: 3.0cm; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Candi merupakan hasil<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>kebudayaan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>berupa bangunan yang
berasal dari masa Hindu-Budha di Indonesia. Sebarannya berada di Sumatera,
Jawa, Bali, dan Kalimantan. Salah satu candi yang ditemukan di Sumatera adalah
Candi Jepara.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Lokasinya di Desa Jepara,
Kecamatan Buay Pematang Ribu Ranau Tengah, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU)
Selatan, Provinsi Sumatera Selatan. Masyarakat setempat mengenalnya sebagai
Batu Kebayan. Candi Jepara sampai sekarang merupakan satu-satunya candi yang
terbuat dari batu di Provinsi Sumatera Selatan, bahkan Pulau Sumatera. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Candi-candi lain umumnya terbuat dari bata. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: 3.0cm; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Candi Jepara sejak dilaporkan pada tahun 1885 dalam kondisi runtuh. Batu-batu
berjumlah satu hingga dua lapis masih dalam posisinya. Sementara batu lainnya
tergeletak tidak jauh dari lokasinya semula.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Kegiatan dalam rangka penelitian dan pelestarian telah banyak
menghasilkan laporan dan tulisan. Pelestarian Candi Jepara telah dilakukan
semenjak sebelum berdirinya Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi yang
sebelumnya bernama Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP). Pada saat
itu pengangkataan juru pelihara menjadi tanggungjawab Bidang Museum dan
Purbakala (Muskala) Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi
Sumatera Selatan. Sejak tahun 1990 menjadi tanggung jawab SPSP Jambi.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Upaya untuk pemugarannya telah dimulai dengan
kegiatan Studi Kelayakan pada tahun 2003. Namun langkah selanjutnya yang berupa
kegiatan Studi Teknis baru dilakukan pada tahun 2011.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Pemugaran Candi Jepara menjadi tertunda
dikarenakan adanya pemugaran di Kompleks Percandian Muarajambi dan masih
perlunya dilakukan kajian. Pada tahun ini dapat dilakukan kajian teknis pemugaran
dengan mengikutsertakan dua tenaga berpengalaman di bidang pemugaran candi batu
yang berasal dari BPCB Jawa Tengah. Diharapkan dengan berakhirnya kajian
pemugaran ini, maka data arkologis dan teknis yang terkumpul dapat memantapkan
diadakannya pemugaran. Dengan demikian harapan masyarakat dan pemerintah daerah
untuk bisa memanfaatkannya sebagai objek budaya dan wisata bersama Danau Ranau
dapat tercapai.</span></div>
<style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:3 0 0 0 1 0;}
@font-face
{font-family:Calibri;
panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:swiss;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-536859905 -1073732485 9 0 511 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;}
p.MsoNoSpacing, li.MsoNoSpacing, div.MsoNoSpacing
{mso-style-priority:1;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri",sans-serif;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;
mso-ansi-language:EN-US;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-size:11.0pt;
mso-ansi-font-size:11.0pt;
mso-bidi-font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri",sans-serif;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;
mso-ansi-language:EN-US;}
.MsoPapDefault
{mso-style-type:export-only;
margin-bottom:10.0pt;
line-height:115%;}
@page WordSection1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.WordSection1
{page:WordSection1;}
/* List Definitions */
@list l0
{mso-list-id:498928892;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-1503488268 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l0:level1
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level2
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level3
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l0:level4
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level5
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level6
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l0:level7
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level8
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level9
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
ol
{margin-bottom:0cm;}
ul
{margin-bottom:0cm;}
</style>
--><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: 3.0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; margin-left: 21.3pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -21.3pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">2.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Letak
dan Lingkungan</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Candi
Jepara secara administratif terletak di Lokasinya di Desa Jepara, Kecamatan
Buay Pematang Ribu Ranau Tengah, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan,
Provinsi Sumatera Selatan. Secara astronomis berada di 04<sup>o</sup>49’40,3” Lintang
Selatan dan 103<sup>o</sup>59’12,7” <span style="mso-spacerun: yes;"></span>Bujur
Timur.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Candi
Jepara dapat ditempuh dengan jalan darat dari Palembang menuju Kota Muaradua
yang merupakan kota Kabupaten OKU Selatan. Perjalanan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tim melalui Kota Prabumulih mendapati jalan
yang tidak seluruhnya mulus. Sementara perjalanan menuju Kota Baturaja
mendapati jalan yang rusak dibeberapa tempat. Kerusakan yang lebih parah
terjadi pada perjalanan dari Kota Martapura ke Kota Muaradua. Pada saat
kegiatan ini dilakukan memang jalan-jalan di Provinsi Sumatera Selatan banyak
yang mengalami kerusakan. Kemungkinan hal itu disebabkan sebelumnya telah
dilaksanakan perhelatan besar Asian Games XVIII tahun 2018 yang menyedot
anggaran cukup besar. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kabupaten
OKU Selatan dengan Ibukotanya Muaradua merupakan pemekaran dari Kabupaten Ogan
Komering Ulu (OKU) yang diresmikan pada 16 Januari 2004. Lokasinya berada di
ujung Barat Daya berbatasan dengan<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Provinsi Lampung. Kondisinya jalannya nampaknya belum mendapat perhatian
dari pemerintah Provinsi. Jalan yang menghubungkan Muaradua, baik dengan
Baturaja maupun Martapura rusak dan sempit. Berbeda halnya dengan jalan lintas
tengah yang menghubungkan Baturaja dan Martapura cukup mulus dan lebar. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Perjalanan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dari Muaradua ke Candi Jepara dengan kondisi
jalan yang sempit tetapi dengan kondisi yang lebih baik. Kami menduga hal itu
disebabkan jalan tersebut menuju objek wisata Danau Ranau atau Kota Liwa di
Provinsi Lampung. Rute menuju Candi Jepara dari Muaradua akan bertemu
dengan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Simpang Sender yang merupakan
simpang tiga menuju Danau Ranau dan Liwa, Provinsi Lampung. Kedua arah tersebut
dapat dipilih untuk sampai ke Candi Jepara. Arah Danau Rinau akan melalui Desa
Banding Agung yang berada di tepi danau. Pilih jalan yang menuju ikon Danau
Ranau di tepian danau dan lanjutkan menyusuri pinggiran danau hingga tiba simpang
Desa Jepara. Namun sebelum itu akan melalui Pantai Pelangi yang berpasir dan
air bening dari Danau Ranau. Suasananya cukup indah dengan pemandangan Gunung
Seminung di depannya. Jalan melalui tepian danau ini berupa jalanan yang sempit
dengan kondisi datar dan menanjak hingga memerlukan kehati-hatian.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Rute
yang menuju Liwa di Provinsi Lampung lebih nyaman karena kondisi jalan yang
lebar dan mulus. Namun pemandangannya tidak seindah melalui tepian Danau Ranau.
Setelah melalui Simpang Sender akan bertemu dengan Desa Hangkusa dimana di
sebelah kanan jalan terdapat simpang menuju Desa Jepara. Perjalanan lanjut
hingga menemukan Kantor Kepala Desa dan terus melalui jalan di depannya. Ada
baiknya juga apabila bertanya kepada penduduk arah menuju Batu Kebayan. Bagi
yang merencanakan menginap setelah kunjungan ke Candi Jepara, bisa memilih
penginapan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>sekitar Danau Ranau<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>di Desa Banding Agung agar dapat<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>menikmati pemandangan alam yang telah
disebutkan di atas.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Candi
Jepara berada di tengah-tengah kebun kopi. Tanahnya telah dibebaskan pada tahun
2011 oleh BPCB Jambi dengan luas 1.820 m<sup>2</sup> dan empat tahun kemudian
disertifikat dengan Nomor 01 tertanggal 22 April 2015. Namun kondisinya tidak
mencerminkan luas yang seperti tercantum di sertifikat. Juru pelihara hanya
memelihara lahan sekitar 140 m<sup>2</sup> termasuk jalan setapak yang lebarnya
sekitar 2 meter. Juru pelihara memberi tanaman hias dari jalan masuk hingga
sekelilingi candi. Sementara sekitarnya berupa tanaman kopi dan abasia.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Lokasinya
cukup jauh dari pemukiman, tetapi pada saat kegiatan telah ada dua rumah yang
dekat candi. Rumah yang paling dekat dengan candi adalah rumah juru pelihara
yang belum selesai pembangunannya.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Kebutuhan akan rumah hunian baru akan memunculkan rumah-rumah baru di
sekitar candi. Apalagi jalan yang melintas di depan candi menuju daerah wisata
Danau Ranau. Hal itu tentu saja menimbulkan kekhawatiran akan terhimpitnya
candi oleh rumah penduduk. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">3.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Riwayat
Penelitian dan Pelestarian</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Candi
Jepara pertama kali diketahui dari laporan G. A. Schouten<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tahun 1885 yang dimuat<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dalam<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><i style="mso-bidi-font-style: normal;">Notulen Bataviaasch Genootschap van Kunsten
en Wetenchappan</i> (NBG). Dilaporkan candi yang denahnya berukuran panjang 9,6
meter dan lebar 8,1 meter. Van der Hop di dalam buku <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Megalithic Remains in South Sumatera</i> tahun 1932 menulis tentang
adanya sebuah candi bercorak Hindu dan sebuah lumpang batu berukuran Panjang 70
cm dan lebar 50 di Desa Jepara, Kecamatan Banding Agung. Sementara F.M.
Schnitger pada tahun 1935 menulis di dalam buku <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Archaeology Hindoo of Sumatera </i>bahwa di sebelah Timur bangunan
ditemukan undakan yang diduga adalah kaki candi. Tulisan di dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Oudheidkundige Verslag</i> (OV) tahun 1941
menyebut tentang candi batu yang letaknya tidak jauh dari danau.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Setelah
masa kemerdekaan, Soekmono pada tahun 1954 melakukan survei dan melaporkan
temuan pelipit bangunan berupa setengah bulat dan sisi genta seperti pelipit
candi di Jawa Tengah. Pada tahun 1984 Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
melakukan peninjauan dan menemukan 30 batu berpahat dan berpelipit di tengah
kebun kopi. Penelitian pada tahun 1993 melakukan penelitian bidang arkeometri
dan menemukan banyak batu candi berupa antefik dan batu berpahat untuk
pembuatan jalan. Hasil ekskavasi menyimpulkan candi yang belum selesai
berdasarkan adanya goresan-goresan lengkung dibagian pintu masuk yang masih
berupa rancangan pola. Candi Jepara diduga berlanggam Jawa Tengah abad 9-10
Masehi. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada
tahun-tahun berikutnya setelah berdirinya Unit Pelaksana Teknis <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>penelitian dan pelestarian di wilayah Sumatera
bagian Selatan, maka penelitian dan pelestarian lebih intensif lagi. Balai
Arkeologi Palembang pada tahun 1996 melakukan survei terhadap situs-situs
arkeologi di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) dan menyimpulkan bahwa candi
semasa dengan Prasasti Bawang atau Hujung Langit yang berangka tahun 919 Saka
(997 Masehi). Pada tahun 1999 Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala
Jambi<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>melakukan ekskavasi dan
menyimpulkan bahwa candi berukuran 8 x 9 meter dan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tidak ada komponen bangunan lainnya berupa
candi perwara atau pagar keliling.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dalam
rangka pemugarannya telah dilakukan Studi kelayakan pada tahun 2003 melalui
Proyek Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jambi. Pada tahun 2011
dilakukan Studi Teknis melalui serangkaian kegiatan ekskavasi, susunan
percobaan, dan diskusi dengan Pemugar berpengalaman dari BPCB Jawa Tengah
bernama Bapak Sudarno. Namun data yang terkumpul belum mencukupi sehingga perlu
dilakukan kegiatan lanjutan. Oleh sebab itu, pada tahun ini dilakukan kegiatan Kajian
Teknis Pemugaran Candi Jepara guna melengkapi data arkeologis dan teknis yang dapat
digunakan untuk melakukan rekonstruksi bangunan <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dan Rencana Anggaran Biaya (RAB).</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; margin-left: 21.3pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -21.3pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">4.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Hasil
Survei dan Ekskavasi</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-list: l1 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">a.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Survei</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Candi
Jepara yang terletak di sebelah Barat Desa Jepara berada di tengah kebun kopi.
Situasinya berbeda dengan kondisi saat dilakukan Studi Teknis dimana lahannya
masih terbuka hingga pandangannya lebih luas. Namun memang terasa panas karena
tidak adanya pohon yang bertajuk tinggi. Kondisi sekarang dikarenakan adanya
pemanfaatan lahan untuk tanaman kopi dan abasia.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Disarankan agar tanaman-tanamaan itu
dikurangi untuk memberi ruang pandang yang lebih baik. Pada saat dilakukan
pemugaran nanti lahannya akan digunakan penempatan batu-batu yang dibongkar dan
dikonservasi serta pendirian bangunan kerja (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">werkeet</i>). </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Lokasi
Candi Jepara masih berada jauh dari pemukiman penduduk, tetapi telah muncul
rumah baru di sebelah Timur candi. Bukan tidak mungkin kedepannya akan lebih
banyak lagi rumah-rumah baru di sekitar candi karena adanya jalan yang menuju
Danau Ranau. Kondisi yang demikian harus segera ditindak lanjuti dengan
perluasan lahan yang ideal untuk zona inti, zona penyangga, dan zona
pengembangan.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Survei
yang dilakukan berdasarkan batas tanah yang telah dibebaskan BPCB Jambi seluas
1.820 m<sup>2</sup> menunjukkan permukaan tanah yang relatif datar. Namun di
sisi Utara terdapat permukaan tanah yang miring ke arah Utara. Pada jarak 9,10
meter<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>ditemukan sebaran batu-batu bulat
dengan orientasi Barat-Timur atau sejajar candi yang diperkirakan berfungsi sebagai
penahan tanah dari erosi karena<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pada
jarak sekitar 10 meter berikutnya kemiringan permukaan tanahnya semakin tajam.
Sementara di sebelah Timur yang berjarak 24,80 meter terdapat gundukan tanah.
Menurut informasi gundukan pernah di ekskavasi dan tidak ditemukan struktur
bangunan. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Survei
yang dilakukan dengan radius sekitar 100 meter dari candi menemukan parit
selebar 6 meter dan sumber mata air berbentuk kolam dengan lebar sekitar 9
meter yang sekitarnya terdapat batu-batu pasiran dengan ukuran yang bervariasi
di sebelah Utara. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-list: l1 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">b.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ekskavasi</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ekskavasi
pada runtuhan Candi Jepara bertujuan untuk melengkapi data hasil ekskavasi yang
pernah dilakukan, baik melalui kegiatan ekskavasi tahun 1999, studi kelayakan
tahun 2003, dan studi teknis tahun 2011. Ekskavasi tahun 1999 diarahkan pada
bangunan candi dan halaman. Ekskavasi dilakukan dengan membuka lima kotak uji,
yaitu dua kotak terdapat pada bangunan candi dan tiga kotak di halaman. Kotak
ekskavasi yang dilakukan pada bangunan adalah JPR-1 dan JPR-2. Kotak JPR-1 di
Sudut Barat Laut bertujuan menemukan sudut asli pondasi. Setelah dilakukan
penggalian sedalam 14 meter menemukan pondasi hanya satu lapis. Kotak JPR-2
bertujuan untuk membuktikan dan menampakkan struktur di bagian tangga. Hasilnya
menunjukkan bahwa sebagian besar strukturnya telah lepas dan tidak beraturan.
Hasil ekskavasi menyimpulkan bahwa candi tidak dilengkapi candi perwara dan
pagar keliling. Penelitian Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Jakarta juga
tidak menemukannya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Ekskavasi yang dilakukan dalam kegiatan Studi Kelayakan tahun 2003
menggali lima kotak uji. Kotak uji diberi kode JPR 1 hingga JPR 4.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Kotak JPR 1 terletak di bagian sudut Barat
Laut yang diperkirakan sudut bangunan. Pada kedalaman 45 cm merupakan akhir
dari bata fondasi. Kotak JPR 2 terletak di sudut bangunan sisi Barat Daya.
Penggalian pada hingga kedalaman 52 cm menemukan susunan batu pasiran berwarna
putih yang merupakan fondasi. Kotak JPR 3 terletak di sudut Tenggara bangunan.
Penggalian hanya sampai kedalaman 50 cm dan dipastikan bahwa batu-batu yang
ditemukan merupakan bagian sudut Tenggara. Kotak JPR 4 terletak di sisi Timur
struktur tangga. Penggalian hingga kedalaman 45 cm merupakan akhir dari
struktur batu. Kotak JPR 5 terletak di sudut Timur Kotak JPR 1 bertujuan untuk
mengetahui tingkat kemasifan struktur dan ketebalan dinding candi.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Kotak ini berarti berada di bagian dalam
candi sisi Utara. Hasilnya berupa penemuan fragmen kendi tanah liat<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>berdiameter 20 cm dan tingginya 13,5 cm.
Kendi berdiri di landasan dari batu pasiran berbentuk persegi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Pada kajian teknis pemugaran kali ini,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>ekskavasi menggunakan metode grid dimana lahan
dibagi menjadi kotak-kotak berukuran 2 x 2 meter. Metode grid ini akan
berlanjut digunakan pada saat pemugaran nantinya. Titik nol atau <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Datum Point</i> (DP) berada di sebelah Barat
Daya bangunan ditandai dengan patok kayu. Penamaan grid ke arah Timur diberi
huruf A, B, C, dan seterusnya, sementara ke arah Utara diberi angka 1, 2, 3 dan
seterusnya. Kode kotak gali akan mempunyai tanda gabungan keduanya yang dimulai
dengan hruf kemudian angka, misalnya A1, B3, dan seterusnya. Tehnik penggalian
yang dilakukan menggunakan teknik lot. Di dalam<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>buku Metode Arkeologi disebutkan tehnik lot adalah tehnik menggali yang
menggabungkan tehnik lapisan alamiah dan tehnik spit. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Ekskavasi dilakukan pada enam kotak, yaitu Kotak C3, G6, F7, F8, E9,
dan D6. Kotak C3 berada di sudut Barat Daya untuk mengetahui kestabilan fondasi
di sana. Kotak G6 berada di Sudut Tenggara dengan tujuan yang sama, Kotak F7
dan F8 bertujuan untuk mengetahui fondasi bagian tangga, Kotak E9 berada di
sudut Timur Laut untuk juga untuk mengetahui kestabilan fondasi, dan Kotak D6
untuk mengetahui lapisan tanah dibagian tengah gundukan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; margin-left: 21.3pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -21.3pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">5.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Deskripsi
Candi Jepara</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Candi
Jepara dibangun oleh masyarakat yang mendiami wilayah pedalaman Sumatera. Candi
Jepara bersama-sama dengan Candi Tingkip dan Candi Lesung Batu di Kabupaten
Musirawas Utara dan Candi Binginjungut di Kabupaten Musi Rawas lokasinya cukup
jauh dari pusat kerajaan Sriwijaya yang diperkirakan di Palembang. Kerajaan
Sriwijaya berdasarkan temuan arkeologisnya bercorak agama Budha. Namun
masyarakatnya tidak hanya beragama Budha tetapi ada juga yang beragama Hindu.
Hal itu ditunjukkan dari keberadaan candi di Desa Bumiayu di Kabupaten PALI,
arca Ganesha di Kota Palembang dan Sarolangun, Provinsi Jambi serta Arca Wisnu
di Kota Kapur, Kabupaten Bangka. Candi Jepara belum dapat dipastikan latar
belakang agamanya karena tidak ditemukannya unsur-unsur yang terdapat di kedua
agama tersebut seperti arca Agama Hindu atau Budha dan unsur-unsur bangunan
seperti ratna atau stupa dan relief cerita. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Informasi
mengenai Candi Jepara berdasarkan ciri-ciri arsitekturnya mempunyai persamaan
dengan candi-candi yang berasal dari periode 7-10 Masehi. Temuan arkeologis
dari masa Hindu Budha yang terdekat adalah Prasasti Bawang atau Prasasti Hujung
Langit di sebelah Tenggara Danau Ranau, tepatnya di Desa Hanakau, Kecamatan
Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat. Prasasti mempunyai tulisan dalam 18 baris
dalam Bahasa Jawa Kuno. Isinya mengenai Ekspedisi ke Sumatera pada masa Raja
Dharmawangsa dari Pulau Jawa pada abad 10 Masehi. Sementara berdasarkan
kedekatannya dengan daerah Lampung sekarang, maka diduga penyebar agama yang merubah
kepercayaan masyarakat pendiri candi berasal dari sana.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Candi
Jepara yang terbuat dari batu merupakan candi batu satu-satunya di Sumatera. Batu
yang digunakan diperkirakan jenis batu tufa. Tufa adalah jenis batuan
piroklastik yang mengandung debu vulkanik yang dikeluarkan selama letusan
gunung berapi. Candi berada di daerah dataran tinggi Sumatera Selatan atau
tepatnya dekat dengan Danau Ranau dan Gunung Seminung. Danau Ranau merupakan
danau terluas kedua setelah Danau Toba di Pulau Sumatera. Luasnya mencapai
125,9 km<sup>2</sup>. Letaknya di ketinggian 54 meter di atas permukaan air
laut.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Danau terbentuk dari gempa
tektonik dan letusan Gunung purba sekitar 55 ribu tahun yang lalu. Letusan
dahsyat membentuk kaldera dan dapur magma yang aktif melahirkan Gunung
Seminung. Gunung Seminung merupakan gunung berapi yang tingginya 1861 meter.
Secara geologis dikategorikan sebagai gunung api muda. Tentu saja daerah ini
mempunyai sumber batu alam. Dengan demikian tidak mengherankan bahwa masyarakat
pendukungnya saat itu membangun candi dari batu. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Candi
ditemukan kembali dalam keadaan runtuh. Keruntuhan candi diperkirakan karena
faktor alam dan manusia. Faktor alam disebabkan dari gempa, baik vulkanik
maupun tektonik. Gempa vulkanik disebabkan oleh letusan Gunung Seminung dan
gempa tektonik akibat tubrukan lempeng di sebelah Barat Pulau Sumatera. Pulau
Sumatera terletak<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pada batas lempeng
konvergen antara lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia. Secara historis,
gempa besar tercatat pernah terjadi pada tahun 1833, 1861, 2004, 2005, dan
2007. Bisa dibayangkan sebuah gempa besar telah mengakibatkan ketakutan, korban
jiwa,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dan menghancurkan
bangunan-bangunan termasuk candi. Sementara kerusakan akibat manusia terjadi
pada masa kemudian dimana masyarakat tidak tahu tentang candi hanya melihat
bahwa banyak batu-batu yang dapat dimanfaatkan untuk fondasi rumah atau jalan.
Kerusakan akibat manusia ini terlihat dari sedikitnya batu-batu candi di sisi
Selatan yang berada dekat jalan. Berbeda dengan di sisi lainnya yang masih
cukup banyak. Sekarang Candi Jepara terlihat berupa gundukan tanah yang
dikelilingi batu membentuk denah segi empat. Gundukan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tingginya 82 cm. Orientasi candi ke Timur
Laut atau sekitar 60<sup>o </sup>dimana pada arah tersebut terdapat tangga. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Candi
berdiri di lahan yang permukaan tanahnya miring ke Utara. Pada jarak sekitar 10
meter ke Utara kemiringannya semakin curam. Temuan batu-batu alam berjarak<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>9,10 meter di sebelah Utara yang sejajar
bangunan diperkirakan sebagai upaya untuk menahan tanah dari erosi. Permukaan
tanah yang miring disiasati pembangun candi dengan batu fondasi dan batu lapis
pertama yang berbeda ketinggian. Perbedaan ini terlihat dari tinggi atau
rendahnya posisi takik pada batu fondasi. Sementara pada batu lapis pertama
terlihat dari pelipit rata paling bawah yang berbeda ukuran, yaitu batu di sisi
Tenggara tebalnya 10 cm, sisi Timur Laut 16 cm, dan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>sisi Barat Laut 20 cm. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Batu-batu
yang menyusun candi terdiri dari batu isian, batu kulit, dan batu lantai. Batu
isian terdiri dari dua deret. Batu isian ini mempunyai permukaan yang kasar dan
polos, tetapi ada juga yang mempunyai takikan. Batu kulit<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>sebagian besar telah runtuh dan menyisakan
batu lapis pertama dan kedua di beberapa tempat. Itupun kondisinya telah
melesak, renggang, dan patah. Sementara batu tangga yang masih ditempatnya berasal
dari batu pipi tangga. Batu anak tangga terlepas seluruhnya. Pipi tangga
mempunyai bentuk yang melengkung pada ujungnya dan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pada dindingnya terdapat ikal tangga. Batu
kulit yang masih ditempatnya di sisi Barat Laut berjumlah 19, sisi Barat Daya
berjumlah 18, sisi Tenggara 14, dan sisi Timur<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Laut 12. Sementara batu yang runtuh berasal dari batu lapis ketiga dan
batu sudut. Letaknya sebagian besar masih berada di dekat asalnya.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Beberapa batu yang jauh berpindah
diperkirakan aktivitas manusia yang memindahkannya.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Batu yang runtuh di sebelah Barat Laut
berjumlah 14, sebelah Barat Daya berjumlah 19, sebelah Tenggara berjumlah 12,
dan sebelah Timur laut 32. Penjumlahan batu kulit yang masih berada ditempatnya
dan batu runtuhan, yaitu Barat Laut berjumlah 33 batu, Barat Daya berjumlah 37
batu, Tenggara berjumlah 26, dan Timur Laut berjumlah 44 batu. Total batu
sekitar 140 batu. Jumlah batu kulit dan tangga yang terdiri dari<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pipi tangga dan anak tangga<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>diperkirakan mencapai sekitar 80 %.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Batu
kulit setelah dilakukan pengamatan selanjutnya disebut sebagai tipe 1, 2, 3,
dan 4. Batu keempat tipe tersebut ada yang dibentuk dalam satu batu tetapi juga
ada dari gabungan beberapa batu. Batu tipe 1 adalah batu yang berada di lapis
pertama yang mempunyai bentuk pelipit rata dan ojief. Batu tipe 2 ditandai
adanya bentuk setelah lingkaran (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">halfround</i>),
Batu tipe 3 mempunyai bentuk<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pilaster
dan panel, dan batu tipe 4 seperti batu tipe 3 tetapi untuk ditempatkan di
sudut bangunan. Pada batu tipe 3 terdapat lubang yang posisinya tepat pada
bagian yang ada pilaster. Lubang berukuran 8 x 8 cm dengan kedalaman 7 cm.
Lubang-lubang di daerah sudut bangunan berjumlah tiga dan tengah berjumlah
satu. Di atas lubang tersebut diperkirakan dahulunya berdiri tiang-tiang kayu
berbentuk persegi berukuran 16 x 16 cm. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Batu-batu
bagian tangga yang terdiri dari anak tangga dan pipi tangga. Tenaga pengalaman
pemugaran candi batu yang terlibat melakukan kegiatan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">anastilosis</i> berupa mencari, menidentifikasi, dan susunan percobaan
sehingga membentuk profil dinding, pipi tangga, dan tangga. Pada saat kegiatan
berakhir batu-batu yang runtuh menjadi berkurang karena sudah terpasang. Batu
yang belum terpasang karena berukuran besar dan tidak diketahui lagi
susunannya. Pada akhirnya tidak hanya profil candi dapat diketahui tetapi juga
ukuran denah candi. Diperkirakan tinggi candi adalah 142 cm sedangkan ukuran
denah panjang sisi Barat Laut adalah 825 meter, sisi Barat Daya 779 meter, sisi
Tenggara 914 meter,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dan Timur Laut
adalah 794 meter. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Batu
lantai tidak ditemukan sisa-sisanya. Perkiraan adanya lantai berdasarkan kepada
temuan adanya ruang dari batu kulit<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>untuk dapat menyangga batu lantai. Batu lantai untuk menutupi batu isian
dan tanah timbunan.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Di
candi juga terdapat batu yang cukup besar berukuran panjang 125 cm, lebar 125
cm, dan tebal 45 cm.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Pada<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>satu sisinya terdapat pahatan yang berbentuk
dua pilaster<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dan tiga panel. Batu
tersebut tidak diketahui keletakannya maupun fungsinya. Kemungkinan diletakkan
di tengah bangunan dengan sisi yang berpahat menghadap ke Timur Laut sesuai
arah candi.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; margin-left: 21.3pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -21.3pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">6.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Rencana
Penanganan</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Candi
Jepara tidak boleh dilakukan pemugaran secara sembarangan. Pada dirinya
melekat aturan mengenai pemugaran. Pemugaran sebagai bagian dari upaya
pelestarian merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengembalikan
keaslian bentuk bangunan cagar budaya dan memperkuat bila diperlukan yang dapat
dipertanggungjawabkan dari segi arkeologis, historis, dan teknis. Pemugaran
dapat diartikan sebagai suatu upaya pelestarian bangunan cagar budaya yang
sasarannya meliputi perbaikan struktur dan pemulihan arsitektur yang ditetapkan
berdasarkan permasalahan kerusakan yang dihadapi.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Perbaikan
struktur adalah suatu upaya penanggulangan dan pencegahan terhadap kerusakan
bangunan dengan cara memperbaiki dan memperkuat strukturnya bila diperlukan,
termasuk di dalamnya perawatan terhadap komponen atau unsur bahan asli sesuai
dengan kondisi teknis dan keterawatannya. Pemulihan arsitektur adalah suatu
upaya pemasangan kembali komponen atau unsur bangunan ke dalam bentuk
arsitektur aslinya berdasarkan otensitas data, serta melakukan penggantian pada
bagian bangunan yang rusak atau hilang dengan tetap memperhatikan
prinsip-prinsip pemugarannya. Prinsip-prinsip pemugaran itu tertuang dalam
Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya pada pasal 77 (ayat 2)
huruf a bahwa pemugaran Cagar Budaya harus memperhatikan keaslian bahan,
bentuk, tata letak, gaya, dan/atau teknologi pengerjaan.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Perbaikan Struktural</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Perbaikan
struktural merupakan bagian dari pekerjaan pemugaran bangunan yang
kegiatannya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>menitikberatkan pada upaya
penanggulangan dan pencegahan terhadap segala permasalahan kerusakan, baik yang
berkenaan dengan kerusakan struktural maupun pelapukan bahan. Kegiatan yang
dilakukan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>antara lain pembongkaran,
perkuatan struktur, perawatan/konservasi, dan pergantian unsur</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pemulihan Arsitektural</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pemulihan
arsitektural merupakan bagian dari pekerjaan pemugaran bangunan yang sasarannya
menitik beratkan pada upaya pemasangan kembali unsur bangunan ke dalam bentuk
keaslian bentuk arsitekturnya. Pemulihan bangunan senantiasa harus berpedoman
pada keaslian bentuk, bahan, pengerjaan, dan tata letak, serta nilai sejarah
dan kepurbakalan yang terkandung didalam bangunan cagar budaya. Kegiatannya
meliputi penanganan unsur yang rusak, penanganan unsur yang hilang, persyaratan
penggantian unsur, dan penyelesaian bentuk akhir.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Penataan Lingkungan</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pemugaran
bangunan cagar budaya sasarannya tidak hanya pada penanganan fisik bangunan,
tetapi termasuk pula penataan lingkungan lahan situs yang merupakan bagian
integral dari upaya pelestarian. Kegiatan utamanya adalah penataan lahan situs,
pengadaan sarana penunjang, dan pertamanan yang diperuntukan bagi pelindungan,
pengembangan, dan pemanfaatanya. Kegiatannya meliputi penataan lingkungan lahan
situs, pengadaan sarana penunjang, dan pertamanan.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
JELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-3999212122464881924.post-67585356626409636832019-05-08T14:05:00.001+07:002019-07-11T10:15:56.571+07:00MAKAM TAHTULYAMAN : Makam Arab Melayu Di Kota Seberang Jambi<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgtjQ5xgfLGRQyM8FX_oGcY_rCtjNXUtgt34JicmoHmThrYudE5NKn956ksW4qUfxIyEnxHZEKiUYMfutj4QbgKbUd7KG11o56XKQcMoDz1npm0JdMye5wqHs1hSdtV_IoplSsXG6z6M5Q/s1600/A.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="840" data-original-width="1260" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgtjQ5xgfLGRQyM8FX_oGcY_rCtjNXUtgt34JicmoHmThrYudE5NKn956ksW4qUfxIyEnxHZEKiUYMfutj4QbgKbUd7KG11o56XKQcMoDz1npm0JdMye5wqHs1hSdtV_IoplSsXG6z6M5Q/s320/A.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<br />
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pendahuluan</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kota
Seberang Jambi merupakan kawasan yang lekat dengan sejarah Kesultanan Jambi.
Kawasan ini menggambarkan suatu akulturasi budaya yang masih dapat dijumpai
hingga masa sekarang. Pada kurun tertentu berperan dalam perkembangan
Kesultanan Jambi hingga hubungannya dengan keberadaan kolonialisasi Belanda di
Jambi. Keberadaan kesultanan Jambi seiring dengan kedatangan orang-orang Arab
ke wilayah nusantara. Migrasi orang-orang Arab tersebut cenderung disebabkan
oleh situasi politik dan kemanan di dalam negerinya. <span style="background: white; color: black;">Awal kedatangannya dimulai dari kalangan Sayid Alawiyin
(keturunan Nabi Muhammad melalui Fathimah dan Ali bin Abi Thalib). Mereka
sebagian besar menetap dan bermukim di nusantara. Pengaruh angin muson
mengakibatkan mereka cukup kesulitan untuk melakukan perjalanan kembali ke
negerinya karena harus menunggu untuk beberapa lama sambil menunggu angin muson
yang membawanya. Pada masa kemudian setelah berkembangnya kapal bermesin uap
pun tak berbeda kondisinya. Perjalanan dari nusantara ke negerinya memerlukan
biaya mahal dan waktu yang cukup lama. Hal inilah yang menyebabkan mereka
banyak bermukim di nusantara salah satunya di Jambi. </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Peranan mereka di Nusantara khususnya di Jambi
beragam, sebagian berdagang seperti umumnya sejak abad-abad sebelumnya. Bagi
mereka yang menetap juga berperan dalam penyebaran pengetahuan agama Islam
melalui pendirian pendidikan pesantren. </span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Salah
satu bukti yang hingga sekarang masih dapat dijumpai di Kawasan Kota Seberang
Jambi<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>adalah keberadaan beberapa pondok
pesantren besar antara lain Saaddatuddarein, Al Jauharen dan Al Mubarok. <span style="background: white; color: black;">Pada masa kolonial Belanda mereka juga
mempunyai peran sebagai penghubung antara pihak belanda dengan penguasa lokal
(kesultanan) yang didorong oleh kemampuan mereka dalam penguasaan bahasa asing
dan keluasan wawasan serta pengalamannya. Peran yang disebut terakhir dapat
dirasakan di Kawasan Kota Seberang Jambi. Salah satu tokoh dari kelompok Al
Jufri bernama Sayyid Idrus diangkat menjadi pejabat tinggi bergelar Pangeran
Wiro Kusumo terutama dalam bidang manajemen dan administrasi kesultanan Jambi. </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kawasan Kota Seberang Jambi pada masa itu
merupakan pemukiman kelompok Tionghoa, Arab, dan Melayu. Rumah Sayyid Idrus
sendiri menggambarkan suatu akulturasi dari pengaruh Tionghoa, Eropa dan
Melayu. Kelompok orang-orang Arab yang menetap di Kota Seberang Jambi terdiri
dari kelompok Al Jufri, Al Baraqbah, dan Al Habsyi. Mereka mempunyai
peranan-peranan seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Wilayah mereka
umumnya tersebar di kampung-kampung di wilayah Kota Seberang Jambi salah
satunya adalah Tahtul Yaman. Di wilayah ini terdapat suatu kompleks pemakaman
bagi kelompok-kelompok tersebut. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Makam
Tahtulyaman merupakan kompleks pemakaman dari orang-orang arab dan melayu yang
hidup dan tinggal menetap pada masa Kesultanan Jambi. Penelitian terhadap
kompleks makam ini pernah dilakukan oleh Balai Arkeologi Palembang pada tahun
1998. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Berdasarkan laporan penelitian
tersebut diungkapkan bahwa beberapa nisan pada kompleks makam ini menggunakan nisan
dengan Tipe Aceh yang berbahan dasar kayu maupun batu. Pada tahun 2016 <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi melakukan
inventarisasi <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>kompleks makam tersebut.</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Letak dan Lingkungan</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kompleks
makam Tahtulyaman secara administratif terletak di Kelurahan Tahtulyaman,
Kecamatan Pelayangan, Kota Jambi, Provinsi Jambi. Secara geografis terletak
pada 1ᵒ34'29" LS dan 103ᵒ37'10,6" BT. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kompleks
makam terdiri dari kelompok-kelompok makam keluarga dan makam bagi masyarakat
umum. Hal ini terjadi secara turun menurun hingga saat ini. Kompleks makam<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>terletak pada semacam perbukitan kecil yang
di sekelilingnya berupa sungai-sungai yang mengalir ke Sungai Batanghari.
Batas-batasnya adalah sebagai berikut, sebelah Utara berbatasan dengan Parit
Tali Gawe, sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Muara Kuban, sebelah Timur
berbatasan dengan Sekolah Dasar, sebelah Barat berbatasan dengan kebun. Kompleks
makam merupakan pemakaman sejak zaman<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>dahulu yang hingga saat ini masih digunakan. </span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bentuk Makam</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Makam
Tahtulyaman merupakan kompleks pemakaman dari orang-orang arab dan melayu yang
hidup dan tinggal menetap pada masa Kesultanan Jambi. Hasil kegiatan Inventarisasi
Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi mendapatkan adanya 37 nisan. Secara umum
pembagian halaman makam terdiri atas tiga keturunan keluarga yaitu Al Baragbah
(15 buah), Al Jufri (4 buah), dan Al Habsi (18 buah). Kegiatan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>fokus kepada ketiga keluarga yang dimakamkan
di kompleks makam Tahtulyaman.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Berdasarkan
penanggalan yang terdapat pada nisan berinskripsi keluarga Al Baragbah berangka
tahun yang paling tua yaitu tahun 1773 dan 1816 Masehi. Keluarga Al Jufri
menempati periode yang lebih muda yakni 1836 dan 1885 Masehi. Sedangkan untuk
Keluarga Al Habsyi belum ditemukan inskripsi pada nisannya yang menyebutkan
penanggalan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Nisan-nisan
yang terdapat di kompleks makam Tahtulyaman terdiri dari yang berbahan kayu,
batu, dan tanpa nisan. Nisan berbahan kayu mendominasi dengan jumlah terbanyak
yakni 24 buah. Nisan lainnya terbuat dari batu sebanyak 8 buah. Terdapat sebuah
nisan dengan bahan sungkai. Jenis seperti ini apakah dapat dikaitkan dengan
kepercayaan pra Islam maupun tradisi lokal masih diperlukan penelitian lebih
lanjut. Selain ketiga jenis nisan juga terdapat makam tanpa nisan. Hal ini
kaitannya dengan keberadaan makam lama yang kemudian ditinggikan
posisi/keletakannya dan diberikan jirat baru.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Keberadaan
jirat sebagai suatu kesatuan makam seperti yang diungkapkan oleh Profesor Boechari
tidak sepenuhnya dapat diterapkan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>karena
secara keseluruhan diperoleh data masing-masing makam terkait jiratnya sebagai
berikut. Makam dengan jirat lama pada umumnya terbuat dari batu, susunan bata,
dan beberapa bata tersebut diplester. Jirat lainnya merupakan jirat baru yang
dibuat oleh keturunan dari tokoh yang dimakamkan. Beberapa nisan tidak terdapat
jirat, bahkan sebagian telah tertimpa dengan jirat makam baru. Ragam hias pada
jirat hanya ditemui pada sebuah makam yaitu makam No. 25. Ragam hias geometris
pada jirat berupa segitiga (tumpal), persegi empat, dan garis. Ragam hias flora
berupa bunga, daun, dan suluran.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Nisan-nisan
di kompleks makam Tahtulyaman ada yang terdapat inskripsinya dan ada yang polos
tanpa inskripsi. Pada nisan yang terdapat inskripsi pada dasarnya diharapkan
dapat memeberikan informasi terkait tokoh, penanggalan dan lain sebagainya.
Namun dalam kenyataannya nisan yang terdapat inskripsi di kompleks makam Tahtulyaman
hanya ada 9 (sembilan) nisan. Dari sejumlah nisan yang terdapat inskripsi hanya
4 (empat) nisan yang masih dapat dibaca.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Berdasarkan
pembacaan pada keempat inskripsi tersebut diperoleh nama tokoh dan penanggalann
mengenai saat wafatnya tokoh<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dan doa.
Informasi tersebut adalah sebagai berikut:</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-left: 35.45pt; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level2 lfo1; text-align: justify; text-indent: -15.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">a.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Makam
No 7. Makam Sayyid Qosim bin Hussein Baraghbah yang berangka <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>tahun <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>1186
H atau 1773 M.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 35.45pt; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -15.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">b.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Makam
No. 12 Makam Sayyid Syarif Abu Bakar bin Almarhum Sayyid Syarif <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Al Jufri yang berangka tahun 1302 H atau
1885 M.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 35.45pt; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -15.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">c.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Makam
No. 14 Makam Sayyid Syarif Abdurrahman Ibnu Al Habib Husain <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Baraqbah yang berangka tahun 1231 H
atau 1816 M.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 35.45pt; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -15.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">d.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Makam
No. 17 Abu Bakar Bin Hasan Bin Alwi Al Jufri yang berangka tahun 1252 H atau
1836 M.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Selain
berdasarkan sumber inskripsi, informasi mengenai tokoh yang dimakamkan
diperoleh berdasarkan sumber informan yang didukung sumber Manaqib adalah
sebagai berikut.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-left: 35.45pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level2 lfo2; text-align: justify; text-indent: -18.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">a.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Makam
No. 8 yaitu makam Sayyid Hussein Bin Ahmad Baragbah; </span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 35.45pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level2 lfo2; text-align: justify; text-indent: -18.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">b.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Makam
No. 24 yaitu Istri Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Zein Al <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Habsyi; dan</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 35.45pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level2 lfo2; text-align: justify; text-indent: -18.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">c.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Makam
No. 25 yaitu Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Zein Al Habsyi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Melangkah
pada kondisi keberadaan nisan diperoleh data bahwa komponen nisan tidak selalu
lengkap nisan bagian kepala dan nisan bagian kaki. Namun kadangkala dijumpai
nisan bagian kepalanya saja atau nisan bagian kakinya saja. Secara kuantitatif
penjabarannya adalah sebagai berikut.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-left: 35.45pt; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level2 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">a.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Nisan
lengkap yang terdiri dari nisan bagian kepala dan nisan bagian kaki <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>berjumlah 25 buah</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 35.45pt; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level2 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">b.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Nisan
bagian kepala saja berjumlah 5 buah</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 35.45pt; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level2 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">c.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Nisan
bagian kaki saja berjumlah 3 buah</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 35.45pt; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">b.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Makam
tanpa nisan berjumlah 4 buah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Penjelasan
mengenai makam tanpa nisan ini adalah bahwa beberapa makam yang oleh
keturunannya direnovasi dengan membuatkan cungkup dan jirat baru, nisan lama
yang kemungkinan sudah rusak tidak disertakan lagi di atas jirat yang baru.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Struktur
makam yang terdiri dari nisan dan jirat secara utuh hanya sebanyak 2 (dua)
buah, dijumpai pada makam No. 17 dan No. 25. Keduanya berbahan batu, sedangkan
nisan berbahan kayu pada umumnya jiratnya dibuat dengan bentuk dan bahan yang
lebih sederhana. Selebihnya adalah makam yang struktur makamnya tidak lengkap
atau hanya berupa nisan saja. Pendapat Hasan Muarif Ambary (1998: 43) mengenai
tipe makam berjirat dan tidak berjirat sulit untuk sepenuhnya diterapkan sebagai
pendekatan pada kompleks makam Tahtul Yaman. Hal ini disebabkan karena
keletakan jirat beberapa yang sudah dinaikkan dan pembuatan nisan baru. Selain
itu juga karena adanya tumpang tindih dengan makam-makam baru. Temuan nisan
yang hanya ditemukan bagian kepala atau kaki saja juga menjadi kendala dalam
mengidentifikasi jirat suatu makam.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Berdasarkan
bentuknya, struktur nisan lengkap yang terdiri atas bagian mahkota, badan dan
dasar dijumpai dalam jumlah 7 (tujuh) selebihnya pada umumnya hanya dijumpai
pada bagian mahkota dan badan nisan. Struktur nisan yang lengkap umumnya
dijumpai pada makam yang lengkap strukturnya yaitu nisan dan jirat, dan
biasanya terbuat dari batu. Oleh sebab itu pada nisan yang berbahan kayu pada
umumnya telah ditancapkan/dibenamkan lebih dalam ke dalam tanah agar lebih
kuat. Di sisi lain, bagian dasarnya menjadi tidak nampak sehingga tidak dapat
diidentifikasi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada
nisan yang berbahan kayu pada umumnya telah mengalami kerusakan fisik berupa
aus, keropos dan lapuk. Sebagian besar ornamen bagian mahkota telah rusak
sehingga tidak dapat teridentifikasi bentuk dan ragam hiasnya. Beberapa nisan
berbahan kayu oleh keturunan keluarga nya telah diperbaiki dengan perkuatan
sederhana. Pada nisan yang berbahan batu pada umumnya masih relatif utuh.
Kerusakan yang dialami berupa patah pada bagian-bagiannya. Namun secara umum
masih dapat dipadukan kembali. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kompleks
makam Tahtulyaman memiliki beragam variasi tipe nisan. Berdasarkan identifikasi
ciri-ciri nisan dapat disimpulkan bahwa tipe nisannya adalah sebagai berikut.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="mso-list: l1 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -18.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">a.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tipe
Demak Troloyo. </span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ciri tipe Demak Troloyo yang paling sering
dijumpai pada nisan di kompleks makam Tahtulyaman adalah ragam hias
medalion.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Nisan dengan tipe Demak
Troloyo berjumlah 15 buah.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l1 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -18.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">b.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tipe
Aceh. </span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ciri tipe Aceh yang paling sering dijumpai
pada nisan di kompleks makam Tahtul Yaman adalah bentuk dasar, badan, dan
mahkota nisan yang sesuai dengan ciri yang dikemukakan oleh Othman. Bentuk umum
berupa pilar dan pipih. Nisan dengan tipe ini dapat dijumpai pada nisan nomor
24, 25, 27, dan 37 berjumlah 4 buah.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l1 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -18.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">c.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tipe
Melayu. </span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Menurut pendapat Othman, bahwa tipe-tipe
nisan yang tidak memenuhi kriteria tipe Aceh masuk ke dalam kategori tipe
melayu (Yatim, 1988: 163). Nisan dengan tipe ini berjumlah 4 buah.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l1 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -18.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">d.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tipe
lokal. </span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tipe lokal didasarkan pada penggunaan
bahan nisan. Bahan dalam hal ini berupa sungkai, dapat dikaitkan dengan tradisi
lokal berjumlah 1 buah.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="mso-list: l1 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -18.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">e.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tidak
teridentifikasi tipenya berjumlah 13 buah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-536870145 1107305727 0 0 415 0;}
@font-face
{font-family:Calibri;
panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:swiss;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-536859905 -1073732485 9 0 511 0;}
@font-face
{font-family:Cambria;
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-536870145 1073743103 0 0 415 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
line-height:150%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri",sans-serif;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;
mso-ansi-language:EN-US;}
p.MsoFooter, li.MsoFooter, div.MsoFooter
{mso-style-priority:99;
mso-style-link:"Footer Char";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
tab-stops:center 234.0pt right 468.0pt;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri",sans-serif;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;
mso-ansi-language:EN-US;}
p.MsoListParagraph, li.MsoListParagraph, div.MsoListParagraph
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:0cm;
margin-left:36.0pt;
margin-bottom:.0001pt;
mso-add-space:auto;
line-height:150%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Cambria",serif;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;}
p.MsoListParagraphCxSpFirst, li.MsoListParagraphCxSpFirst, div.MsoListParagraphCxSpFirst
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:0cm;
margin-left:36.0pt;
margin-bottom:.0001pt;
mso-add-space:auto;
line-height:150%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Cambria",serif;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;}
p.MsoListParagraphCxSpMiddle, li.MsoListParagraphCxSpMiddle, div.MsoListParagraphCxSpMiddle
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:0cm;
margin-left:36.0pt;
margin-bottom:.0001pt;
mso-add-space:auto;
line-height:150%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Cambria",serif;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;}
p.MsoListParagraphCxSpLast, li.MsoListParagraphCxSpLast, div.MsoListParagraphCxSpLast
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:0cm;
margin-left:36.0pt;
margin-bottom:.0001pt;
mso-add-space:auto;
line-height:150%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Cambria",serif;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;}
span.FooterChar
{mso-style-name:"Footer Char";
mso-style-priority:99;
mso-style-unhide:no;
mso-style-locked:yes;
mso-style-link:Footer;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-size:11.0pt;
mso-ansi-font-size:11.0pt;
mso-bidi-font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri",sans-serif;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;
mso-ansi-language:EN-US;}
.MsoPapDefault
{mso-style-type:export-only;
line-height:150%;}
@page WordSection1
{size:21.0cm 841.95pt;
margin:90.7pt 72.0pt 72.0pt 3.0cm;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.WordSection1
{page:WordSection1;}
/* List Definitions */
@list l0
{mso-list-id:898394372;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:992542380 67698713 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l0:level1
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level2
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level3
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l0:level4
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level5
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level6
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l0:level7
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level8
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level9
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l1
{mso-list-id:1058018160;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-1482130438 67698713 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l1:level1
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level2
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level3
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l1:level4
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level5
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level6
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l1:level7
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level8
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level9
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l2
{mso-list-id:1847747044;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:1971328032 67698713 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l2:level1
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l2:level2
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l2:level3
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l2:level4
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l2:level5
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l2:level6
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l2:level7
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l2:level8
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l2:level9
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l3
{mso-list-id:1922566683;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-1697357234 67698713 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l3:level1
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l3:level2
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l3:level3
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l3:level4
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l3:level5
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l3:level6
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l3:level7
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l3:level8
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l3:level9
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
ol
{margin-bottom:0cm;}
ul
{margin-bottom:0cm;}
</style>
-->JELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999212122464881924.post-76537419406632170842019-04-10T12:09:00.004+07:002019-07-11T10:16:21.606+07:00POTENSI WISATA PULAU BERHALA<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhiaeMDNXhrtWDRplFCvqs-2x3Qc_r5YTf8x9k63YkkdaDfhIwuLdikXBzYV1PfHRLymlPQWilq2ENjye4NpbFttEL24HDC1yaJqQlbVGlbsMcxoTtw2EOFg2GKcasXbTrmLc3Y9LzPt_0/s1600/CIMG7314.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1067" data-original-width="1600" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhiaeMDNXhrtWDRplFCvqs-2x3Qc_r5YTf8x9k63YkkdaDfhIwuLdikXBzYV1PfHRLymlPQWilq2ENjye4NpbFttEL24HDC1yaJqQlbVGlbsMcxoTtw2EOFg2GKcasXbTrmLc3Y9LzPt_0/s320/CIMG7314.JPG" width="320" /></a></div>
<br />
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US">Pendahuluan</span></b><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Pulau Berhala yang berjarak 12 mil laut </span><span lang="EN-US">dari Provinsi Jambi</span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: IN;"> </span><span lang="EN-US">menyimpan </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>peninggalan purbakala</span><span lang="EN-US"> berupa </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Makam
Datuk Paduko Berhalo</span><span lang="EN-US"> dan peninggalan tantara Jepang di
Masa Perang Dunia II. </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Datuk Paduko Berhalo adalah gelar yang diberikan
kepada orang Turki yang bernama Ahmad Barus II. Ahmad Barus II dipercaya
bermukim dan dimakamkan di Pulau Berhala. Beliau mendapatkan putri setempat
yang bernama Putri Selaras Pinang Masak yang tinggal di Ujung Jabung menjadi
istrinya. Selanjutnya dari pernikahan mereka lahirlah Orang Kayo Hitam yang
menurunkan sultan-sultan di Jambi. Para keturunan Orang Kayo Hitam ini tidak
menetap di Pulau Berhala melainkan memasuki pedalaman Jambi melalui Sungai
Batanghari. Istana mereka yang berada di Tanah Pilih (Kota Jambi) masih berdiri
sampai Belanda mengbumi hanguskannya pada masa Sultan Thaha Syaifuddin.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Peninggalan Tentara Jepang</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"> berupa sepucuk meriam</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">terletak di atas bukit dengan posisi tergeletak di
atas tanah dikarenakan adanya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pencurian
di bagian landasan meriam yang berfungsi untuk memutar meriam ke berbagai arah.
Selain itu bagian badannya juga telah di gergaji namun tidak berhasil dan hanya
meninggalkan bekas gergajiannya. Meriam tersebut merupakan </span><span lang="EN-US">alat</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"> pertahanan </span><span lang="EN-US">tantara </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Jepang </span><span lang="EN-US">yang </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">mengawasi
kapal</span><span lang="EN-US">-kapa</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"> yang melintasi Selat Berhala. Meriam berukuran panjang 5 meter dengan luas
penampang pada bagian bawahnya 30 cm sedangkan bagian ujungnya 17 cm. Selain
itu juga terdapat bekas tungku untuk memasak yang terletak disisi timur Pulau Berhala.
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Pulau Berhala bagaikan mutiara yang terpendam di </span><span lang="EN-US">Pantai Timur Sumatera</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">. Potensi alamnya menunggu sentuhan untuk dikembangkan menjadi objek wisata
yang menarik. Lingkungan Pulau Berhala dan pulau-pulau kecil disekitarnya
menyimpan potensi yang dapat dikembangkan menjadi obyek wisata bahari, wisata
ziarah, dan wisata budaya. Pengembangan wisata di Pulau Berhala hendaknya
dilakukan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dengan tidak melupakan
kelestariannya, baik kelestarian alam, laut, maupun budayanya. Oleh karena itu
langkah awal yang perlu dilakukan dalam pengembangan Pulau Berhala menjadi
obyek wisata adalah menyusun perencanaan yang benar-benar akurat. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US">Lokasi </span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Pulau Berhala</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Pulau Berhala secara geografis terletak pada
koordinat 0<sup>O</sup>50’15” Lintang Selatan dan 104<sup>O</sup>24’59” Bujur
Timur. Lokasinya yang dekat dengan garis khatulistiwa menyebabkan beriklim
tropis dengan curah hujan sedang.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Pada
masa lalu pulau ini dikalangan para pelaut<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>dikenal sebagai Pulau Dakjal, Pulau Bratail, Pulau Bertayil atau Pulau
Afgorl (Belanda), Pulau Birella (Tome Pires), Pulau Verrela (Portugis). Bahkan
ada yang menyebut sebagai Pulau Hantu.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Pulau Berhala dapat ditempuh langsung selama lebih
kurang 11 sampai 12 jam menggunakan kapal motor yang berangkat dari Pelabuhan
Angsoduo Kota Jambi. Perjalanannya memang cukup lama, tetapi kita tidak perlu
susah-susah untuk berpindah kapal atau perahu. Sedangkan dengan menggunakan
speedboat dapat ditempuh lebih kurang 4 jam. Alternatif lainnya adalah melalui
jalan darat dari Kota Jambi ke Suakkandis dengan waktu tempuh sekitar 1-1,5 jam
kemudian dilanjutkan dengan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">speedboat</i>
ke Nipahpanjang selama 1 jam. Selanjutnya dari Nipahpanjang menyewa kapal motor
langsung ke muara atau melalui Desa Sungai Itik dengan lama perjalanan sekitar
1,5 jam.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Kedua jalur tersebut sangat
dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Apabila daerah muara dalam kondisi
surut, maka kapal akan melalui Desa Sungai Itik untuk dapat menuju laut. Pada
saat keluar dari muara, Pulau Berhala sudah tampak dalam pandangan mata.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Pulau<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Berhala merupakan gugusan pulau yang terhampar di sebelah Timur Pulau
Sumatera. Pulau pulau tersebut seakan-akan mengawal Pulau Berhala dari arah
Selatan dan Timur. Pulau-pulau itu adalah Pulau Laya, Pulau Mercusuar, Pulau
Penyu, dan Pulau Telor. Selain itu terdapat rangkaian gugusan batu-batu,
diantaranya dua buah terletak di dekat Pulau Laya, satu buah di dekat Pulau
Mercusuar, dan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>satu buah lainnya
terletak di dekat Pulau Telor. Pulau Berhala dan sekitarnya dikelilingi oleh
laut yang berwarna hijau. Hal ini cukup mengherankan karena umumnya laut akan
berwarna biru. Warna hijau ini jelas terlihat pada saat kita melakukan
dokumentasi di dalam air. Dengan demikian berdasarkan warnanya tersebut maka
cocok disebut <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Green Sea</i>. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Pulau berhala merupakan pulau yang terbesar dan
terluas. Pulau ini berbentuk bukit dengan ketinggian 200 meter. Pohon-pohon
yang tumbuh dengan lebatnya memberikan nuansa hijau di sekeliling pulau.
Pantainya berpasir putih dengan batu-batu besar dan kecil di sekitarnya. Pasir
putih ini berasal dari pecahan batuan kuarsa dan bukan dari pecahan terumbu
karang.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Di lokasi pantai sebelah selatan
terdapat <i style="mso-bidi-font-style: normal;">homestay</i> (rumah tinggal)
yang dibangun oleh Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Propinsi Jambi. Terdapat dua
dermaga, dermaga sebelah timur dibangun oleh Pemerintah Propinsi Riau dan dalam
keadaan rusak. Sedang dermaga yang disebelah Barat<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dibangun<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>oleh Pemerintah Propinsi Jambi dan dalam keadaan terpelihara baik.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Pantai di sisi utara dan barat kosong tidak
berpenghuni. Hal ini mungkin dapat dikaitkan dengan lokasi kedua tempat
tersebut yang langsung menghadap ke laut lepas atau<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tidak ada pulau di depannya sehingga tidak
ada penghalang dari terjangan angin dan ombak besar. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Pulau Laya berada tepat di depan/selatan Pulau
Berhala. Antara Pulau Berhala dan Pulau Laya dibatasi oleh laut yang cukup
dalam dengan arus air lautnya yang cukup kuat. Pulau Laya merupakan pulau yang
hijau oleh pepohonan di bagian atasnya, sedangkan bagian pantainya berupa pasir
putih dan <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>berbatu. Pulau ini kosong
tidak berpenghuni.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Pulau Mercusuar merupakan pulau yang berbatu
berukuran besar. Letaknya di sebelah barat daya Pulau Laya atau disebelah barat
daya Pulau Berhala. Pada bagian atasnya tumbuh sejumlah pohon kelapa. Di pulau
ini terdapat menara mercusuar dengan konstruksi besi dan rumah jaga. Mercusuar
ini berfungsi sebagai pemandu lalulintas kapal yang melintasi Pulau Berhala,
karena memang cukup ramai dilewati kapal-kapal yang menuju Selat Malaka.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Pulau Telor disebut juga dengan Pulau Penyu atau
Pulau Sisik. Letaknya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>di sebelah Timur
laut Pulau Berhala. Lokasi pulau tidak sedekat antara Pulau Berhala dan Pulau
Laya.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Pulau ini merupakan tempat
bertelurnya Penyu Sisik dan Penyu Hijau.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Pada waktu-waktu tertentu penyu ini dapat terlihat di pasir putih.
Pemandangan pantai yang terletak di sisi barat cukup indah karena di kelilingi
oleh batuan sehingga berbentuk seperti laguna. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Pulau Berhala merupakan pulau yang paling besar
diantara pulau pulau yang ada disekitarnya dan satu satunya pulau yang
berpenghuni. Pulau Berhala ini dihuni oleh 39 KK yang menempati sisi selatan
dan timur. Penduduk sisi selatan antara lain menempati <i style="mso-bidi-font-style: normal;">homestay</i> (rumah tinggal) yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten
Tanjung Jabung Timur, sedangkan penduduk di sisi timur menempati perkampungan
nelayan.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Jumlah homestay sebanyak 13
buah dengan rincian 8 buah telah dihuni dan 5 buah dikosong yang berfungsi
sebagai tempat menginap<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pejabat/tamu<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pada<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>saat berkunjung ke Pulau<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Berhala. Bangunan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>lainnya adalah
satu buah pendopo dan tiga buah pondok. Pendopo berupa bangunan dengan tiga
sisinya tidak berdinding berkapasitas sekitar 100 orang. Pondok-pondok di buat
terpisah bahkan salah satunya berada di atas bukit batu sebelah barat pulau. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Pemandangan<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>dari<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pondok pondok<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>ini<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>cukup indah dengan pemandangan ke laut lepas. Hilir mudiknya kapal yang
melintasi Pulau Berhala menuju Selat Malaka terlihat dari sini. Apalagi
pemandangan saat <i style="mso-bidi-font-style: normal;">sunrise</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">sunset</i> yang tampak secara utuh
memberikan pemandangan cakrawala kemerahan yang indah. Jalan setapak yang
menghubungkan dermaga, homestay, dan pondok pandang telah terhubung dengan
jalan setapak dari konblok. Penerangannya menggunakan diesel yang berfungsi
juga untuk menyedot air tawar yang berada di atas bukit. Sumur-sumur milik
masyarakat sekalipun jaraknya tidak jauh dari pantai, tetapi airnya tawar. Di
pulau ini juga terdapat dua buah warung untuk melayani kebutuhan makan dan
minum, Kantor Pengawas, Babinsa, dan Sekolah Dasar. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Potensi Bawah Air </span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Pulau Berhala </span><span lang="EN-US">mempunyai </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">pantai berpasir putih</span><span lang="EN-US">. </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Berdasarkan analisa<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>butiran pasir putih tersebut maka dapat
dijelaskan bahwa pasir tersebut bukan disebabkan oleh jenis Ikan Kakaktua yang<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>biasa menghasilkan pasir melalui kotorannya. Ikan
Kakaktua ini ditemukan sedikit di laut sekitar Pulau Berhala. Sedangkan ikan lain
yang biasa membuat banyak pasir, yaitu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">bumper
headfiru fish</i> tidak ditemukan.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Satu
hal lagi bahwa terumbu karang yang menjadi makanan mereka juga tidak banyak
tumbuh di sekitar pulau yang disebabkan karena kondisi laut yang keruh sehingga
kekurangan sinar. Tanda-tanda lainnya adalah di daerah pasang surut terlihat <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>gersang karena tidak adanya rumput laut yang
menunjukkan kurangnya mineral. Pada daerah tersebut juga dijumpai tanaman yang
tertutup oleh lumpur yang menyebabkan tanaman tidak sehat. Tanaman yang sehat
akan berwarna coklat cerah.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Dengan
demikian, pasir<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>putih yang terdapat di
Pulau Berhala berasal dari pecahan batu-batu yang berubah menjadi pasir akibat
hantaman ombak dalam kurun waktu yang cukup lama. Butiran-butiran pasirannya
berjenis kuarsa, sejenis dengan batuan yang terdapat di Pulau Berhala dan
pulau-pulau disekitarnya. Hal tersebut menjadi indikator tidak akan dijumpainya
terumbu karang yang baik sebagai tempat menetap berbagai jenis ikan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 4.5pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Penyelaman yang dilakukan di perairan Pulau Berhala </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">menunjukkan kekeruhan air yang tinggi
sehingga jarak pandang sangat dekat. Pada empat </span><span lang="EN-US">titik
penyelaman </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">tidak banyak
terumbu karang atau ikan yang dapat dilihat, sedangkan satu lokasi lagi
merupakan tempat yang cukup menarik bagi penggemar diving. Di lokasi tersebut
tumbuh dengan banyaknya akar bahar (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">gorgonean</i>)
sehingga layak disebut <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Gorgonean Garden</i>.
Ikan-ikan pun banyak terlihat. Berikut uraian hasil penyelaman yang telah
dilakukan di Pulau berhala dan sekitarnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">1. </span><span lang="EN-US">S</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">ebelah </span><span lang="EN-US">U</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">tara Pulau Telor</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Lokasi ini dipilih karena tampak
adanya permukaan yang agak cerah di sebelah Utara Pulau Telor. Penyelaman
dilakukan tidak jauh dari pantai. Gelombang laut cukup kuat mengguncang kapal. Penyelaman
dilakukan oleh 4 orang sampai kedalaman 18 meter selama 10 menit. Jarak pandang
tidak lebih dari 1 meter. Kehidupan laut yang menjadi tujuan penyelaman tidak
terdapat terlihat sama sekali. Kondisi permukaan menunjukkan adanya kelebihan
plankton yang menandakan daerah berair keruh. Airnya berwarna kehijau-hijauan dan
bukan biru yang menandakan permukaan air yang bening. Air yang berwarna biru
menjadi indikator bawah air yang kaya dengan karang dan ikan.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">2. </span><span lang="EN-US">S</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">ebelah </span><span lang="EN-US">B</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">arat Pulau berhala.</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Kapal diarahkan untuk mendekat
ke pantai sampai dasar laut terlihat dan kemudian berhenti. Penyelaman
dilakukan oleh 2 orang dengan kedalaman 8 meter dengan jarak pandang sekitar 2
meter. Pada bagian dasar laut komposisinya lumpur berpasir. Lumpur berpasir ini
sangat besar menimbulkan keruhnya air. Di lokasi ini terlihat berbagai jenis
akar bahar (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">gorgonean</i>), hard koral,
soft koral, dan sponge. Jenis hard koral antara lain muntifora, aksofora, dan
jamur. Jenis ikan yang dijumpai adalah marine fish, ikan pari (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">bluespotted stingray</i>),<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>butterfly fish, <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>kwawa (bhs. Bali), yaitu sejenis tumbuhan laut
berwarna putih memanjang yang oleh masyarakat Bali dipercaya dapat
menghindarkan black magic. Selama 30 menit penyelaman dilakukan tidak ada arus.
Pada kedalaman lebih dari 8 meter hanya terdapat lumpur berpasir.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 4.5pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">3. </span><span lang="EN-US">S</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">ebelah utara Pulau Laya</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Penyelaman dilakukan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>sampai kedalaman 28 meter selama 27
menit.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Pada kedalaman tersebut belum
mencapai dasar. Tempat penyelaman berupa <i style="mso-bidi-font-style: normal;">drop</i>
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">zone</i> atau tebing dengan kemiringan
sekitar 30 derajat. Jarak pandang kurang bagus hanya berjarak 3 meter karena
kondisi air yang keruh. Dijumpai ikan berjenis<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>marine life fish, sedangkan jenis koralnya adalah hard koral, soft
koral, gorgonean.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">4. </span><span lang="EN-US">S</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">ebelah timur </span><span lang="EN-US">B</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">atu </span><span lang="EN-US">E</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">mpat </span><span lang="EN-US">L</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">ima</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Lokasi ini merupakan lokasi
yang paling bagus dibanding dengan lokasi-lokasi lainnya dan dapat
direkomendasikan untuk penyelam tingkat pemula<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>maupun yang berpengalaman.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Di lokasi
ditemukan berbagai jenis akar bahar yang tumbuh sampai ketinggian 2 – 3 meter
sehingga layak disebut kebun akar bahar (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Gorgonean
Garden</i>). Akar bahar beraneka ragam berukuran besar dan kecil dengan warna
yang beragam antara lain putih, merah, hitam, hijau, oranye, coklat, dan
abu-abu di daerah yang cukup luas. Temuan lainnya sama dengan ditempat lain
seperti hard koral dan soft koral.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Daerahnya di kedalaman 5 sd. 14 meter. Tumbuhan tersebut semakin dalam
semakin<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>lebat. Pada sebelah selatan
terdapat <i style="mso-bidi-font-style: normal;">drop of</i>. Waktu penyelaman 30
menit dengan jarak pandang 10 meter. Ikan yang terlihat adalah angel fish, ikan
kembung, giant grouper, butterfly fish, stingray, dan clone fish. Komposisi
dasarnya lebih banyak pasir daripada lumpur. Hal tersebut yang menyebabkan
airnya lebih bening. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">5. </span><span lang="EN-US">S</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">ebelah </span><span lang="EN-US">S</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">elatan Batu Layar</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Penyelaman di kedalaman 8
meter selama 20 menit. Direkomendasikan untuk penyelaman pemula dan cocok untuk
snorkling. Ikan terlihat pada kedalaman 5 sd. 8 meter. Terumbu karangnya sama
dengan di lokasi lainnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Arahan Pengembangan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: -54.0pt; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Pulau Berhala secara tampakan fisik
mempunyai daya tarik yang cukup tinggi untuk dikembangkan di sektor pariwisata
dan kegiatan lainnya yang bersifat kelautan sesuai dengan kriteria pulau-pulau
kecil.</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Lingkungan
Pulau Berhala dengan karakteristik pesisir memiliki kondisi fisik pantai
berpasir dan berbatu, iklim laut, pasang surut, ombak dan arus, kondisi
batimetri, terumbu karang, (intertidal coral reef dan karang tengah), yang
merupakan vegetasi khas pulau kecil. Kondisi fisik yang demikian merupakan
potensi yang dapat dikembangkan agar dapat memberikan manfaat bagi masyarakat
dan pemerintah disamping yang terpenting adalah menjaga kelestariannya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Pengembangan Pulau Berhala sebagai tempat wisata
menjadi penting </span><span lang="EN-US">n</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">amun di dalam pengembangannya perlu dilakukan secara cermat dan penuh
perhitungan karena pulau kecil mempunyai kerentanan yang tinggi dan
kendala-kendala yang harus diperhatikan antara lain relatif jauh dari pulau
induknya, sehingga penyediaan sarana dan prasarana menjadi mahal, adanya
keterbatasan air tawar, serta rentan terhadap perubahan lingkungan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 4.5pt; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Pengembangan Pulau berhala
sangat ditentukan oleh berbagai aspek dari potensi yang dimilikinya. Pulau
Berhala yang merupakan pulau yang paling besar diantara pulau-pulau lainnya
dikembangkan untuk wisata dengan fasilitas-fasilitas pendukungnya, sedangkan
pulau-pulau lain agar tetap dipertahankan sebagai pulau yang tidak berpenghuni.
Pembangunan yang dilakukan di Pulau Telor dan Laya hanya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>berupa pondok istirahat dan dermaga saja.
Pondok-pondok digunakan untuk santai dan beristirahat bagi pengunjung yang
datang ke pulau. Dermaga digunakan untuk merapatkan perahu atau beraktivitas di
atasnya misalnya memancing. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Pulau Telor atau Pulau Penyu perlu segera
dijadikan daerah konservasi mengingat adanya genangan air semacam laguna yang
diperkirakan memiliki arti penting bagi kehidupan beberapa spesies tertentu.
Pulau Telor mempunyai keistimewaan, yaitu menjadi tempat bertelurnya penyu,
sedang pantai di pulau lainnya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>hanya
sekali-kali saja digunakan penyu untuk meyimpan telurnya. Telur penyu tersebut
umumnya diambil oleh masyarakat baik untuk dimanfaatkan sendiri maupun
diperdagangkan. Kelestarian penyu ini penting guna untuk menjaga ekosistem
sekaligus menambah daya tarik wisata. Dengan pengelolaan yang<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>benar kelestarian penyu dapat terjaga dan
pelepasan tukik tukik (anak penyu) ke laut merupakan atraksi yang cukup langka
dan dapat dijadikan obyek wisata yang menarik. Kegiatan wisata di atas sering
dilakukan di Bali dan daerah-daerah lainnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Zona laut dalam radius sekitar 200 meter dari
bibir pantai juga perlu ditetapkan sebagai wilayah konservasi terbatas, karena
pada zona tersebut terdapat terumbu karang yang masih dalam kondisi baik.
Sementara di bagian lebih dangkal hampir seluruh terumbu karang telah
mati.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Kegiatan-kegiatan yang merusak
wilayah perairan Pulau Berhala hendaknya segera dihentikan.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Kerusakan terumbu karang menyebabkan wisata <i style="mso-bidi-font-style: normal;">diving </i>(penyelaman) dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">snorkling</i><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>akan menjadi tidak menarik. Tumbuhan dan ikan
sedikit dengan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>kondisi air keruh
sehingga jarak pandang sangat dekat. Sementara ini baru terdapat satu lokasi
yang cukup menarik untuk dilakukan kegiatan di atas, yaitu di sebelah timur
batu empat lima. Di lokasi tersebut dijumpai<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>banyak tumbuhan akar bahar (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">gorgonean</i>)
yang berukuran besar dan tinggi seta berwarna warni, sehingga menjadi tempat
tinggal berbagai jenis ikan.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Kedalamannya antara 8 sampai dengan 15 meter. Lokasi itu layak disebut
sebagai <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Gorgonean Garden </i>(kebun akar
bahar).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Jenis wisata yang dikembangkan di Pulau Berhala
adalah wisata bahari, yang merupakan perpaduan antara wisata pantai, laut,
dan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>bawah laut. Wisata bahari dibedakan
menjadi kegiatan bahari di pesisir pantai, di atas air, dan di bawah air.
Kegiatan bahari di pesisir pantai berupa rekreasi air/leisure, camping,
tracking, hiking, dan swimming. Kegiatan bahari di atas air berupa jetski,
fishing, boating, dan sailing. Sedangkan kgiatan bahari di bawah air berupa
diving dan snorkling.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Keberadaan makam Paduka Datok Berhalo mempunyai
arti penting bagi masyarakat Jambi, sehingga dapat juga dikembangkan wisata
ziarah sebagaimana yang sudah lebih dahulu dikembangkan ditempat lain. Di Jawa,
makam Para Wali merupakan tempat wisata ziarah yang cukup banyak pengunjungnya
sehingga menjadi aset pemasukan PAD. Demikian pula adanya benda cagar budaya
peninggalan Jepang semasa </span><span lang="EN-US">P</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">erang </span><span lang="EN-US">D</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">unia ke II, jika telah tertata dengan baik
merupakan obyek pendukung wisata di Pulau Berhala. Obyek-obyek tersebut dapat
dikunjungi sambil melakukan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">hiking</i>
dengan menikmati pemandangan yang indah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<br /></div>
<style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-536870145 1107305727 0 0 415 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;}
p.MsoFooter, li.MsoFooter, div.MsoFooter
{mso-style-unhide:no;
mso-style-link:"Footer Char";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
tab-stops:center 216.0pt right 432.0pt;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;}
span.FooterChar
{mso-style-name:"Footer Char";
mso-style-unhide:no;
mso-style-locked:yes;
mso-style-link:Footer;
mso-ansi-font-size:12.0pt;
mso-bidi-font-size:12.0pt;
mso-ansi-language:EN-US;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-size:10.0pt;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
mso-bidi-font-size:10.0pt;}
@page WordSection1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:57.6pt 57.6pt 57.6pt 86.4pt;
mso-header-margin:72.0pt;
mso-footer-margin:72.0pt;
mso-page-numbers:roman-lower;
mso-paper-source:0;}
div.WordSection1
{page:WordSection1;}
</style>
-->JELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999212122464881924.post-43189609958919359372019-04-10T10:55:00.000+07:002019-07-11T10:16:31.149+07:00PULAU BERHALA DAN TINGGALAN SEJARAHNYA <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjR0oJ4Bk7ObRIA5AjbQIEqTr9xdgJhyphenhypheny6BE7AF0_Mn5cbfkGxqS7EFWQX9bGJuOMFwOanLQpj5_tIFYFKwCMynRSA7-_fCikzoRwH8XQmlKSdD0wT0GHI9BRO7aYTjV8nQ78MaAYYxpXc/s1600/DSCN5394.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjR0oJ4Bk7ObRIA5AjbQIEqTr9xdgJhyphenhypheny6BE7AF0_Mn5cbfkGxqS7EFWQX9bGJuOMFwOanLQpj5_tIFYFKwCMynRSA7-_fCikzoRwH8XQmlKSdD0wT0GHI9BRO7aYTjV8nQ78MaAYYxpXc/s320/DSCN5394.JPG" width="320" /></a></div>
<br />
<b><span lang="EN-GB">Pendahuluan</span></b><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Di Pulau Berhala terdapat peninggalan arkeologis
yang berupa makam Datuk Paduko Berhala dan peninggalan tentara Jepang. Datuk
Paduko Berhalo adalah gelar yang diberikan kepada orang Turki yang bernama
Ahmad Barus II. Ahmad Barus II dipercaya bermukim dan dimakamkan di Pulau
Berhala. Beliau menikahi seorang wanita bernama Putri Selaras Pinang
Masak yang tinggal di Ujung Jabung menjadi istrinya. Selanjutnya dari
pernikahan mereka lahirlah Orang Kayo Hitam yang menurunkan sultan-sultan di
Jambi. Para keturunan Orang Kayo Hitam ini tidak menetap di Pulau Berhala
melainkan memasuki pedalaman Jambi melalui Sungai Batanghari. Istana mereka
yang berada di Tanah Pilih (Kota Jambi) masih berdiri sampai Belanda membumihanguskannya
di masa Sultan Thaha Syaifuddin.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Peninggalan Jepang </span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">yang telah ditemukan </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">berupa sepucuk meriam, gua, tungku, dan keramik.
Meriam letaknya di atas bukit. Di lokasi itu dapat terlihat pemandangan laut
lepas. Kondisi meriam tergeletak di atas tanah dikarenakan adanya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pencurian di<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>bagian landasan meriam yang berfungsi untuk memutar meriam ke berbagai
arah. Selain itu pada bagian badannya juga telah di gergaji namun tidak
berhasil dan hanya meninggalkan bekas gergajiannya. Ukuran meriam mempunyai panjang
5 meter, <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>luas penampang pada bagian
bawahnya 30 cm, dan bagian ujungnya 17 cm. Tentara Jepang yang bertugas di
Pulau Berhala </span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">tidak
diketahui jumlahnya.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Kegiatan memasak mereka menggunakan tungku</span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">.</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"> Tungku memiliki tiga lubang sebagai tempat </span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">keluar dan </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">menghidupkan apinya. Bahannya terbuat dari batako
dan semen membentuk huruf T. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Kondisi peninggalan akeologis di Pulau Berhala sangat
memprihatinkan. Padahal merupakan bukti penting di dalam perjalanan sejarah
bangsa Indonesia. Bukti kemenangan dan kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II
di Indonesia</span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">. </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Peristiwa itu dapat dijadikan pelajaran
bagi generasi yang akan datang. Agar suasana kejadian itu tetap diingat, maka
perlu diupayakan pelestariannya. Upaya pelestarian itu juga diharapkan nantinya
akan bermanfaat untuk menambah khasanah wisata di<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Pulau Berhala.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoBodyTextIndent2" style="line-height: 150%;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="mso-spacerun: yes;">
</span><span style="mso-tab-count: 1;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Letak dan Lingkungan</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Pulau Berhala terletak di sebelah timur Propinsi
Jambi dibatasi oleh Selat Berhala. Secara geografis berada pada koordinat 0<sup>O</sup>50’15”
Lintang Selatan dan 104<sup>O</sup>24’59” Bujur Timur. Lokasinya yang dekat
dengan garis khatulistiwa menyebabkan beriklim tropis dengan curah hujan
sedang.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Pada masa lalu pulau ini
dikalangan para pelaut Arab dikenal sebagai Pulau Dakjal, Pulau Bratail, Pulau
Bertayil atau Pulau Afgorl (Belanda), Pulau Birella (Tome Pires), Pulau Verrela
(Portugis). Bahakan ada yang menyebut sebagai Pulau Hantu.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Pulau Berhala dapat ditempuh selama 12 jam
menggunakan kapal motor yang berangkat dari Pelabuhan Angsoduo Kota Jambi.
Perjalanannya memang cukup lama, tetapi kita tidak perlu susah-susah untuk
berpindah kapal atau perahu. Alternatif lainnya adalah melalui jalan darat ke
Suakkandis dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam kemudian dilanjutkan dengan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">speedboat</i> ke Nipahpanjang selama 1 jam.
Selanjutnya dari Nipahpanjang menyewa kapal motor langsung ke muara atau
melalui Desa Sungai Itik dengan lama<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>perjalanan sekitar 1,5 jam.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Kedua
jalur tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Apabila daerah
muara dalam kondisi surut, maka kapal akan melalui Desa Sungai Itik untuk dapat
menuju laut. Pulau Berhala akan mulai tampak dari muara di Desa Sungai Itik.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Pulau<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Berhala merupakan gugusan pulau yang terhampar di sebelah Timur Pulau
Sumatera. Di sekitar Pulau Berhala terdapat tiga pulau dan empat buah rangkaian
batu-batu yang bagaikan muncul dari dalam laut. Ketiga pulau dan batu-batu itu
seakan-akan mengawal Pulau Berhala dari arah Selatan dan Timur. Pulau-pulau itu
adalah Pulau Layak, Pulau Mercusuar, dan Pulau Telor. Rangkaian batu-batu
diantaranya dua buah terletak di dekat Pulau Laya, satu buah di dekat Pulau
Mercusuar, dan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>satu buah lainnya
terletak di dekat Pulau Telor. Pulau Berhala dan sekitarnya dikelilingi oleh
laut yang berwarna hijau. Hal ini cukup mengherankan karena umumnya laut akan
berwarna biru. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Kepurbakalaan </span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Pulau Berhala yang berjarak 12 mil laut akan
nampak pada saat kita keluar dari muara di Desa Sungai Itik, Kabupaten Tanjung
Jabung Timur, Propinsi Jambi. Letaknya strategis karena merupakan lintasan
kapal untuk<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>keluar masuk dari dan ke
Jambi atau dari Laut Jawa ke Selat Malaka.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Keberadaan kepurbakalaan di Pulau Berhala yang berupa makam Datuk Paduko
Berhala dan Peninggalan Jepang <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>di Masa
Perang Dunia II terkait<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dengan hal
tersebut. Datuk Paduka Berhala dalam perjalanannya dari Turki melalui lautan tiba di Pulau Berhala. Bertemu dengan putri setempat dan mempunyai keturunan yang menjadi sultan-sultan di Jambi. Tentara
Jepang ditempatkan di Pulau Berhala dalam rangka mengawasi<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>kapal musuh yang menuju Jambi atau daerah
lain di sebelah Selatan, antara lain Sumatera bagian Selatan dan Pulau Jawa.
Mereka diperkuat oleh meriam besar yang ditempatkan di puncak bukit.</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"> Hasil pengumpulan data terhadap kepurbakalaan di
Pulau Berhala sebagai berikut</span>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="mso-list: Ignore;">1.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Makam Datuk Paduka Berhala</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Makam Datuk Paduka Berhala terletak di lereng
bukit yang berada di sebelah Selatan Bukit Meriam. Lokasi bukit ini terletak di
sisi Timur Pulau Berhala atau sekarang dibelakang perumahan yang dibangun oleh
Pemda Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Bukit tersebut tidak terlalu tinggi
dibandingkan dengan Bukit Meriam. Untuk menuju makam harus melalui anak tangga
yang berjumlah 70 buah. Daerah sekitar makam banyak tumbuh pohon kelapa. Pada
sisi Selatan dibatasi oleh batu besar yang berjarak 4,5 meter, sisi Barat
dibatasi oleh tanah tinggi, sisi Utara dibatasi oleh jurang, dan sisi Timur
dibatasi oleh lereng. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Makam Datuk Paduka Berhala berada di dalam
bangunan pelindung berukuran 4,7 x 6,02 meter. bangunan terbuat dari kayu<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dan atap dari seng dengan tiang-tiang
berjumlah<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>buah.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Permukaan tanahnya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>rata karena dibuat talud di sisi Timur.
Lantainya diberi keramik berwarna hijau berukuran 20 x 20 cm. Keramik tersebut
juga dipakai sebagai jirat makam yang berukuran 1,24 x 3,10 meter. Di bagian
tengah makam terdapat tiga buah batu yang diperkirakan lama. Sedangkan nisan
makam tampak baru.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Makam terletak di
lereng bukit yang berada di sebelah Selatan Bukit Meriam. Lokasi bukit ini
terletak di sisi Timur Pulau Berhala atau sekarang dibelakang perumahan yang
dibangun oleh Pemda Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Bukit tersebut tidak
terlalu tinggi dibandingkan dengan Bukit Meriam. Untuk menuju makam harus
melalui anak tangga yang berjumlah 70 buah Daerah sekitar makam banyak tumbuh
pohon kelapa. Pada sisi Selatan dibatasi oleh batu besar yang berjarak
4,5meter, sisi Barat dibatasi oleh tanah tinggi, sisi Utara dibatasi oleh
jurang, dan sisi Timur dibatasi oleh lereng. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">2</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">.</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: IN;"> </span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Peninggalan Jepang </span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Tentara Jepang ditempatkan di Pulau Berhala
dikarenakan lokasinya yang strategis. Dari Pulau Berhala ini dapat terlihat pergerakan
kapal perang dari dan menuju Pulau Jawa atau Sumatera Bagian Selatan.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Mereka diperkuat oleh meriam besar yang
ditempatkan di puncak bukit. Peninggalan Tentara Jepang terdapat di tepi pantai
dan atas bukit Meriam. Temuan yang terdapat di tepi pantai adalah tungku masak
dan bunker tanah. Sedangkan temuan yang di atas bukit meriam adalah meriam
besar, bunker, tanah lapang, dan meriam katak.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Tungku Masak </span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Temuan terletak di sisi Timur Laut Pulau Berhala.
Tempat ini tepat dipinggir jalan setapak yang menghubungkan makam Datuk Paduka
Berhala dengan perkampungan nelayan. Jaraknya dari tepi pantai hanya berjarak
16 meter. Tungku masak ini berupa bangunan yang berbentuk huruf T berukuran
panjang 2,7 meter, lebar<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>1,24
meter<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tinggi 77 cm.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Tungku </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">mempunyai tiga lubang di bagian<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>samping dan atas. Lubang dibagian samping
berfungsi untuk memasukkan kayu yang akan dibakar,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>sedangkan<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>bagian atas<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>untuk keluarnya
api.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Ukuran </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: 234.0pt; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">lubang tidak sama atau semakin mengecil.
Diameter lubang adalah 75 cm, 36 cm, dan 30 cm.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Di lokasi<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>dijumpai<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pula tungku yang lebih
kecil dengan dua lubang berukuran diameter 35 cm dan 25 cm. Namun kondisinya
telah rusak dibagian atas. Temuan lainnya adalah lantai di sekitar tungku dan
lantai tempat mencuci yang dilengkapi dengan saluran air (got) yang menuju ke
pantai. Lantai untuk mencuci berukuran 180 cm x 180 cm. Di tempat ini juga
terdapat sumur tua.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Bunker Tanah</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Bunker terletak tidak jauh dari tungku<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">. </b>Lokasinya di sebelah kiri dari jalan
setapak yang mendaki menuju perkampungan nelayan. Temuan berupa bunker yang
berupa lubang tanah yang dikerjakan dengan menggali tanah berbentuk bujur
sangkar berukuran 5 x 5 meter dengan kedalaman 1,5 meter. Pada salah satu sisi
bunker terdapat parit yang merupakan jalan masuk ke dalam bunker. Parit
digunakan untuk melindungi dari tembakan musuh. Temuan lain adalah tanah tinggi
yang berfungsi untuk membentengi bunker. Benteng tanah berbentuk huruf L.
Selain itu terdapat tembok yang pada bagian atasnya membentuk huruf U mengarah
tungku atau pantai. Tembok berukuran panjang 140 cm, lebar 110 cm, dan tinggi
140 cm. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Meriam Besar </span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Lokasi meriam terletak di atas Bukit Meriam dengan
kondisi tergeletak di atas tanah. Saksi mata yang bernama Bapak Hasan
mengatakan pada saat kecil bermain-main dengan meriam itu. Beliau duduk di
pangkal meriam yang dilengkapi dengan tempat duduk yang diberi sabuk dan
memutar meriam ke segala arah karena mempunyai bantalan besi (rel) dibagian
bawah yang berbentuk lingkaran. Meriam<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>ini<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>hancur fondasinya dikarenakan
dibom oleh orang yang bermaksud mengambilnya. Digambarkan bom yang disebut bom
“singapur” karena berasal dari Singapura meledak dengan suara yang amat dahsyat
sehingga menggetarkan rumah-rumah penduduk. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Meriam berukuran panjang 5 meter dengan luas
penampang pada bagian bawahnya 30 cm sedangkan bagian ujungnya 17 cm. Pada bagian
badan meriam terdapat tanda bekas gergajian yang menandakan adanya usaha untuk
membelah bagian laras. Meriam ini ditempatkan dilubang yang berbentuk lingkaran
dengan diameter 750 cm. Pada sisi sebelah Utara terdapat<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>parit<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>yang<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>menuju<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>ke lereng bukit sebelah Utara. Di lereng
tersebut terdapat tanah datar<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yang
berukuran panjang 22,70 meter dan lebar 10 meter.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Di sebelah barat tanah datar terdapat bunker
berukuran pankang 3,7 meter, lebar 3,7 meter, dan kedalaman 1 meter. Bunker ini
terhubung dengan bunker lain yang berada disebelah Selatan melalui parit.
Bunker berukuran panjang 5 meter, lebar 3,5 meter, dan kedalaman 1 meter.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Tampaknya meriam besar tersebut dilindungi
oleh pasukan yang berdiam di bunker-bunker.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Bunker Beton</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Bunker yang terbuat dari beton terletak di sebelah
barat dari meriam. Lubang bunker bentuk persegi enam yang sisinya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>berukuran 100 cm. Pada bagian atas lubang
terdapat tiang-tiang<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yang telah
runtuh<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>berjumlah 4 buah. Tiang berukuran
panjang 53 cm, lebar 50 cm, dan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tinggi
65 cm. Pada tengah lubang terdapat runtuhan atap beton yang berbentuk persegi
enam. Pada sisi Utara bunker itu terdapat parit yang menuju tanah datar di
sebelah Utara. Parit ini tidak dapat dilewati oleh manusia karena sangat
sempit. Diperkirkan berfungsi untuk mengalirkan air yang masuk ke dalam bunker.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Meriam Katak</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Meriam ini terguling di lereng bukit berjarak 10
meter dari tempat semulanya di tanah datar yang berukuran<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>panjang 3,7 meter dan lebar 3,7 meter. Tanah
datar ini merupakan teras kedua atau yang paling bawah. Bentuk meriam ini
sangat unik karena larasnya dibagian atas terbuka. Meriam berukuran panjang 204
cm dan lebar 30 cm.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Meriam ini oleh
penduduk diberi nama meriam katak karena sering lokasinya sulit ditemukan atau
seperti katak yang meloncat-loncat ke sana kemari. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Penutup</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Pulau Berhala bagaikan mutiara yang terpendam di </span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Pantai Timur Sumatera</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">. Potensi alamnya menunggu sentuhan untuk
dikembangkan menjadi objek wisata yang menarik. Lokasinya yang dekat dengan </span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Provinsi</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"> Jambi sangat menguntungkan bagi daerah Jambi.
Apapun hasil dari penentuan status pulau tersebut sebagai milik Jambi atau
Riau. Para pengunjung dari luar Jambi yang pergi dan pulang ke Pulau</span><span lang="EN-GB"> Berhala akan lebih dekat dan nyaman dari Jambi. Contoh dalam hal
ini adalah mengenai objek wisata Candi Borobudur yang terletak di Propisi Jawa
Tengah. Wisatawan yang akan berkunjung ke candi tersebut umumnya pergi dan
pulang dari Propinsi Di Yogyakarta. Begitu pula yang terjadi di Kabupaten
Kerinci yang dikunjungi wisatawan dari Propinsi Sumatera Barat. Pengembangan
wisata di Pulau Berhala hendaknya segera dilakukan denga tidak melupakan
pelestariannya. Situasi dan kondisi Pulau Berhala dan sekitarnya sangat rawan
dengan masalah-masalah lingkungan. Namun secara </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">tampakan fisik mempunyai daya tarik yang cukup
tinggi untuk sektor pariwisata. </span><span lang="EN-GB"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-GB">Di Pulau Berhala selain terdapat pemandangan alam yang menarik
berupa perbukitan dan pasir putih di tepi pantai, tetapi juga mempunyai potensi
wisata sejarah. Di pulau terdapat makam Datuk Paduka Berhala dan peninggalan
tentara Jepang di masa Perang Dunia II. Makam Datuk Paduka Berhala dapat
dikembangkan menjadi wisata ziarah. Pada saat ini pun telah banyak masyarakat
yang melakukan ziarah ke makam itu. Bahkan secara rutin pemerintah Propinsi
Jambi melakukan haul. Wisata Lainnya adalah wisata sejarah dengan melihat
peninggalan Jepang yang berupa tungku masak, bunker, dan meriam. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div align="left" class="MsoTitle" style="margin-left: 36.0pt; text-align: left;">
<br /></div>
<style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:3 0 0 0 1 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-GB;}
p.MsoTitle, li.MsoTitle, div.MsoTitle
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-link:"Title Char";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
text-align:center;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-GB;
font-weight:bold;}
p.MsoBodyText, li.MsoBodyText, div.MsoBodyText
{mso-style-unhide:no;
mso-style-link:"Body Text Char";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
text-align:center;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-GB;
font-weight:bold;}
p.MsoBodyTextIndent2, li.MsoBodyTextIndent2, div.MsoBodyTextIndent2
{mso-style-unhide:no;
mso-style-link:"Body Text Indent 2 Char";
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:0cm;
margin-left:21.3pt;
margin-bottom:.0001pt;
text-align:justify;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-GB;}
p.MsoListParagraph, li.MsoListParagraph, div.MsoListParagraph
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:0cm;
margin-left:36.0pt;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-GB;}
span.BodyTextChar
{mso-style-name:"Body Text Char";
mso-style-unhide:no;
mso-style-locked:yes;
mso-style-link:"Body Text";
mso-ansi-font-size:12.0pt;
mso-bidi-font-size:12.0pt;
mso-ansi-language:EN-GB;
font-weight:bold;}
span.TitleChar
{mso-style-name:"Title Char";
mso-style-unhide:no;
mso-style-locked:yes;
mso-style-link:Title;
mso-ansi-font-size:12.0pt;
mso-bidi-font-size:12.0pt;
mso-ansi-language:EN-GB;
font-weight:bold;}
span.BodyTextIndent2Char
{mso-style-name:"Body Text Indent 2 Char";
mso-style-unhide:no;
mso-style-locked:yes;
mso-style-link:"Body Text Indent 2";
mso-ansi-font-size:12.0pt;
mso-bidi-font-size:12.0pt;
mso-ansi-language:EN-GB;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-size:10.0pt;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
mso-bidi-font-size:10.0pt;
mso-ansi-language:EN-US;}
@page WordSection1
{size:595.45pt 841.7pt;
margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 108.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-page-numbers:1;
mso-paper-source:0;}
div.WordSection1
{page:WordSection1;}
/* List Definitions */
@list l0
{mso-list-id:1414087277;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-1751625830 553528948 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l0:level1
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level2
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level3
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l0:level4
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level5
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level6
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l0:level7
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level8
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level9
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
ol
{margin-bottom:0cm;}
ul
{margin-bottom:0cm;}
</style>
-->JELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999212122464881924.post-23959892106551806262019-03-16T11:46:00.000+07:002019-07-11T10:16:42.834+07:00MASJID JAMIK BENGKULU<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRCDUOOkD4Ssq5O-nOJfDNUOU9-lZLv1buvULow5q2fxg1R0Y9mUNCNfVp61Dr8b1VRXnmQU2apLiok_V1rh27mJbTAPaEbCFv6voEoqdX7kjyc7loapU0WtWXwSa76e1nzTgNRhlZyNk/s1600/DSCN7782.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRCDUOOkD4Ssq5O-nOJfDNUOU9-lZLv1buvULow5q2fxg1R0Y9mUNCNfVp61Dr8b1VRXnmQU2apLiok_V1rh27mJbTAPaEbCFv6voEoqdX7kjyc7loapU0WtWXwSa76e1nzTgNRhlZyNk/s320/DSCN7782.JPG" width="320" />
</a></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%;">
<br />
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pendahuluan</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Masjid
Jamik telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata
Nomor KM.10/PW.007/MKP/2004 tanggal</span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">3 Maret 2004</span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">tentang
Penetapan Benteng Marlborough, Bangunan Thomas Parr, Tugu Hamilton, Bunker
Jepang, Rumah Bekas Kediaman Bung Karno, Masjid Jamik Bengkulu, Makam Sentot
Alisbasya yang berlokasi di wilayah Provinsi Bengkulu sebagai Benda Cagar
Budaya, Situs atau Kawasan yang dilindungi Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1992. Namun
belum ditetapkan berdasarkan Undang-Undang No. 11 tahun 2010 tentang Cagar
Budaya.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Masjid
Jamik merupakan masjid yang dirancang oleh Ir. Soekarno pada saat diasingkan ke
Bengkulu pada tahun 1939-1942. Pada saat masyarakat ingin melakukan perbaikan
masjid, Soekarno membantu dengan merancang perbaikannya. Latar belakangnya
sebagai arsitek sangat membantu usahanya tersebut. Soekarno tetap
mempertahankan bangunan lama dan hanya meninggikan dinding setinggi 2 meter dan
lantai setinggi 30 cm. Perubahan-perubahan yang terjadi, yaitu pada atap, tiang
masjid dan penambahan bangunan serambi. Atap berbentuk tumpang tiga dimana atap
tingkat kedua dan ketiga berbentuk limasan kerucut dengan celah pada
pertengahan atap.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Pada bagian atas
tiang-tiang diberi ukiran berbentuk sulur-suluran.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Adanya bangunan serambi dapat menambah daya
tampung jemaah semakin banyak. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Seiring
dengan berjalannya waktu, Masjid Jamik mengalami kerusakan. Perbaikan-perbaikan
kecil dilakukan oleh Bidang Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Kanwil
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu atau pengurus masjidnya.
Beberapa perbaikan atau penggantian tidak diketahui lagi waktunya. Pada tahun
1986 dilakukan penggantian seng-seng yang rusak dan lantai keramik. Pada bulan
September tahun 1994 dilakukan Studi Kelayakan Arkeologi Masjid Jamik Bengkulu
dalam rangka upaya pelestarian Masjid Jamik Bengkulu. Tim yang ditunjuk oleh
Pemimpin Bagian Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Bengkulu
merencanakan penanganan bangunan dan halaman. Penanganan bangunan meliputi
bangunan inti dan selasar, bangunan serambi, dan bangunan tempat wudhu. Hasil
dari Studi Kelayakan Arkeologi tidak pernah dilaksanakan dalam bentuk Studi
Teknis Arkeologi yang dilanjutkan dengan pemugaran.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dalam
rangka perbaikan dan memenuhi kebutuhan tempat wudhu yang lebih luas, maka
Pengurus Masjid melakukan kegiatan-kegiatan antara lain pada tahun 2003 memperluas
tempat wudhu di sisi Utara dan mengganti plafon yang lama dengan kayu profil.
Pada tahun 2005-2006 memasukkan jalan aspal sebagai bagian dari halaman pada
saat dilakukan pemagaran. Pada tahun 2013 dibuat tempat wudhu di bawah tanah
yang lokasinya di halaman sebelah Selatan. Kegiatan pengecatan dinding dan atap
dilakukan hampir setiap tahun. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Letak dan Lingkungan</span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Masjid
Jamik Bengkulu secara administratif terletak di Kelurahan Tengah Padang,
Kecamatan Teluk Segara, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu. Secara astronomis
terletak pada koordinat 03<sup>o</sup>47’32.4” Lintang Selatan dan 102<sup>o</sup>15’44.0”
Bujur Timur. Pada ketinggian 10 meter di atas permukaan air laut. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Masjid
Jamik dapat ditempuh dengan menyusuri jalan yang menuju Benteng Marlborough.
Jarak dari Masjid Jamik ke Benteng Marlborough sekitar 2 kilometer. Pengunjung
dari luar kota terlebih dahulu mengarahkan kendaraanya ke Simpang Lima kemudian
melalui pertokoan Suprapto dan akan tiba di Masjid Jamik. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Masjid
berada di daerah yang berbentuk segitiga dengan dikelilingi oleh jalan raya.
Luas halamannya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>sekitar 2,3 ha.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Di sebelah Utara adalah jalan MT. Haryono, Di
sebelah Selatan adalah jalan Mayjen Suprapto, dan sebelah Barat adalah jalan
Jenderal Sudirman. Di sekitar lokasi masjid terdapat bangunan-bangunan pertokoan,
rumah makan,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>penginapan atau hotel. Situasinya sangat
ramai oleh lalu lalang kendaraan bermotor. Masjid Jamik<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>banyak dikunjungi oleh masyarakat dari dalam
dan luar Bengkulu. Umumnya mereka datang untuk melakukan shalat.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Deskripsi Bangunan </span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Masjid
Jamik Bengkulu merupakan bangunan yang dibangun dengan dinding tembok dan atap
dari seng. Bangunan berdenah dasar empat persegi panjang.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Pada sisi Timur terdapat serambi yang juga
berdenah empat persegi panjang dan pada sisi Utara terdapat tempat wudhu.
Bangunan terdiri dari bangunan inti, bangunan serambi, dan tempat wudhu/kamar
mandi.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Pada saat ini<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>telah terdapat perubahan pada bangunan dan
juga halaman.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada
bangunan utama terdapat sekat dibagian Barat dimana bagian selasar ditutup
dengan alumunium dan kaca untuk<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>ruang
penyimpanan barang di sisi Utara dan tempat tinggal penjaga masjid di sisi
Selatan. Di ruang penyimpanan barang terdapat alat <i style="mso-bidi-font-style: normal;">sound system</i>, lemari buku, karpet, dan alat-alat pecah belah
seperti gelas dan piring dan ruang tempat tinggal penjaga masjid berisi
barang-barang milik penjaga. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bangunan
di sisi Utara yang merupakan tempat wudhu telah diperluas. Tempat wudhu yang
lama ditandai adanya tiga tiang.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Tiang
dibagian tengah terdapat hiasan suluran dibagian atas atau sama dengan
tiang-tiang lainnya.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Menurut informasi,
dinding pada tempat tersebut tidak setinggi yang sekarang. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Sementara
untuk halaman di sebelah Timur menjadi tambah luas dengan memasukkan sebagian
jalan untuk lahan parkir. Sebelumnya kendaraan roda empat parkir dibadan jalan.
Di sebelah Selatan terdapat bangunan baru sebagai tempat wudhu yang dibuat di
bawah tanah dengan pasangan bata dan beton. Bangunan dibuat untuk memenuhi
kebutuhan banyaknya jemaah terutama pada saat shalat Jumat atau hari raya.
Deskripsi<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Masjid Jamik lebih lengkapnya
sebagai berikut:</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bangunan Utama</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bangunan
Utama adalah bangunan yang<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dipakai
sebagai tempat shalat dimana terdapat mighrab. Bentuk denahnya bujur
sangkar<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>berukuran 14,65 x 14,65 meter.
Dibagian luar sisi Selatan, Barat dan Utara terdapat selasar dengan lebar 2,50
meter.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bangunan
Utama memiliki atap berbentuk limasan kerucut yang mana pada pertengahan atap
terdapat celah untuk sirkulasi udara dan juga memberikan nilai seni pada bagian
atap. Pada bagian bawah atap terdapat ventilasi yang terbuat dari pasangan
bata. Selanjutnya terdapat atap<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>untuk
menaungi<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>selasar. <span style="mso-font-width: 0%;">Konstruksi atap masjid berupa atap atap jenis tumpang
berjumlah tumpang 3, atap tumpang 3 merupakan atap paling bawah dengan fungsi
atap tersebut sebagai penutup serambi. Atap masjid terbuat dari bahan seng
aluminium dengan ukuran panjang 4,84 meter dan lebar 1,26 meter serta tebal
lebih kurang 3 mm yang kemiringan atap bekisar 15-20 <sup>o</sup>.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Jenis atap tersebut secara kualitas bahan
sangat kuat dan saat ini atap telah di cat dengan warna merah.</span> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-font-width: 0%;">Kerangka atap masjid terbuat dari bahan
kayu dengan kualitas bahan yang sangat kuat, kerangka atap yang terdiri dari
gording yang berukuran 12 x 15 centimeter serta panjangnya setiap sisi di
sambung 2. Kayu kasau merupakan kayu penyusun atap berukuran 5 x 7 sentimeter
dengan susunan tegak dengan jarak setiap per 0,70 meter. Konstruksi kuda-kuda
atap masjid berupa konstruksi kayu yang kualitas bahannya sangat kuat dan
merupakan kayu lama dengan susunan balok-balok kayu yang terdiri dari kaki
kuda-kuda berukuran 15 x 20 cm,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>balok
tarik dengan ukuran 20 x20 cm, tiang makelar dengan ukuran 20 x20 cm dan
balok-balok skoor yang ditempat kan pada beberapa posisi sambungan dan
tumpuan-tumpuan beban yang secara keseluruhan fungsi dari skoor merupakan
konstruksi/balok penopang konstruksi lainnya. Balok-balok skoor tersebut secara
ukuran panjangnya merupakan balok-balok utuh (tidak terdapat sambungan kayu). </span><span lang="EN-US">Pada bagian puncak terdapat mustaka/molo yang berbentuk seperti
payung menguncup.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Bangunan utama memiliki dinding yang tebal sekitar 45 cm. Pada sisi
Timur terdapat pintu masuk yang berjumlah empat buah dengan masing-masing pintu
memiliki dua daun pintu. Pintu terbuat dari kayu yang dikombinasi dengan kaca.
Semua kusen dan daun pintu di Masjid Jamik dicat warna hijau yang berbeda.
Pintu masuk ditopang oleh tiga tiang berhias suluran pada bagian atasnya dan
dicat warna kemerahan (perunggu?). Di atas ambang pintu terdapat hiasan
kaligrafi yang diambil dari Alquran Surat <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Al-Bayyinah</i>
ayat 5 – 8.<span style="mso-font-width: 0%;"></span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada
dinding Utara dan Selatan juga terdapat pintu masuk yang berjumlah tiga buah
yang masing-masing memiliki dua daun pintu. Namun pada sisi Utara pintu masuk
diapit oleh dua ruangan yang digunakan sebagai gudang. Ruangan masing-masing
mempunyai pintu yang<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>saling berhadapan
dan juga terdapat jendela. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Pintu masuk
ke ruang shalat<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>diberi pintu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">stainless steel</i> dibagian luar dan pintu
besi dibagian dalam. Pada bagian atas pintu terdapat hiasan kaligrafi. Pada
dinding sisi Barat terdapat dua jendela yang diberi teralis dari bahan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">stainless steel</i>.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Plafon
bangunan utama terbuat dari kayu profil yang diplitur. Di plafon terdapat lampu
gantung yang satu dibagian tengah dan empat di setiap sudut. Lampu gantung yang
berjumlah empat mempunyai bentuk yang sama.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Lantai
terbuat dari keramik berwarna putih dan ditutupi oleh karpet berwarna hijau
yang sudah memudar. Dinding dicat warna putih dengan hiasan kaligrafi di
sekelilingnya terbuat dari plastik bening berwarna emas dan dasar warna biru
tua. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ruang
mighrab berada di sisi Barat berukuran 1,60 x 2,50 meter. Ruang mighrab
mempunyai dua pintu yang terhubung dengan<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>ruang penjaga dan ruang penyimpanan barang. Pintu terbuat dari aluminium
dan kaca. Di kanan dan kiri mighrab terdapat profil tiang yang bagian atasnya
berbentuk segitiga. Profil tiang dan lengkungan mighrab dihiasi kaligrafi
berwarna emas dan dasar biru tua. Pada bagian kanan mighrab terdapat mimbar
yang terbuat dari pasangan bata. Mimbar mempunyai empat anak tangga dan
selanjutnya tempat duduk untuk khatib. Dibelakangnya terdapat jendela. Mimbar
mempunyai atap yang bertingkat dihiasi dengan kubah dari seng alumunium. Ada
dua kubah yang dipasang. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Selasar
yang mengelilingi bangunan utama lebarnya 2,5 meter. Ditopang oleh 10 tiang
yang tingginya sekitar 85 cm. Tiang-tiang di sisi Selatan dibagian tengah yang
berjumlah lima buah dihias suluran dibagian atas dan dicat perunggu. Selasar
mempunyai pagar dari pasangan bata dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">steinless
steel</i>. Selasar<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>sisi Barat telah
ditutup dengan menggunakan alumunium dan kaca sebagai pintu dan jendela. Hal
itu dilakukan karena kebutuhan akan ruangan untuk menyimpan barang-barang dan
tempat tinggal penjaga <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>masjid.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; tab-stops: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; tab-stops: 0cm; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bangunan Serambi</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; tab-stops: 14.2pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bangunan serambi memiliki atap limasan dengan susunan
dua tingkat. Pada puncaknya terdapat mustaka. Diantara susunan atap tingkat
pertama dan kedua terdapat ventilasi udara yang terbuat dari kayu berprofil dan
dicat warna putih. Atap bangunan menggunakan seng yang dicat warna merah bata.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; tab-stops: 14.2pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bangunan serambi berdenah empat persegi panjang
berukuran 7,58 x 11,46 meter. Serambi ditopang oleh tiang-tiang berjumlah
sembilan dan diberi pagar. Lima tiang yang terletak dibagian tengah, tiga tiang
di depan dan masing-masing satu tiang di samping berhias suluran pada bagian
atasnya dan dicat perunggu.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Pagar
terbuat dari pasangan bata dan atasnya diberi pagar dari <i style="mso-bidi-font-style: normal;">steinless steel</i>. Pintu masuk yang berjumlah dua buah diberi pagar
dari <i style="mso-bidi-font-style: normal;">steinless steel</i>.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; tab-stops: 14.2pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Di dalam bangunan serambi ini juga terdapat dua tiang
bentuk segi delapan terbuat dari kayu yang dicat warna coklat. Pada bagian atas
terdapat profil berbentuk <i style="mso-bidi-font-style: normal;">list</i>. Fungsi
tiang untuk menyangga plafon. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; tab-stops: 14.2pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Plafon serambi terbuat dari kayu profil yang diplitur.
Pada plafon dipasang empat lampu gantung dan satu lampu setengah lingkaran
berwarna putih. Lantai terbuat dari keramik putih atau sama dengan keramik pada
bangunan utama.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bangunan Tempat
Wudhu/Kamar Kecil</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bangunan
berdenah empat persegi panjang terbuat dari pasangan bata berukuran 5,55 x 8,80
meter. Atap bangunan menyatu dengan atap selasar dan dibuat lebih tinggi dari
atap selasar. Terbuat dari seng alumunium dan dicat dengan warna merah bata.
Pada bagian puncak terdapat mustaka. Di Ujung atap terdapat pasangan bata yang
digunakan sebagai bak menampung air bersih. Dipasang juga tangga besi untuk
memudahkan pengecekan. Pada bak penampung air terdapat billboard yang menghadap
ke jalan dengan tulisan yaitu Masjid Jamik Bengkulu Direnovasi oleh Presiden
Pertama RI Ir. Soekarno Pada waktu Pengasingan di Bengkulu Tahun 1938 – 1942.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bangunan
dibagi menjadi dua ruangan untuk pria dan wanita. Tersedia dua Kamar kecil dan
ruang wudhu. Di bawah bak penampungan air difungsikan sebagain gudang. Setiap
ruangan diberi keramik pada dinding dan lantainya. Keramik yang dipilih
berwarna biru.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bangunan
yang sekarang tampaknya merupakan penambahan dari tempat wudhu sebelumnya.
Diperkirakan tempat wudhu awal adalah teras berukuran 250 x 550 cm yang
ditopang oleh tiga tiang, dimana tiang dibagian tengah mempunyai hiasan
suluran. Pada saat itu<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dindingnya tidak
sampai atas. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Halaman Masjid</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Halaman
masjid berbentuk mirip segitiga sesuai dengan batas lahannya. Halaman
dikelilingi pagar dengan tiang terbuat dari pasangan bata dicat berwarna hijau.
Pagar diantara tiang-tiang dari bahan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">steinless
steel</i>. Halaman masjid menjadi bertambah luas di sisi Timur dengan
memasukkan badan jalan yang sering dijadikan tempat parkir pengunjung masjid
sebagai halaman masjid. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Permukaan
tanah di halaman sisi Timur berupa lapisan aspal dan konblok. Lahan parkir
untuk kendaraan roda dua dan empat dibatasi dengan pagar besi. Disana terdapat
beberapa pohon sebagai peneduh. Di sisi Selatan terdapat tempat wudhu yang
dibangun sekitar tahun 2013 terbuat dari konstruksi pasangan bata dan beton
pada atapnya.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Bangunan berukuran 477 x
1501 cm. Tempat wudhu dibangun di bawah tanah atau lebih rendah<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>agar tidak menutupi masjid di sisi Selatan.
Tempat wudhu baru dibangun untuk memenuhi kebutuhan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>saat di hari Raya. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Di
dua sisi lainnya merupakan tanah kosong yang tidak terawat dan belum ada
penataan lingkungan.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kondisi Keterawatan</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Masjid
Jamik pelestariannya selama ini banyak dilakukan oleh pengurus masjid
menggunakan dana dari kas masjid. Kecuali seperti yang telah disampaikan untuk
perbaikan plafon dan lantai pada tahun 1980-an oleh Bidang Peninggalan sejarah
dan Purbakala, Kantor Wilayah Departemen pendidikan dan kebudayaan Provinsi
Bengkulu dan pagar keliling serta nama masjid oleh Pemerintah Provinsi
Bengkulu. Pemeliharaan yang dilakukan antara lain pengecatan atap, dinding,
pintu, dan jendela serta pemasangan pagar <i style="mso-bidi-font-style: normal;">steinless
steel</i>.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Pengecatan atap dan dinding
yang paling rutin dilakukan dikarenakan atap seng yang sudah memudar dan
dinding yang mengalami kapilarisasi. Menurut pengurus, dana pemeliharaan masjid
cukup besar. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Hasil
pengamatan menunjukkan secara keseluruhan masjid tampak terawat baik. Kerusakan
yang terjadi pada atap yang bocor, kapilarisasi pada dinding, dan halaman
masjid yang tidak tertata.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Atap
masjid yang dicat warna<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>merah bata<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>telah memudar. Atap dominan masih menggunakan
seng lama yang diketahui dari ketebalan dan ukurannya.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Seng<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>dalam kondisi masih baik. Pada bagian antara bangunan utama dan bangunan
tempat wudhu terpasang beberapa seng yang baru. Pengecatan pada tahun lalu yang
dilakukan dengan memasang pijakan papan dan memakunya ke seng telah menyebabkan
adanya lubang-lubang. Balok-balok yang membentuk atap terbuat dari kayu. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Di
bangunan utama terlihat adanya bercak-bercak warna putih pada plafon.
Bercak-bercak putih tersebut akibat air yang menetes. Pada sisi Timur yang
paling banyak dan sisi Barat lebih sedikit. Di bagian lain seperti serambi dan
selasar juga terdapat tanda-tanda telah terjadinya kebocoran atau rembesan yang
terlihat pada plafon. Umumnya terjadi pada setiap pertemuan seng yang ada
dibagian sudut dan ujung dari setiap atap dimana air jatuh ke bawah.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada
dinding terlihat adanya kapilarisasi hingga ketinggian 1 meter. Seringnya
terjadi pengelupasan pada dinding memunculkan keinginan untuk melapisi dinding
dengan keramik. Namun hal tersebut pernah ditolak oleh bidang Peninggalan
sejarah dan kepurbakalaan saat itu. Setiap pergantian pengurus masjid nampaknya
rencana itu selalu muncul seperti disampaikan kepada tim baru-baru ini.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Malahan ditambah alasan agar lebih bagus. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kerusakan
pada pagar keliling terlihat pada cat yang mulai memudar dan pecahnya dinding
kaca. Sementara untuk halamannya terdapat susunan konblok yang tidak rata dan
hilang. <span style="mso-font-width: 0%;">Halaman masjid kurang terawat<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>ditumbuhi rumput-rumput dan lumut-lumut di
tembok pagar serta tembok penahan. Pada halaman sisi barat yang dibatasi oleh
pagar besi, jalan raya, bangunan pertokoan dan pada halaman masjid ditanami
tanaman hias jenis pucuk merah dan kelapa, pada sisi selatan dengan pagar,
jalan raya, bangunan pertokoan dan tanaman jenis tanaman langka mahoni,
sedangkan pada sisi utara dan timur dibatasi oleh pagar besi dan jalan raya dan
pertokoan dan dihalaman masjid ditanami dengan tanaman jenis kecapi dan
merupakan tempat parkir kendaraan. </span></span></div>
</div>
JELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999212122464881924.post-50134468679329933482019-03-16T11:02:00.001+07:002019-07-11T10:16:54.963+07:00RUNTUHAN CANDI TINGKIP<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgY8JHoV6waJ9egXAB4zOize_qYbk5qqZmXqZYVG1Ts1869M7EDzfrYK8Rb_rYVB-IaQWKDRP6_0Xb0P6tfOXPNx2jbKcH02aMVND8LIHUa-qNIXV34qJ7JDeUBBnPkhV8JyfBMFFFjnjs/s1600/IMG_3457.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgY8JHoV6waJ9egXAB4zOize_qYbk5qqZmXqZYVG1Ts1869M7EDzfrYK8Rb_rYVB-IaQWKDRP6_0Xb0P6tfOXPNx2jbKcH02aMVND8LIHUa-qNIXV34qJ7JDeUBBnPkhV8JyfBMFFFjnjs/s320/IMG_3457.JPG" width="320" /></a></div>
</div>
<br />
<div class="MsoBodyText" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b><span lang="FI" style="mso-ansi-language: FI;">Pendahuluan</span></b></div>
<div class="MsoBodyText" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="FI" style="font-weight: normal; mso-ansi-language: FI;">Candi Tingkip mulai dikenal
sebagai salah satu situs arkeologi pada tahun 1981 ketika ditemukannya sebuah
arca Buddha dari batu andesit yang sekarang disimpan di Museum Balaputradewa Propinsi
Sumatera Selatan di Kota Palembang. Pada mulanya penelitian Arkeologi yang
dilakukan berupa survei dan pengamatan arca Budha. Satyawati Sulaiman di dalam
artikelnya menyebutkan bahwa<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>arca<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dibuat menurut aturan atau kelaziman pahatan
arca-arca pra-Angkor (abad 6 - 7 M) atau Dwarawati (abad 6 – 9 M).<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Namun penggambaran senyuman bibir arca
tersebut tidak selebar arca-arca dari Kamboja, Thailand, atau langgam Dwarawati
sehingga dapat dipastikan bahwa arca tersebut merupakan buatan setempat. Menurut
Mc Kinnon (1984) arca Buddha tersebut dipahat dengan langgam Post Gupta.</span></div>
<div class="MsoBodyText" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="FI" style="font-weight: normal; mso-ansi-language: FI;">Setelah dilakukan ekskavasi
pada tahun 1998 oleh tim dari Kantor Balai Arkeologi Palembang, maka diketahui
bahwa situs tersebut telah mengalami kerusakan yang berat. Bangunan yang
ditemukan hanya berupa fondasi dan anak tangga. Berdasarkan bentuk profil
pelipit-pelipit pondasi, <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>arah hadap
candi, dan <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>hasil pertanggalan arca diduga
<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Candi Tingkip berasal dari abad 8 Masehi.</span></div>
<div class="MsoBodyText" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="FI" style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: FI; mso-bidi-font-size: 10.0pt;">Letak dan Lingkungan</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-size: 10.0pt;">Candi</span><span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-size: 10.0pt;"> </span><span lang="FI" style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: FI; mso-bidi-font-size: 10.0pt;">Tingkip terletak di Desa Sungai
Jauh, Kecamatan Rawas Ulu, Kabupaten Musi Rawas, Propinsi Sumatera Selatan yang
secara astronomis berada pada<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"> </b>koordinat<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"> </b></span><span lang="SV" style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: SV; mso-bidi-font-size: 10.0pt;">2º31’51,2”
LS dan 102º47’59,5” BT. Situs ini berada pada ketinggian 75 m di atas permukaan
laut.</span><span lang="FI" style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: FI; mso-bidi-font-size: 10.0pt;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: SV; mso-bidi-font-size: 10.0pt;">Candi dapat dijangkau melalui jalur darat dari Jambi menuju Singkut,
Kabupaten Sarolangun, Propinsi Jambi. Perjalanan dilanjutkan sampai ke Simpang
Nibung, Kabupaten Musirawas, Propinsi Sumatera Selatan. Lokasi Simpang Nibung
ini tidak jauh dari tugu perbatasan antara Propinsi Jambi dan Propinsi Sumatera
Selatan. Perjalanan berikutnya melalui jalan aspal yang telah mengalami
kerusakan di beberapa tempat sampai ke Simpang Subur. Candi Tingkip berada 9 km
dari Simpang Nibung dan 300 m dari Simpang Subur. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: SV; mso-bidi-font-size: 10.0pt;">Situs ini berada di tengah-tengah perkebunan karet milik Ibu Siti Nurbaya
yang sekarang menjadi juru pelihara</span><span lang="IN" style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-size: 10.0pt;">. </span><span lang="SV" style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: SV; mso-bidi-font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Di sebelah
baratnya dengan jarak sekitar 100 m terdapat perkampungan penduduk dan Sungai
Tingkip. Sementara di sebelah selatannya terdapat perkebunan sawit milik
penduduk setempat. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoBodyText" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyText" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b><span lang="SV" style="mso-ansi-language: SV;">Riwayat Penelitian</span></b></div>
<div class="MsoBodyText" style="line-height: 150%; tab-stops: 0cm; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-weight: normal; mso-ansi-language: IN;">Situs</span><span lang="SV" style="font-weight: normal; mso-ansi-language: SV;"> Tingkip mulai dikenal
sebagai situs Arkeologi sejak pertengahan bulan Maret tahun 1981, ketika sebuah
arca Buddha dari batu ditemukan oleh Ibu Siti Nurbaya berdasarkan mimpi. Beliau
beserta penduduk selanjutnya melakukan penggalian dalam rangka mengangkat arca
yang dalam kondisi tertimbun tanah. Penggalian<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>yang dilakukan tanpa metode ekskavasi itu berhasil mengangkat arca tersebut,
tetapi telah merusak struktur bata yang ada. Struktur bata yang rusak dapat
kita jumpai sampai sekarang yang berupa lubang di bagian tengah gundukan tanah.
</span></div>
<div class="MsoBodyText" style="line-height: 150%; tab-stops: 0cm; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-weight: normal; mso-ansi-language: SV;">Penemuan arca Budha
telah menarik minat para ahli untuk menelitinya. Kajian Satyawati Suleiman
terhadap arca Budha menyimpulkan arca dibuat menurut aturan pahatan arca
Pra-Angkor (abad 6 - 7 Masehi) dan Dwarawati (abad 6 - 9 Masehi). Namun
penggambaran senyuman bibir arca tersebut tidak selebar dari arca-arca yang
terdapat di Kamboja, Thailand, atau langgam Dwarawati sehingga dipastikan
merupakan buatan lokal. Pada tahun 1984 seorang berkebangsaan asing yang
bernama E. Edward Mc Kinnon yang melakukan Survei Arkeologi di Sumatera dan
mampir di </span><span lang="IN" style="font-weight: normal; mso-ansi-language: IN;">Situs</span><span lang="SV" style="font-weight: normal; mso-ansi-language: SV;"> Tingkip menyebutkan bahwa
lokasi temuan arca itu oleh penduduk disebut dengan ”candi”. Letaknya berada di
tepi Sungai Tingkip. Menurut Mc Kinnon arca Budha berlanggam post-Gupta. </span></div>
<div class="MsoBodyText" style="line-height: 150%; tab-stops: 0cm; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-weight: normal; mso-ansi-language: SV;">Pada tahun 1993 lokasi
temuan arca Budha diteliti oleh Bambang Budi Utomo. Pada laporan penelitiannya
menyebut peninggalannya dengan nama Candi Tingkip, sedangkan </span><span lang="SV" style="font-weight: normal; mso-ansi-language: IN;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span><span lang="SV" style="font-weight: normal; mso-ansi-language: SV;">lokasinya dengan nama Situs Tingkip. Pada tahun 1994
dilakukan pendataan terhadap kepurbakalaan di Kabupaten Musirawas oleh SPSP
Jambi yang salah satunya adalah </span><span lang="SV" style="font-weight: normal; mso-ansi-language: IN;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span><span lang="SV" style="font-weight: normal; mso-ansi-language: SV;">Situs Candi Tingkip. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Di situs tersebut ditemukan sebuah gundukan
tanah setinggi 0,5 m dari permukaan tanah dengan ukuran 7 x 7 m dan di
sekitarnya bertebaran bata-bata di semak-semak yang relatif rimbun di kawasan
perkebunan karet. Pengukuran pada batu yang masih utuh adalah 33,5 x 16 x 7 cm.
</span></div>
<div class="MsoBodyText" style="line-height: 150%; tab-stops: 0cm 36.0pt; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-weight: normal; mso-ansi-language: SV;">Pada tahun 1998 dilakukan
ekskavasi oleh tim dari Balar Palembang dengan membuka tujuh <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>buah kotak. Pada empat buah kotak ekskavasi
ditemukan struktur bata. Penemuan struktur bata tersebut memperkuat dugaan
bahwa lokasi itu merupakan candi. Lapisan batanya berjumlah 15 lapis. Dari
struktur bata yang ditemukan diperkirakan bagian sisi Barat dan timur berjarak
7,60 meter. Sementara sisi lainnya belum diketahui dengan pasti. Namun<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>demikian dapat diperkirakan bahwa candi
berdenah bujursangkar. Temuan bagian tangga Candi Tingkip memberikan dugaan
arah hadapnya ke 80 derajat.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoBodyText" style="line-height: 150%; tab-stops: 0cm 36.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div align="left" class="MsoBodyText" style="line-height: 150%; text-align: left;">
<span lang="SV" style="mso-ansi-language: SV;"><b>Kondisi Bangunan</b><span style="mso-spacerun: yes;"><b> </b> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: SV; mso-bidi-font-size: 10.0pt;">Candi Tingkip dari kejauhan tampak berbeda dibandingkan dengan lingkungan
sekitarnya yang tampak hijau<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>oleh
daun-daun dan semak-semak. Kondisi gundukan berwarna kecoklatan dari warna
tanah dan semak-semak yang telah mati. Di atas gundukan dijumpai bata-bata yang
telah dikumpulkan. Tanda-tanda telah dilakukannya ekskavasi oleh Balai
Arkeologi Palembang tahun 1998 tidak tampak lagi. Namun lubang besar yang
tercipta dari hasil pengangkatan arca masih tampak jelas. Sementara itu di sisi
Timur terdapat lubang memanjang yang menurut laporan adalah hasil penggalian
liar dalam rangka mencari harta karun. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: SV; mso-bidi-font-size: 10.0pt;">Gundukan tanah yang di dalamnya terdapat struktur candi itu berukuran 7,6 x
7,6 meter dengan tinggi sekitar 1 meter. Di atas gundukan tumbuh pohon karet
berjumlah 6 batang. Di bagian tengah gundukan terdapat lubang dengan kedalaman
50 cm.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Lubang tersebut bekas penggalian
liar ketika mencari arca Buddha. Di sebelah timur gundukan juga terdapat lubang
bekas penggalian liar yang berukuran 1 x 3 meter dengan kedalaman 70 cm. Selain
itu di sekitar gundukan banyak terdapat tumpukan bata-bata hasil penelitian dan
juga dari penggalian liar. Pada lokasi bekas galian arca banyak ditemukan batu
kerakal. Batu-batu kerakal itu diduga merupakan bahan yang dipergunakan untuk
fondasi. Batu-batu kerakal tersebut terangkut ke atas<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>ketika dilakukan penggalian dalan rangka
mengangkat arca. Perkiraan itu diperkuat dengan temuan bahwa lapisan bata
dibagian fondasi hanya sebanyak satu lapis. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: SV; mso-bidi-font-size: 10.0pt;">Hasil survei menunjukkan bahwa Candi Tingkip diperkirakan hanya terdiri
dari satu bangunan candi tanpa adanya candi perwara atau pagar kelliling.
Dibuktikan dengan penggalian yang dilakukan di sebelah Utara, Timur, Selatan,
dan Barat<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dengan jarak 50, 15, 10, dan
25 meter tidak<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>menemukan adanya struktur
bata. Satu hal yang menarik bahwa Candi Tingkip terletak dekat dengan aliran
sungai. Aliran sungai ini mengalir di sebelah Barat dan kemudian berbelok ke
Selatan sehingga menjadi berada di sebelah Utara candi.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Aliran sungai yang mengalir di sebelah Barat
akan terlihat ketika mulai mendekati candi. Sungai yang tampak sekarang
berukuran kecil. Namun menurut informasi sekitar tahun 1990-an masih lebar dan
volume airnya besar.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Sementara itu<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>aliran sungai yang berada di sebelah Utara
walaupun volume airnya juga kecil namun yang mengherankan bahwa di sini
terdapat cekungan yang sangat lebar mencapai 40 meter. Hal itu menimbulkan
dugaan bahwa volume air sungai dahulunya cukup besar. Mungkin aliran sungai
yang berada di sebelah Utara itu menjadi sarana transportasi dari dan ke
candi.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: SV; mso-bidi-font-size: 10.0pt;">Hasil Ekskavasi menunjukkan bahwa Candi Tingkip telah mengalami kerusakan
yang cukup<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>parah secara arsitektural dan
struktural.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Kerusakan secara arsitektural
terlihat dari hilangnya susunan bangunan bagian atas yang umumnya terdiri dari
bagian tubuh dan kepala. Susunan bangunan yang tersisa adalah bagian dari
tangga dan kaki candi. Letak tangga berada di sisi sebelah Timur berukuran 1,5
x 1,5 meter. Dengan ditemukannya tangga di sebelah Timur sehingga dapat
dipastikan bahwa arah hadap candi adalah Timur.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Sedangkan kaki candi berdenah bujur sangkar berukuran 7 x 7 meter.
Lapisan bata yang terdapat di bagian kaki berjumlah 15 lapis.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Susunan lapisan bata yang terdapat di Candi
Tingkip mencapai ketinggian 105 cm.</span><span lang="IN" style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-size: 10.0pt;"></span></div>
<style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-536870145 1107305727 0 0 415 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
mso-layout-grid-align:none;
punctuation-wrap:simple;
text-autospace:none;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;}
p.MsoBodyText, li.MsoBodyText, div.MsoBodyText
{mso-style-unhide:no;
mso-style-link:"Body Text Char";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
text-align:center;
mso-pagination:widow-orphan;
mso-layout-grid-align:none;
punctuation-wrap:simple;
text-autospace:none;
font-size:12.0pt;
mso-bidi-font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman",serif;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;
font-weight:bold;
mso-bidi-font-weight:normal;}
span.BodyTextChar
{mso-style-name:"Body Text Char";
mso-style-unhide:no;
mso-style-locked:yes;
mso-style-link:"Body Text";
mso-ansi-font-size:12.0pt;
mso-ansi-language:EN-US;
font-weight:bold;
mso-bidi-font-weight:normal;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-size:10.0pt;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
mso-bidi-font-size:10.0pt;}
@page WordSection1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.WordSection1
{page:WordSection1;}
</style>
-->JELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999212122464881924.post-66191473961568051442019-03-16T10:26:00.002+07:002019-03-16T21:33:09.012+07:00CANDI TELUK II MUARAJAMBI<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEic4TyEwRHSZoN8aofAJUduBsCTS8E-n624wUlDIWTEmHlIST3G3dLZYZGn-Fu_GuHdrmvz-igXfjRrewAu5RwBe66pUa6uhkJD2KuIoeRhUba16_W5SChizjYPEMAFCX5TzkuFyKHIvrM/s1600/IMG_2451.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEic4TyEwRHSZoN8aofAJUduBsCTS8E-n624wUlDIWTEmHlIST3G3dLZYZGn-Fu_GuHdrmvz-igXfjRrewAu5RwBe66pUa6uhkJD2KuIoeRhUba16_W5SChizjYPEMAFCX5TzkuFyKHIvrM/s320/IMG_2451.JPG" width="320" /></a></div>
<br />
<b>Pendahuluan</b> </div>
<div style="text-align: justify;">
Candi Muarajambi telah ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya Muarajambi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 259/M/2013 tanggal 30 Desember 2013 tentang Satuan Ruang Geografis Muarajambi sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional. Di kawasan yang mempunyai luas 3.981 ha diperkirakan terdapat 14 Candi, 74 Menapo, 17 Parit atau Kanal, Sembilan Kolam, Enam Danau, dan Satu bukit. Menapo adalah gundukan tanah yang didalamnya terdapat struktur bangunan dari bata. Menapo yang telah dipugar diberi nama Candi. Candi-Candi di Muarajambi merupakan kompleks candi yang terdiri dari Candi Induk, Candi Perwara, pagar keliling, dan gapura. Masing-masing kompleks candi tidak ada yang sama, antara lain bentuknya, jumlahnya, dan pola halamannya. Candi-candi yang telah dipugar, yaitu Candi Astano, Candi Kembar Batu, Candi Tinggi, Candi Tinggi II, Candi Gumpung, Candi Gedong I, dan Candi Gedong II. Candi yang sedang proses pemugaran adalah Candi Kedaton. Candi-candi lainnya masih berupa menapo. </div>
<div style="text-align: justify;">
Laporan pertama penemuan Candi Teluk terjadi pada tahun 1980 pada saat proses pembangunan pabrik kayu Lapis PT. Gaya Wahana Timber. Candi ditemukan ketika sedang berlangsung perataan tanah menggunakan bulldozer untuk persiapan pembangunan bangsal kerja B. Setelah itu tim dari Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala (Ditlinbinjarah) dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslitarkenas) mengadakan survei sekaligus ekskavasi untuk memperoleh keyakinan bahwa yang ditabrak bulldozer adalah bangunan kuna dan daerah daerah itu adalah situs purbakala.
Tim menemukan sisa-sisa bangunan bata yang merupakan sudut tembok sisi Utara pagar keliling. Berdasarkan temuan itu diketahui bahwa Candi Teluk mempunyai ukuran keliling 50 x 50 meter. Selain itu juga mendapati tumpukan sisa bangunan bata di sebelah Tenggara sekitar 25 meter dari Candi Induk. Demikian pula pada lokasi lebih kurang 130 meter di sebelah Utara Candi Induk ditemukan sisa bangunan kuno. Di sekitar reruntuhan bangunan kuna ditemukan sejumlah pecahan keramik Cina dari Dinasti Tang (abad 7-10 Masehi), Yuan (abad 13-14 Masehi), dan Ming (abad 14-17 Masehi). </div>
<div style="text-align: justify;">
Pada awal tahun 1986, Ditlinbinjarah mengadakan studi dampak pabrik PT. Gaya Wahana Timber terhadap bangunan Candi Teluk. Hasil studi menyatakan bahwa pabrik akan memberikan dampak luas terhadap bangunan candi, dimana pengaruh getaran mesin, asap cerobong mesin generator juga akan mempengaruhi keawetan bahan.
Pada tahun 1986 kembali Puslitarkenas melakukan ekskavasi di Candi Teluk. Kali ini targetnya adalah runtuhan bangunan gapura pada pagar sisi Timur dan hamparan pondasi bata dekat tepi Sungai Batanghari. Berdasarkan penelitian itu diketahui bahwa Candi Teluk merupakan sebuah kompleks candi. </div>
<div style="text-align: justify;">
Pada tahun 1993, ketika PT. Gaya Wahana Timber akan memperluas kawasannya untuk tempat pembuangan limbah kayu dengan tidak sengaja bulldozer telah menyingkap sebuah bangunan tanah yang berisi bangunan candi. Untuk kepentingan penyelamatan terhadap bangunan tersebut dari kerusakan lebih lanjut, Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) mengadakan kegiatan ekskavasi penyelamatan dan survei untuk mengetahui ukuran maupun komponen penyerta lainnya. Hasilnya ternyata sebuah bangunan candi dengan sebagian struktur telah mengalami kerusakan. Temuan lain berupa pecahan keramik berasal dari Dinasti Sung (abad 10-13 Masehi), Ming (abad 14-17 Masehi), dan sebagian kecil dari Dinasti Ching (abad 18-19 Masehi). Temuan runtuhan bangunan tersebut kemudian dikenal sebagai Candi Teluk II. </div>
<div style="text-align: justify;">
Pada tahun 2002 SPSP melakukan studi evaluasi dampak keberadaan PT. Gaya Wahana Timber di area Situs Kemingking. Hasil kegiatan melaporkan lahan candi dan mess pabrik hanya dibatasi pagar dan parit yang mengalirkan limbah pabrik dan limbah rumah tangga dan tidak jauh dari lokasi candi Teluk II terdapat pembakaran limbah kayu. Dalam rangka penanganan Candi Teluk II, Tim merekomendasikan agar dilakukan perluasan lahan Candi Teluk II untuk memberi ruang gerak dan tata ruang bangunan kuna, membuat akses jalan bagi pengunjung, memindahkan lokasi pembakaran limbah kayu, membuka dan menampakkan struktur Candi Teluk II sesuai dengan prinsip pelestarian berdasarkan hasil penelitian SPSP Jambi. Kondisi pada tahun 2016 setelah tutupnya PT. Gaya Wahana Timber, maka bangunan-bangunan yang tadinya berdiri di sebelah Utara Candi Teluk II telah tidak ada lagi. Candi Teluk II sekarang berada di lahan yang dikelilingi pagar kawat duri dengan lingkungan sekitarnya berupa kebun singkong dan kebun kelapa sawit. </div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian menapo-menapo yang sangat banyak di Kawasan Cagar Budaya Muarajambi, penting artinya bagi analisis keruangan suatu situs atau kawasan. Candi Teluk II merupakan salah satu menapo yang telah diteliti untuk memastikan bahwa menapo tersebut mengandung hasil budaya manusia. Hasil penelitian menunjukkan Candi Teluk II merupakan bangunan candi yang berukuran 12 x 12 meter yang di dekatnya terdapat parit . Namun hasil penelitian itu belum menghasilkan bentuk dari Candi Teluk II. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Letak dan Lingkungan</b> </div>
<div style="text-align: justify;">
Candi Teluk II secara administratif terletak di Desa Kemingking Dalam, Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Secara astronomis berada di 01o28’55,8” Lintang Selatan dan 103o41’18,7” Bujur Timur. </div>
<div style="text-align: justify;">
Candi Teluk II dapat ditempuh dengan jalan darat atau perahu menyusuri Sungai Batanghari. Perjalanan darat menggunakan roda dua atau empat melalui jalan raya yang menuju Desa Kemingking. Dari arah Kota Jambi mengikuti arah yang menuju ke Candi Muarajambi melalui Jembatan Batanghari II. Namun sebelum jembatan terdapat perempatan Sijinjang, belok kiri ke arah Candi Muarajambi dan lurus ke arah Desa Kemingking atau Candi Teluk II. Setelah perempatan selanjutnya bertemu pertigaan yang apabila ke kanan menuju kumpeh dan ke kiri menuju Candi Teluk II. Perjalanan setelah pertigaan akan melalui daerah industri yang ditandai adanya pabrik-pabrik, galangan kapal, dan stock file Batubara. Tempat industri ini berada di sepanjang tepian Sungai Batanghari. Perkembangannya cukup cepat dan semakin bertambah. </div>
<div style="text-align: justify;">
Perjalanan selanjutnya akan bertemu pertigaan, dimana apabila lurus akan sampai di pelayangan. Pelayangan berada di tepi Sungai Batanghari dan di sana terdapat penyeberangan dengan menggunakan perahu. Jalan menuju ke Candi Teluk II adalah belok ke kanan dimana jalannya sebagian besar masih berupa jalan tanah. Setelah berjalan tidak begitu lama kemudian akan bertemu dengan pertigaan kembali. Pilih jalan yang ke kiri yang berupa jalan tanah yang merupakan jalan lalu lalang kendaraan menuju lahan yang dimiliki oleh PT Gaya Wahana Timber (GWT). Memasuki lahan tersebut harus melapor kepada petugas jaga di gerbang. Selanjutnya akan bertemu dengan pertigaan dimana arah ke kiri menuju Candi Teluk I dan ke kanan menuju Candi Teluk II. Tidak jauh dari sana sekitar 50 meter terdapat jalan setapak di sebelah kiri. Dengan melalui jalan setapak tersebut akan tiba di Candi Candi Teluk II. </div>
<div style="text-align: justify;">
Candi Teluk II berada di lahan yang dikelilingi oleh kebun yang pada waktu kegiatan berlangsung berupa kebun singkong dan kelapa sawit. Candi dan sekitarnya dibatasi oleh pagar keliling terbuat dari kawat berduri. Pintu masuk berada di sudut barat Daya. Di sana telah ditempatkan papan nama yang terbuat dari besi dan seng. Papan nama dicat warna putih dengan tulisan warna hitam dan tiang-tiangnya dicat warna biru. Gundukan candi tidak tepat berada di tengah halaman tetapi berada dekat sudut Barat laut
<b> </b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Hasil Survei dan Ekskavasi</b> </div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Survei</b> </div>
<div style="text-align: justify;">
Candi Teluk II berada di lingkungan pabrik kayu lapis yang bernama PT. Gaya Wahana Timber. Namun semenjak pabrik tidak beroperasi lagi berubah menjadi tempat penimbunan cangkang kelapa sawit dan batu bara. Bangunan-bangunan pabrik beberapa diantaranya masih tegak berdiri dan diantaranya telah rusak. Memasuki daerah tersebut harus melalui gerbang yang dijaga oleh petugas keamanan (security). Di dekat Candi Teluk II terdapat Candi Teluk I di sebelah Utara atau dekat Sungai Batanghari dan Candi Cina yang berada di sebelah Barat dari Candi Teluk II. </div>
<div style="text-align: justify;">
Candi Teluk II menempati lahan yang dibatasi oleh pagar kawar berduri dengan lingkungan sekitarnya. Tanah yang berada di sebelah Barat dan Selatan berupa kebun Singkong dan sebelah Timur merupakan kebun kelapa sawit yang masih muda. Halaman candi cukup bersih dengan tidak adanya rumput-rumput liar. Terlihat bahwa permukaan tanah dari Utara ke Selatan menurun. Tanah di sebelah Utara lebih tinggi dari sekitarnya memanjang dari Barat-Timur. Tanah tersebut berasal dari galian parit untuk membuang limbah pabrik dan rumah tangga. Parit berada di luar dari pagar kawat duri. </div>
<div style="text-align: justify;">
Pada sisi Selatan terdapat lubang-lubang yang cukup lebar yang dahulunya merupakan tempat pembakaran limbah kayu. Permukaan tanah di sana tampak hitam yang diakibatkan pembakaran yang menghasilkan karbon. </div>
<div style="text-align: justify;">
Bangunan candi yang telah runtuh berada dekat sudut Barat Laut. Kondisinya berupa tumpukan bata-bata yang berserakan. Tidak terlihat adanya bata yang masih dalam susunan. Gundukan yang masyarakat menyebutnya sebagai menapo berukuran 16 x 16 meter dan tingginya sekitar 1,72 meter. Selain itu tidak ada lagi menapo yang lain sehingga diperkirakan menapo hanya satu saja. </div>
<div style="text-align: justify;">
Survei permukaan dilakukan dengan cara berbanjar dari Barat ke Timur kemudian berjalan dari dari Utara ke Selatan. Hasilnya adalah temuan-temuan permukaan yang berupa fragmen keramik dan tembikar serta benda logam. Temuan keramik dari jenis mangkuk, piring, cepuk, vas, guci besar dan kecil, sendok, dan piring baru. Tembikar berupa pecahan bagian dasar yang tidak diketahui bentuknya. Sementara untuk benda logam mempunyai lubang di tengah dan tidak diketahui bentumnya. Keramik diperkirakaan berasal dari Cina Masa Dinasti Sung (Lihat Table)
<b> </b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Ekskavasi</b> </div>
<div style="text-align: justify;">
Ekskavasi pada gundukan Candi Teluk II bertujuan untuk mendapatkan lapisan bata kulit bagian kaki dan fondasi. Berdasarkan kondisi menapo dapat diperkirakan bahwa bata kulit bagian kaki telah banyak yang terlepas sehingga hanya menampakkan bata-bata isian. Dengan demikian hanya bata-bata kulit yang terpendam di dalam tanah saja yang masih bertahan dalam susunannya dan itu hanya terjadi pada beberapa lapis bagian kaki dan sebagian besar fondasi. </div>
<div style="text-align: justify;">
Ekskavasi menggunakan metode grid dimana daerah itu dibagi menjadi kotak-kotak berukuran 2 x 2 meter. Tehnik penggalian yang dilakukan menggunakan teknik spit, yaitu menggali tanah dengan kedalaman 20 cm setiap spitnya. Titik nol atau Datum Point (DP) berada di sebelah Barat Daya menapo ditandai dengan patok semen yang bertuliskan Candi Teluk II. Penamaan grid memakai empat arah mata angin dan angka-angka berdasarkan sumbu x dan y. Dalam ekskavasi Candi Teluk II ini kotak-kotak grid berada di antara arah Utara dan Timur atau di sebelah Timur Laut dari Datum Point (DP). Penggalian masing-masing kotak grid dilakukan dengan tehnik spit, yaitu penggalian dengan menggunakan interval sedalam 20 cm. Hasil dari ekskavasi menemukan temuan yang berupa keramik dan tembikar. Keramik terdiri dari mangkuk dan tidak diketahui bentuknya. Jenis tembikar terdiri dari guci, pasu, dan tidak diketahui bentuknya (Lihat Table). </div>
<div style="text-align: justify;">
Pada Kotak U21T4, U21T5, dan U21T6 yang berada di sisi Utara untuk menemukan susunan bata yang membentang dari Barat ke Timur telah menemukan susunan bata bagian kaki berjumlah 13 lapis dan fondasi berjumlah 14 lapis. Terlihat bahwa bata fondasi disusun lurus saja tidak membentuk profil. Demikian juga dengan susunan bata bagian kaki. </div>
<div style="text-align: justify;">
Pada kotak U20T1 untuk menemukan susunan bata kulit sisi Barat menemukan kondisi yang sama dimana susunan bata kulit bagian kaki telah tertimbun oleh runtuhan bata. Sementara bata fondasinya dalam kondisi stabil dan tidak terjadi kemelesakan. Bata untuk menyusun fondasi berjumlah 14 lapis.
Kotak U19T7 dan U18T8 menemukan susunan bata sisi Timur dimana terdapat bagian tangga dan susunan bata lantai. Susunan bata lantai ini juga yang ditemukan pada kotak U16T7. Dimana susunan bata lantai di kotak U16T7 adalah lantai yang berada di sebelah Selatan, sedangkan temuan di kotak U19T7 adalah susunan bata lantai di sebelah Utara. Keduanya dipisahkan oleh adanya tangga.
Lapisan B (70-94 cm dari permukaan tanah): Susunan bata bagian tangga yang bercampur dengan tanah warna cokelat kemerahan.
<b> </b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Bentuk Candi Teluk II</b> </div>
<div style="text-align: justify;">
Candi Teluk II yang ditemukan pada tahun 1993 belum pernah dilakukan ekskavasi, sehingga tidak diketahui kondisinya. Candi tersebut sampai dengan tahun 2016 masih berupa gundukan tanah yang masyarakat menyebutnya sebagai menapo. Lokasinya berada di dalam area pabrik kayu lapis PT. Gaya Wahana Timber yang telah tutup. Sekarang aktivitas yang dilakukan di area tersebut berupa penimbunan cangkang kelapa sawit dan batu bara. Dibandingkan dengan Candi Teluk I yang tidak begitu jauh dari Sungai Batanghari, maka Candi Teluk II berada lebih jauh dari Sungai Batanghari. Lingkungan sekitarnya berupa kebun singkong dan kebun kelapa sawit. </div>
<div style="text-align: justify;">
Menapo berukuran 16 x 16 meter dan tingginya sekitar 1,72 meter berada di lahan yang dikelilingi oleh pagar kawat berduri. Lokasinya tidak berada tepat dibagian tengah tetapi agak ke sudut Barat Laut. Pada sisi Utara permukaan tanahnya lebih tinggi yang merupakan tanah buangan dari hasil pembuatan parit yang berada di luar pagar kawat. Parit dahulu dibuat untuk pembuangan limbah pabrik dan limbah rumah tangga dari mess karyawan yang dibuat di lokasi itu. Pada sisi Selatan dan Tenggara terdapat permukaan tanah yang lebih rendah dari permukaan tanah sekitarnya dahulu menjadi tempat pembakaran limbah kayu pabrik. Candi Teluk II dipelihara oleh seorang juru pelihara. Kondisinya cukup bersih dengan tidak adanya rumput-rumput liar yang tumbuh di sana.
Menapo berupa gundukan yang dipenuhi oleh bata-bata yang berserakan. Bagian puncaknya sebagian besar rata kecuali di sisi Barat terdapat gundukan yang lebih tinggi. Permukaan menapo yang paling tinggi berada di sisi barat. Di sisi Barat ini juga lebih curam daripada di sisi lainnya. Runtuhan bata terlihat menyebar ke berbagai arah. Tidak nampak adanya bata-bata yang masih bersusun, sehingga dapat dipastikan bahwa bata-bata yang masih tersusun berada di bawah tumpukan-tumpukan bata.
Ekskavasi dilakukan untuk menemukan bata kulit atau pinggiran dari bangunan candi. Untuk itu penggalian diarahkan kepada tempat-tempat yang permukaannya miring yang diperkirakan sebagai lokasi bata kulit dari bangunan. Kotak-kotak gali di sisi Selatan berjumlah dua kotak, yaitu di kotak U15T2, sisi Barat berjumlah satu kotak, yaitu U16T2 dan U20T1, sisi Utara berjumlah tiga kotak, yaitu U21T4, U21T5, dan U21T6, dan sisi Timur berjumlah tiga kotak, yaitu U16T7, U19T7, dan U18T8. Dua kotak lainnya berada di luar menapo, untuk mengetahui kedalaman permukaan tanah masa itu dan ketebalan sedimentasi yang menjadi permukaan tanah sekarang, yaitu kotak U13T5 dan U24T3. </div>
<div style="text-align: justify;">
Ekskavasi yang dilakukan di sisi Selatan menemukan susunan bata yang memanjang dari Barat-Timur. Pada kotak U15T2 terdapat susunan bata yang berjumlah 22 lapis. Dari lapisan bata yang ada bagian fondasi berjumlah 14 lapis dan sedangkan bagian kaki berjumlah 8 lapis. Berdasarkan temuan tersebut maka dapat diketahui bahwa lapisan bata kulit bagian kaki di sisi Selatan masih ada, walaupun tertimbun oleh reruntuhan bata di atasnya. Sementara bagian fondasi masih dalam kondisi baik. </div>
<div style="text-align: justify;">
Ekskavasi yang dilakukan di sisi Barat di kotak U16T2 dan U20T1 menemukan susunan bata yang memanjang Utara-Selatan. Pada kotak U16T2 tidak berhasil menemukan bata kulit melainkan bata isian saja. Di kotak U20T1 menemukan susunan bata yang merupakan lapisan bata kulit bagian kaki dan fondasi. Bata-bata yang masih dalam susunan berjumlah 17 lapis. Terdiri dari 3 lapis merupakan bata kulit bagian kaki dan 14 lapis bata kulit bagian fondasi. Susunan bagian fondasi masih dalam kondisi baik. </div>
<div style="text-align: justify;">
Ekskavasi yang dilakukan di sisi Utara di kotak U21T4, U21T5, dan U21T6 menemukan susunan bata yang memanjang Barat -Timur. Pada sisi Utara ini masih terdapat susunan bata dengan susunan yang terbanyak di kotak U21T4 berjumlah 27 lapis. Susunan bata merupakan bagian kaki dan fondasi. Susunan bata bagian kaki tertimbuhan oleh runtuhan bata. Antara susunan bata bagian kaki dan bagian fondasi tidak ada bagian yang membedakannya. Keduanya disusun lurus tanpa ada bagian yang menjorok ke dalam atau ke luar. Jadi membedakannya berdasarkan bagian yang berada di atas atau di bawah permukaan tanah lama. Pada sisi Utara ini terlihat bahwa fondasi dalam kondisi baik.
Ekskavasi yang dilakukan di sisi Timur di kotak U16T7, U19T7, dan U18T8 menemukan susunan bata yang memanjang Utara-Selatan, susunan bata lantai, dan juga susunan bata tangga candi. Pada kotak U16T7 terdapat susunan bata yang merupakan bagian kaki dan fondasi. Seperti temuan-temuan di kotak lainnya, maka susunan bata bagian kaki juga dalam kondisi tertimbun oleh runtuhan bata. Sementara di bawahnya terdapat susunan bata fondasi dalam kondisi baik. Di kotak ini juga terdapat susunan bata lantai yang berjumlah 4 lapis. Susunan bata lantai ini masih berlanjut ke Timur dan Utara. Pada kotak U19T7 dan U18T8 menemukan susunan bata tangga candi. Atas temuan tersebut maka dapat diketahui candi Teluk II mempunyai arah hadap ke Timur. Diperkirakan di sebelah Utara dan Selatan dari tangga terdapat lantai. </div>
<div style="text-align: justify;">
Berdasarkan hasil ekskavasi, maka diperkirakan Candi Teluk II merupakan bangunan tunggal tanpa bangunan perwara dan pagar keliling. Bangunan ini mempunyai arah hadap ke Timur dengan ditemukannya tangga di sebelah Timur. Tangga mempunyai pondasi yang lebih dangkal dibandingkan dengan pondasi bagian kaki. Di sebelah Utara dan Selatan terdapat susunan bata seperti lantai lantai. </div>
<div style="text-align: justify;">
Kemungkinan candi ini dahulu dibangun dengan menyiapkan lahan berukuran 11,40 x 11,50 meter untuk bagian kaki dan 4 x 4,45 meter untuk bagian tangga. Lahan digali sedalam 70 cm untuk fondasi. Dilanjutkan dengan penyusunan bata kulit dan bata isian sehingga terbentuk candi yang diinginkan. Bentuk candinya tidak seperti candi pada umumnya yang terdiri dari fondasi, kaki, tubuh, dan atap. Candi Teluk II ini diperkirakan hanya terdiri dari bagian fondasi dan kaki. Di atas fondasi berupa susunan bata yang terdiri dari bata kulit dan bata isian. Bata kulit disusun lurus tanpa membentuk susunan profil. Diperkirakan mencapai ketinggian 2-3 meter. Bentuk bagian atas dari Candi Teluk II ini tidak diketahui lagi, apakah rata saja seperti lantai atau bagaimana ? Merujuk kepada candi lain di kawasan cagar budaya Muarajambi mengindikasikan adanya bangunan bata yang di atasnya terdapat tiang dan atap dari genting. Tiang kayu berdiri di atas umpak dari batu atau dalam lubang yang dibuat pada bangunan bata tersebut. Pada kesempatan ini saya mencoba untuk merekonstruksi Candi Teluk II apabila di terdapat bangunan tiang kayu dan atap genting tersebut. Namun memang data yang mengarah ke sana belum didapat karena bagian atas Candi Teluk II belum dikupas dari reruntuhan batanya. Penelitian lebih lanjut pada bagian atas bangunan diharapkan dapat menemukan lubang-lubang untuk berdirinya tiang-tiang
<b> </b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Penutup</b> </div>
<div style="text-align: justify;">
Candi Teluk II yang berlokasi di dalam bekas pabrik PT. Gaya Wahana Timber bersama dengan Candi Teluk I kondisinya sangat memprihatinkan. Dahulunya kedua candi tersebut mengalami kerusakan ketika penyiapan lahan dengan alat berat untuk pendirian pabrik. Kedua candi masih dalam kondisi yang sama, walaupun kemudian pabrik itu tutup dan berubah menjadi tempat penimbunan cangkang kelapa sawit dan batu bara. Bahkan pagar keliling yang terbuat dari kawat berduri telah rusak dan belum ada perbaikan. Mengingat Candi Teluk II berada ditanah PT. Gaya Wahana Timber yang dimiliki oleh Tanoto Kusuma (Akeng) maka perlu adanya proses pengalihan kepemilikan agar menjadi milik pemerintah.
Hasil ekskavasi menunjukkan bahwa struktur bangunan membentuk denah persegi panjang berukuran 11,40 x 11,50 meter dan tangga yang berada di sisi Timur berukuran 4 x 4,45 meter. Susunan bata yang berada di permukaan tanah merupakan bata isian. Ketinggiannya mencapai 1,48 meter. Bata-bata yang masih tersusun dengan baik berada di dalam tanah terdiri dari bagian kaki dan fondasi. Kedalaman tanah fondasi mencapai 70 cm dengan susunan bata mencapai 14 lapis. Sementara bagian kaki kondisinya terkubur oleh runtuhan bata-bata dengan tinggi sekitar 60 cm. Pada kotak U21T4 masih terdapat bata kulit sebanyak 13 lapis. Diperkirakan ketinggian bagian kaki mencapai ketinggian 2-3 meter. Berdasarkan analisis dapat disimpulkan bahwa Candi Teluk II ini hanya terdiri dari bagian fondasi dan bagian kaki atau dengan kata lain tidak mempunyai bentuk yang lazim dari sebuah candi yang terdiri dari fondasi, kaki, tubuh, dan atap. Adapun bangunan yang di atas susunan bata diperkirakan terdiri dari tiang kayu dengan atap dari genting atau dedaunan
<b> </b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Daftar Pustaka</b> </div>
<div style="text-align: justify;">
Mundardjito, Junus Satrio dan Ismijono, 1984-1985, Laporan Studi Dampak Pabrik Kayu Lapis PT. Gaya Wahana Plywood Terhadap Situs Candi Teluk Kemingking Dalam Jambi Tanggal 13-16 Januari 1986, Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jakarta </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Suprapto, Untung, Dkk. 2002, Laporan Studi Evaluasi Dampak Keberadaan PT. Gaya Wahana Timber Di Area Situs Kemingking, Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Tim Studi, 1998, Studi Pelestarian Situs Di Kawasan pabrik Baja PT. Tanoto Steel Nusantara Desa Kemingking Luar Kecamatan Marosebo Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi, Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu
</div>
JELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999212122464881924.post-33925822633255982142011-02-28T09:01:00.011+07:002019-07-11T10:21:57.089+07:00BELAJAR ARKEOLOGI BAWAH AIR Di Negeri Gajah Putih<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgD1jaIjMO5uBKO_uymgBKq8inFQFUezeA5Xy7ntcnBp1BGMwZmGZt8_O_x6latVpg7AWzJfFTxS7YNoIycp8Ih35T649zJuoZebbSbLRDfmDrACJxHup9gTMACgaWpMjUPe4m25Z7KBX4/s1600/a.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="828" data-original-width="1104" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgD1jaIjMO5uBKO_uymgBKq8inFQFUezeA5Xy7ntcnBp1BGMwZmGZt8_O_x6latVpg7AWzJfFTxS7YNoIycp8Ih35T649zJuoZebbSbLRDfmDrACJxHup9gTMACgaWpMjUPe4m25Z7KBX4/s1600/a.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<b>Pendahuluan</b><br />
<div style="text-align: justify;">
Negara Indonesia adalah negara yang besar dengan wilayah lautannya lebih luas daripada daratannya. Potensi lautannya menyimpan kekayaan peninggalan warisan bawah air yang sangat besar. Ratusan atau bahkan mungkin ribuan kapal tenggelam menanti untuk diteliti dan dilestarikan. Kekayaan itu tidak luput dari ancaman manusia untuk kepentingan pribadi. Dari tahun ketahun keberadaan kapal-kapal tenggelam semakin berkurang oleh tangan-tangan nelayan maupun tangan-tangan yang bermodal besar.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pelestarian warisan budaya bawah air di Indonesia menghadapi ancaman antara lain disebabkan perlindungan hukum yang tidak kuat dan kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang terampil. Penelitian di bawah air bukan pekerjaan yang mudah. Diperlukan tidak hanya kemampuan selam yang handal tetapi juga pengetahuan arkeologi bawah air yang baik.</div>
<div style="text-align: justify;">
Peningkatan keterampilan dan pengetahuan bagi pegawai yang terlibat di arkeologi bawah air secara rutin dilakukan oleh pemerintah melalui Direktorat Peninggalan Bawah Air dan Unit Pelaksana Teknis di daerah. Namun dipandang belum cukup untuk meningkatkan kemampuan teknis pegawainya. Hal itu antara lain disebabkan belum adanya upaya untuk mengundang ahli-ahli dibidang arkeologi bawah air. Faktor lainnya adalah belum adanya kerjasama di bidang pelatihan dan penelitian dengan negara-negara yang berpengalaman dalam penelitian arkeologi bawah air sebagai upaya untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan langsung di lapangan akibatnya perkembangan arkeologi bawah air di Indonesia masih tertinggal dibanding Thailand dan Srilangka. Mereka telah melakukan kerjasama pelatihan dan penelitian antara lain dengan Australia dan Belanda.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kegiatan UNESCO Bangkok mengadakan kursus dasar dan dilanjutkan kursus lanjutan pada tahun ini diharapkan akan membantu meningkatkan pengetahuan dibidang warisan bawah air di Indonesia. Kursus dasar dilaksanakan selama 6 minggu dengan tenaga pelatih dari Inggris, Amerika, Australia, Belanda, Filipina dan Thailand. Kursus lanjutan rencananya dilaksanakan selama 2 minggu dengan materi mengenai Remote Sensing. Keikutsertaan peserta dari Indonesia diharapkan memberi manfaat semakin berkembangnya pengetahuan tentang perlindungan warisan budaya bawah air.</div>
<br />
<br />
<b>Materi Kursus</b><br />
<div style="text-align: justify;">
Pada tanggal 1 Maret sd. 10 April 2010 telah dilaksanakan UNESCO Second Foundation Course for Underwater Cultural Heritage di Chanthaburi, Thailand. Kegiatan kedua yang diadakan oleh UNESCO setelah kegiatan pertama yang dilaksanakan pada tanggal 26 Oktober sd. 4 Desember 2009. Kursus diatur dalam bentuk kursus dasar (foundation course) dan kursus lanjutan (advanced course). Kegiatan kursus merupakan respon dari rekomendasi para delegasi dan ahli yang menghadiri workshop regional Asia-Pasifik untuk mendiskusikan konvensi perlindungan warisan bawah air tahun 2001 di Hongkong, Cina pada tahun 2003. Pemerintah Thailand menjadi tuan rumah karena pengalamannya dan ketersediaan sarana dan prasarananya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pada kursus pertama dihadiri oleh peserta berjumlah 16 orang dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Kamboja, Laos, Thailand, dan Srilangka. Sedangkan kursus kedua dihadiri oleh peserta berjumlah 19 orang dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Kamboja, Brunei, Vietnam, Thailand, Pakistan, Banglades, dan Srilangka. Pelatih yang memberikan teori dan praktek merupakan para ahli dibidangnya yang berasal dari berbagai Negara berjumlah 11 orang yang berasal dari Inggris, Amerika, Australia, Belanda, Filipina, dan Thailand.</div>
<div style="text-align: justify;">
Para peserta dan pelatih ditempatkan di sebuah bangunan yang telah disediakan oleh panitia selama kegiatan berlangsung di daerah Chaetalep, Kota Chanthaburi. Lokasinya tepat dipinggir sungai. Bangunannya berbentuk memanjang terdiri dari kamar tidur, kamar mandi dan toilet, ruang kelas, ruang makan dan ruang tamu. Kamar tidur, ruang kelas, dan ruang makan dilengkapi dengan AC. Halamannya juga cukup luas. Tampak bahwa panitia mempersiapkannya dengan baik untuk kenyamanan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Materi-materi kursus terdiri dari teori, praktek, dan kunjungan ke situs arkeologi. Pengajaran teori dilakukan di dalam kelas setiap hari dari jam 09.00 sampai 17.00 dengan diselingi coffee break dan makan siang. Kegiatan di dalam kelas berlangsung selama 3 minggu. Setelah itu praktek di situs kapal tenggelam bernama Mannok Shipwreck di Distrik Klaeng. Lokasinya sekitar 2 jam dengan mobil dan 4 jam dengan kapal. Kegiatan berlangsung selama 2 Minggu. Selanjutnya kembali ke Chanthaburi untuk mengikuti teori dan menyelesaikan tugas yang berupa pembuatan laporan Rencana Manajemen (management plan), pameran (exhibition), dan Presentasi Akhir (final presentation). Laporan lengkapnya sebagai berikut:</div>
<br />
<br />
<b>Teori</b><br />
<div style="text-align: justify;">
Pada kursus dasar ini diberikan teori-teori yang berjumlah 23 buah. Teori yang diberikan sebagian besar diajarkan oleh Christhoper Underwood yang merupakan pelatih dari Nautical Archaeology Society (NAS). NAS ini biasa mengadakan sertifikasi yang terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu tingkat I, II, dan III. Pada kursus dasar ini diajarkan teori dan praktek untuk tingkat I. Pengajar lainnya hanya memberikan satu atau dua materi. Teori-teori yang dipelajari lengkapnya sebagai berikut:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Pengenalan Arkeologi (Introduction to Archaeology)</div>
<div style="text-align: justify;">
Topik yang dipelajari meliputi definisi arkeologi, tipe-tipe peninggalan arkeologi, karakteristik dari situs-situs arkeologi bawah air, interpretasi artefak, dan metode-metode untuk identifikasi pertanggalan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
2. Pengenalan Survei 2D (Introduction to 2D Survey)</div>
<div style="text-align: justify;">
Topik yang dipelajari meliputi tujuan survey, hasil dari survey, peralatan survei dasar, pengenalan metode-metode survey arkeologi 2D, dan hasil penggambaran.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
3. Pengenalan Survei Situs 3D (Introduction to 3D Site Surveying)</div>
<div style="text-align: justify;">
Topik yang dipelajari meliputi revisi dari metode-metode survei 2D, Penggunakan metode-metode survei 2D untuk survei 3D, Metode survei langsung dan proses hasil survei</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
4. Pengenalan Manajemen Proyek (Introduction to Project Management)</div>
<div style="text-align: justify;">
Topik yang dipelajari meliputi tipe-tipe proyek yang berbeda, Pentingnya sasaran dan tujuan yang jelas, fase-fase proyek arkeologi yang berbeda, aspek-aspek yang berbeda yang diperlukan untuk menjadi kesimpulan dalam sebuah rencana, sumber-sumber informasi yang dapat digunakan dalam perencanaan sebuah proyek, dan pengenalan contoh-contoh praktis</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
5. Keselamatan Selam and Logistik Proyek (Diving Safety and Project Logistic)</div>
<div style="text-align: justify;">
Topik yang dipelajari meliputi tugas dan tanggungjawab yang berbeda pada sebuah situs, isu-isu keselamatan, keselamatan dan logistik secara umum, Keselamatan dan logistik situs bawah air dan situs kawasan pasang surut, sistim-sistim perekaman penyelaman</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
6. Metode-Metode Survey dan Pencarian area (Area Search and Survey Methods)</div>
<div style="text-align: justify;">
Topik yang dipelajari meliputi metode-metode survei atau pencarian oleh penyelam, pencarian dengan alat geografik, dan penentuan posisi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
7. Manajemen Data (Data Management)</div>
<div style="text-align: justify;">
Topik yang dipelajari meliputi prinsip-prinsip aktivitas setelah kerja lapangan, interpretasi sebuah situs, arsip situs dan penyebaran hasil.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
8. Desk Based Assessment</div>
<div style="text-align: justify;">
Topik yang dipelajari meliputi prinsip-prinsip dari desk-based assessment, penggunaan sumber-sumber bahan primer dan sekunder, jangkauan dan batasan-batasan data dan apllikasinya untuk proyek-proyek perencanaan atau managemen, penggunaan sumber-sumber dokumentasi dan informasi evaluasi dan relevansinya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
9. Teknologi Kapal (Ship Technology)</div>
<div style="text-align: justify;">
Topik yang dipelajari meliputi pengenalan kapal kayu dan besi Eropa dari abad 18-19 masehi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
10. Penilaian Signifikan (Significance Assessment)</div>
<div style="text-align: justify;">
Topik yang dipelajari meliputi konsep dari penilaian signifikan, penilaian signifikan budaya, pentingnya penilaian signifikan untuk manajemen warisan budaya bawah air, bagaimana menggunakan penilaian-penilaian dampak arkeologi dan perencanaan-perencanaan manajemen konservasi, mengaplikasikan informasi ke penilaian yang dimiliki dari sebuah situs yang dipilih.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
11. Pengenalan Konvensi UNESCO 2001 (Introduction to the 2001 UNESCO Convention)</div>
<div style="text-align: justify;">
Topik yang dipelajari meliputi isi dari konvensi, isu-isu menurut aturan dan operasionalnya, dan tambahannya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
12. Pengenalan GIS (Introduction to GIS)</div>
<div style="text-align: justify;">
Topik yang dipelajari meliputi apa yang dimaksud dengan GIS, Macam-macam penggunaan GIS, GIS dalam arkeologi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
13. Publikasi Arkeologi (Archaeological Publication)</div>
<div style="text-align: justify;">
Topik yang dipelajari meliputi apa publikasi tentang arkeologi, proses-proses yang tersangkut dalam memperoleh mempublikasikan sebuah artikel, latihan yang paling baik dalam mengilustrasikan artikel-artikel untuk publikasi. Isu-isu yang berhubungan dengan hak penggandaan dan ijin untuk penggunaan gambar-gambar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
14. Analisis Budaya Materi (Material Culture Analysis)</div>
<div style="text-align: justify;">
Topik yang dipelajari meliputi produksi (penciptaan dan pembuatan), teknologi (contoh pembangunan kapal), fungsi (penggunaan) dan ragam- kelanjutan dan perubahan, arti, kontek, pertukaran (perdagangan), komsumsi, transformasi (perubahan penggunaan)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
15. Pengenalan Arkeologi Intrusif (Introduction to Intrusive Archaeology)</div>
<div style="text-align: justify;">
Topik yang dipelajari meliputi pengenalan tentang ekskavasi sebagai bagian dari manajemen UCH, tanggungjawab sebagai arkeolog terhadap situs dan temuan, dan tehnik-tehnik intrusif</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
16. Penanganan Temuan/Konservasi (Finds Handling/Conservation)</div>
<div style="text-align: justify;">
Topik yang dipelajari meliputi pengenalan penilaian-penilaian kondisi, perawatan-perawatan, penyimpanan koleksi batu, kaca, keramik, besi, tembaga, timah, perak, emas, alumunium, dan bahan-bahan organik, dan pertolongan pertama pada temuan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
17. Perlindungan insitu (In situ Protection)</div>
<div style="text-align: justify;">
Topik yang dipelajari meliputi pengenalan perlindungan in situ, kenapa perlindungan in situ, dan ancaman terhadap warisan budaya bawah air, pengukuran keluasan kerapuhan, dan contoh-contoh tehnik yang digunakan untuk perlindungan in situ</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
18. Sumber-Sumber Arkeologi (Archaeological Resources)</div>
<div style="text-align: justify;">
Topik yang dipelajari meliputi pembagian sumber-sumber arkeologi dalam subgrup, apa sumber-sumber arkeologi yang diketahui dan tak diketahui, dan sumber-sumber arkeologi masa depan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
19. Mengelola Warisan Budaya Bawah Air (Managing Underwater Cultural Heritage)</div>
<div style="text-align: justify;">
Topik yang dipelajari meliputi pengenalan tentang mengelola warisan budaya bawah air, bagaimana cara mengelola UCH, penentu kebijakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
20. Analisis Keramik Asia (Asian Ceramic Analysis)</div>
<div style="text-align: justify;">
Topik yang dipelajari meliputi pengenalan mengenai keramik Asia dan analisisnya, serta metode pertanggalannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
21. Kapal Asia (Asian Boat)</div>
<div style="text-align: justify;">
Topik yang dipelajari meliputi pengenalan teknologi kapal Asia, istilah, dan struktur-struktur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
22. Museologi (Museology)</div>
<div style="text-align: justify;">
Topik yang dipelajari meliputi pengenalan museum, definisi, peranan-peranannya dalam warisan budaya bawah air, pameran, dan manajemen.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
23. Arkeologi Publik/Peningkatan Kesadaran (Public Archaeology/Raising Awareness)</div>
<div style="text-align: justify;">
Topik yang dipelajari meliputi pengenalan tentang arkeologi publik dan bentuk-bentuk keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan arkeologi.</div>
<br />
<br />
<b>Praktek</b><br />
<div style="text-align: justify;">
Kegiatan praktek berupa pengukuran perahu dan pengukuran 2D/3D. Praktek pengukuran perahu kayu dilakukan di kantor Underwater Archaeology Division (UAD) Thailand. Peserta dibagi dalam empat tim yang masing-masing berjumlah 4 orang pada 2 buah perahu kayu. Pada kegiatan tersebut dilakukan pengukuran untuk mendapatkan gambar ship plan yang terdiri dari body plan (section plan), sheer plan (elevation plan or profile plan), dan half-breadth plan (water line plan or level line plan).</div>
<div style="text-align: justify;">
Praktek pengukuran 2D/3D dilakukan di sebuah situs kapal tenggelam yang bernama Situs Mannok. Di situs ini terdapat kapal tenggelam yang berasal dari abad 19 Masehi. Reruntuhan kapal merupakan kapal uap yang terbuat dari besi. Lokasi tenggelamnya di kedalaman 20 meter. Peserta dibagi dalam tiga tim yang masing-masing berjumlah 4 atau 5 orang. Kegiatan penyelaman dilakukan dua kali dalam sehari pada pagi dan siang hari. Para penyelam dibagi dalam 2 kelompok dari masing-masing tim. Ketiga tim melakukan pengukuran pada bagian depan (bow), tengah (mid), dan belakang (stern). Tugas masing-masing tim adalah untuk mempraktekkan pengukuran dengan cara offset, ties, atau trilateration. Pengukuran dilakukan pada sisa-sisa kapal dan temuan-temuan yang tersebar di dalam dan luar kapal. Gambar yang dihasilkan oleh masing-masing tim selanjutnya digabung dan menghasilkan gambar rencana situs (siteplan), potongan (cross section), dan elevasi (elevation). Setiap tim selanjutnya menuliskannya ke dalam management plan.</div>
<br />
<br />
<b>Kunjungan</b><br />
<div style="text-align: justify;">
Kegiatan kunjungan dilaksanakan pada waktu libur yang waktunya sehari dalam seminggu. Panitia membawa peserta ke Museum Maritim Nasional (National Maritime Museum) dan situs-situs arkeologi yang berada di kota Chanthaburi. Museum maritim merupakan museum yang dibangun di dalam sebuah benteng kuno. Museum ini satu kompleks dengan kantor Underwater Archaeology Division (UAD). Museum maritim menampilkan sejarah maritim Kerajaan Thailand dan juga hasil-hasil yang telah dilakukan oleh tim UAD. Di dalam museum ini terdapat diorama aktivitas arkeologi bawah air dan gudang penyimpanan benda-benda yang ditemukan pada kapal tenggelam yang telah diteliti. Isi gudang sebagian besar berupa keramik Thailand. Ditampilkan juga beragam replika perahu kuno dan perahu yang dipergunakan oleh raja dan masyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kunjungan ke situs-situs arkeologi adalah ke lokasi kolam kuno yang dibangun pada masa Kerajaan Khmer dan kolam perahu kuno. Situs kolam kuno adalah tempat yang dipergunakan untuk mandi mensucikan diri sebelum melakukan ibadah di pura. Tak jauh dari lokasi terdapat dua buah bangunan stupa yang terbuat dari bata kuno. Kedua stupa tersebut sekarang berada di dalam kompleks ibadah para biksu yang dilengkapi dengan bangunan baru. Di sana juga terdapat museum yang menyimpan peninggalan-peninggalan purbakala.</div>
<div style="text-align: justify;">
Lokasi kolam perahu kuno disebut situs Samed Ngam. Diduga dahulunya merupakan tempat pembangunan kapal. Di situs terdapat kapal tenggelam yang disebut Junk. Kapal itu pertama kali ditinjau pada tahun 1982 dan dilanjutkan penelitiannya pada tahun 1989. Pada saat sekarang kerangka kapal masih dibiarkan di dalam air menyerupai kolam dilindungi oleh bangunan pelindung sehingga tidak terkena panas dan hujan. Di dekatnya dibangun museum yang berisikan foto-foto proses penelitian, gambaran tentang junk, dan temuan-temuan arkeologis.</div>
<br />
<br />
<b>Penutup</b><br />
<div style="text-align: justify;">
Indonesia sebagai negara yang belum meratifikasi Konvensi 2001 telah mendapatkan kesempatan untuk mengirimkan warganegaranya mengikuti kursus dasar warisan budaya bawah air di Thailand. Dibandingkan dengan negara-negara peserta lainnya, maka Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi warisan bawah air yang paling banyak dan juga rawan dalam kasus pengangkatan yang dilakukan oleh pemburu harta karun. Satu hal yang menjadi keprihatinan UNESCO adalah adanya kegiatan pengangkatan yang bertujuan untuk komersial.</div>
<div style="text-align: justify;">
UNESCO mengadakan kursus ini bertujuan untuk membangun kemampuan regional dalam perlindungan dan manajemen warisan bawah air melalui pelatihan profesional mengenai teknik-teknik pemetaan dan inventarisasi arkeologi bawah air, identifikasi situs, inventarisasi dan investigasi, museologi, pemantauan dan perlindungan menurut standar profesional internasional; untuk menyediakan sebuah jaringan diantara negara-negara peserta melalui dorongan kerjasama yang erat dan penyebarluasan pelatihan yang baik, dan juga pertukaran informasi dalam bidang konservasi dan manajemen; dan untuk menyiapkan negara-negara anggota dalam pengesahan dan pelaksanaan konvensi 2001 dan tambahannya. </div>
JELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-3999212122464881924.post-79099426459754990672011-02-21T10:43:00.007+07:002019-04-12T15:02:52.961+07:00TEMUAN KUBUR BATU DI LAHAT<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9obPO_zZ_PazKVVEftqUKzynn7Yd1KArtV_KJsfYL4AK4ZcHfVY8ShqrD9LY4vmk4_snlmh7x5hM7OnidsTHgqeME_USimZw7OjR4C9YJ7Qq84EwwS8e0ZRp1ma-FwzwPk0nbb1RB-kM/s1600/blog3.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" height="240" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5575986205822023282" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9obPO_zZ_PazKVVEftqUKzynn7Yd1KArtV_KJsfYL4AK4ZcHfVY8ShqrD9LY4vmk4_snlmh7x5hM7OnidsTHgqeME_USimZw7OjR4C9YJ7Qq84EwwS8e0ZRp1ma-FwzwPk0nbb1RB-kM/s320/blog3.jpg" style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt;" width="320" /></a><br />
<span style="font-weight: bold;"><br />Pendahuluan</span><br />
<div style="text-align: justify;">
Dataran tinggi Pegunungan Bukit Barisan yang memanjang sepanjang Pulau Sumatera menyimpan banyak peninggalan-peninggalan tua dari masa Prasejarah. Hal itu tidak mengherankan karena dataran tinggi tersebut merupakan daratan yang tidak terendam oleh laut dan merupakan jalur migrasi manusia prasejarah. Peninggalan manusia prasejarah tersebut dapat ditemukan di daerah Kerinci (Jambi), daerah Pasemah (Sumatera Selatan), dan lima puluh kota (Sumatera Barat). Namun dibanding dengan daerah lainnya, daerah Pasemah merupakan daerah yang paling kaya dengan peninggalan Prasejarahnya. Batu-batu besar dengan berbagai bentuk, pahatan di bukit batu, susunan batu yang membentuk ruangan sangat menakjubkan dan memerlukan keahlian yang tinggi. Masyarakat Pasemah menyebutnya batu gajah, rumah batu, batu macan, dan sebagainya. Kalangan para ahli menggolongkannya dalam tradisi megalitik.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Peninggalan megalitik di Pasemah sekarang ini berada di lahan milik penduduk yang berupa sawah atau kebun. Sering terjadi pada saat pengolahan lahan ditemukan peninggalan megalitik yang terpendam di dalam tanah. Namun berbeda halnya dengan laporan temuan kubur batu di Kecamatan Pajar Bulan, Kabupaten Lahat yang berasal dari mimpi. Apapun penyebabnya, penemuan itu kemudian dilaporkan masyarakat kepada instansi terkait. Penemuan Kubur Batu ini merupakan kabar gembira bagi penelitian arkeologi dalam rangka mengungkap “misteri” peninggalan purbakala di dataran tinggi Pasemah.</div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Letak dan Lingkungan</div>
<div style="text-align: justify;">
Temuan kubur batu secara administratif terletak di Desa Talang Pagar Agung, Kecamatan Pajar Bulan, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan. Secara astronomis terletak pada titik koordinat 03° 59' 45.3" LS dan 103° 17' 28.0" BT. Desa Talang Pagar Agung dapat ditempuh dari dua arah, yaitu melalui Kantor Kecamatan Pajar Bulan dengan jarak tempuh 7 km atau melalui Simpang Karet yang terletak sebelum Pasar Kota Pagaralam dengan jarak tempuh lebih jauh sekitar 9 km. Perjalanan melalui Kantor Kecamatan Pajar Bulan dari arah Kota Lahat melalui Kota Pagaralam terlebih dahulu. Namun jalannya tidak dapat dilalui oleh kendaraan roda empat. Kami menuju lokasi melalui Simpang Karet yang lokasinya berada di sebelah kanan jalan dari Kota Lahat. Pada awal perjalanannya melalui jalan yang tidak berkelok-kelok. Namun setelah melalui Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kota Pagaralam, maka jalan dilalui dengan berkelok-kelok. Kondisi jalan yang semula aspal selanjutnya jalan tanah yang pada saat itu sedang dalam pembangunan saluran air.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Desa Talang Pagar Agung dahulunya merupakan daerah perkebunan di jaman Belanda. Nama Talang berarti tempat tinggal sementara yang biasa ditempati para pekerja kebun. Setelah Belanda keluar dari daerah itu, maka para pekerja kebun menempatinya dan akhirnya terbentuk sebuah desa. Mereka berasal dari Desa Pagar Agung. Nama Desa Talang Pagar Agung merupakan gabungan dari kata Talang dan Desa Pagar Agung. Sekarang Desa Talang Pagar Agung dihuni oleh 124 KK dengan jumlah penduduk 684 jiwa. Luas desa berukuran 275 ha terdiri dari kebun 270 ha dan pemukiman 5 ha.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Temuan kubur batu berada di sebelah kiri jalan di dalam kebun kopi milik Bapak Lukman. Lokasinya sebelum rumah Kepala Desa yang bernama Bapak Fahrudin. Dari jalan desa menuju kubur batu dengan berjalan kaki menempuh jarak sekitar 100 meter. Kubur batu tersebut telah dipagar dengan menggunakan bambu dan batang pohon oleh penduduk setelah selesai penggalian di bagian dalamnya. Di luar pagar tersebut di sebelah Barat terdapat batu besar yang diperkirakan juga merupakan kubur batu. Namun untuk mengetahui lebih lanjut perlu dilakukan penelitian. Temuan lain yang diperkirakan juga merupakan kubur batu adalah batu besar di kebun yang pemiliknya bernama Bapak Alpin. Batu berukuran cukup besar dengan bagian permukaan yang datar. Batu tersebut ditopang atau batu-batu yang berada di bawahnya. Batu di bagian bawah tampak telah terbelah sehingga mengakibatkan batu besar dibagian atas bergeser.</div>
<br />
<span class="fullpost"><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Deskripsi Kubur Batu </span></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Temuan kubur batu di kebun kopi milik Bapak Lukman letaknya berdampingan dengan orientasi Utara-Selatan. Kedua kubur batu mempunyai pintu masuk di sebelah Barat. Menurut informasi, semula bagian yang tampak dari permukaan tanah hanya sedikit, yaitu bagian atap dari kubur batu yang berada di sisi Utara. Setelah dilakukan penggalian, maka ditemukan dua kubur batu. Bagian atap ini terkubur dalam tanah sedalam 20 cm. Penggalian kubur batu dilakukan oleh masyarakat berjumlah 12 orang. Mereka melakukan penggalian selama 10 hari. Kegiatan penggalian itu mengikuti petunjuk seseorang yang dipercaya sebagai paranormal. Tanah yang berada di dalam kubur batu dikeluarkan dan diratakan sekitar kubur batu. Pada saat penggalian ditemukan kepala manusia dari batu putih dan batu-batu pipih dan runcing.</span></div>
<span class="fullpost"><br /></span>
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Temuan lainnya yang berada di sekitar kubur batu adalah adanya batu besar yang berada di sebelah Barat dari temuan 2 kubur batu. Jaraknya sekitar 500 cm. Batu ini diduga juga merupakan kubur batu bagian atap. Namun untuk membuktikan hal tersebut perlu dilakukan penelitian. Pada kesempatan itu juga kami ditunjukkan batu besar lain yang berada di kebun milik Bapak Alpin. Lokasi kebun berada di sebelah Timur dari kubur batu. Berikut uraian temuan-temuan purbakala hasil peninjauan di Desa Talang Pagar Agung</span></div>
<span class="fullpost">
<br /><span style="font-weight: bold;">a. Kubur Batu I (Utara)</span><br /><div style="text-align: justify;">
Kubur batu ini terletak di sebelah Utara. Pintu masuk berada di sebelah Barat berukuran tinggi 97 cm dan lebar 45. Pintu ini cukup besar untuk dimasuki orang yang mempunyai berat 80-90 kg. Pintu masuk ini lebih rendah daripada permukaan tanah sekitarnya sedalam 80 cm. Pintu masuk dibentuk dari dua buah batu yang disusun di sebelah kanan dan kiri. Berikutnya kita memasuki kubur batu yang lantainya lebih rendah dari jalan masuk sedalam 63 cm. Lantai tersusun dari beberapa lempengan batu yang kecil. Ruangan kubur batu berukuran panjang 225 cm dan lebar 157 cm dan tinggi 160 cm. Ruangan ini mempunyai dinding yang terbuat dari batu-batu besar di sisi Utara, Timur, dan Selatan. Hasil pengukuran batu besar yang dilakukan dibagian tengah batu menghasilkan ukuran sebagai berikut : Batu besar yang di sisi Utara berukuran panjang 212 cm dan lebar 129 cm. Pada dindingnya tidak tampak adanya lukisan hanya ada lubang-luang berbentuk lingkaran. Batu yang di sisi Timur berukuran panjang 150 cm dan lebar 127 cm. Pada dinding sisi Timur ini tampak adanya lukisan. Namun lukisan tersebut tidak jelas lagi hanya terlihat adanya goresan warna hitam dan merah. Batu yang di sisi Selatan berukuran panjang 188 cm dan lebar 131 cm. Pada batu ini tidak terdapat lukisan. Pada bagian atap tersusun dari dua batu dengan batu yang paling besar berukuran panjang 250 cm lebar 169 cm.</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">b. Kubur Batu II (Selatan)</span><br /><div style="text-align: justify;">
Kubur batu ini terletak di sebelah Selatan dari kubur batu I. Pintu masuknya berada di sebelah Barat. Pintu masuk berukuran lebar 45 cm dan tinggi 84 cm. Pintu masuk tersusun dari dua buah batu yang berada di sebelah kanan dan kiri. Lantai kubur batu lebih rendah sedalam 76 cm. Batu-batu besar menyusun kubur batu menjadi ruangan berukuran panjang 214 cm dan lebar 180 cm dengan tinggi 160 cm. Batu di dinding sisi Utara berukuran panjang 194 cm dan lebar 130 cm. Pada dinding terdapat pahatan yang berupa lingkaran. Batu di sisi Timur berukuran panjang 189 cm dan lebar 159 cm. Pada dinding Timur tampak lukisan di hampir sebagian besar permukaan batunya menggunakan warna merah dan hitam. Warna hitam digunakan untuk menarik garis membentuk sesuatu sedangkan warna merah untuk mengisi bagian dalam dari bentuk tersebut. Lukisan tampak sudah tidak jelas sehingga sulit untuk diketahui bentuk yang digambarkan. Batu di sisi Selatan berukuran panjang 157 cm dan lebar 148 cm. Lukisan di sisi Selatan juga dibuat di sebagian besar permukaan batunya. Pada sisi kanan atas tampak adanya gambar manusia dengan kaki yang sedang melangkah lebar dan tangan ke depan sedang memegang benda berbentuk bulat. Penggunaan warna hitam dipakai untuk menarik garis. Sedangkan warna merah sebagai isinya. Gambar-gambar lainnya tidak jelas lagi. Sementara itu bagian atap tersusun dari satu buah batu yang berukuran panjang 190 cm dan lebar 150 cm. Pada bagian atap terdapat pahatan berupa kotak-kotak seperti papan catur.</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">c. Kepala Arca</span><br /><div style="text-align: justify;">
Kepala arca menurut informasi berasal dari Kubur Batu II. Kepala ini hanya sampai batas leher bagian atas. Kepala arca berukuran panjang 15 m dan lebar 12 cm. Kepala arca terbuat dari batu putih. Tampak bagian mata yang menonjol berbentuk lonjong. Dibawah mata adalah pipi yang juga menonjol. Bagian hidung telah putus tinggal menyisakan sedikit. Sementara bagian mulut tampak lebar dan samar-samar.</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">d. Temuan Lainnya</span><br /><div style="text-align: justify;">
Pada kesempatan itu ditunjukkan pula temuan lain yang lokasinya tidak jauh dari temuan kubur batu. Lokasinya berada di Kebun Kopi milik Bapak Alpin. Tepatnya di sebelah Timur dari temuan kubur batu. Temuan berupa batu besar dan pipih yang ditopang oleh batu yang berada di bawahnya. Batu bagian bawah tampak belum lama terbelah menyebabkan batu bagian atas bergeser. Diperkirakan batu ini merupakan kubur batu atau meja batu.</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">Kubur Batu Besemah</span><br /><div style="text-align: justify;">
Daerah lembah lereng Gunung Dempo ke selatan sampai ke Ulu sungai Ogan (Kisam), ke barat sampai Ulu alas (Besemah Ulu Alas), ke utara sampai ke Ulu Musi Besemah (Ayik Keghuh), dan ke arah timur sampai Bukit Pancing dikenal pada jaman dahulu sebagai Besemah atau Pasemah. Pada masa sekarang termasuk dalam wilayah administrasi Kota Pagaralam dan Kabupaten Lahat. Daerah Besemah merupakan dataran tinggi dan pegunungan yang bergelombang. Ketinggian wilayah sangat bervariasi, dari ketinggian sekitar 441 meter dpl ( diatas permukaan laut ) sampai dengan 3.000-an meter lebih dpl. Daerah dataran tinggi 441 meter sampai dengan 1.000 meter dpl, sedangkan daerah berbukit dan bergunung ( bagian pegunungan ) berada pada ketinggian di atas 1.000 meter hingga 3.000 meter lebih dpl. Titik tertinggi adalah 3.173 meter dpl, yaitu puncak Gunung Dempo yang sekaligus merupakan gunung tertinggi di Sumatera Selatan. Daerah Gunung Dempo dengan lereng-lerengnya pada sisi timur dan tenggara mencakup 58,19 % dari luas wilayah Kota Pagar Alam sekarang yang 633,66 hektar.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bukit dan gunung yang terpenting di wilayah Kota Pagar Alam, antara lain adalah Gunung Dempo (3.173 m), Gunung Patah, (2.817 m), Bukit Raje Mendare, Bukit Candi, Bukit Ambung Beras, Bukit Tungku Tige (Tungku Tiga), dan Bukit Lentur. Bagian wilayah kota yang merupakan dataran tinggi, terutama bagian timur, umumnya disebut “ Tengah Padang”. Daerah pusat Kota Pagar Alam yang meliputi kecamatan Pagaralam Utara dan Kecamatan Pagaralam Selatan atau wilayah bekas Marga Sumbay Besak Suku Alundue terletak pada ketinggian rata-rata 600 samapai 3.173 meter dpl. Daerah Besemah dialiri sejumlah sungai. Satu diantaranya adalah sungai Besemah (Ayik Besemah).<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mengenai keadaan alam Besemah pada permulaan abad ke-19, menurut pendatang Belanda dari karangan van Rees tahun 1870 melukiskan bahwa sampai dengan tahun 1866 ada rakyat yang mendiami perbukitan yang sulit di datangi di sebelah tenggara Bukit Barisan yang tidak pernah menundukkan kepalanya kepada tetangga walaupun sukunya lebih besar. Walau hanya terdiri dari beberapa suku saja, mereka menamakan dirinya rakyat bebas merdeka. Dari barat daya sulit ditembus oleh orang-orang Bengkulu, dari tiga sudut lain dipagari oleh gunung-gunung yang menjulang tinggi dan ditutupi oleh hutan rimba yang lebat dan luas di daerah pedalaman Palembang.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di daerah Besemah ini banyak ditemukan peninggalan megalitik. Peninggalan megalitik di daerah ini pernah dilaporkan oleh Ullman tahun 1850, Tombrink tahun 1870, Engelhard tahun 1891, Krom tahun 1918, Westernenk tahun 1922, dan Hoven tahun 1927, yang hampir semuanya beranggapan bahwa bangunan-bangunan tersebut merupakan peninggalan Hindu. Pada tahun 1929, van Eerde mengunjungi tempat tersebut, ia berbeda pendapat dengan angggapan-anggapan terdahulu. Van Eerde menyatakan, bahwa peninggalan megalitik di Besemah tidak pernah dipengaruhi oleh budaya Hindu, tetapi masih termasuk dalam jangkauan masa prasejarah. Bentuk megalitik tampak nyata pada peninggalan tersebut seperti pada menhir, dolmen, dan lain-lain. Kemudian van der Hoop melakukan penelitian yang lebih mendalam selama kurang lebih 7 bulan di Tanah Besemah. Hoop menghasilkan publikasi lengkap tentang megalit di daerah tersebut. Publikasi ini sampai kini masih sangat berharga bagi penelitian situs-situs megalit di Tanah Besemah. Van Heerkeren telah membuat ikhtisar tentang penemuan-penemuan megalitik di Indonesia, termasuk di Sumatera Selatan, sedangkan Peacock mencoba membahas megalit Besemah ini dari sudut pandang sejarah dan fungsinya dalam usaha penelahan kehidupan sosial masa lampau.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Para ahli memperkirakan budaya megalitik yang masuk .ke Indonesia melalui dua gelombang besar. Gelombang pertama, yang disebut megalitik tua, diperkirakan masuk ke Indonesia sekitar 2.500-1.500 tahun sebelum Masehi yang ditandai oleh pendirian monumen-monumen batu seperti menhir, undak batu, dan patung-patung simbolis-monumental. Gelombang kedua disebut sebagai megalitik muda yang diperkirakan masuk ke Indonesia sekitar awal abad pertama sebelum Masehi hingga abad-abad pertama Masehi. Monumen-monumen yang mewakili kelompok tinggalan Megalitik muda antara lain berupa monumen peti kubur batu, dolmen, dan sarkofagus.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bangunan megalitikum tersebut terdapat hampir diseluruh kepulauan Indonesia. Bentuk bangunan kuno ini bermacam-macam dan berdiri sendiri ataupun berkelompok. Maksud utama dari pendirian bangunan tersebut tidak luput dari latar belakang pemujaan nenek-moyang, dan pengharapan kesejahteraan bagi yang hidup, serta kesempurnaan bagi si mati. Bangunan yang paling tua dengan bentuk tersebut di atas dapat diduga umurnya secara nisbi (relatif). Bentuk-bentuk tempat penguburan dapat berupa dolmen, peti kubur batu, bilik batu, dan lain-lain. Di tempat kuburan-kuburan semacam itu biasanya terdapat berbagai batu besar lainya sebagai pelengkap pemujaan nenek-moyang, seperti menhir, patung nenek-moyang, batu saji, batu lumpang, batu lesung, batu batu dakon, tembok batu atau jalan yang berlapis batu.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hasil penelitian-penelitian arkeologis menegaskan bahwa di Tanah Besemah pernah ada masyarakat yang hidup dan berkembang dalam lintasan prasejarah. Hal ini terbukti dengan banyaknya peninggalan budaya megalitik yang tersebar, misalnya di Tegurwangi, Tanjungaro, Belumai, Gunung Kaya, Gunung Megang, Pulau Panggung, Geramat dan sebagainya. Di beberapa situs itu ditemukan kubur batu. Kubur batu terbentuk dari batu-batu besar yang digunakan sebagai dinding dan atap. Batu-batu tersebut disusun dalam lubang yang telah disiapkan terlebih dahulu.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selain Van der Hoop, penelitian tentang kubur batu ini dilakukan juga oleh peneliti C.C. Batenberg dan C.W.P. de Bie. Van der hoop sendiri telah meggali salah satu kubur batu yang berada di Teguwangi, yang dianggap paling besar di antara-antara kubur batu lainnya. Ia berhasil menemukan benda-benda yang penting sebagai bukti peninggalan dari pendukung tradisi kubur batu. Pemukaan atas tutup kubur batu berada 25 cm dibawah permukaan tanah, dan tutup peti kubur batu ini terdiri dari beberapa papan batu. Sela – sela antara batu – batu penutup dan antara penutup dengan peti tersebut diisi dengan batu – batu kecil. Diantara papan – papan penutup, yang paling besar berukuran panjang 2,5 m. Lantai yang agak melandai dengan arah timur barat, terdiri dari 3 papan batu. Lapisan tanah selebar 20 cm dari atas peti, berisi temuan – temuan, seperti 4 butir manik – manik merah berbentuk silindrik, sebuah manik berwarna hijau transparan berbentuk heksagonal tangkup, sebuah paku emas berkepala bulat dan ujung yang tumpul, sebuah manik berwarna kuning keabu – abuan dua buah mekanik berwarna biru serta sebuah fragment perunggu selain itu masih ditemukan manik – manik dalam berbagai bentuk sebanyak 63 buah.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Didalam kubur batu yang lainnya yang pernah dibuka oleh Batenburg, ditemukan beberapa buah manik – manik berwarna kuning dan sebuah mata tombak dari besi yang telah sangat berkarat. Didalam kubur batu yang ditemukan oleh de Bie, terdapat sebuah lempengan perunggu berbentuk segiempat yang mengembung di bagian tengah. Selanjutnya de Bie menemukan peti kubur batu rangkap di Dusun Tanjung aro yang terdiri dari dua ruang sejajar berdampingan, dipisahkan oleh dinding yang di lukis dengan warna-warna hitam, putih, merah, kuning, dan kelabu. Lukisan ini menggambarkan manusia dan binatang yang distilir antara lain tampak gambar tangan dengan tiga jari, kepala kerbau dengan tanduknya, dan mata kerbau yang digambarkan dengan lambang-lambangnya dihubungkan dengan konsepsi pemujaan nenek-moyang.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam bidang seni, tradisi megalitik di Besemah telah mengenal seni lukis yang berkualitas tinggi, baik dari segi bentuk maupun dari tata warna. Gaya naturalis serta gaya-gaya stilir telah muncul pada berbagai dinding kubur batunya yang dapat dilihat di situs megalitik Tanjungaro, megalitik Tegurwangi, dan megalitik Kotaraya Lembak. Lukisan purba di dusun Tanjungaro ditemukan pertama kali oleh Van der Hoop. sedangkan yang di dusun Tegurwangi dan dusun Kotaraya Lembak ditemukan oleh penduduk sekitar tahun 1987. Lukisan-lukisan tersebut mempunyai perpaduan warna yang menunjukkan bukti bahwa pembuatnya sudah mempunyai teknik yang berkualitas tinggi dalam penguasaan tata warna.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut hasil analisis bentuk yang dilakukan Hoop, lukisan dari kubur batu Tanjungaro menggambarkan seorang manusia yang mengendarai seekor kerbau yang mengacu pada bentuk antropomorpik (bentuk manusia) dan bentuk fauna baik jenis kerbau maupun kera. Pada lukisan dari kubur batu Tegurwangi dan Kotaraya Lembak, juga memiliki kualitas tinggi baik dipandang dari sudut estetika maupun simbol yang melatarbelakanginya. Tampaknya lukisan tersebut merupakan suatu pesan dari pelukisnya dalam bentuk simbol yang mengacu pada perilaku dan kehidupan religius masa itu. Analisis laboratorium yang dilakukan oleh Samidi, dari Direktorat perlindungan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala, berhasil mengungkapkan tentang bahan-bahan yang digunakan memakai warna hitam, merah, putih dan kuning. Warna merah dalam pada masa prasejarah telah menduduki tempat yang sangat penting. Warna merah telah banyak digunakan dalam upacara-upacara prosesi penguburan.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Objek-objek lukisan purba di Besemah di atas adalah manusia, fauna, flora, benda buatan manusia dan alam. Lukisan manusia digambarkan dengan susunan anatomi yang lengkap terdiri dari kepala, leher, badan, kaki dan berbagai anggota badan, seperti hidung, mata, mulut dan lain-lain secara lengkap. Walaupun demikian penggambaran tokoh manusia dibuat dalam proporsi yang tidak sebenarnya, antara lain posisi kepala terlalu kedepan, sehingga objek lukisan seolah-olah bongkok. Demikian pula kadang-kadang badan terlalu gemuk dan leher pendek, penggambaran kaki seorang tokoh biasanya lebih pendek dibandingkan dengan anggota badan lainnya. Tokoh manusia banyak yang menunjukkan bentuk fisik seperti fisik orang Negro. Di dalam kubur batu di Dusun Tegurwangi, tokoh manusia ada yang digambarkan seperti seorang wanita dengan payudara yang besar. Tampaknya dalam bidang seni ada kesejajaran dalam tingkat keahlian antara seni lukis dan seni pahat. Hal ini tampak dari hasil pahatan dalam bentuk arca maupun dalam bentuk lukisan yang menghasilkan bentuk dan proporsi manusia yang hamper sama. Dalam seni lukis tokoh manusia juga di gambarkan dengan posisi bongkok dan dengan bibir lebar yang tebal.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lukisan dalam bentuk binatang (fauna) terdiri dari binatang liar dan binatang-binatang yang telah dibudidayakan. Binatang liar, antara lain, adalah harimau (pengamatan Teguh Asmar), burung hantu (pengamatan Haris Sukendar), dan ular. Sedang binatang yang telah dibudidayakan, antara lain, lukisan kerbau. Lukisan binatang ini tampaknya erat sekali dengan pemahaman pendukung tradisi megalitik dengan lingkungan. Binatang yang menjadi objek lukisan terdapat di hutan belantara Besemah. Seperti juga pada tinggalan-tinggalan arca, maka lukisan purba Besemah mempunyai maksud yang hampir sama, yaitu bertujuan sebagai harapan terjadinya keakraban antara manusia dengan binatang hutan yang ganas. Kalau Hoop mendeskripsikan lukisan kerbau di Dusun Tanjungaro menggambarkan seorang manusia mengendarai kerbau, sedangkan Teguh Asmar mendeskripsikan lukisan kerbau pada dinding pintu masuk salah satu kubur batu di Kotaraya. Selanjutnya, Asmar mengatakan bahwa kerbau dilukiskan kepala, leher, badan, seta kaki dengan penampilan yang tidak proporsional. Tanduknya hanya kelihatan satu, melengkung ke atas dan berwarna putih. Badannya begitu pendek diteruskan gambaran kaki kanannya yang memanjang kearah bawah, sedangkan kaki kirinya hanya tampak sampai separuh paha. Melihat bawahnya terlukis sebuah motif yang tidak jelas, karena warna lukisan banyak yang hilang. Kecuali tanduk dan selempang leher, kerbau diberi warna hitam dengan warna kontras putih. Kemungkinan yang dikira Asmar kerbau itu adalah badak, karena “tanduk”nya satu dan melengkung ke atas dan badannya begitu pendek, serta mempunyai selempang leher.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lukisan burung hantu merupakan lukisan yang indah di kubur batu Kotaraya Lembak. Haris Sukendar mengatakan bahwa lukisan itu menggambarkan burung hantu yang memiliki kuku panjang dan runcing, bagian muka (paruh dan mata) digambarkan secara jelas, sedangkan menurut Asmar bahwa binatang yang dimaksud adalah harimau. Tetapi menurut masyarakat setempat “burung hantu” tersebut adalah burung gerude (garuda). Selain lukisan “burung hantu” di dinding sebelah kiri, di dekat pintu masuk kubur batu adalah lukisan palak nage (kepala naga). Arca-arca dalam tradisi megalitik biasanya digunakan sebagai sarana untuk menjaga keselamatan, khususnya “keselamatan” si mati dalam mencapai dunia arwah. Untung Sunaryo telah menemukan lukisan purba yang menggambarkan seperti serigala atau harimau dalam satu bidang dengan seorang objek lukisan manusia. Lukisan ini ditemukan tahun 1987 di kubur bilik batu Tegruwangi. Tetapi sayang sekali, lukisan itu telah hilang. Dari pengamatan Haris Sukendar, lukisan fauna di megalitik Besemah dalam bentuk fisiknya dibagi menjadi dua bagian yaitu (1) Lukisan realistis, lukisan digambar sesuai dengan bentuk aslinya, seperti lukisan burung hantu, (2) Lukisan bersifat stilir, lukisan yang digambarkan dengan bentuk yang bergaya, tetapi mempunyai makna seperti objek aslinya, seperti lukisan kerbau di dusun Tanjungaro.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seperti juga pada seni pahat, seni lukis kerbau ditemukan pada dinding kubur batu yang membuktikan bahwa kerbau telah dikenal dan dibudidayakan dalam tradisi megalitik di Besemah. Kerbau dalam tradisi megalitik ini menjadi binatang utama. Dalam berbagai upacara penting, kerbau selalu berperan yang digunakan sebagai binatang kurban yang disembelih baik untuk keperluan berkaitan dengan kepercayaan (beliefs), yaitu sebagai kendaraan arwah ketika menuju alam arwah atau sebagai konsumsi manusia itu sendiri. Selain itu, kerbau juga merupakan simbol harkat dan martabat seseorang. Lukisan kerbau pada tradisi megalitik di Besemah menunjukkan bahwa masyarakatnya telah akrab dengan binatang ini.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penemuan kubur batu di Desa Talang Pagar Agung menambah daftar temuan kubur batu di daerah Kota Pagaralam dan Kabupaten Lahat. Kubur batu ditemukan di Dusun Belumai, Tegurwangi, Tanjungaro, Pematangbango, Kotaraya Lembak, dan Gunungmegang. Namun disayangkan bahwa temuan kubur batu di Desa Talang Pagar Agung ini telah rusak akibat penggalian yang dilakukan masyarakat. Temuan yang diharapkan akan menambah data arkeologis menjadi sirna dengan dikeluarkannya tanah yang berada di dalam kubur batu. Sesuatu yang mungkin terkandung di dalam tanah tersebut menjadi hilang. Kemungkinan keberadaan sisa-sisa rangka manusia atau bekal kubur telah musnah. Kami hanya menemukan adanya lukisan yang telah samar-samar dan kepala manusia dari batu putih. Selebihnya adalah batu-batu pipih yang tidak diketahui fungsinya.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lukisan-lukisan terdapat di kedua kubur batu. Lukisan di kubur batu sebelah Utara terdapat di dinding batu sisi Timur. Lukisan telah benar-benar tidak dapat diidentifikasi bentuknya. Tampak samar-samar adanya goresan warna hitam dan merah. Sedangkan lukisan di kubur batu sebelah Selatan terdapat di dinding batu sisi Timur dan Selatan. Lukisan menutupi hampir sebagian besar permukaan tanah. Namun itupun juga telah samar-samar. Namun lebih baik dari lukisan yang ada di kubur batu sebelumnya. Lukisan di dinding sisi Timur menggunakan warna yang sama, yaitu warna hitam dan merah. Warna hitam digunakan sebagai garis untuk membentuk gambar, sedangkan warna merah untuk mengisi diantara warna hitam. Lukisan tidak diketahui lagi bentuknya. Sementara itu di dinding sisi Selatan tampak jelas adanya gambar manusia yang sedang melangkah kakinya dengan lebar ke depan. Tangannya lurus ke depan agak ke atas sedang menggenggam benda berbentuk bulat. Pada lukisan ini tampak adanya bagian kepala. Pada dinding Selatan itu juga tampak seluruh permukaan batunya dilukis. Namun sudah tidak jelas lagi. Warna hitam digunakan untuk membuat garis-garis pinggir dari lukisan manusia tersebut. Sedangkan warna merah untuk bagian dalam diantara garis hitam.</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">Penutup</span><br /><div style="text-align: justify;">
Temuan kubur batu di Desa Talang Pagar Agung merupakan data penting yang harus segera dilakukan penelitian arkeologis. Rasa keingintahuan masyarakat terhadap temuan tersebut yang diiringi dengan ketidaktahuan yang harus dilakukan telah menyebabkan kubur batu tersebut mengalami gangguan, yaitu dengan dilakukannya penggalian tanah yang berada di dalam kubur batu ke luar. Tentu saja pengalian yang tidak dilakukan dengan baik itu akan menghilangkan benda-benda yang mungkin bercampur dengan tanah. Tindakan masyarakat melaporkan penemuan kubur batu sudah benar, tetapi seharusnya dengan tidak melakukan penggalian.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Temuan kubur batu menjadi unik dan menarik karena terdapat lukisan kubur batu. Memang lukisan kubur batu ditemukan di hampir semua kubur batu. Namun yang membedakannya adalah bentuk yang digambarkan dan warna yang dipakai. Tentunya hal itu menjadi kekhasan setiap kubur batu. Hal yang paling penting adalah kubur batu di dataran tinggi Pasemah tidak terdapat di daerah lainnya di Indonesia.</div>
</span>JELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999212122464881924.post-73530201599849355952011-02-21T10:18:00.008+07:002019-07-11T10:26:59.483+07:00CANDI BUMIAYU : Candi Hindu di Tepi Sungai Lematang<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbrcgWWnwdmHoSFiKVLZvjNykMaVDeewM-odn4Q_vcvHbposCBD1wcCsqN7L2EgSuj7YB07O1JVDaNuMtvyqNuocVll1bQt_wh03-UaXBVKPPB34KkUx69DdfKsn8IyA2SBXOP2AwqQVE/s1600/DSCN1369.JPG" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" height="240" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5575980307287108690" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbrcgWWnwdmHoSFiKVLZvjNykMaVDeewM-odn4Q_vcvHbposCBD1wcCsqN7L2EgSuj7YB07O1JVDaNuMtvyqNuocVll1bQt_wh03-UaXBVKPPB34KkUx69DdfKsn8IyA2SBXOP2AwqQVE/s320/DSCN1369.JPG" style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt;" width="320" /></a><br />
<div style="text-align: justify;">
<b>Pendahuluan</b><br />
Kompleks Percandian Bumiayu secara administratif terletak di Desa Bumiayu, Kecamatan Tanah Abang, Kabupaten Muaraenim, Propinsi Sumatera Selatan. Desa tersebut berbatasan dengan Desa Tanah Abang Selatan di sebelah Utara, Desa Kemala (Prabumulih Barat) di sebelah Timur, Desa Siku di sebelah Selatan dan Desa Pantadewa di sebelah Barat. Sedangkan secara astronomis, situs tersebut terletak pada 03 9,5’59” LS dan 104 5,5’45” BT.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kompleks Percandian Bumiayu memiliki 10 (sepuluh) gundukan tanah yang diduga berisi struktur bata sisa bangunan kuno. Dari 10 (sepuluh) gundukan tanah tersebut 4 (empat) diantaranya berukuran cukup besar, yaitu gundukan Candi 1, Candi 2, Candi 3 dan Candi 8. Kawasan situs dialiri oleh Sungai Lematang di sebelah Timur dan dikelilingi oleh sungai-sungai kecil, yaitu: Sungai Piabung, Sungai Lebak Jambu, Sungai Lebak Tolib, Sungai Lebak Panjang, Sungai Lebak Siku dan Sungai Siku Kecil. Keseluruhan sungai-sungai tersebut saling berhubungan membentuk parit yang mengelilingi kompleks percandian Bumiayu dan melalui Sungai Siku bermuara di Sungai Lematang.<br />
<br />
<b>Riwayat Penelitian dan Pelestarian</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Situs Bumiayu pertama kali dilaporkan oleh E.P Tombrink pada tahun 1864 dalam Hindoe Monumenten in de Bovenlanden van Palembang. Dalam kunjungannya di daerah Lematang Ulu dilaporkan adanya peninggalan-peninggalan Hindu berupa arca dari trasit berjumlah 26 buah, diantaranya berupa arca Nandi, sedang di daerah Lematang Ilir ditemukan runtuhan candi dekat Dusun Tanah Abang, dan sebuah relief burung kakatua yang sekarang disimpan di Museum Nasional. Kemudian pada tahun 1904 seorang kontrolir Belanda bernama A.J Knaap melaporkan bahwa di wilayah Lematang ditemukan sebuah runtuhan bangunan bata setinggi 1,75 meter, dan dari informasi yang diperoleh bahwa reruntuhan tersebut merupakan bekas keraton Gedebong-Undang. JLA Brandes juga melakukan penelitian pada tahun yang sama.Di dalam majalah Oudheidkundig Verslag, FDK. Bosch menyebutkan bahwa di Tanah Abang ditemukan sudut bangunan dengan hiasan makhluk ghana dari terrakota, sebuah kemuncak bangunan berbentuk seperti lingga, antefiks, dan sebuah arca tanpa kepala. Tahun sebelumnya yaitu tahun 1923 Westenenk melakukan hal yang sama. Pada tahun 1936 F.M. Schnitger telah menemukan tiga buah runtuhan bangunan bata, pecahan arca Siwa, dua buah kepala Kala, pecahan arca singa dan sejumlah bata berhias burung. Artefak-artefak yang dibawa Schnitger itu sekarang disimpan di Museum Badaruddin II, Palembang</div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian yang dilakukan oleh bangsa Indonesia baru dilaksanakan pada tahun 1973 oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional bekerja sama dengan Universitas Pennsylvania. Pada penelitian tersebut ditemukan tiga buah runtuhan bangunan yang dibuat dari batu bata. Kemudian pada tahun 1976 dilakukan survei dan berhasil menemukan tiga buah runtuhan bangunan. Penelitian secara intensif dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional pada tahun 1990 yang bekerja sama dengan Ecole Francaise d’Extreme Orient (EFEO). Kemudian penelitian dilanjutkan pada tahun 1991 dengan melakukan pemetaan menyeluruh di kompleks Percandian Bumiayu, serta penelitian biologi dan geologi. Dari hasil penelitian tahap I ini dapat diketahui bahwa situs tersebut dikelilingi parit yang berhubungan dengan sungai Lematang. Sedang dari hasil pengamatan geologi dilaporkan bahwa lokasi kompleks percandian yang terletak di kelokan sungai Lematang ini dalam jangka waktu 20 tahun dikhawatirkan bangunan candinya akan terbawa arus sungai.</div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Hasil penelitian ini ditindaklanjuti dengan dilakukannya ekskavasi di Candi I pada tahun 1992 oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Pada penelitian tahap II ini ditemukan sudut bangunan bagian penampil bangunan candi dan dilaporkan pula bahwa di kompleks percandian tersebut ditemukan sembilan buah gundukan tanah yang mengindikasikan adanya runtuhan bangunan serta memberi penomoran pada gundukan-gundukan tersebut. Penomoran di bagian belakang kata “candi” diurutkan berdasarkan urutan penemuannya, dan ditempatkan dalam peta situasi Kompleks Percandian Bumiayu. Penamaan “candi” pada setiap gundukan tidak mengindikasikan bahwa gundukan tersebut merupakan bangunan candi, karena dari hasil penelitian, diketahui bahwa tidak semua bangunan kuno yang terdapat di situs ini bersifat sakral, namun ada juga yang bersifat profan. Penamaan ini hanya dimaksudkan untuk memudahkan dalam inventarisasi. Dengan demikian tidak semua gundukan tanah yang ditemukan di situs Percandian Bumiayu merupakan runtuhan bangunan sakral yang biasa disebut bangunan candi. Di Kompleks Percandian Bumiayu berdasarkan hasil penelitian terdapat 11 (sebelas) struktur bata sisa bangunan kuno. 4 (empat) diantaranya telah dipugar, yaitu Candi 1, Candi 2, Candi 3, Candi 8, dan Candi 7. Kawasan situs dialiri oleh Sungai Lematang di sebelah Timur dan dikelilingi oleh sungai-sungai kecil, yaitu: Sungai Piabung, Sungai Lebak Jambu, Sungai Lebak Tolib, Sungai Lebak Panjang, Sungai Lebak Siku dan Sungai Siku Kecil. Keseluruhan sungai-sungai tersebut saling berhubungan membentuk parit yang mengelilingi kompleks percandian Bumiayu dan melalui Sungai Siku bermuara di Sungai Lematang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Kegiatan pemugaran di Situs Bumiayu pada awalnya dilakukan oleh Proyek Pelestarian/Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala (P2SKP) Propinsi Sumatera Selatan dengan melakukan penggalian secara menyeluruh di Candi 1 pada tahun 1992 - 1993. Dari hasil penggalian dan pengupasan Candi 1 dapat diketahui bentuk denah dan ukurannya. Selain itu juga ditemukan komponen-komponen bangunan dan sejumlah arca dari batu putih, seperti Siwa, arca Agastya, dua arca tokoh, dan arca yang menggambarkan tiga tokoh dari batu hitam. Pada tahun 1994 - 1995 dilanjutkan dengan pemugarannya. Candi induk yang berhasil dipugar kemudian dicungkup untuk pengamanannya pada tahun 1996. Pada tahun berikutnya berturut-turut dilakukan pemugaran terhadap Candi 3 dan 8.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Pemugaran Candi 2 dimulai dengan pengupasan gundukan pada tahun 2001 oleh Proyek Pelestarian/Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sumatera Selatan. Selanjutnya pada tahun 2002 dan tahun 2003 dilakukan pemugarannya oleh Proyek Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala (P2SP) Jambi dengan menggunakan dana APBN. Hal itu dikarenakan adanya perubahan Propinsi Sumatera Selatan menjadi daerah otonom. Pada Candi 2 yang telah dipugar kemudian dibangun cungkup oleh Subdin Kebudayaan Dinas Pendidikan Nasional Propinsi Sumatera Selatan menggunakan dana APBD pada tahun 2004. Pada tahun yang sama juga dilakukan pengupasan, pemugaran, dan pencungkupan pada Candi 7, serta perbaikan bangsal temuan Candi 1.Pencungkupan yang dilakukan pada Candi 2 dan Candi 7 menggunakan model cungkup Candi 1, yaitu tiang coran semen, kuda-kuda dari besi, dan atap menggunakan seng. </span><br />
<br />
<b><span class="fullpost">Deskripsi </span></b><span class="fullpost"><br /><span style="font-weight: bold;">Candi 1</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Candi 1 Bumiayu terletak di sebelah barat Sungai Piabung. Candi ini yang pertama akan terlihat ketika memasuki kompleks percandian Bumiayu. Pandangan dari jalan raya ke Candi 1 terhalang dikarenakan di dekatnya terdapat bangunan sekolah dasar. Candi 1 terpisah dari lingkungan sekitarnya dengan pagar BRC dan pagar kawat. Kompleks candi 1 terdiri dari satu buah candi induk dan tiga buah candi perwara.</span></div>
<span class="fullpost">
<br /><span style="font-weight: bold;">a. Candi Induk</span></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Candi induk merupakan bangunan yang telah dipugar dan dicungkup oleh Proyek Pelestarian/Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala (P2SKP) Propinsi Sumatera Selatan mulai tahun anggaran 1992/993 sampai dengan tahun anggaran 1995/1996. Bentuk bangunan berdenah empat persegipanjang berukuran 16,8 x 16 meter. Pada setiap sisinya terdapat sebuah penampil dan terdapat pilaster-pilaster di setiap sudutnya. Penampil bagian timur memiliki tangga masuk yang merupakan pintu masuk utama dan sekaligus menunjukkan arah hadap candi ke arah Timur. Pintu masuk menjorok ke depan sekitar 4,46 meter dari dinding sisi timur bangunan. Bentuk penampil terbagi menjadi tiga bagian yang masing-masing berdenah empat persegipanjang. Secara keseluruhan penampil di sisi timur ini membentuk denah segi dua belas yang ukurannya semakin ke timur semakin mengecil. Di depan penampil terdapat teras berlantai bata setinggi 0,25 meter dari permukaan tanah dengan ukuran 2,28 x 2,80 meter.</span></div>
<span class="fullpost">
</span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Candi 1 diperkirakan dibangun dalam dua tahapan. Bangunan utama candi dibuat pada tahap I dan berbahan dasar bata berwarna putih kekuningan serta tidak memiliki profil yang terletak di belakang penampil-penampil dan pilaster sudut. Penampil-penampil pada setiap sisi bangunan diduga merupakan bangunan tambahan pada tahap II, karena terlihat adanya ketidaksatuan antara penampil dengan bangunan utama. Dengan kata lain, struktur bata antara keduanya hanya menempel.</span></div>
<span class="fullpost">
<br /><span style="font-weight: bold;">b. Candi Perwara</span></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Candi Perwara berjumlah tiga buah yang terletak di sebelah Timur candi induk. Kondisi ketiga candi telah jauh berbeda dengan kondisi pada tahun 2002. Pada saat itu dilaporkan candi perwara I masih memiliki 11 lapis bata sedangkan candi lainnya di bawah 8 lapis bata. Uraian ketiga candi perwara adalah sebagai berikut :</span></div>
<span class="fullpost">
<br /><div style="text-align: justify;">
<span style="font-weight: bold;">Candi Perwara I</span></div>
Candi terletak di sebelah Utara berukuran 5,20 x 5,20 meter dengan tinggi yang tersisa 0,72 meter. Bangunan berupa reruntuhan bata yang menyisakan lapisan bata sebanyak 9 lapis. Candi Perwara ini dalam kondisi yang paling baik dibandingkan dengan candi perwara lainnya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Candi Perwara II</span><br /><div style="text-align: justify;">
Candi perwara II terletak di tengah dan merupakan reruntuhan bangunan kedua yang kondisinya masih cukup baik. Candi ini juga berukuran 5,20 x 5,20 meter dengan tinggi 0,40 meter. Bata-bata dibagian penampil berhasil direkonstruksi dan membentuk denah empat persegipanjang. Di atas susunan bata bagian Selatan terdapat bata berelief yang diperkirakan merupakan bagian mulut binatang.</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">Candi Perwara III</span><br /><div style="text-align: justify;">
Candi terletak di sebelah Selatan dan merupakan reruntuhan bata yang mengalami kerusakan paling parah. Bata-batanya telah banyak yang hilang. Namun berdasarkan sisa-sisa struktur yang ada diperkirakan bentuk bangunannya sama dengan bangunan lainnya, yaitu berukuran 5,20 x 5,20 meter. Struktur bata yang tersisa di bagian sisi Utara tingginya 0,32 meter.</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">Candi Perwara IV</span><br /><div style="text-align: justify;">
Candi ini terletak sekitar 10 meter di sebelah Timur Candi Perwara dengan posisi sejajar dengan candi perwara II yang berada di tengah. Candi ini diperkirakan berdenah empat persegipanjang berukuran 2,40 x 3,30 meter. Lapisan bata yang masih tersisa berada di sisi timur berjumlah 5 lapis atau 0,40 meter.</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">c. Pagar Keliling</span><br />Di kompleks Candi 1 ini diperkirakan juga terdapat pagar keliling karena ekskavasi yang dilakukan di sebelah Selatan Candi Induk menemukan struktur bata yang memanjang dari Barat ke Timur. Struktur bata terdiri dari 5 lapis dengan ketebalan dinding 1 meter. Namun untuk menentukannya lebih lanjut perlu dilakukan penelitian di lokasi lainny, yaitu sebelah Utara, Timur, dan Barat.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Candi 7 </span><br /><div style="text-align: justify;">
Candi 7 terletak di sebelah Timut Laut Candi 1 dengan jarak 20 meter. Dari keletakannya sebetulnya Candi 7 ini masih bagian dari candi-candi yang berada di Candi 1. Pada mulanya Candi 7 merupakan gundukan tanah yang berukuran 18 x 18 meter dan tinggi sekitar 1 meter. Pada tahun 2002 tim dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional melakukan ekskavasi dan berhasil menemukan struktur bata yang memanjang dengan orientasi barat-timur panjangnya 390 cm. Pada tahun 2003 tim dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi melakukan ekskavasi dan menemukan struktur bata dengan lebar 1 meter. Sementara itu pada bagian tengah tidak ditemukan adanya susunan bata. Pada tahun 2004 Subdin Kebudayaan Dinas Pendidikan Nasional Propinsi Sumatera Selatan melakukan kegiatan yang berupa pengupasan, konsolidasi, dan pencungkupan. Selain itu juga di bangun sebuah bangunan untuk menyimpan koleksi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Candi 7 berdenah dasar empat persegipanjang dengan penampil di sebelah Barat. Denahnya berukuran 9 x 10,60 meter sedangkan penampil berukuran 5,53 x 5,80 meter. Bentuk Candi 7 ini tidak lazim karena bagian tengahnya kosong atau tidak ada bata-bata isian. Selain itu di bagian dalam atau tepatnya di sisi barat laut terdapat susunan bata yang membentuk lingkaran berukuran 1,55 x 1,75 cm. Berbeda dengan dibagian penampil yang padat dengan bata-bata isian yang sudah tidak lagi beraturan. </div>
<br /><span style="font-weight: bold;">Candi 2</span><br /><div style="text-align: justify;">
Candi 2 terletak di sebelah Barat Candi 1 atau di sebelah Utara Candi 3. Jarak antara Candi 1 ke Candi 2 dan antara Candi 2 dan Candi 3 hampir sama. Apabila ditarik garis lurus pada ketiga candi tersebut maka akan terbentuk segitiga sama kaki. Candi 2 merupakan sebuah kompleks bangunan candi yang terdiri dari sebuah candi induk, empat struktur bata, dan sebuah candi perwara.Di kompleks Candi 2 ini didapatkan empat buah struktur bata yang tidak terdapat di candi lain. Letaknya berjajar dengan orientasi Utara - Selatan. Fungsi keempat struktur bata tersebut belum diketahui. Kemungkinan pengupasan pada Perwara Candi 2 akan mengungkap keberadaan kedudukannya di dalam kompleks Candi 2.<br />
<br /></div>
<span style="font-weight: bold;">a. Candi Induk </span><br /><div style="text-align: justify;">
Candi induk merupakan bangunan yang telah dilakukan pengupasan oleh Proyek Pelestarian/Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sumatera Selatan pada tahun 2000. Pemugarannya dilakukan oleh Proyek P2SP Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi pada tahun 2002 dan 2003. Sedangkan pencungkupannya oleh Dinas Pendidikan Nasional Propinsi Sumatera Selatan pada tahun 2004.</div>
<div style="text-align: justify;">
Bangunan candi induk berukuran 9,91 x 12,74 meter dan tinggi 1,0 meter. Denah dasarnya berbentuk persegi empat dengan ukuran 9,52 x 9,91 meter. Pada ketiga sisinya, kecuali sisi Timur terdapat penampil yang berukuran hampir sama sekitar 40 cm x 4,90 meter. Sedangkan di sisi Timur terdapat dua buah penampil yang berukuran 2,58 x 7,33 meter dan 0,52 x 3,30 meter. Penampil ini menjadi petunjuk arah hadap candi. Pada penampil ini terdapat dua buah jalan naik ke atas candi. Letaknya di sisi Utara dan Selatan. Di tempat itu terdapat dua susunan bata yang dibentuk membulat yang sama persis. Hal lain yang juga menarik pada penampil sisi timur adalah adanya susunan bata dengan pola susun lepas atau bareh (bhs. Jawa). Susunan bata tersebut berada pada lima lapis bata terbawah. Lokasinya antara denah denah dasar candi dengan penampil sisi timur dan yang lainnya di dekat atau di bawah hiasan bentuk yang membulat. Diperkirakan hal tersebut terjadi pada saat proses penyusunan bata yang terpisah antara denah dasar dengan penampil sisi timur atau merupakan bangunan tambahan.Candi induk ini menyisakan lapisan bata berjumlah 16 bata berdasarkan bukti yang diperoleh dari susunan bata hasil pengupasan di sisi selatan.</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">b. Candi Perwara</span><br /><div style="text-align: justify;">
Berdasarkan kegiatan studi teknis yang dilakukan pada tahun 2006 diketahui bahwa gundukan candi mengandung struktur bata berbentuk empat persegi panjang berukuran 980 x 1300 cm. Pada sisi sebelah Barat terdapat struktur bata yang membentuk huruf U dengan panjang masing-masing sisinya 100 cm. Struktur yang berbentuk huruf U ini yang masih utuh terletak di sisi Selatan. Sementara yang terletak di sisi Utara telah rusak terkena pengupasan. Disimpulkan pula bahwa arah hadap bangunan adalah ke Barat. Bentuk denah bangunan ini mempunyai bentuk yang tidak umum. Adanya bagian sisi Barat yang membentuk huruf U dapat dikaitkan dengan keberadaan empat struktur bata yang berada tepat di antara Candi Induk dan Candi Perwara Candi 2. Hasil analisis menunjukkan bahwa susunan bata di Candi Perwara 2 menyerupai pagar keliling.<br />
<br /></div>
<span style="font-weight: bold;">c. Empat Struktur Bata </span><br /><div style="text-align: justify;">
Empat struktur bata yang terletak di sebelah timur Candi induk mempunyai bentuk dan ukuran yang sama, yaitu merupakan susunan bata yang dibentuk empat persegi panjang berukuran 68 cm x 78 cm. Posisi struktur bata berbaris dari utara ke selatan. Ketinggian keempat struktur tidak diketahui lagi, dikarenakan kondisinya sudah tidak lengkap. Struktur bata No. 1 menyisakan empat lapis bata, struktur bata No. 2 menyisakan 12 lapis bata, struktur bata No. 3 menyisakan empat lapis bata, dan struktur bata No. 4 menyisakan dua lapis bata. Pemugaran yang dilakukan pada struktur bata menjadikan Struktur bata No. 1 sebanyak 10 lapis bata, struktur bata No. 2 tetap 12 lapis bata, struktur bata No. 3 dan No. 4 sebanyak sembilan lapis bata.</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">Candi 8</span><br /><div style="text-align: justify;">
Pada Bulan Oktober tahun 1997 dilakukan pengupasan terhadap gundukan tanah yang dinamakan Candi 8. Hasil pengupasan menampakkan struktur bangunan yang berukuran 5 x 12 meter. Selain struktur bangunan, di sebelah Timur bangunan tersebut ditemukan empat buah makara yang kondisinya relatif utuh. Candi 8 terletak di dekat sebuah danau yang ada di kompleks Candi Bumiayu. Danau tersebut berair di musim hujan dan sebaliknya akan kering di musim kemarau. Lokasi Candi 8 ini akan dilewati ketika akan menuju Candi 3. Candi 8 mempunyai bentuk yang berbeda dengan candi-candi lainnya karena candi induknya berbentuk persegi panjang.</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">a. Candi Induk</span><br /><div style="text-align: justify;">
Candi induk berdenah empat persegi panjang berukuran 5 x 12 meter. Setelah empat lapis bata dibagian bawah, diatasnya terdapat bata-bata berhias yang tidak beraturan. Bata-bata berhias itu tampak seperti ditempatkan begitu saja. Selanjutnya disusun bata sebanyak enam lapis dengan dua lapis teratas dipasang menjorok ke dalam.</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">b. Candi Perwara</span><br /><div style="text-align: justify;">
Candi Perwara ini terletak di sebelah Selatan candi induk berjarak 12 Meter. Candi ini mempunyai denah yang berbeda dengan candi induknya, yaitu berdenah bujur sangkar berukuran 3,10 x 2,10 x 0,42 meter. Candi Perwara menyisakan enam lapis bata yagn semakin rapuh karena terkena panas dan hujan terus menerus. Ukuran Batanya adalah 29 x 18 x 7 cm.</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">Candi 3 </span><br /><div style="text-align: justify;">
Pada tahun 1996 sd. 1997 dilakukan pengupasan yang berhasil menemukan adanya sau buah candi induk dan tiga buah candi perwara. Kegiatan pengupasan tersebut juga menghasilkan komponen-komponen bangunan yang tidak diketahui lagi tempatnya dan fragmen arca yang berbagai jenis. Candi 3 ini dibandingkan dengan candi-candi lainnya diperkirakan yang paling megah bangunan. Candi induknya berdenah 12 persegi dengan sekeliling bangunan yang dihiasi dengan ukiran-ukiran mulai dari bagian kaki hingga atap. Candi 3 Bumiayu sekarang ini merupakan kompleks candi yang paling jauh dari jalan masuk. Letak Candi 3 dari Candi 1 berjarak sekitar 500 meter. Candi 3 dikelilingi pagar kawat yang sekarang telah rusak berukuran 50 x 70 meter. Namun sebenarnya dibagian luar dari pagar kawat tersebut terdapat gundukan memanjang yang diperkirakan pagar keliling yang lebarnya sekitar 2 meter dan tingginya 0,40 meter.</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">a. Candi Induk</span><br /><div style="text-align: justify;">
Candi induk mempunyai bentuk unik karena berdenah segi dua puluh yang terbentuk dari segi empat yang berukuran 13,80 x 13,80 meter dan empat buah penampil di empat sisinya berukuran 1,80 x 3,50 meter. Tetapi pada bagian pusat bangunan berdenah segi delapan yang sisi-sisinya berukuran 1 meter. Diperkirakan pada masa berdirinya candi induk ini dahulunya, bagian yang berdenah segi empat merupakan bagian kaki candi, sedangkan bagian yang berdenah delapan ini menjulang tinggi sebagai bagian dari tubuh candi. Sekarang lapisan bata yang tersisa dari candi induk ini adalah berjumlah 23 lapis bata. Lapisan yang paling tinggi terdapat dibagian pusat bangunan atau yang berdenah delapan. Kerusakan lapisan bata yang parah terjadi pada bagian bata luar (kulit).</div>
<div style="text-align: justify;">
Pada bagian Timur Candi induk terdapat struktur bata yang merupakan selasar penghubung dengan Candi Perwara I. Berdasarkan hal itu, maka diperkirakan bahwa arah hadap atau pintu tangga menuju batur adalah di sebelah Timur.</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">b. Candi Perwara</span><br /><div style="text-align: justify;">
Candi Perwara di kompleks Candi 3 berjumlah 3 buah yang terletak di sebelah Utara, Timur, dan Selatan candi induk. Candi-candi tersebut mempunyai ukuran yang berbeda dengan candi perwara yang paling luas di sebelah Timur dan candi perwara yang terkecil di sebelah Utara. Uraian candi-candi perwara itu adalah sebagai berikut</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">Candi Perwara I</span><br /><div style="text-align: justify;">
Candi Perwara I merupakan candi yang ukurannya paling luas berdenah segi empat berukuran 11 x 11,40 meter. Candi Perwara ini terhubung dengan candi induk dengan adanya selasar. Lapisan bata yang masih tersisa berjumlah 2 lapis. Pada bagian tengah candi berupa tanah yang tidak rata permukaannya.</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">Candi Perwara II</span><br /><div style="text-align: justify;">
Candi Perwara II ini terletak di sebelah Selatan candi induk. Lokasinya persis di Selatan candi induk dan sangat dekat. Namun antara keduanya terpisah dan tidak ada selasar seperti pada candi perwara I. Candi Perwara II berdenah bujursangkar berukuran 5,20 x 7,40. Pada sisi Utara terdapat penampil berukuran 1,20 x 1,20 meter. Bata-bata pada penampil ini disusun kembali sampai menutupi bagian atasnya. Sedangkan bagian lainnya hanya ditutup dengan dengan pasir.</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">Candi Perwara III</span><br /><div style="text-align: justify;">
Candi Perwara III lokasinya di sebelah Utara dari Candi Perwara I. Candi berdenah segi empat berukuran 6,70 x 6,70 meter. Lapisan bata hasil penyusunan kembali berjumlah 5 lapis. Bagian atas candi keseluruhan tertutup oleh susunan bata.</div>
</span>JELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3999212122464881924.post-3718529301415640732009-09-15T09:18:00.008+07:002019-04-12T15:00:30.692+07:00PELESTARIAN BENDA CAGAR BUDAYA: Dahulu Dan Sekarang<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg-wqKN2-WUaEYtVA6Ia-qV45EHTCJMPlgQEx9rz3RXtdB1sT0Lz6q-Xv81TMV_c6156tDjM1WhX7FbIUNMEvzKD1j0-9WuaP4PY3eQ2HkEs2xWn57XpYABRr-GH8rPpM_zT1munFuqS3U/s1600-h/blog1.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" height="239" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5381521191407990626" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg-wqKN2-WUaEYtVA6Ia-qV45EHTCJMPlgQEx9rz3RXtdB1sT0Lz6q-Xv81TMV_c6156tDjM1WhX7FbIUNMEvzKD1j0-9WuaP4PY3eQ2HkEs2xWn57XpYABRr-GH8rPpM_zT1munFuqS3U/s320/blog1.jpg" style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt;" width="320" /></a><br />
<span style="font-weight: bold;">Pendahuluan</span><br />
<div style="text-align: justify;">
Bangsa Indonesia yang memproklamirkan kemerdekaannya pada Tanggal 17 Agustus 1945 mempunyai latar sejarah yang sangat panjang, dimulai dari masa Prasejarah sampai dengan masa kolonial. Menghasilkan peninggalan-peninggalan sejarah dan purbakala yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Masyarakat menyebutnya dengan bermacam-macam sebutan, antara lain benda kuno, benda antik, benda purbakala, monumen, peninggalan arkeologi (archaeological remains), atau peninggalan sejarah (historical remains). Istilah Benda Cagar Budaya (BCB) mulai dipakai sejak tahun 1992, yaitu dengan adanya Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 yang dimaksud Benda Cagar Budaya adalah:</div>
<div style="text-align: justify;">
<ol>
<li>Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan</li>
<li>Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.</li>
</ol>
</div>
<div style="text-align: justify;">
Benda cagar budaya memiliki sifat unik (<span style="font-style: italic;">unique</span>), langka, rapuh, tidak dapat diperbaharui (<span style="font-style: italic;">nonrenewable</span>), tidak bisa digantikan oleh teknologi dan bahan yang sama, dan penting (<span style="font-style: italic;">significant</span>) karena merupakan bukti-bukti aktivitas manusia masa lampau. Oleh karena itu dalam penanganannya harus hati-hati dan diusahakan tidak salah yang bisa mengakibatkan kerusakan dan perubahan pada benda. Perubahan yang terjadi sekecil apapun akan menyebabkan dampak yang mengurangi nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Karena tinggalan benda cagar budaya dapat memberikan gambaran tentang tingkat-tingkat kemajuan dalam kehidupan sosial ekonomi, pemukiman, penguasaan teknologi, kehidupan religi, dan lain-lain.</div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Pelestarian benda cagar budaya merupakan hal yang penting berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki oleh benda cagar budaya dan sesuai dengan amanat dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 yang menyebutkan bahwa benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jatidiri bangsa dan kepentingan nasional.</div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Pada masa otonomi daerah saat ini, dimana Pemerintah Daerah (Pemda) mempunyai kewenangan yang besar untuk mengatur daerahnya, telah juga ikut serta dalam hal pelestarian benda cagar budaya yang dahulunya dominan dilakukan oleh pemerintah pusat. Di satu sisi ada baiknya bahwa pemda terlibat dalam pelestarian benda cagar budaya, karena tidak sedikit biaya yang diperlukan dan tidak cukup ditangani oleh pemerintah pusat. Namun di sisi lain pelestarian benda cagar budaya oleh pemda sering kali tidak sesuai yang diharapkan.</div>
<br />
<span class="fullpost"><br /><span style="font-weight: bold;">Latar Sejarah Pelestarian Benda Cagar Budaya</span></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Upaya-upaya penelitian dan pelestarian benda cagar budaya telah dimulai sejak Belanda berkuasa di Indonesia. Pada mulanya dilakukan secara perorangan yang tertarik dengan benda-benda purbakala yang baru dilihatnya. Di kalangan masyarakat Indonesia sendiri, benda-benda itu dianggap berhubungan dengan alam gaib, keramat dan bila ditemukan dijadikan benda pusaka. Bahkan kadang-kadang dijadikan sebagai objek pemujaan. Perkembangan penemuan dan penelitian berikutnya mendorong Pemerintah Belanda mendirikan untuk pertama kalinya suatu badan sementara pada tahun 1901 yang bernama <span style="font-style: italic;">Commissie in Nederlandsch – Indie voor oudheidkundig onderzoek op Java en Madoera</span>. Badan tersebut diganti Pada tahun 1913 dengan berdirinya <span style="font-style: italic;">Oudheidkundige Dienst in Nedelandsch – Indie</span> sebagai badan tetap yang bertugas di bidang kepurbakalaan. Pada tahun 1913 ini pula dibuat <span style="font-style: italic;">Monumenten Ordonnantie </span> No. 19 (Undang-Undang tentang Monumen) sebagai cikal bakal Undang-Undang yang mengatur kepurbakalaan di Indonesia. Selanjutnya diubah dengan <span style="font-style: italic;">Monumenten Ordonnantie </span> No. 21 Tahun 1924. Pada tahun 1924 didirikan pula sebuah badan yang bernama <span style="font-style: italic;">Oudheidkundige Vereeniging Madjapahit </span>yang berkedudukan di Trowulan yang bergerak khusus dalam lapangan penelitian terhadap ibukota Majapahit. Perjalanan penelitian dan pelestarian benda cagar budaya sempat terganggu dengan mendaratnya Jepang. Ahli-ahli purbakala Belanda banyak yang menjadi tawanan perang. Pada tahun-tahun berikutnya mulai muncul tenaga-tenaga purbakala dari Bangsa Indonesia yang akan memimpin Jawatan Purbakala.</span></div>
<span class="fullpost"><br /></span>
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Pada masa pergolakan kemerdekaan, Jawatan Purbakala berubah menjadi Jawatan Urusan Barang-Barang Purbakala. Kondisi peperangan yang terjadi dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan antara Belanda dan Indonesia juga mempengaruhi penguasaan Jawatan Purbakala. Setelah terusirnya Belanda dari Indonesia menjadi babak baru bagi sejarah Jawatan Purbakala. Namun demikian, beberapa orang Belanda masih bekerja sampai dengan tahun 1953.</span></div>
<span class="fullpost">
<br /><div style="text-align: justify;">
Nama Jawatan Purbakala telah mengalami beberapa perubahan, antara lain Dinas Purbakala dan Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional (LPPN). Pada tahun 1975 LPPN dipecah menjadi dua instansi, yaitu Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional (PusP3N) dan Direktorat Sejarah dan Purbakala (DSP). Pada tahun 1980 kembali diubah menjadi Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslitarkenas) dan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala (Ditlinbinjarah). Sekarang ini, penggantian pemimpin negara atau presiden RI ternyata juga mempengaruhi perubahan yang terjadi di instansi yang bertugas di bidang penelitian dan pelestarian Benda Cagar Budaya ini. Perubahan yang terjadi sekarang malah terbagi menjadi tiga, yaitu Direktorat Peninggalan Purbakala, Direktorat Peninggalan Bawah Air, dan Pusat Penelitian Arkeologi. Sementara di daerah terdapat Unit Pelaksana Teknis yang bernama Balai Arkeologi (Balar) yang berjumlah 10 buah dan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) berjumlah 8 buah serta Balai konservasi Borobudur.</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">Upaya Pelestarian </span><br /><div style="text-align: justify;">
Upaya pelestarian yang telah dilakukan dahulu dan sekarang pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama, yaitu pelestarian demi kepentingan penggalian nilai-nilai budaya dan proses-proses yang pernah terjadi pada masa lalu dan perkembangannya hingga kini serta pelestarian benda cagar budaya karena nilainya terhadap suatu peristiwa sejarah yang pernah terjadi pada masa lalu. Namun seiring dengan usaha pembangunan yang terus berlangsung di negara kita, maka memberi tantangan tersendiri terhadap upaya pelestarian. Pembangunan sering kali berdampak negatif terhadap kelestarian benda cagar budaya. Problem semacam ini muncul dimana-mana terutama di daerah perkotaan. Kegiatan pembangunan tanpa menghiraukan keberadaan benda cagar budaya hingga saat ini masih terus berlangsung. Hal ini tampak dari semakin menurunnya kualitas dan kuantitas benda cagar budaya.</div>
<br /><div style="text-align: justify;">
Upaya pelestarian benda cagar budaya membutuhkan keterlibatan banyak pihak dan yang terpenting adalah keterlibatan masyarakat, terutama pada benda cagar budaya yang masih dipakai (<span style="font-style: italic;">living monument</span>). Pelestarian living monument terkadang lebih sulit, dikarenakan kurangnya pemahaman sang pemilik tentang pentingnya pelestarian benda cagar budaya miliknya. Upaya pelestarian benda cagar budaya secara garis besar sebagai berikut:</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">1. Perlindungan </span><br /><div style="text-align: justify;">
Perlindungan merupakan upaya melindungi benda cagar budaya dari kondisi-kondisi yang mengancam kelestariannya melalui tindakan pencegahan terhadap gangguan, baik yang bersumber dari perilaku manusia, fauna, flora maupun lingkungan alam. Upaya perlindungan dilakukan melalui :<br />
<br /></div>
a. Penyelamatan<br /><div style="text-align: justify;">
Penyelamatan dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi benda cagar budaya dari kerusakan dengan kegiatan berupa ekskavasi penyelamatan, pemindahan, pemagaran, pencungkupan, penguasaan benda cagar budaya oleh negara melalui imbalan, pemintakatan, dan pemasangan papan larangan<br />
<br /></div>
b. Pengamanan<br /><div style="text-align: justify;">
Pengamanan dilakukan untuk pencegahan terhadap gangguan perbuatan manusia yang dapat mengakibatkan kerugian fisik dan nilai benda. Kegiatannya berupa Penempatan Satuan Pengamanan Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SATPENJARLA), Pelatihan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), dan Penyuluhan Undang-Undang RI Nomor : 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.<br />
<br /></div>
c. Perijinan<br /><div style="text-align: justify;">
Perijinan dilakukan melalui pengawasan dan perijinan, baik dalam bentuk ketentuan atau ketetapan maupun tindakan penertiban terhadap lalu lintas benda cagar budaya. Kegiatannya berupa mengeluarkan ijin pemanfaatan untuk kepentingan pendidikan Siswa sekolah dan keagamaan, yaitu perayaan waisak di Situs Muarajambi serta ijin untuk kepentingan penelitian.</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">2. Pemeliharaan</span><br /><div style="text-align: justify;">
Pemeliharaan merupakan upaya untuk melestarikan benda cagar budaya dari kerusakan yang diakibatkan oleh manusia dan alam. Upaya pemeliharaan dilakukan melalui :<br />
<br /></div>
a. Konservasi<br /><div style="text-align: justify;">
Kegiatan pemeliharaan benda cagar budaya dari kemusnahan dengan cara menghambat proses pelapukan dan kerusakan benda sehingga umurnya dapat diperpanjang dengan cara kimiawi dan non kimiawi. Kegiatannya berupa pengangkatan Juru pelihara (Jupel), penataan lingkungan, pertamanan, pembersihan menggunakan pihak ketiga, pembersihan dengan bahan kimia, dan pengujian bahan kimia untuk konservasi.<br />
<br /></div>
b. Pemugaran<br /><div style="text-align: justify;">
Serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki bangunan yang telah rusak dengan mempertahankan keasliannya, namun jika diperlukan dapat ditambah dengan perkuatan strukturnya. Keaslian yang harus diperhatikan dalam pemugaran mencakup keaslian bentuk, bahan, tehnik pengerjaan, dan tata letak.<br />
<br /></div>
1). Keaslian Bentuk<br />Keaslian bentuk bangunan harus dikembalikan berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan antara lain foto-foto lama, dokumen tertulis, saksi hidup, atau studi teknis.<br /><br />2). Keaslian Bahan<br /><div style="text-align: justify;">
a). Dalam pemugaran bahan bangunan yang harus digunakan adalah bahan asli dan harus dikembalikan ke tempatnya semula</div>
<div style="text-align: justify;">
b). Apabila bahan bangunan mengalami rusak ringan maka harus dilakukan perbaikan dan pengawetan sehingga dapat digunakan kembali</div>
<div style="text-align: justify;">
c). Apabila telah rusak berat atau hilang, maka dapat diganti dengan bahan baru. Namun bahan pengganti harus sama, baik jenis maupun kualitasnya.<br />
<br /></div>
3). Keaslian Tata Letak<br />a). Tata letak bangunan harus dipertahankan dengan lebih dahulu melakukan pemetaan<br /><div style="text-align: justify;">
b). Keletakan komponen-komponen bangunan seperti hiasan, arca, dan lain-lain harus dikembalikan ke tempat semula.</div>
<br />4). Keaslian Teknologi Pengerjaan<br /><div style="text-align: justify;">
Keaslian teknologi pengejaan dengan bahan asli maupun baru harus tetap dipertahankan. keaslian teknologi ini antara :</div>
a). Teknologi pembuatan<br />b). Teknologi konstruksi<br /><br /><div style="text-align: justify;">
Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, maka perlu dipahami bahwa pemugaran bukan merupakan pekerjaan pembangunan atau pembuatan bangunan, melainkan pekerjaan perbaikan dan pengawetan.</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">3. Dokumentasi/Publikasi</span><br /><div style="text-align: justify;">
Dokumentasi/Publikasi merupakan upaya untuk mendokumentasikan benda cagar budaya dan menyebarluaskannya kepada masyarakat melalui media cetak atau media elektronik. Upaya Dokumentasi/Publikasi dilakukan melalui :<br />
<br /></div>
a. Perekaman Data<br /><div style="text-align: justify;">
Perekaman data merupakan rangkaian kegiatan pembuatan dokumen tentang benda cagar budaya yang dapat memberikan informasi atau pembuktian tentang keberadaannya. Kegiatannya berupa pemotretan, pemetaan, penggambaran, survei, dan pemerian.<br />
<br /></div>
b. Publikasi<br /><div style="text-align: justify;">
Publikasi merupakan upaya menyebarluaskan informasi pelestarian benda cagar budaya agar dapat diketahui dan dipahami oleh masyarakat. Kegiatannya berupa pameran, penerbitan buletin dan buku, film dokumenter, dan website.</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">Pelestarian BCB di Era Otonomi Daerah</span><br /><div style="text-align: justify;">
Otonomi daerah telah merubah banyak hal tidak terkecuali dalam hal pelestarian benda cagar budaya. Sejak turunnya PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom, maka PP No. 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya sudah tidak relevan lagi. Pelestarian benda cagar budaya telah menjadi kewenangan pemerintah provinsi yang selama ini dilakukan oleh pemerintah pusat. Berikut uraian dari PP No. 25 Tahun 2000 tentang kewenangan daerah yang berkaitan dengan benda cagar budaya :</div>
<br />BAB II Pasal 2 Ayat (3) kewenangan sebagaimana disebut pada ayat (2) dikelompokkan dalam bidang sebagai berikut :<br /><br /><span style="font-weight: bold;">11. Bidang Pendidikan dan kebudayaan</span><br /><div style="text-align: justify;">
f. Penetapan persyaratan pemintakatan/zoning, pencarian, pemanfaatan, pemindahan, penggandaan, sistem pengamanan dan kepemilikan benda cagar budaya serta persyaratan penelitian arkeologi.</div>
<div style="text-align: justify;">
g. Pemanfaatan hasil penelitian arkeologi nasional serta pengelolaan museum nasional, galeri nasional, pemanfaatan naskah sumber arsip, dan monumen yang diakui secara internasional.</div>
<br /><div style="font-weight: bold; text-align: justify;">
15. Bidang Pemukiman</div>
<div style="text-align: justify;">
b. Penetapan pedoman konservasi arsitektur bangunan dan pelestarian kawasan bangunan bersejarah.</div>
<br /><div style="text-align: justify;">
Pasal 3 Ayat (5) kewenangan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelompokkan dalam bidang sebagai berikut :</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">10. Bidang Pendidikan dan Kebudayaan</span><br /><div style="text-align: justify;">
f. Penyelenggaraan museum provinsi, suaka peninggalan sejarah, kepurbakalaan, kajian sejarah dan nilai tradisional serta pengembangan bahasa dan budaya daerah.</div>
<br /><div style="text-align: justify;">
Berkaitan dengan PP No. 25 Tahun 2000, maka kantor-kantor atau instansi-instansi yang dahulunya berstatus kantor pemerintah pusat menjadi kantor pemerintah provinsi. Hal ini terjadi juga pada kantor-kantor di bidang kebudayaan, seperti Bidang Muskala/Musjarla di Kanwil Depdikbud dan Museum Negeri serta Taman Budaya yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Kebudayaan. Mereka melebur menjadi dinas-dinas kebudayaan atau Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD). Kecuali Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3), Balai Arkeologi (BALAR), dan Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT). Ketiganya masih merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) pusat.</div>
<br /><div style="text-align: justify;">
Dengan demikian, dinas-dinas di bidang kebudayaan pemerintah provinsi adalah menjalankan kewenangan-kewenangan menurut PP No. 25 Tahun 2000. Namun dalam pelaksanaannya baru tentang kewenangan penyelenggaraan Museum Provinsi dan Taman Budaya saja yang telah dilaksanakan oleh daerah. Sedangkan kewenangan lainnya belum terlaksana dengan baik. Dikarenakan penyelenggaraan Museum Provinsi dan Taman Budaya berasal dari Museum Provinsi dan Taman Budaya yang telah ada di masing-masing propinsi. Berbeda dengan penyelenggaraan yang lainnya, yaitu Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala atau Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional yang wilayah kerjanya beberapa propinsi dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbatas. Dikaitkan juga dengan masih kurangnya tenaga-tenaga kebudayaan di daerah, sehingga dalam hal ini pemerintah pusat masih mempertahankan keberadaan unit pelaksana teknisnya.</div>
<br /><div style="text-align: justify;">
Sehubungan dengan hal itu, maka yang dapat dilakukan adalah Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala bersama-sama dengan pemerintah provinsi harus menjalin hubungan yang baik dalam melakukan pelestarian benda cagar budaya yang berada di wilayah kerjanya. Kebijakan pemerintah provinsi terhadap pelestarian benda cagar budaya apabila disikapi dengan baik, maka bukan tidak mungkin akan memberi dampak yang lebih baik. Keinginan pemerintah provinsi untuk melakukan pelestarian benda cagar budaya tidak dapat dicegah dan bahkan akan mengambil peran yang cukup besar. Oleh sebab itu, maka tidak ada jalan lain bagi Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala selain membuka kesempatan seluas-luasnya kepada Pemerintah provinsi untuk melakukan pelestarian benda cagar budaya. Dalam hal ini, koordinasi yang baik sangat perlu supaya pemerintah provinsi dapat menjadikan BP3 sebagai sumber data bagi kegiatan pelestarian benda cagar budaya.</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">Penutup</span><br /><div style="text-align: justify;">
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala yang sampai saat ini sebagai perpanjangan tangan dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata berkewajiban untuk melakukan upaya-upaya pelestarian benda cagar budaya seperti yang tertuang dalam SK MENBUDPAR RI Nomor: KM.51/ OT.001/ MKP/2003. Keberadaan BP3 di daerah telah memberi manfaat yang positif terhadap pelestarian benda cagar budaya yang tersebar di daerah-daerah seluruh Indonesia.</div>
<br /><div style="text-align: justify;">
Namun demikian seiring dengan perjalanan waktu keberadaan BP3 di daerah seringkali berbenturan dengan masalah-masalah di dalam maupun di luar. Permasalahan di dalam antara lain menyangkut sumber daya manusia (SDM) yang masih kurang dibandingkan dengan jumlah BCB yang banyak, dan kinerja pegawai yang kurang baik yang disebabkan oleh tingkat ketrampilan/keahlian yang tidak dikuasainya. Sedangkan permasalahan di luar antara lain pengawasan perlindungan dan pemeliharaan yang terkendala oleh wilayah yang luas dan koordinasi dengan pemerintah daerah yang belum berjalan baik.</div>
<br /><div style="text-align: justify;">
Otonomi daerah yang telah berlangsung selama 6 tahun tampaknya belum menyadarkan pemerintah daerah dalam mempersiapkan tenaga-tenaganya yang ahli di bidang pelestarian benda cagar budaya. Bahkan dalam pembentukan dinas yang bertugas di bidang kebudayaan di tiap Kabupaten/Kota dan Provinsi berbeda di masing-masing daerah. Pada beberapa dinas memang dijumpai tenaga-tenaga kebudayaan yang dahulunya bertugas di Kanwil dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Tenaga-tenaga itu sebagian besar pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan pelestarian benda cagar budaya yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bila yang demikian tetap berlangsung terus, maka peranan BP3 dalam pelestarian benda cagar budaya masih diperlukan dengan alasan :</div>
1. Jumlah arkeolog yang bekerja di daerah Kabupaten/Kota maupun Provinsi masih sangat kecil bahkan ada yang belum memilikinya sama sekali.<br />2. Tenaga-tenaga teknis di BP3 telah terdidik dalam pelestarian benda cagar budaya.<br />3. Aset dokumen dan tenaga yang dimiliki BP3 dapat dipergunakan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat dan kedinasan di dalam pelestarian benda cagar budaya.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">DAFTAR PUSTAKA</span><br /><br /><div style="text-align: justify;">
I Made Suantra, Drs., Pelestarian Benda Cagar Budaya, Makalah Seminar Hukum di Program Studi Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya (tidak diterbitkan)</div>
<br /><div style="text-align: justify;">
Rusmeijani Setyorini, Dra., Pelestarian Situs dan Benda Cagar Budaya di Sumatera Selatan Untuk Rekonstruksi Sejarah, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi (tidak diterbitkan)</div>
<br /><div style="text-align: justify;">
Soekmono, R., “Sedikit Riwayat”, 50 Tahun Lembaga Purbakala dan Peninggalan Purbakala, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992</div>
<br /><div style="text-align: justify;">
Surya Helmi, Drs., “Peran Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Dalam Perlindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya”, Makalah dalam Rapat Kerja Koordinasi Tugas dan Fungsi UPT di Lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Bogor 8-10 Mei 2000 (tidak diterbitkan)</div>
</span>JELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-3999212122464881924.post-88113666004824448552009-09-03T09:12:00.024+07:002019-03-25T10:52:05.293+07:00KAPAL TENGGELAM di Perairan Pulau Pongok Kabupaten Bangka Selatan, Propinsi Kepulau Bangka Belitung<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh03Zn9bcZ2hQgq1MIpB3hiCZYR2_CxqK5gcOiT1ABpZnXT7HkZBAOxYWYA6S7wErK61YBasa5k2t0gcc4B6FZrI874qIbmq3tDyGzcu_TZOFbY1GnM6SilRZZM9RwvC0U2CjUeIGQWNwU/s1600-h/IMG_0630.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5377063729013819922" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh03Zn9bcZ2hQgq1MIpB3hiCZYR2_CxqK5gcOiT1ABpZnXT7HkZBAOxYWYA6S7wErK61YBasa5k2t0gcc4B6FZrI874qIbmq3tDyGzcu_TZOFbY1GnM6SilRZZM9RwvC0U2CjUeIGQWNwU/s200/IMG_0630.jpg" style="cursor: pointer; float: left; height: 150px; margin: 0pt 10px 10px 0pt; width: 200px;" /></a>
<br />
<span style="font-weight: bold;">Pendahuluan</span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Manusia untuk memudahkan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain menciptakan berbagai macam alat transportasi. Alat transportasi yang diciptakan untuk perjalanan di laut atau sungai adalah kapal. Kapal adalah kendaraan pengangkut penumpang dan barang. Dalam istilah Inggris, dipisahkan antara ship yang lebih besar dan boat yang lebih kecil. Berabad-abad kapal digunakan oleh manusia untuk mengarungi laut atau sungai yang diawali dengan penemuan perahu. Kebutuhan akan daya muat yang besar dan dapat menempuh perjalanan yang jauh telah mendorong dibuatnya kapal. Pada mulanya bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan kapal menggunakan kayu dan bambu. Tenaga yang digunakan untuk lajunya kapal berasal dari angin dengan bantuan layar.
<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kemajuan teknologi selanjutnya menciptkan kapal yang terbuat dari besi atau baja dengan menggunakan mesin dari uap. Mesin uap mulai digunakan setelah ditemukannya mesin uap di Inggris oleh James Watt. Penemuan itu memunculkan revolusi industri yang merupakan revolusi bahan bakar sebab pada masa itu mulai digunakan batu bara dengan skala yang lebih luas menggantikan kayu bakar. Pada bidang pelayaran ditemukan oleh John Fitch pada tahun 1787 dengan melayari Sungai Delaware, Amerika Serikat. Awalnya karena kurang kepercayaan pembuat dan awak kapal, maka kapal uap masih menggunakan tiang-tiang tinggi dan dilengkapi dengan layar cadangan untuk mengantisipasi bila bahan bakar pada tungku uap habis. Pada masa sekarang, kapal-kapal menggunakan tenaga mesin diesel dan nuklir. Beberapa riset memunculkan kapal bermesin yang berjalan mengambang di atas air seperti Hovercraft dan Eakroplane.
<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kapal-kapal yang berlayar mengarungi lautan menghadapi bahaya yang berasal tidak hanya dari cuaca dan kerusakan peralatan kapal tetapi juga bajak laut atau perompak yang seringkali menenggelamkan kapal serta peperangan. Kapal-kapal karam itu selanjutnya terkubur di dasar laut. Keberadaan bangkai-bangkai kapal menarik perhatian orang untuk melakukan penelitian dan rekreasi. Namun di sisi lain juga menarik para pencari harta karun atau pengumpul besi untuk menjarahnya dalam rangka mengambil sisa-sisanya.
<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Letak Indonesia yang strategis menyebabkan perairannya menjadi jalur pelayaran penting yang menghubungkan dua benua dan dua samudera. Dengan demikian tidak mengherankan bahwa diperairan Indonesia terkubur banyak bangkai kapal. Salah satu lokasinya antara lain di perairan Pulau Pongok, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung.
</div>
<br />
<span class="fullpost">
</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Perairan Pulau Pongok</span>
</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Propinsi Bangka Belitung mempunyai banyak pulau dengan pulau terbesar adalah Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Pulau-pulau lain yang lebih kecil, yaitu Pulau Lepar dan Pulau Pongok termasuk dalam wilayah Kabupaten Bangka Selatan. Kedua pulau tersebut berada di antara Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Posisinya strategis karena berada di jalur pelayaran. Laut antara Pulau Lepar dan Pulau Pongok dilalui kapal-kapal sampai sekarang. Perairan di sekitarnya memiliki potensi peninggalan bawah air yang sangat besar.
</span><br />
<span class="fullpost"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Pulau Pongok dapat ditempuh dari Kabupaten Bangka Selatan dengan menggunakan kapal kayu dari Pelabuhan Sadai. Dari pelabuhan tersebut terdapat kapal yang rutin mengangkut penumpang dan barang ke Pulau Pongok 2 x dalam sehari. Perjalanan dengan kapal kayu dari Pelabuhan Sadai ditempuh selama 3 jam. Selama perjalanan yang melewati Sebelah Utara Pulau Lepar akan dijumpai gugusan pulau-pulau yang menarik perhatian.
</span><br />
<span class="fullpost"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Pulau Pongok tampak dari kejauhan berbentuk bukit yang hijau oleh pepohonan. Kapal memasuki pelabuhan dengan mengikuti panduan berupa bola besar berwarna merah karena memang perairan di daerah itu dangkal dan banyak karang. Salah melewatinya akan berakibat fatal. Perairan di depan pelabuhan banyak terdapat kapal-kapal nelayan. Lokasinya terlindung oleh Pulau Pongok dan Pulau Celagen. Kedua pulau dihuni oleh masyarakat nelayan. Namun dari jumlahnya lebih banyak masyarakat yang bertempat tinggal di Pulau Pongok. Perkampungan penduduk sebagian besar menempati daerah di dekat pelabuhan atau di sisi Barat pulau.
</span></div>
<span class="fullpost">
<br /><div style="text-align: justify;">
Perairan Bangka Selatan berada di tengah-tengah perairan Paparan Sunda. Sebagaimana paparan lainnya di sekitar Pulau Bangka adalah perairan laut dangkal dengan kedalaman 10-30 meter. Dengan pantai yang landai dengan kedalaman antara 1-10 meter di bawah MSL. Berdasarkan data pasang surut DISHIDROS 2008, tipe pasang surut perairan Kabupaten Bangka Selatan adalah pasang surut tunggal. Kisaran pasang surut di perairan Laut Bangka Selatan antara 3 sampai 4 meter. Kisaran pasang surut pada perairan selat lebih tinggi dari perairan terbuka. Kedudukan muka surutan (Z0) Selatan 120 cm, Barat 190 cm, Timur 130 cm, dan Utara 150-170 cm.
<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gelombang di perairan Laut Bangka Selatan dipengaruhi oleh Iklim. Berdasarkan data angin selama lima tahun (tahun 2003-2007) dapat diperkirakan kejadian gelombang di perairan Bangka Selatan. Gelombang besar terjadi pada bulan September sampai dengan Maret dengan ketinggian lebih dari 1 meter dengan periode sekitar 5 sampai 7 detik. Aktivitas penyelaman pada bulan September-Maret harus berhati-hati terhadap kondisi ini. Gelombang yang tidak terlalu besar terjadi pada bulan April sampai Agustus dengan ketinggian antara 5 sampai 40 cm dengan periode 1-2 detik. Pada bulan April-Agustus ini sangat mendukung untuk melakukan penyelaman.
<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada musim Barat Laut tinggi gelombang berkisar antara 0,5 -1,5 meter. Namun kadang-kadang mencapai tinggi 2 meter terutama pada bulan Januari/Pebruari di Perairan Utara Pulau Bangka. Saat Musim Tenggara tinggi gelombang berkisar antara 0,5 -1,5 meter. Kadang-kadang mencapai lebih dari 2 meter terutama pada bulan Juli-September di perairan Selatan Pulau Bangka. Dengan adanya ketidakpastian kondisi gelombang pada musim-musim ini, maka aktivitas penyelaman harus memilih waktu yang sekiranya kondisi gelombang mendukung dilakukannya wisata penyelaman. Berdasarkan parameter fisik perairan dari hasil penelitian-penelitian yang pernah dilakukan, seperti perairan sekitar Pulau Lepar dan Pulau Pongok (Pulau Liat) dapat dikategorikan cukup aman dan nyaman untuk wisata bahari.
</div>
<br /><div style="font-weight: bold; text-align: justify;">
Kapal Tenggelam
</div>
<span style="font-weight: bold;">Situs Batumandi</span>
<br /><div style="text-align: justify;">
Lokasi kapal berada di koordinat 2o52’304 LU dan 107o00’276” BT. Lokasi di dekat karang yang bernama Batu mandi sehingga dinamakan Situs Batumandi. Kapal terbuat dari besi dengan kondisi sebagian besar telah rusak. Orientasi kapal ke arah Timur Laut. Reruntuhan kapal menyisakan bagian yang masih berdiri tegak di bagian lambung kiri dan haluan. Bagian dinding lambung yang berdiri tegak panjangnya 45 meter dan tingginya 8 meter. Dari dinding lambung sebelah kiri ini dapat diketahui bahwa dinding yang menuju haluan bertingkat semakin tinggi berjumlah 2 undakan. Sementara itu dinding lambung sebelah kanan di bagian depan dan tengah kapal dalam posisi miring sehingga menyerupai ceruk memanjang di dasar laut. Dinding lambung di bagian tengah yang miring masih tersisa panjangnya 17 meter. Pada sisi kanan ini dijumpai dua buah tiang yang besar dan panjang dalam kondisi rebah di dasar laut. Tiang yang rebah tersebut dalam posisi berdampingan. Salah satu tiang panjangnya 10 meter. Dinding lambung sebelah kanan ini mengalami kerusakan yang parah dibandingkan lambung kiri dikarenakan bagian tersebut yang menghantam karang batu mandi. Selain itu runtuhnya tiang kapal menyebabkan dinding lambung menjadi miring.
<br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
Bagian lain yang mengalami rusak parah adalah bagian geladak dan buritan. Bagian geladak telah terlepas dari dinding lambung dan miring ke sebelah kanan mengikuti arah dinding nambung kanan yang miring. Pada bagian geladak ini masih dijumpai besi-besi gading yang menyangga.lempengan besi sebagai lantainya. Sebagian besar lantai geladak itu telah tertutup oleh tumbuhan karang. Sementara itu bagian buritan telah mengalami kerusakan yang paling parah. Di lokasi juga ditemukan bongkahan batu bara dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Hal ini mengindikasikan bahwa kapal tersebut menggunakan batu bara sebagai bahan bakar.
</div>
</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">Situs Karanglucan</span>
<br /><div style="text-align: justify;">
Lokasinya berada di koordinat 2o52’027” LU dan 107o00’079” BT. Kapal II di sebelah Barat dari kapal I berjarak 200 meter. Kapal berada di lokasi yang bernama Karang Lucan. Dengan demikian lokasi kapal dinamakan Situs Karanglucan. Kondisi kapal ini lebih cukup baik dibandingkan dengan kapal I. Sebagian besar besi-besinya masih tampak dan belum ditutupi oleh karang. Hal itu menunjukkan bahwa kapal II ini lebih muda usianya daripada kapal I.
<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kapal II tenggelam di dasar laut dalam posisi tertelungkup. Kapal terbelah dibagian tengah. Sebagian besar bagian kapal yang terbuat dari besi masih utuh kecuali bagian buritan yang telah terpotong-potong dikarenakan adanya pengambilan besi kapal. Orientasi kapal ke arah Timur Laut. Kapal diperkirakan panjangnya 53,30 meter. Pengukuran dibagian kapal yang terbelah adalah 12 meter. Pada sisi kanan kapal terdapat tiang yang runtuh ke dasar laut. Panjang tiang adalah 17,40 meter. Pada bagian ujung tiang tersebut terdapat pula tiang yang runtuh dengan panjang 11 meter. Bagian buritan juga terbelah cukup lebar dan menyisakan dinding yang berdiri tegak. Pada bagian dinding tersebut dijumpai lubang-lubang berbentuk lingkaran. Pada lokasi belakang kapal ini juga terdapat runtuhan sebuah tiang yang diameternya sama dengan tiang dibagian tengah. Bagian buritan ini mengalami kerusakan yang cukup parah antara lain disebabkan adanya pengambilan besi oleh penduduk. Aktivitas pengambilan besi kapal terhenti ketika dilakukan survei. Namun lokasi kapal telah ditandai dengan tali pelampung di tiga titik, yaitu bagian haluan, tengah, dan buritan.
</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">Kapal dan Kecelakaan Laut</span>
<br /><div style="text-align: justify;">
Kapal tenggelam di Situs Batumandi menunjukkan kondisi kapal yang lebih tua daripada di Situs Karanglucan. Pada kapal telah banyak ditumbuhi oleh karang-karang. Seperti kita ketahui bahwa pertumbuhan karang memerlukan waktu yang sangat lama. Dengan demikian karang-karang yang banyak tumbuh di kapal Situs Batumandi menunjukkan tenggelamnya kapal yang telah berlangsung lama. Adapun mengenai penyebab tenggelamnya kapal tersebut diduga akibat menabrak karang. Pengamatan haluan kapal menunjukkan bahwa kapal hendak menuju ke Utara. Berdasarkan peta terlihat bahwa di antara Pulau Lepar dan Pulau Pongok terdapat laut dalam dengan kedalaman lebih dari 50 meter. Namun di sekeliling Pulau Pongok terdapat laut dangkal antara 10-30 meter. Posisi kapal yang tenggelam di kedalaman 20 meter dengan orientasi timur laut menunjukkan bahwa kapal bergerak mendekati Pulau Pongok yang berkedalaman 20 meter. Akhirnya terjadi musibah menabrak karang yang disebut Batu Mandi. Karang Batu Mandi ini tampaknya telah merobek lambung kanan kapal. Hal itu tampak dari rusak parahnya lambung kanan dibandingkan dengan Lambung kiri yang masih berdiri tegak. Lambung kanan kapal sekarang posisinya dalam miring. Di sisi kanan tersebut juga dijumpai tiang-tiang kapal yang memanjang dengan barat-timur. Sementara bagian haluan masih berdiri tegak. Pemandangan di kapal tenggelam tersebut cukup menarik karena situasi kapal yang masih cukup utuh dan juga karang-karang dan ikan yang hidup di sekitarnya.
<br />
<span lang="IN">
</span><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CAXIOO%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><!--[if gte mso 9]><xml> <o:officedocumentsettings> <o:relyonvml/> <o:allowpng/> </o:OfficeDocumentSettings> </xml><![endif]--><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CAXIOO%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx" rel="themeData"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CAXIOO%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml" rel="colorSchemeMapping"></link><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:trackmoves/> <w:trackformatting/> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:donotpromoteqf/> <w:lidthemeother>EN-US</w:LidThemeOther> <w:lidthemeasian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:lidthemecomplexscript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> <w:splitpgbreakandparamark/> <w:dontvertaligncellwithsp/> <w:dontbreakconstrainedforcedtables/> <w:dontvertalignintxbx/> <w:word11kerningpairs/> <w:cachedcolbalance/> </w:Compatibility> <m:mathpr> <m:mathfont val="Cambria Math"> <m:brkbin val="before"> <m:brkbinsub val="--"> <m:smallfrac val="off"> <m:dispdef/> <m:lmargin val="0"> <m:rmargin val="0"> <m:defjc val="centerGroup"> <m:wrapindent val="1440"> <m:intlim val="subSup"> <m:narylim val="undOvr"> </m:mathPr></w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" defunhidewhenused="true" defsemihidden="true" defqformat="false" defpriority="99" latentstylecount="267"> <w:lsdexception locked="false" priority="0" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Normal"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="heading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="35" qformat="true" name="caption"> <w:lsdexception locked="false" priority="10" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" name="Default Paragraph Font"> <w:lsdexception locked="false" priority="11" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtitle"> <w:lsdexception locked="false" priority="22" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Strong"> <w:lsdexception locked="false" priority="20" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="59" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Table Grid"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Placeholder Text"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="No Spacing"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Revision"> <w:lsdexception locked="false" priority="34" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="List Paragraph"> <w:lsdexception locked="false" priority="29" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="30" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="19" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="21" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="31" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="32" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="33" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Book Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="37" name="Bibliography"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" qformat="true" name="TOC Heading"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Cambria Math"; panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1107304683 0 0 159 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman","serif"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} p.MsoNoSpacing, li.MsoNoSpacing, div.MsoNoSpacing {mso-style-priority:1; mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman","serif"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} .MsoChpDefault {mso-style-type:export-only; mso-default-props:yes; font-size:10.0pt; mso-ansi-font-size:10.0pt; mso-bidi-font-size:10.0pt; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-hansi-font-family:Calibri;} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.0in 1.0in 1.0in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} </style> </div>
</span>--><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:minor-fareast; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} </style> <![endif]--><span lang="IN">Sementara itu kapal tenggelam di Situs Karanglucan yang berjarak sekitar 200 meter di sebelah barat kapal di Situs Batumandi menunjukkan peristiwa yang hampir sama. Kapal yang seharusnya bergerak ke Utara tetapi melenceng ke Timur Laut. Akibatnya kapal memasuki perairan dengan kedalaman </span>kurang dari<span lang="IN"> 20 meter. Kecelakaan yang terjadi menyebabkan kapal terbalik dan tertelungkup di dasar laut. Kecelakaan itu juga menyebabkan kapal terbelah dua. Kapal yang tenggelam itu diperkirakan berjenis kapal barang karena kondisi kapal yang tertelungkup dalam posisi rata dibagian depan. Namun dibagian belakang yang diperkirakan terdapat anjungannya tampak reruntuhannya lebih tinggi. Pada sisi kiri kapal ditemukan tiang-tiang yang panjang dan berdiameter cukup besar. Di lokasi kapal terdapat sedikit karang. Hal itu menunjukkan bahwa pertumbuhan karang belum lama berlangsung di badan kapal. Namun dengan kondisi kapal yang cukup utuh dengan jarak pandang yang cukup jauh dan dasar laut yang berpasir sangat menarik untuk penyelaman. <o:p></o:p></span><span lang="IN">
<br />
<br />Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh antara lain tiang-tiang dan juga batu bara , maka diperkirakan bahwa kedua kapal berasal dari masa penggunaan batu bara sebagai bahan bakarnya. Penggunaan batu bara sebagai bahan bakar menggantikan kayu bakar terjadi setelah terjadinya revolusi industri. Jenis kapal itu masih menggunakan tiang-tiang tinggi dan dilengkapi dengan layar cadangan untuk mengantisipasi bila bahan bakar pada tungku habis. Kapal-kapal tersebut diduga dimiliki oleh pihak asing yang melakukan pelayaran sebelum masa sebelum kemerdekaan. Pada masa itu perairan Indonesia masih dikuasai oleh Belanda dan Indonesia sendiri belum memiliki kapal laut.<o:p></o:p></span>
<div style="text-align: justify;">
<link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CAXIOO%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><!--[if gte mso 9]><xml> <o:officedocumentsettings> <o:relyonvml/> <o:allowpng/> </o:OfficeDocumentSettings> </xml><![endif]--><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CAXIOO%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx" rel="themeData"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CAXIOO%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml" rel="colorSchemeMapping"></link><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:trackmoves/> <w:trackformatting/> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:donotpromoteqf/> <w:lidthemeother>EN-US</w:LidThemeOther> <w:lidthemeasian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:lidthemecomplexscript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> <w:splitpgbreakandparamark/> <w:dontvertaligncellwithsp/> <w:dontbreakconstrainedforcedtables/> <w:dontvertalignintxbx/> <w:word11kerningpairs/> <w:cachedcolbalance/> </w:Compatibility> <m:mathpr> <m:mathfont val="Cambria Math"> <m:brkbin val="before"> <m:brkbinsub val="--"> <m:smallfrac val="off"> <m:dispdef/> <m:lmargin val="0"> <m:rmargin val="0"> <m:defjc val="centerGroup"> <m:wrapindent val="1440"> <m:intlim val="subSup"> <m:narylim val="undOvr"> </m:mathPr></w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" defunhidewhenused="true" defsemihidden="true" defqformat="false" defpriority="99" latentstylecount="267"> <w:lsdexception locked="false" priority="0" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Normal"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="heading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="35" qformat="true" name="caption"> <w:lsdexception locked="false" priority="10" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" name="Default Paragraph Font"> <w:lsdexception locked="false" priority="11" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtitle"> <w:lsdexception locked="false" priority="22" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Strong"> <w:lsdexception locked="false" priority="20" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="59" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Table Grid"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Placeholder Text"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="No Spacing"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Revision"> <w:lsdexception locked="false" priority="34" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="List Paragraph"> <w:lsdexception locked="false" priority="29" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="30" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="19" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="21" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="31" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="32" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="33" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Book Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="37" name="Bibliography"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" qformat="true" name="TOC Heading"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Cambria Math"; panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1107304683 0 0 159 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman","serif"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} p.MsoNoSpacing, li.MsoNoSpacing, div.MsoNoSpacing {mso-style-priority:1; mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman","serif"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} .MsoChpDefault {mso-style-type:export-only; mso-default-props:yes; font-size:10.0pt; mso-ansi-font-size:10.0pt; mso-bidi-font-size:10.0pt; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-hansi-font-family:Calibri;} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.0in 1.0in 1.0in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} </style> </div>
--><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:minor-fareast; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} </style> <![endif]--><span lang="IN"></span>
<span style="font-weight: bold;">Potensi dan Keterancaman</span>
<br />
Kapal-kapal yang tenggelam di sebelah barat Pulau Pongok hanya berjarak sekitar 900 meter dari pelabuhan. Lokasinya berada di antara Pulau Pongok dan Pulau Lepar. Di lokasi tersebut juga ditemukan lima kapal lain yang telah disurvei oleh Departemen Kelautan dan Perikanan. Dengan demikian semuanya berjumlah tujuh kapal tenggelam. Berdasarkan hal tersebut maka sudah barang tentu lokasi itu mempunyai potensi yang sangat besar yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pelestariannya. Bukan saja pelestarian terhadap kapalnya tetapi juga terhadap lingkungan bawah airnya. Karena kapal-kapal tenggelam umumnya menjadi rumah bagi ribuan ikan dan tumbuhnya berbagai jenis karang. Kapal-kapal yang tenggelam di perairan Pongok telah mengalami perusakan yang dilakukan oleh nelayan pongok sendiri. Perusakan berupa pengambilan bagian-bagian kapal dengan cara memotongnya menjadi bagian-bagian kecil dan kemudian menjualnya. Pada saat itu kami masih menyaksikan aktivitas yang terjadi di kapal yang berada di Situs Karanglucan. Pada bagian depan, tengah, dan belakang kapal diberi pelampung yang diikat dengan tali untuk menandai posisi kapal. Sementara di dasar laut terdapat pipa paralon, linggis, selang berukuran besar, palu yang digunakan untuk memotong dan mengangkat besi dari dasar laut. Bagian belakang kapal di Situs Karanglucan sebagian besar sudah tidak ada lagi. Aktivitas tersebut tampaknya akan terus berlanjut karena kapal di karanglucan berukuran besar dan masih jelas terlihat karena belum tertutup oleh karang-karang. Besinya pun tampak belum rapuh. Hal itu berbeda apabila dibandingkan dengan kapal di situs Batumandi.
<br />
<br />
Permasalah pengambilan besi tua dari kapal yang tenggelam merupakan masalah besar yang dapat menghilangkan keberadaannya. Lambat laun mereka akan lenyap dari dasar laut. Tingginya kegiatan pengambilan besi disinyalir karena tingginya harga besi tua dipasaran sehingga mendorong banyaknya nelayan yang bekerja tambahan dengan mengambil besi dari kapal-kapal yang tenggelam. Hal lain karena tidak adanya perlindungan dari aparat desa setempat dengan membiarkan warganya melakukan kegiatan itu. Mereka kadang-kadang tidak menghiraukan keselamatan dirinya sendiri. Penyelaman dilakukan dengan berbekal tabung kompresor yang biasa dipakai untuk mengisi ban kendaraan dan selang yang panjang sebagai alat bantu pernapasan. Bahkan mereka berani melakukan di kedalaman 30-40 meter. Berita kematian telah sering terdengar dari para nelayan yang melakukan aktivitas penyelaman yang berbahaya tersebut. Selain potensi ancaman yang disebabkan oleh ulah manusia, potensi ancaman lain yang dapat menyebabkan hilangnya kapal adalah proses interaksi dengan lingkungannya, antara lain seperti proses penuaan secara alamiah yang dapat menyebabkan proses degradasi atau pelapukan dari sifat-sifat alami dari bahan kapal itu sendiri yang disebabkan oleh garam-garam terlarut yang merupakan faktor pemacu dari proses pelapukan.
<br />
<br />
JELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999212122464881924.post-19476597739260582342009-05-28T11:57:00.006+07:002019-04-12T15:04:48.928+07:00CANDI MUARAJAMBI<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhX5DXys77WhCe2TNu5NbyinKS-xETTnH1M4h8ScR80PLnCD5tNfCKFzbustD8LYf06ObhzJbrSh5x-Ns7UMqgVGs9hftkZTIoroGgH3grDNSVPptNMLkDJOwnl8uV3XmKbj5b2hVNgtX0/s1600-h/000025.JPG" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5340742053744230418" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhX5DXys77WhCe2TNu5NbyinKS-xETTnH1M4h8ScR80PLnCD5tNfCKFzbustD8LYf06ObhzJbrSh5x-Ns7UMqgVGs9hftkZTIoroGgH3grDNSVPptNMLkDJOwnl8uV3XmKbj5b2hVNgtX0/s200/000025.JPG" style="cursor: pointer; float: left; height: 141px; margin: 0pt 10px 10px 0pt; width: 200px;" /></a><br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiz_sOVO0XV5N0nTksxsXWO6XSmUiPl866w7eCtB8JlX7GLLcgeutN8zWtDnEcIs_hN7mYTNLU2Z2FHVd3W7Gx7X5b26KUrc089lC0mydFE3850ShHY_IIFOgZS_GWyy2OSLUoQyGSzM38/s1600-h/Candi+KEDATON.BMP" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5340742048131766338" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiz_sOVO0XV5N0nTksxsXWO6XSmUiPl866w7eCtB8JlX7GLLcgeutN8zWtDnEcIs_hN7mYTNLU2Z2FHVd3W7Gx7X5b26KUrc089lC0mydFE3850ShHY_IIFOgZS_GWyy2OSLUoQyGSzM38/s200/Candi+KEDATON.BMP" style="cursor: pointer; float: left; height: 120px; margin: 0pt 10px 10px 0pt; width: 200px;" /></a><br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnc-3OjjRLoW45a7Xuse946RwaQt7ElBlL-1ohN_UXCqNJf9PWrwKoqUTA_x0G77UB7UXZse2CGi5KynuGQAS-g_TEjerIBZ4shZpVnbKHXV1fpKl5R-q9KI9nGf8rQLn6yyL4AQcxsyk/s1600-h/c.+tinggi.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5340742041471231074" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnc-3OjjRLoW45a7Xuse946RwaQt7ElBlL-1ohN_UXCqNJf9PWrwKoqUTA_x0G77UB7UXZse2CGi5KynuGQAS-g_TEjerIBZ4shZpVnbKHXV1fpKl5R-q9KI9nGf8rQLn6yyL4AQcxsyk/s200/c.+tinggi.jpg" style="cursor: pointer; float: left; height: 132px; margin: 0pt 10px 10px 0pt; width: 200px;" /></a><br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;"> Lokasi</span><br />
<div style="text-align: justify;">
Candi ini terletak lebih kurang 27,5 kilometer dari Kota Jambi. Secara administratif berada di Desa Muaro Jambi, Kecamatan Marosebo, Kabupaten Muaro Jambi. Sedangkan secara astronomis terletak pada 103º22’ - 103º45’ Bujur Timur dan 1º24’ - 1º33’ Lintang Selatan. Luas candi Muarajambi lebih kurang 2062 hektar menempati bentang lahan mengikuti alur tepian sungai Batanghari sepanjang 7,5 kilometer</div>
<br />
<span style="font-weight: bold;">Latar Sejarah</span><br />
<div style="text-align: justify;">
Informasi tertua yang berhubungan dengan daerah Jambi ditemukan pada Naskah Berita Dinasti Tang (618-906 M) yang menyebutkan kedatangan utusan Kerajaan <span style="font-style: italic;">Mo-lo-yue</span> ke Cina pada tahun 644 M dan 645 M. Begitu pentingnya Negeri <span style="font-style: italic;">Mo-lo-yue</span> sehingga seorang pendeta I-Tsing menyempatkan singgah selama 2 bulan untuk memperdalam agama sebelum melanjutkan perjalanannya ke India. Ketika beliau kembali dari India dikatakan <span style="font-style: italic;">Mo-lo-yue</span> tahun 692 telah menjadi bagian <span style="font-style: italic;">Shih-li-fo-shih</span> (Sriwijaya). Suatu keadaan yang ditafsirkan terkait erat dengan Prasasti Karangbrahi (686 M) yang ditemukan di wilayah Jambi hulu.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nama Jambi sendiri diidentifikasikan dari berita Cina pada tahun 853 dan 871, menyebut kedatangan misi dagang dari <span style="font-style: italic;">Chan-pi</span> atau <span style="font-style: italic;">Pi-chan</span>. Berita Dinasti Sung (960-1279 M) menyebutkan bahwa <span style="font-style: italic;">Chan-pi</span> merupakan tempat bersemayamnya Maharaja <span style="font-style: italic;">San-fo-tsi</span> (Sriwijaya), rakyatnya tinggal pada rumah-rumah panggung di tepi sungai. Raja dan para pejabatnya bermukim di daratan. Sekitar awal abad ke-11 Masehi <span style="font-style: italic;">Chan-pi</span> menobatkan raja di negerinya sendiri dan mengirim utusan ke Cina pada tahun 1079, 1082, serta 1088 M sebagai pemberitahuan bahwa <span style="font-style: italic;">Chan-pi</span> telah menjadi negeri yang berdaulat.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nama Melayu kembali muncul pada abad ke-13 Masehi dalam Kitab Pararaton dan Nagarakertagama yang menyebutkan bahwa Raja Singhasari bernama Kertanagara mengirimkan Ekspedisi Pamalayu pada tahun 1275 M. Ekspedisi ini bertujuan untuk menjalin pertahanan bilateral antara Singhasari dan Melayu melawan serangan Mongol. Dalam Kitab Nagarakertagama nama Melayu juga disebutkan sebagai sebuah region di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit pada abad ke-14 Masehi.</div>
<br />
<span class="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Sejarah penemuan, Penelitian dan Pelestarian</span></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Situs Muarajambi pertama kali diketahui keberadaaanya dari seorang perwira Inggris bernama S.C. Crooke pada tahun 1820. Penemuan ini terjadi saat ia sedang melakukan kunjungan ke daerah-daerah pedalaman Batanghari guna melakukan survei pemetaan aliran Sungai Batanghari. Crooke sempat menyaksikan reruntuhan bangunan-bangunan dari bata dan arca batu. Ia mengatakan bahwa sejumlah penduduk menganggap bahwa reruntuhan di Muarajambi tersebut pernah menjadi ibukota dari sebuah kerajaan kuno (Anderson, 1971: 398).</span><br />
<span class="fullpost"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Sekitar setengah abad setelah penemuannya, Muarajambi kembali dilaporkan oleh sebuah tim ekspedisi Belanda bernama Expedition Midden Sumatera yang memasukkan Muarajambi dalam daftar daerah yang dikunjunginya. Sayangnya hingga kini laporan tim tersebut belum pernah ditemukan. Pada yahun 1921 dan 1922 kembali nama Muarajambi disebut-sebut yakni ketika T. Adams menerbitkan catatannya dalam majalah Oudheidkundig Verslag. Kunjungan berikutnya dilakukan oleh F. M. Schnitger pada tahun 1935 yang menyebutkan bahwa sedikitnya ada tujuh bangunan kuno di Muarajambi yakni Stano, Gumpung, Tinggi, Gedong I, Gedong II, Gudang Garem, dan Bukit Perak. Selain itu Schnitger juga melakukan serangkaian penggalian pada bangunan-bangunan kuno tersebut kecuali di Candi Astano (Schnitger, 1935: 12-13). Sayangnya penelitiannya ini tidak diikuti dengan dokumentasi lengkap sehingga banyak informasi yang diperoleh tidak ditulis dalam laporan.</span><br />
<span class="fullpost"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Pada tahun 1954 sebuah tim yang diketuai oleh R. Soekmono melakukan inventarisasi kepurbakalaan di Sumatera, terutama kepurbakalaan di Muarajambi. Tempat-tempat yang dikunjungi antara lain Candi Astano, Gumpung, Tinggi. Penelitian arkeologis dalam arti sesungguhnya baru diadakan pada tahun 1981 oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, walaupun sebelum itu beberapa ahli dari lembaga yang sama telah mengunjungi Situs Muarajambi.</span><br />
<span class="fullpost"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Selain penelitian, kegiatan lain yang dilakukan untuk pelestarian dan pengembangan situs Muarajambi adalah pemugaran. Pertama kali diadakan pada tahun 1976 dengan kegiatan berupa pembersihan kompleks percandian untuk membebaskannya dari tumbuhan hutan yang berada di atasnya. Pada waktu itu candi-candi di Muarajambi masih tertimbun tanah yang ditutupi oleh tumbuh-tumbuhan. Dilanjutkan dengan pemugaran oleh Ditlinbinjarah yang dimulai pada tahun 1978 dengan candi Tinggi sebagai objek utama dan selesai pada tahun 1987. pemugaran selanjutnya dilakukan pada Candi Gumpung yang dilaksanakan pada tahun 1982 s.d. 1988, Candi Astano dari tahun 1985 s.d. 1989, Candi Kembarbatu dari tahun 1991 s.d. 1995, Candi Gedong I mulai tahun 1996 s.d. 2000, dan terakhir adalah Candi Gedong II yang dilaksanakan pada tahun 2000 s.d. 2004, serta pada tahun anggaran 2005 pemugaran Candi Tinggi II mulai dilaksanakan dengan pekerjaan pertama adalah pengupasan.</span></div>
<br />
<span class="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Tinggalan Arkeologis</span></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Situs ini tersebar pada areal yang berada di atas tanggul alam sepanjang 7,5 kilometer dengan luas lebih kurang 12 kilometer persegi. Merupakan sebuah dataran sempit yang dibatasi oleh rawa-rawa di sebelah utara dan Sungai Batanghari di sebelah Selatan. Daerahnya diapit oleh tiga buah parit dan sebuah sungai kecil. Ketiga parit tersebut adalah Sekapung, Buluh, dan Johor, sedangkan sungai kecil bernama Sungai Jambi.</span><br />
<span class="fullpost"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Sampai kini tinggalan yang ditemukan di kawasan Situs Percandian Muarajambi mencapai lebih dari 85 buah. Duabelas di antaranya merupakan bangunan yang sudah dapat diidentifikasi sebagai kompleks candi. Penggunaan istilah kompleks digunakan di sini karena pada umumnya candi di situs ini ditemukan bukan merupakan sebuah bangunan, namun merupakan sebuah sistem yang terdiri dari bangunan induk, satu atau lebih bangunan pendamping (perwara), tembok keliling dengan pintu masuk (gapura) serta kadang-kadang parit keliling. Diantaranya yakni Candi Kotomahligai, Kedaton, Gedong II, Gedong I, Gumpung, Tinggi, Kembarbatu, Astano, Teluk I, Teluk II, Sialang, dan Tinggi II, serta sebuah kolam kuno yang dikenal dengan sebutan Telagorajo. Tinggalan lain berupa menapo atau gundukan tanah yang di dalamnya berisi struktur bata. Selain itu beraneka ragam artefak kuno yang merupakan temuan-temuan lepas yang mempunyai keterkaitan dengan keberadaan candi-candi di Muarajambi. Temuan tersebut antara lain berupa arca, lapik arca, lesung, belanga perunggu, gong perunggu, lempengan emas yang berisi mantra-mantra, keramik, manik-manik, bandul jaring, benda-benda perlengkapan upacara, dan perhiasan.</span><br />
<span class="fullpost"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Pada umumnya candi di Sumatera dibuat dengan menggunakan bahan bata yang ukurannya lebih besar dari bata sekarang. Namun demikian penggunaan batu juga ditemukan, terutama pada beberapa unsur bangunan seperti pada sudut-sudut bangunan yang rentan terhadap daya tekan besar. Dari hasil penelitian terhadap bangunan candi dapat diketahui bahwa cukup banyak bangunan candi di Muarajambi yang dibangun lebih dari satu kali, ada yang dua kali, bahkan ada yang sampai tiga kali. Mengingat peninggalannya berupa kompleks percandian, maka situs Muarajambi dapat dikatakan sebagai situs keagamaan. Berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan, antara lain berupa Arca Dewi Prajnaparamitha, wajra (sebuah alat keagamaan berujung empat dan terbuat dari logam) dan rancangan kompleks percandian yang didasari konsep makrokosmos dan mikrokosmos dapat diketahui aliran agama yang melatari Situs Muarajambi adalah agama Budha Mahayana.</span><br />
<span class="fullpost"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Selain merupakan situs keagamaan, Situs Muarajambi juga merupakan situs pemukiman. Hal ini ditandai dengan adanya temuan-temuan yang berkaitan dengan aktivitas keseharian manusia yang telah menetap dan berintegrasi dengan lingkungannya dalam jangka waktu yang lama di lokasi tersebut. Misalnya temuan berupa keramik lokal dan asing yang ditemukan dalam jumlah besar di dalam maupun di luar kompleks percandian. Penelitian arkeologis di Muarajambi telah menempatkan kronologi relatif situs ini pada abad 9-14 Masehi. Rentang masa itu merupakan bagian dari masa pemerintahan Kerajaan Melayu Kuno dan Sriwijaya di Sumatera.</span></div>
<span class="fullpost"><span style="font-weight: bold;"> </span></span><br />
<span class="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Pengembangan dan Pemanfaatan</span></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Pemanfaatan dan pengembangan Kawasan Situs Percandian Muarajambi ini diarahkan pada bidang antara lain:</span></div>
<span class="fullpost">- Ilmu Pengetahuan<br />- Pendidikan<br />- Kebudayaan<br />- Pariwisata<br />- Agama<br />- dan Sosial<br /><br /><div style="text-align: justify;">
Saat ini Kawasan Situs Percandian Muarajambi telah ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya dengan Nomor: 31/C1/JB/99 tertangal 26 Januari 1999 dan sebagai Benda Cagar Budaya dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 045/M/2000 tertanggal 30 Maret 2000. Sebagai Benda Cagar Budaya yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan sudah tentu kita wajib menjaganya bersama. Anda dapat berpartisipasi menyelamatkannya dengan tidak merusak bangunan bersejarah ini. Bantulah candi ini untuk memenuhi keinginannya “Aku ingin hidup seribu tahun lagi”</div>
<br /><br /></span><br />
JELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999212122464881924.post-125216900159804862009-05-08T10:51:00.005+07:002019-04-12T15:03:37.890+07:00BENTENG MARLBOROUGH (1714-1719)<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-PN5qVzMTgmMs3udTmPDon2MiBi0lH3NdQMrho95dwup2eGq5flo62kT8BwA8Q5pwEV5V5AKWz8rUUndK8MRBB30bnsved-_2QY3dTuqXji5yo9V06AxovzWIj3-7hvi2ZNSyeEmBUK4/s1600-h/benteng+marlborough.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" height="240" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5333297105199027202" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-PN5qVzMTgmMs3udTmPDon2MiBi0lH3NdQMrho95dwup2eGq5flo62kT8BwA8Q5pwEV5V5AKWz8rUUndK8MRBB30bnsved-_2QY3dTuqXji5yo9V06AxovzWIj3-7hvi2ZNSyeEmBUK4/s320/benteng+marlborough.jpg" style="float: left; margin: 0px 10px 10px 0px;" width="320" /></a><br />
<span style="font-weight: bold;">Lokasi</span><br />
<div style="text-align: justify;">
Benteng Marlborough berdiri kokoh di tepi laut di atas sebuah dataran dengan ketinggian lebih kurang 8,5 meter di atas permukaan laut (dpl). Secara administratif benteng ini terletak di Desa Kebon Keling, Kelurahan Kampung Cina, Kecamatan Teluk Segara, Kota Bengkulu, Propinsi Bengkulu.<br />
<br />
Bagian luar benteng dikelilingi parit dan tanggul, namun pada bagian depan dan belakang sudah tidak tampak lagi hanya berupa tanah yang agak rendah dan bekas bangunan yang telah dibongkar. Sisi luar parit keliling yang merupakan tanggul kini dibuatkan jalan setapak selebar kurang lebih 1 meter. Dari jalan setapak ini masih terdapat halaman yang dibatasi oleh pagar besi yang mengelilingi benteng yang menjadi pembatas antara benteng dengan lingkungan luar.<br />
<br />
Lingkungan di luar pagar benteng berbatasan dengan jalan raya, yaitu pada sebelah timur berbatasan dengan jalan Benteng, (dahulu Jalan Burniat), berlanjut dengan pertigaan yang merupakan ruas Jalan Khodijah dan Taman Tapak Paderi dengan latar pemukiman penduduk dan tepat pada sudut pertigaan jalan terdapat sekolah. Di sebelah barat berbatasan dengan Jalan Jenderal A. Yani dan pertokoan serta pecinan, termasuk bekas Gedung Pengadilan, sebelah utara Jalan Jenderal A. Yani dan Pelabuhan Lama (obyek wisata Pantai Bai), dan sebelah selatan Jalan Benteng dan perumahan masyarakat Kelurahan Kebun Keling<br />
<span class="fullpost"><br /><span style="font-weight: bold;">Latar Belakang Sejarah</span><br />Kedatangan Bangsa Eropa ke Bengkulu seperti juga ke daerah lain, pada mulanya untuk berhubungan dagang. VOC datang pada tahun 1604 dan mendirikan kantor pelelangan, kemudian pergi pada tahun 1670. Sedangkan Inggris melalui EIC (East India Company) datang pada tahun 1685 dan mengadakan perjanjian dengan Kerajaan Selebar. Kolonial Inggris berkuasa di Bengkulu selama 140 tahun terhitung mulai dari tahun 1685 dan berakhir pada tahun 1825 dengan adanya perjanjian London (Treaty of London) yang berisi penyerahan daerah kekuasaan Inggris kepada Belanda. Dalam rentang waktu tersebut, Inggris membangun sarana dan prasarana untuk menunjang imperialismenya di Bengkulu. Sarana dan prasarana yang dibangun antara lain garnizun, loji, gudang, jalan, pelabuhan, perkantoran dan benteng-benteng pertahanan. Salah satu benteng yang dibangun adalah benteng Marlborough. Pemberian nama Marlborough adalah sebagai penghormatan kepada John Churchil yang bergelar Duke of Marlborough I.<br /><br />Pembangunan benteng Marlborough dimaksudkan sebagai benteng pertahanan untuk mempertahankan kekuasaan Inggris di kawasan pantai barat Sumatera dari ancaman Belanda. Selain itu juga dimaksudkan untuk mempertahankan daerah Bengkulu sebagai daerah monopoli lada dan pusat perdagangan.<br /><br />Pembangunan benteng diprakarsai oleh Gubernur Yoseph Collet (1712-1716). Awal pembangunannya dimulai pada tahun 1713 dan selesai tahun 1719, dalam rentang waktu tersebut tercatat nama-nama penguasa Inggris yang mempunyai andil dalam pembangunan benteng tersebut, antara lain Yoseph Collet (1712-1716), Thiophillus Shyllings (1716-1717), Richard Former (1717-1718) dan Thomas Cooke (1718). <br /><br />Fungsi Benteng Marlborough sebagai benteng pertahanan terus berlanjut pada periode berikutnya, yaitu oleh pihak Belanda (1825-1942), Jepang (1942-1945) dan oleh tentara Republik Indonesia pada masa perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Benteng yang masih berdiri kokoh sampai sekarang ini merupakan monumen perjuangan rakyat Bengkulu dalam menuntut keadilan dan kebebasan dari penjajah.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Arsitektur Bangunan</span><br />Benteng Marlborough berdiri di atas lahan seluas 44.100,5 meter2 dengan panjang 240,5 m dan lebar 170,5 m, dengan orientasi 215 derajat ke arah barat daya. Benteng Marlborough berbentuk kura-kura dengan arah hadap kepala ke barat daya, sedangkan pintu masuk benteng lebih mengarah ke barat, yaitu sisi mata kanan kura-kura dengan pintu masuk dan jembatan yang menghubungkan jalan masuk dengan bagian luar.<br /><br />Pada bagian kepala dan badan dihubungkan dengan jembatan yang membentuk bagian leher. Pada bagian belakang benteng terdapat pintu masuk dari belakang dan sebuah jembatan di atas parit yang membentuk bagian ekor. Ketiga jembatan itu pada masa awalnya sewaktu-sewaktu dapat diangkat dan diturunkan. Disekeliling benteng dari batas terluar dinding masih terdapat batas-batas asli berupa parit-parit.<br /><br />Pada bagian dalam benteng terdapat beberapa bangunan memanjang yang pada awalnya difungsikan sebagai gudang persenjataan, tempat tahanan dan perkantoran serta ruang terbuka yang merupakan halaman bagian dalam. Secara keseluruhan bentuk ba-ngunan yang berdenah kura-kura merupakan ciri khas benteng-benteng di Eropa. Bagian kepala kura-kura berfungsi sebagai pintu masuk benteng, sedangkan badan kura-kura berfungsi sebagai benteng dan keempat kakinya berfungsi sebagai bastion.<br /><br />Benteng ini dibangun dengan menggunakan campuran kapur, pasir, dan semen merah. Tinggi dinding benteng bagian luar 8,65 m, tebal 3 m dan tinggi bagian dalam 8,50 m, tebal 1,85 m. Bangunan benteng terdiri atas delapan bangunan yaitu :<br />a. Bangunan kepala kura-kura<br />(panjang 60 m dan lebar 40,40 m)<br />b. Bangunan kaki kura-kura bagian selatan<br />(panjang 50,90 m dan lebar 50,60 m);<br />c. Bangunan kaki kura-kura bagian timur<br />(panjang 50,90 m dan lebar 50,10 m)<br />d. Bangunan kaki kura-kura bagian utara<br />(panjang 70,20 m dan lebar 40,60 m);<br />e. Bangunan kaki kura-kura bagian barat<br />(panjang 50,40 m dan lebar 50,10 m);<br />f. Bangunan timur laut<br />(panjang 50,20 m dan lebar 6,80 m);<br />g. Bangunan tenggara<br />(panjanng 60 m dan lebar 6,80 m);<br />h. Bangunan barat laut<br />(panjang 61 m dan lebar 6,80 M).<br /><br />Tiap-tiap bangunan mempunyai ruangan-ruangan yang berfungsi sebagai tempat tahanan, gudang persenjataan, perlengkapan dan kantor. Pada tiap kaki kura-kura (bastion) terdapat beberapa pucuk meriam baik berukuran besar maupun berukuran kecil dan pada bagian bawah bangunan kaki kura-kura bagian utara terdapat terowongan yang berukuran panjang 6 m dan lebar 2 m. Dalam bangunan terdapat lubang perlindungan yang dipergunakan sebagai jalan keluar dari kepungan musuh. Bagian tengah benteng terbuka tanpa atap, sedang lantainya terbuat dari ubin, batu kali atau karang sedang atap terbuat dari genteng. Pintu gerbang dan pintu-pintu ruangan lainnya terbuat dari kayu yang diberi penguat berupa pasak-pasak besi. Sedang ruang tahanan menggunakan terali besi.<br /><br />Pada bagian belakang pintu benteng terdapat tiga buah bangunan makam, yaitu makam Thomas Parr, Charles Muray dan satu makam tak dikenal. Selain ketiga makam tesebut terdapat pula empat buah prasasti nisan berbahasa Inggris yang ditempelkan pada dinding gerbang pintu masuk dari belakang yang bertuliskan : George Thomas Shaw yang meninggal tanggal 25 April 1704, Richard Watts yang meninggal 17 Desember 1705 dalam usia 44 tahun, Henry Stirling yang meninggal pada bulan April 1744 dalam usia 25 tahun dan Capt. James Coney yang meninggal Februari 1737 dalam usia 36 tahun.<br /> <br /><span style="font-weight: bold;">Riwayat Pelestarian</span><br />Dalam upaya melestarikan dan melindungi bangunan benteng dari kemungkinan terjadinya kerusakan, pada tahun anggaran 1977/1978 sd. 1983/1984 dilakukan pemugaran oleh Proyek Pembinaan dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Bengkulu. Pemugaran meliputi bagian kepala kura-kura, kaki kura-kura barat dan utara, jembatan (tiang dinding pengaman), pembuatan pintu dan jendela serta pertamanan. Pada tahun 1984 dilakukan peresmian purnapugar Benteng Marlborough oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Prof. Dr. Haryati Soebadio.<br /><br />Upaya pemeliharaan selanjutnya dilakukan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi Wilayah Kerja Propinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Bangka Belitung bekerja sama dengan Proyek Pembinaan dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Bengkulu. Meliputi penunjukan juru pelihara pada tahun 1994, penataan kembali pertamanan benteng pada tahun 1992, konservasi meriam benteng pada tahun 1997 dan pengangkatan Satuan Pengamanan (SATPAM) tahun 1998.<br /><br />Selain itu untuk menunjang terlaksananya pelestarian bangunan dan lingkungannya dengan lebih maksimal juga dilakukan pemintakatan situs dan evaluasi kondisi keterawatan pasca pemugaran oleh Bagian Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Bengkulu pada tahun 1997/1998. Pemugaran selanjutnya dilakukan oleh Proyek Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jambi dari tahun anggaran 2002 sd. 2004.<br /> <br /><span style="font-weight: bold;">Penutup</span><br />Keberadaan Benteng Marlborough sebagai benda cagar budaa harus tetap dipertahankan karena mengingat peranannya di masa lalu. Pada masa lalu benteng ini merupakan salah satu bukti sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Selain itu benteng dan kawasan lingkungan pemukiman yang melingkupinya menunjukkan adanya ciri arsitektur yang khas. Kekhasan ini tampak dari gaya arsitektur bangunan yang memperlihatkan suatu ciri kawasan kota yang pernah mendapatkan pengaruh beragam, yaitu mulai dari pengaruh Inggris, Belanda, dan Jepang serta masa perjuangan kemerdekaan. Dengan adanya ciri khas ini, maka benteng Marlborough menjadi salah satu aset wisata budaya andalan bagi Propinsi Bengkulu.</span></div>
<br />JELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-3999212122464881924.post-64849045863176372962009-04-01T11:38:00.010+07:002019-03-16T20:18:36.386+07:00MENGENAL SITUS MEGALITIK TINGGIHARI<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjYhlpgIKZyZUj0aIeAtPoPDYDCFLtoGBcFlsFilVitPPuhyJN0T4nLBT74negE5wcQWDzuFFrqNco9ynLw9P8IaDLNYLiD1Rgxlg2wuns9-UBvKqvah32rih04UxRPsV1ovXq_r0cbe0M/s1600-h/CIMG7246.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5320272274891390866" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjYhlpgIKZyZUj0aIeAtPoPDYDCFLtoGBcFlsFilVitPPuhyJN0T4nLBT74negE5wcQWDzuFFrqNco9ynLw9P8IaDLNYLiD1Rgxlg2wuns9-UBvKqvah32rih04UxRPsV1ovXq_r0cbe0M/s200/CIMG7246.jpg" style="cursor: pointer; float: left; height: 150px; margin: 0pt 10px 10px 0pt; width: 200px;" /></a><br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdmgkMSjbhNOe3adIbVPWgOsFJtxf5GrAuuDie-FKNyB8b9n4FNKeXkXCAeM2Q8PzLb6Qn6PJH9etzkVdt6F8snxYRLytuW2Wr1bFIGOgbPMPRBKdC1nxIKxTvdhTLyh_cXKb6RgJG9UQ/s1600-h/CIMG7297.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5320270819340543202" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdmgkMSjbhNOe3adIbVPWgOsFJtxf5GrAuuDie-FKNyB8b9n4FNKeXkXCAeM2Q8PzLb6Qn6PJH9etzkVdt6F8snxYRLytuW2Wr1bFIGOgbPMPRBKdC1nxIKxTvdhTLyh_cXKb6RgJG9UQ/s200/CIMG7297.jpg" style="cursor: pointer; float: left; height: 150px; margin: 0pt 10px 10px 0pt; width: 200px;" /></a><br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgM3Ho5YsuGzKYy14T-rC45HITuGX5OngzPmOLfYSP_rd1JT1BiWjNuqS5NOtCELwWy4oSFhOIvzdxkHOEGcUsvgHPjjR7Q7P4ebBJeN1QTVwLKeW2L7IWIFHB27lmAIWM35pT7DmXUZq4/s1600-h/DSCN6893.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5320270615250283154" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgM3Ho5YsuGzKYy14T-rC45HITuGX5OngzPmOLfYSP_rd1JT1BiWjNuqS5NOtCELwWy4oSFhOIvzdxkHOEGcUsvgHPjjR7Q7P4ebBJeN1QTVwLKeW2L7IWIFHB27lmAIWM35pT7DmXUZq4/s200/DSCN6893.jpg" style="cursor: pointer; float: left; height: 150px; margin: 0pt 10px 10px 0pt; width: 200px;" /></a><br />
<br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhjdt_jxNSiTZ0Sj4QQ_wcuqHqs_ysp_hvFEL3oJBfbMmNTMMWr-xOO80J3fD2q-EfLnGkyt6QlSgEYHyPpGfoikWFq61CwUBjBEcR7sGjBeSNTfxiNghPju2F5VYe-fj0fOvyE-LhUPYE/s1600-h/DSCN6870.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5320268766977913762" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhjdt_jxNSiTZ0Sj4QQ_wcuqHqs_ysp_hvFEL3oJBfbMmNTMMWr-xOO80J3fD2q-EfLnGkyt6QlSgEYHyPpGfoikWFq61CwUBjBEcR7sGjBeSNTfxiNghPju2F5VYe-fj0fOvyE-LhUPYE/s200/DSCN6870.jpg" style="cursor: pointer; display: block; height: 200px; margin: 0px auto 10px; text-align: center; width: 150px;" /></a><br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Pendahuluan</span><br />
<div style="text-align: justify;">
Pegunungan Bukit Barisan yang memanjang sepanjang Pulau Sumatera menyimpan banyak peninggalan-peninggalan tua dari masa Prasejarah. Hal itu tidak mengherankan karena dataran tinggi tersebut merupakan daratan yang tidak terendam oleh laut dan merupakan jalur migrasi manusia prasejarah. Peninggalan manusia prasejarah tersebut dapat ditemukan di daerah Kerinci (Jambi), daerah Pasemah (Sumatera Selatan), dan lima puluh kota (Sumatera Barat). Namun dibanding dengan daerah lainnya, daerah Pasemah merupakan daerah yang paling kaya dengan peninggalan Prasejarahnya. Batu-batu besar dengan berbagai bentuk, pahatan di bukit batu, susunan batu yang membentuk ruangan sangat menakjubkan dan memerlukan keahlian yang tinggi. Masyarakat Pasemah menyebutnya batu gajah, rumah batu, batu macan, dan sebagainya. Kalangan para ahli menggolongkannya dalam tradisi megalitik. Tradisi megalitik adalah adat atau kebiasaan mendirikan bangunan dari batu besar, baik dalam satuan maupun kelompok yang fungsinya berkaitan dengan pemujaan leluhur. Peninggalan tradisi ini meliputi (1) pendirian bangunan besar untuk upacara pemujaan dan/atau kubur dan (2) keperluan lain, seperti batas tanah, altar permusyarawatan, tanda satuan masyarakat.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tradisi pendirian bangunan-bangunan megalitik selalu berdasarkan kepercayaan akan adanya hubungan antara yang hidup dan yang mati, terutama kepercayaan adanya pengaruh kuat dari yang telah mati terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanah. Pusat pemujaan biasanya dihubungkan dengan leluhur yang boleh jadi adalah nenek moyang, pahlawan perang, pendiri desa, atau tokoh-tokoh mistis yang berpengaruh kuat terhadap kesuburan tanah, padang perburuan, dukun, dan sebagainya.</div>
<br />
<span class="fullpost"><br /><span style="font-weight: bold;">Kronologi</span></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Penelitian tinggalan/bangunan tradisi megalitik di Sumatera Selatan dilakukan antara lain oleh Ullman (1850), Tombrink (1870), Engelhord (1891), Krom (1918), Westenenk (1922), Hoven (1927), Eerde (1929), Hoop (1932, dan Geldern (1933). Peneliti lain pada masa-masa berikutnya yang muncul adalah Keekeren, R.P. Soejono, Teguh Asmar, Haris Sukendar, Bagyo Prasetyo dan Sebagainya. Kronologi berbagai hasil penting dari penelitian tinggalan tradisi Megalitik tersebut sebagai berikut :</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">1. Pada tahun 1870 Tombrik menduga bahwa tinggalan-tinggalan tradisi megalitik itu sebagai Hindoe- monumenten</span></div>
<span class="fullpost">2. Pada tahun 1928 Robert von Hein Geldern menyatakan bahwa pendirian bangunan-bangunan megalitik itu berkaitan dengan alam kubur dan arwah nenek moyang<br />3. Pada tahun 1929 Van Eerde menyatakan bahwa bangunan-bangunan megalitik Pasemah sama sekali lepas dari pengaruh budaya Hindu<br />4. Pada tahun 1932 Van der Hoop menyusun ihtisar tentang peninggalan tradisi megaltik di Sumatera Selatan<br />5. Pada tahun 1958 van Heekeren menguraikan pendapatnya tentang tipologi, fungsi, dan pertanggalan relatif megalitik Pasemah<br />6. Pada tahun 1958 J.L. Peacock menganalisis aspek sejarah dan fungsi megalitik Pasemah<br />7. Penelitian-penelitian tahun 1970 – 1990-an mulai melingkupi kajian aspek-aspek sosial, teknologi, rincian situs, dan pola-pola sebarannya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Jenis temuan</span></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Kompleks Megalitik Tinggihari terletak di sebuah dataran tinggi yang berada di Kabupaten Lahat. Secara Administrasi berada di wilayah Desa Simpur, Kecamatan Pulaupinang, Kabupaten Lahat. Lokasi situs telah dibebaskan dan dibatasi sekelilingnya dengan pagar kawat. Lingkungan sekitar situs telah berupa perkebunan kopi. Penataan lingkungan yang telah dilakukan di situs beberapa tahun yang lalu kondisinya sekarang kurang terawat. Di lokasi situs terdapat menhir berelief, batu tegak, batu datar, lumpang batu, arca manusia, dan arca binatang. Situs Tinggihari dibagi menjadi tiga bagian yang disebut Tinggihari I, II, dan III, karena lokasinya yang tidak dalam satu area. Para ahli menduga bahwa Kompleks Megalitik Tinggihari merupakan bagian dari peninggalan tradisi megalitik yang tersebar luas di Dataran Tinggi Pasemah di Kabupaten Lahat. Berikut jenis-jenis peninggalan yang terdapat di kompleks Megalitik Tinggihari</span></div>
<span class="fullpost">
<br /><span style="font-weight: bold;">Tinggihari I</span><br />Tinggihari I berada di sebelah timur atau kompleks yang akan kita jumpai pertama kali setelah melalui jalan aspal dengan kondisi jalan yang berkelok-kelok dan menanjak. Luas lokasi yang telah dibebaskan dan diberi pagar sebesar 19.200 meter persegi. Dilokasi Tinggihari I dapat ditemukan antara lain :<br /><br />Menhir Berelief<br /><div style="text-align: justify;">
Menhir terletak berada di dekat pintu masuk yang terletak di sebelah timur. Menhir berukuran tinggi 314 cm dan lebar 84 cm. Permukaan batunya terdapat pahatan yang menggambarkan dua orang manusia dan seekor buaya. Gambar manusia yang satu dipahatkan dalam posisi duduk di atas manusia lainnya yang sedang berdiri. Buaya digambarkan dengan posisi menghadap ke atas, kedua kaki kirinya terkesan sedang mendukung tokoh manusia yang berdiri.</div>
<br />Batu Tegak<br /><div style="text-align: justify;">
Batu tegak berjumlah 4 buah dengan lokasi yang berpencar. Batu ini berupa batu alam yang berdiri ditegakkan. Fungsi batu tegak ini belum diketahui.</div>
<br />Batu Datar<br /><div style="text-align: justify;">
Batu datar berjumlah 2 buah dengan lokasi yang juga berpencar. Batu ini berupa batu alam dengan permukaan atasnya yang berbentuk datar. Fungsi batu datar ini belum diketahui.</div>
<br />Lumpang Batu<br /><div style="text-align: justify;">
Lumpang batu berjumlah 3 buah dengan lokasi yang juga berpencar. Pada batu ini terdapat lubang-lubang yang berjumlah dua atau empat lubang.</div>
<br />Arca Manusia<br /><div style="text-align: justify;">
Arca manusia terletak sekitar 125 meter atau berada di sebelah barat dari menhir berelief. Arca ini pada bagian kepalanya telah hilang. Arca digam-barkan dalam posisi duduk dengan lutut mengarah ke atas. Pada bagian leher dan tubuh memperlihatkan batas pakaian yang dikenakannya dan kalung manik-manik yang berbentuk heksagonal. Tangan kanannya sedang memeluk seorang anak. Ukuran arca panjang 153 cm, lebar 99 cm, dan tinggi 123 cm.</div>
<br />Arca Babi Hutan<br /><div style="text-align: justify;">
Arca terletak sekitar 50 meter arah barat daya dari arca manusia. Arca berupa batu berbentuk oval dengan pahatan seekor babi hutan. Tampaknya arca belum selesai dikerjakan sempurna. Beberapa bagian yang terlihat jelas adalah bagian kepala, telinga, moncong, mata, taring, ekor, dan kaki. Arca berukuran panjang 337 cm, lebar 148 cm, dan tinggi 96 cm.</div>
<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tinggihari II</span><br />Lokasi Tinggihari II terletak sekitar 900 meter atau sebelah barat daya dari Tinggihari I. Luas lokasinya 110 meter persegi dan dibatasi dengan pagar kawat. Temuannya sebagai berikut :<br /><br />Arca Manusia<br /><div style="text-align: justify;">
Arca manusia ini meng-gambarkan seorang wanita dalam posisi duduk sedang menggendong anak kecil. Bagian leher mengenakan kalung manik-manik berbentuk heksagonal dan diakhiri dengan hiasan berbentuk bulat dibagian belakang-nya. Pada tangan kanan dan kiri mengenakan gelang yang tampaknya terbuat dari logam. Ukuran arca tinggi 196 cm, tebal 136 cm, dan lebar 145 cm.</div>
<br />Batu Tegak<br /><div style="text-align: justify;">
Batu tegak berjumlah satu buah yang terletak di sisi kanan situs. Batu berukuran 79 cm, lebar 74 cm, dan tebal 41 cm.</div>
<br />Batu Datar<br /><div style="text-align: justify;">
Batu terletak di dekat arca manusia berukuran panjang 120 cm, lebar 144 cm dan tebal 180 cm.</div>
<br />Lumpang Batu<br />Batu berjumlah 2 buah yang masing-masing berjumlah 1 dan 2 lubang. Lokasinya lumpang saling berdekatan.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tinggihari III</span><br /><div style="text-align: justify;">
Lokasi Tinggihari III berjarak sekitar 1,2 km ke arah selatan dari lokasi Tinggihari II. Luas kompleks berukuran 19.200 meter persegi yang dibatasi oleh pagar kawat. Temuan-temuannya antara lain :</div>
<br />Arca Manusia<br /><div style="text-align: justify;">
Arca manusia berjumlah dua buah. Arca manusia ini digambarkan dalam posisi jongkok. Tanda-tanda yang dimiliki arca antara lain tangan kiri mengapit nekara perunggu, kepala memakai topi (helm), kalung manik-manik de-ngan bentuk liontin di bagian leher.</div>
<br />Batu Tegak<br /><div style="text-align: justify;">
Batu tegak terdapat dalam bentuk kelompok yang berjumlah 2, 3 dan 4 buah dengan membentuk segi empat. Batu yang semacam itu sekurangnya terdapat 30 kelompok.</div>
<br />Batu Datar<br />Batu datar ini terletak dekat arca manusia dan sebuah batu tegak yang cukup besar dalam kondisi roboh.<br /><br />Menhir Berelief<br /><div style="text-align: justify;">
Menhir berbentuk silinder dengan goresan yang menggambarkan manusia dengan kedua tangan menengadah ke atas. Menhir berukuran 148 cm dan diameter 57 cm.</div>
</span>JELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-3999212122464881924.post-31337106668516752762009-02-09T14:24:00.010+07:002019-04-12T15:08:46.000+07:00MAKAM BELANDA (Kerkhof) di Kota Pangkalpinang<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrD8Tzox8l3HrAGzdSHCfiRgHFF-cxY3jaDeat1Zwl63gLYJ1-Zn-GqCBKRgIcn136hK8Djo0ENWiSl3TYLmsuFmVCxOl744iL0DXE9FF1qryBQ0yx2cY984tvPIjJk5MrA2ecPbWE_GI/s1600-h/DSCN71981.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" height="240" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5300703742735564034" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrD8Tzox8l3HrAGzdSHCfiRgHFF-cxY3jaDeat1Zwl63gLYJ1-Zn-GqCBKRgIcn136hK8Djo0ENWiSl3TYLmsuFmVCxOl744iL0DXE9FF1qryBQ0yx2cY984tvPIjJk5MrA2ecPbWE_GI/s320/DSCN71981.jpg" style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt;" width="320" /></a>
<br />
<span style="font-weight: bold;">Pendahuluan</span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Pulau Bangka kedatangan bangsa Eropa di mulai pada masa VOC sekitar abad 17 Masehi. Selanjutnya dengan ditemukannya kandungan timah pada tahun 1710 menjadi awal eksplorasi timah di Bangka. Berkembangnya pertambangan timah di Bangka memerlukan tenaga yang tidak sedikit. Kebutuhan tenaga kerja telah mendorong didatangkannya tenaga-tenaga dari Cina sebagai pekerja tambang. Tahun 1755 sebagai awal kedatangan pekerja Cina ke Bangka. Kekuasaan Belanda atas Bangka sempat terhenti tahun 1812-1816 ketika Inggris dapat mengalahkan Perancis dimana pada waktu itu Belanda dikuasai oleh Perancis. Namun berdasarkan perjanjian London (The Treaty of London) yang terjadi pada tahun 1814, maka daerah-daerah yang sebelumnya dikuasai oleh Belanda, termasuk Bangka dikembalikan lagi kepada Belanda. Pengaruh Eropa yang dibawa oleh Inggris dan Belanda masih dapat dilihat sampai sekarang yang berupa bangunan-bangunan kolonial.
<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Masa penguasaan Belanda di Bangka yang berlangsung lama telah meninggalkan bukti-bukti antara lain makam. Tempat pemakaman mereka yang disebut Kerkhof (artinya kuburan dalam Bahasa Belanda) dapat dijumpai di Kota Pangkalpinang, Sungailiat, Belitung, dan Mentok. Nasib kerkhof-kerkhof tersebut kondisinya cukup memprihatinkan dan terancam untuk digusur. Nasib tragis telah dialami oleh kerkhof di Mentok yang hanya menyisakan tugu dan telah menjadi sebuah lorong yang bernama Lorong Kerkhof.
</div>
<br />
<span class="fullpost">
</span>
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Kerkhof di Kota Pangkalpinang sendiri telah mendapat perhatian, terlihat dari beberapa kegiatan yang pernah dilakukan oleh BP3 Jambi (Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi) dan Balar Palembang (Balai Arkeologi Palembang). Pada tahun 1996 dilakukan Pendokumentasian dan Survei Situs dan Benda Cagar Budaya di Kabupaten Bangka dan Kota Pangkalpinang. Berdasarkan survei diketahui bahwa telah banyak makam-makam yang rusak oleh tangan-tangan jahil, antara lain hilang dan pecahnya nisan-nisan yang terbuat dari marmer dan vandalisme yang berupa coretan-coretan dengan menggunakan cat semprot. Selain itu dari informasi juga diketahui bahwa beberapa makam telah dipindahkan oleh keluarganya ke tempat lain. Diperkirakan makam-makam tersebut berasal dari tahun 1902 sampai dengan tahun 1950-an.
</span><br />
<span class="fullpost"><br /></span>
<span class="fullpost">Pada tahun 1998 dilakukan Pemotretan Situs dan Benda Cagar Budaya di Kecamatan Mentok dan Kotamadya Pangkalpinang, Kabupaten Bangka, Provinsi Sumatera Selatan. Pada tahun yang sama Balar Palembang melakukan Survei Tinggalan Arkeologi Kolonial di Pulau Bangka. Pada tahun 2003 dilakukan kegiatan Inventarisasi Benda Cagar Budaya di Kabupaten Belitung dan Pemantauan Pemeliharaan di Provinsi Bangka-Belitung. Pelestarian Kerkhof juga dilakukan dengan pemagaran dan penempatan juru pelihara. Namun dari semua kegiatan yang telah dilaksanakan itu belum ditindaklanjuti dengan kegiatan fisik seperti perbaikan makam dan penataan lingkungan pemakaman. Hal itu disebabkan belum adanya data yang lengkap. Selanjutnya untuk kelengkapan data tersebut dilakukanlah kegiatan Pemetaan, Penggambaran, dan Inventarisasi Makam Belanda (Kerkhof) di Kota Pangkalpinang.
</span></div>
<br />
<span style="font-weight: bold;">Letak dan Lingkungan</span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Makam Belanda atau penduduk menyebutnya Kerkof atau Pendem Belanda secara administratif terletak di Jalan Hormen Maddati yang dahulunya bernama Jalan Sekolah, termasuk Kelurahan Melintang, Kecamatan Rangkui, Kota Pangkalpinang. Lokasi tepatnya berada di persimpangan Jalan Solihin GP dan Jalan Hormen Maddati. Secara astronomis terletak pada 02o07’971” Lintang Selatan dan 106o06’475” Bujur Timur.
<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Keletakan makam cukup jauh dari pusat kota atau sekitar rumah residen yang merupakan pemukiman Belanda pada masa itu. Dahulunya makam Belanda berlokasi di daerah pinggiran dan menempati tanah yang cukup luas. Namun selanjutnya terjadi pengurangan luasnya yang disebabkan pemukiman. Pemukiman itu juga menyebabkan dibongkarnya sejumlah makam. Hasil pemetaan terhadap tanah yang masih tersisa adalah 2.117,88 m2. Lingkungan makam dan sekitarnya telah dibatasi dengan pagar tembok yang dibangun pada tahun 1997. Bentuk pagar dibuat sederhana karena dimaksudkan hanya untuk pengamanan dari lingkungan sekitarnya.
<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Makam ini sekarang terletak di pemukiman yang yang cukup padat. Pada sisi timur dan selatan berbatasan dengan perumahan penduduk. Penduduk sekitarnya tampak kurang menjaga kebersihan, yaitu dengan membuang sampah ke dalam pemakaman. Selain itu di sisi utara menjadi tempat berjualan pedagang kaki lima dan bengkel motor. Bahkan bengkel tersebut membuat bangunan yang masuk ke dalam pemakaman. Hal-hal itu menyebabkan kotornya lingkungan pemakaman karena pembuangan sampah yang sembarangan.
</div>
<span style="font-weight: bold;">
<br />Makam Belanda </span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Makam Belanda merupakan satu dari sekian banyak bukti sejarah yang terdapat di Kota Pangkalpinang. Keberadaan makam ini erat kaitannya dengan kehidupan orang-orang asing yang pernah hidup dan tinggal di masa sebelum Kemerdekaan. Pada tahun 1813 ketika Inggris berkuasa di Bangka, Inggris (East India Company) menjadikan Pangkalpinang salah satu distrik dari tujuh distrik eksplorasi timah selain Jebus, Klabat, Sungailiat, Merawang, Toboali, dan Belinyu. Sejak itu Pangkalpinang mulai terkenal sebagai Kota Timah dan kota kecil pusat kegiatan perdagangan dan jasa di Pulau Bangka. Pada masa kemudian, Belanda menjadikan Pangkalpinang sebagai basis kekuatan militer untuk menumpas perlawanan Rakyat Bangka. Berikutnya Belanda menjadikannya sebagai ibukota Karesidenan Bangka pada Tahun 1913.
</div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Makam Belanda telah menjadi objek wisata sejarah dan budaya Kota Pangkalpinang. Hal itu menjadi modal untuk dimulainya pembenahannya yang selama ini kurang terawat. Kondisi makam cukup kotor dengan sampah-sampah yang dibuang oleh penduduk sekitarnya. Banyaknya pohon yang tumbuh juga menyebabkan banyak ranting atau daun yang berjatuhan. Bahkan terdapat beberapa pohon yang menyebabkan kerusakan pada makam. Kerusakan yang parah terjadi pada makam no. 79. Semak-semaknya juga tumbuh dengan cukup subur. Pembersihan kompleks makam yang dilakukan oleh juru pelihara tampaknya kurang maksimal. Lingkungan yang kotor juga pada bagian luar makam di sekitar pagar keliling. Disana terdapat juga sampah dan tanaman liar.
<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Makam yang berhasil didata berjumlah 102 makam. Makam-makam mempunyai bentuk dan ukuran yang bermacam-macam. Bentuk makam umumnya berbentuk persegi panjang dan terdiri dari beberapa susunan (undakan). Empat makam diantaranya mempunyai cungkup, yaitu makam no. 36, 44, 47, dan 61. Makam 47 merupakan makam yang cungkupnya paling bagus. Tiga cungkup lainnya mempunyai bentuk yang sama. Bentuk dasar nisan-nisan terdiri dari bentuk segi empat, segi lima dan segi enam. Variasinya berupa bulatan dibagian atas. Orientasi makam mengarah timur laut - barat daya. Arah hadap makam yang berbahasa Belanda dan Bahasa Indonesia menghadap timur laut. Sedangkan makam yang berbahasa Jepang umumnya sebaliknya.
<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Makam-makam sebagian besar telah mengalami kerusakan. Makam yang masih dalam kondisi baik berjumlah 21 buah (20 %). Makam yang dikategorikan mengalami kerusakan ringan berjumlah 50 buah (49 %) dan kerusakan parah berjumlah 28 buah atau 27 %. Makam yang telah dibongkar berjumlah 2 buah. Pembongkaran makam dilakukan pada bulan Oktober 2004. Selain itu terdapat satu buah prasasti yang tidak diketahui asal lokasinya.
<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Beberapa makam masih terdapat prasasti yang menyebutkan nama yang dimakamkan, tanggal lahir, tanggal meninggal, dan kalimat-kalimat tertentu. Pada umumnya makam telah hilang pada bagian prasastinya. Makam yang masih mempunyai prasasti berjumlah 30 buah (29 %). Prasasti dituliskan pada marmer, batu andesit, dan dinding. Sistem penulisannya berupa huruf timbul dan huruf dengan cara memahat. Kondisi prasasti telah mengalami kerusakan, antara lain hilang, kotor, ditumbuhi lumut, patah, aus, retak, dan disemprot cat. Nama-nama yang dimakamkan, yaitu 25 berbahasa Belanda, 10 berbahasa Jepang, dan 3 berbahasa Indonesia. Makam yang berbahasa Indonesia dilihat dari namanya berasal dari Indonesia Timur. Berdasarkan angka tahun yang terdapat pada nisan diketahui bahwa makam yang tertua berangka tahun 1800 dan yang termuda berangka tahun 1954. Makam-makam yang berangka tahun lebih tua lokasinya berada di sebelah timur laut. Semakin ke barat, maka makamnya semakin muda. Pada sebuah makam ditemukan adanya dua angka tahun meninggalnya dalam satu makam, yaitu pada makam no. 13 yang berangka tahun meninggalnya (overleden), yaitu 7 Oct. 1800 dan 2 Januari 1902 dengan nama Freetje en Sjarl Bernasco (Lihat Tabel No. 1)
</div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-weight: bold;">Penutup</span>
</div>
<div style="text-align: justify;">
Kota Pangkalpinang mempunyai sejarah yang cukup panjang. Hal tersebut dibuktikan oleh peninggalan-peninggalan sejarahnya yang masih dapat kita saksikan sampai sekarang. Bukti-bukti sejarah akan mendukung identitas Kota Pangkalpinang di masa yang akan datang. Sebaliknya kehilangan bukti-bukti sejarah akan mengurangi identitasnya. Sejarah Kota Pangkalpinang tergambarkan dengan jelas antara lain pada sebuah tempat yang bernama Makam Belanda yang dikenal pula oleh masyarakat sebagai Kerkof atau Pendem Belanda. Pada Makam Belanda ini dapat dijumpai beberapa hal yang dapat ditelusuri, yaitu mengenai nama, tanggal lahir dan meninggal, serta asal orang yang dimakamkan. Makam-makam tersebut diletakkan secara teratur dengan suatu barisan. Tampaknya barisan makam di sebelah timur laut berangka tahun lebih tua atau dengan kata lain semakin ke selatan maka makam-makam tersebut berangka tahun lebih muda. Hal itu menandakan bahwa awal pemakaman jenazah di mulai di sebelah timur laut kemudian berkembang ke selatan.
<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Makam-makam sekarang kondisinya sebagian besar telah mengalami kerusakan. Makam yang masih dalam kondisi baik berjumlah 21 buah (20 %). Makam yang dikategorikan mengalami kerusakan ringan berjumlah 50 buah (49 %) dan kerusakan parah berjumlah 28 buah atau 27 %. Makam yang telah dibongkar berjumlah 2 buah. Pembongkaran makam dilakukan pada bulan Oktober 2004 atas permintaan ahli warisnya untuk dimakamkan kembali di Jakarta. Selain itu terdapat satu buah prasasti yang tidak diketahui asal lokasinya. Agar tidak terjadi kerusakan yang lebih parah, maka perlu dilakukan perbaikan dan pemeliharaan serta perlu dilakukan penataan lingkungannya.
</div>
<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA
<br />
<br />
Aryandini Novita, dkk.
<br />
1998 Laporan Penelitian Arkeologi Survei Tinggalan Arkeologi Kolonial di Pulau Bangka, Balai Arkeologi Palembang
<br />
<br />
Anonim
<br />
Booklet Welcome to Pangkalpinang, Kota Pangkal Kemenangan, Pemerintah Kota Pangkalpinang, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
<br />
<br />
Junus Satrio Atmodjo, Drs., dkk.,
<br />
1996 Laporan Pendokumentasian dan Survei Situs dan Benda Cagar Budaya di Kabupaten Bangka, Provinsi Sumatera Selatan, Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu,
<br />
<br />
Sri Patmiarsi R., Dra.,
<br />
1996 Laporan Pendokumentasian dan Survei Situs dan Benda Cagar Budaya di Kabupaten Bangka, Provinsi Sumatera Selatan, Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu,
<br />
<br />
<br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
DAFTAR PRASASTI BERBAHASA BELANDA
<br />
DI KERKHOF KOTA PANGKALPINANG
</div>
<br />
<br />
Hier Rust E.K.A Coldenhoff Overleden 11 Nov. Oud 39 Jaren
<br />
<br />
<br />
Hier Rust Onze Jongste Heveling Henk Runschotel Geb. Pangkalpinang 22 - 8 - 20 Overl. 28 - 6 - 21
<br />
<br />
<br />
Hier Rust In Vrede Mev. V. Scholtz Geb. E. Rossmann Overl. 19 - 4 - 1914
<br />
<br />
<br />
Hier Rust Cornelia Suzanna Pijloo Geb. 29 Juli 1915 Overl. 26 November 1915 Jong Gestorven Vroeg Bij God
<br />
<br />
<br />
Franscarel Upielsna Geboren 6.4.11 Overleden 3.5.11
<br />
<br />
<br />
Rust Zacht Mijn Lieve Shaapjes Freetje en Sjarl Bernasco Overl. 7 Oct. 1800 Overl. 2 Jan.1902
<br />
<br />
<br />
Hier Rust Mijn Geliefde Echtgenoot P.W Lensink Oud 44 Jaar Overl. 8 Nov. 1918 …….. is Niet Dood ……. s Slechts Verre …….. is Hij, ……. eten Is
<br />
<br />
<br />
Hier Rust F. Jans Overleden 2 Nov. 1918 Oud 40 Jaren
<br />
<br />
<br />
Hier Rust Mevrouw Selphisma Amanupinnjo Geb. Siamela Oud 40 Jaar Geb. 19 Nov. 1881 Overl. 22 Juni 1922
<br />
<br />
<br />
Hier Rust Herminne, Antoniette, Carolina, Eikema Geboren 6 Mei 1893 Overleden 25 Januari 1907
<br />
<br />
<br />
Hier Rust Lia Gherh Gebr. 9 - 5 - 1886 Overl. 15 Febr. 1951
<br />
<br />
<br />
Hier Rust Vrouwe Irene Mathilde Ehrencron Gelieide Echtgenoote van L.I.H.R Scipio Blume Geb. 28 Januari 1883 Overl. 10 Maret 1928 Rust Zacht Lieve Doode
<br />
<br />
<br />
Liefde Over Wint Acces J.J.A Brower Gebr. Juli 1898 Overl. 3 Maart 1923 Mijnbouwkundig Opzichfer Rust Zacht Lieve Joop
<br />
<br />
<br />
Hier Ruht In Gott Agnes Elisbeth Kliem Geb. Patt Geboren 20 - 1 - 1895 Zu Gelsenkirchen Gesturben 8 - 10 - 1935 Zu Pangkalpinang Ruhe In Vrieden
<br />
<br />
<br />
Hier Rust Mevrouw De Bie Overleden 18 Mei 1929 R.I.P
<br />
<br />
<br />
Mietske Homiee Fischer Geboren 3 Juni 1927 Overleden 5 Juli 1928 Rust Zacht Kleine Lieveling
<br />
<br />
<br />
LIEF AARTJE GEB. OVERL. 10 MAART 1941 J. DE KONING
<br />
<br />
<br />
HIER RUST Onze Geliefde Echtgenoot en Vader JAMES PERD. NELWAN Geb. Te Airmadidi 30.3.1898 Overl. Te P.Pinang 3.1.1941 Rest In Vrede
<br />
<br />
<br />
HIER RUST MIJN LIEVE VROUW EMMY BRONSDIJK BLUMENTHAL Geb. 29 Mei 1921 Te Batavia Overl. 24 October 1946 Te Soengailiat
<br />
<br />
<br />
HIE…….MIJN LIEVE ZORGZAME VROUW MARIANNE VOGEL QUEYSEN geb. 12 - 11 - 1911 overl. 18 - 1 - 1951
<br />
<br />
<br />
HIER RUST MIJN GELIEFDE MAN EN VADER MARINUS FRANSISCUS PAANS Geb. 28 Mei 1906 Te Werkendam Overl. 2 Sept. 1954 Pangkalpinang Rust Zacht Lieve Paps
<br />
<br />
<br />
HIER RUST MIJN OUVERGETELIJKE MAN ONZE LIEVE ZORGZAME PAPPIE BERT KUYT Geb. 3 Juli 1913 Overl. 22 Sept. 1950
<br />
LABORES VITAE AEQUO ANIMO TULISSE HOMINIBUS HONOR
<br />
<br />
<br />
L.V.D VLIES Geb. 7 - 8 - 97 Overleden 9 - 5 - 43
<br />
<br />
<br />
………RIENETTE MARIA ANNA LEIJERINCK GEBOREN 2 DECEMBER 1894 OVERLEDEN 28 JULI 1895
JELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3999212122464881924.post-81732363129930458412009-02-02T11:48:00.015+07:002019-03-16T21:32:04.348+07:00LOKASI TENGGELAMNYA KAPAL JEPANG PADA PERANG DUNIA II DI PERAIRAN INDONESIA<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1m0tvtEpXn59oGiBZEVoCptJ9pCXXUVilgYJ8-daHA6MfpfvXgiF6zLpKbnfS4e1Z4w7FqSzP7W-plxFunR2wnUDuMi5cfQp1R9fdY_mfoPwMGZOxa3mWSiITxrNGYaaR-poSMONiSIA/s1600-h/Tenggelam+oleh+submarine.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5298059409924407586" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1m0tvtEpXn59oGiBZEVoCptJ9pCXXUVilgYJ8-daHA6MfpfvXgiF6zLpKbnfS4e1Z4w7FqSzP7W-plxFunR2wnUDuMi5cfQp1R9fdY_mfoPwMGZOxa3mWSiITxrNGYaaR-poSMONiSIA/s200/Tenggelam+oleh+submarine.jpg" style="cursor: pointer; float: left; height: 158px; margin: 0pt 10px 10px 0pt; width: 200px;" /></a><br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Latar Belakang</span><br />
<div style="text-align: justify;">
Perang Dunia II di kawasan Pasifik dan Asia berawal dari serangan pasukan AL kekaisaran Jepang (Imperial Japanese Naval) ke Pangkalan AL Amerika di Pearl Harbor, Hawaii. Peristiwa yang terjadi pada tanggal 7 Desember 1942 kemudian menimbulkan perang antara Jepang dan sekutu yang tergabung dalam American-Britain-Ducth-Australian Command (ABDACOM). Pertempuran dahsyat terjadi di darat, laut dan udara. Perang berakhir setelah Jepang menyerah akibat dibom Atomnya Hiroshima dan Nagasaki. <br />
<br />
Penyerangan bala tentara Jepang ke wilayah Indonesia mendapatkan perlawanan yang sengit dari sekutu. Invasi Jepang ke Indonesia melalui tiga jalur, yaitu Selat Karimata dari arah Barat, Selat Makassar dari arah Tengah, dan Perairan Maluku dari arah Timur. Peperangan yang melibatkan kapal-kapal laut terjadi antara lain di Selat Makassar, Selat Badung, Laut Jawa, dan Selat Sunda. Pada peristiwa tersebut pasukan Jepang berhasil mengalahkan pasukan sekutu. Beberapa kapal perang dari kedua belah pihak tenggelam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Kapal-kapal Jepang yang menjadi korban keganasan perang kemudian terkubur di perairan Indonesia. Lokasinya tersebar di Perairan Barat dan Timur Indonesia. Batas antara keduanya sering disebut sebagai Garis Wallace sesuai dengan nama ekspedisi yang pernah dilakukan oleh Wallace. Lokasinya berada di Selat Makassar yang memisahkan Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi.Kapal-kapal Jepang yang tenggelam di perairan Indonesia dapat diketahui dari internet dan masyarakat nelayan yang tinggal di tepi pantai. Hal terakhir didapatkan penulis ketika berada di Desa Tanjung Labu, Pulau Lepar, Kabupaten Bangka Selatan. Propinsi Bangka-Belitung. Masyarakat disana menyebutkan adanya kapal Jepang di perairan antara Pulau Lepar dan Pulau Pongok. Tulisan ini dimaksudkan untuk mengungkap keberadaan kapal-kapal Jepang yang tenggelam di perairan Barat Indonesia berdasarkan data-data yang diperoleh dari internet dengan harapan dapat diidentifikasi dan lebih lanjut dilakukan upaya pelestariannya.</div>
<span class="fullpost"><br /><span style="font-weight: bold;">Lokasi Kapal Jepang yang Tenggelam </span></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Gelombang serangan pasukan Jepang pertama kali menyerang Tarakan. Tarakan penting bagi Jepang karena terdapat 700 sumur dan kilang minyak serta lapangan terbang. Setelah menguasai Tarakan, maka pasukan yang lebih besar berangkat dari Davao, Filipina. Armada kapal angkatan laut di bawah komando Wakil Laksamana Ibo Takahashi bertugas melakukan pendaratan pasukan di Manado, Kendari, Ambon, Makassar, Timor dan Bali. Konvoi mendapat pengawalan dari kapal-kapal di bawah komando Laksamana Muda Raizo Tanaka berkekuatan 12 kapal perusak, 2 kapal angkut pesawat, 5 kapal penjelajah, 4 kapal patrol, 5 kapal penyapu ranjau, dan 3 kapal pemburu kapal selam. Armada lainnya merupakan armada pasukan amfibi yang berangkat dari Teluk Cam Ranh, Indochina (Vietnam). Pasukan di bawah komando Wakil Laksamana Jisaburo Ozawa berkekuatan 22 kapal pengangkut, 7 kapal penjelajah, 11 kapal perusak, dan kapal induk Ryujo yang membawa divisi udara ke-3. Pasukan ini bertugas melakukan penyerangan ke Malaya, Singapura, Sumatera, dan Jawa bagian Barat. Kemenangan gemilang diraih pasukan kekaisaran Jepang dalam pertempuran di Manado, Balikpapan, Ambon, Selat Makassar, Palembang, Selat Badung, Laut Jawa, dan Selat Sunda. Namun pertempuran-pertempuran dalam rangka menguasai sumber alam di Indonesia itu mengakibatkan kerugian jiwa dan material seperti tewasnya para tentara, tertembaknya pesawat, dan tenggelamnya kapal.</span><br />
<span class="fullpost"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Suatu hal yang meggembirakan sekali bahwa saya dapat menyaksikan secara langsung salah satu kapal Jepang yang tenggelam di Selat Makassar pada kedalaman 30 meter ketika sedang mengikuti pelatihan bawah air yang dilaksanakan oleh Direktorat Peninggalan Bawah Air, Depbudpar pada tahun 2006. Namun sangat disayangkan bahwa saat itu dijumpai adanya kegiatan pengrusakan dengan cara pengambilan besi kapal yang dilakukan oleh penyelam tradisional dengan menggunakan kompresor sebagai alat bantu pernafasan. Badan kapal telah banyak yang hilang dan meninggalkan bagian yang utuh dibagian depan saja karena disana masih terdapat tumpukan bom yang tersusun rapih.Mungkinkah itu adalah kapal perusak Natsushio yang tenggelam oleh torpedo kapal selam USS S-37 (SS-142) di koordinat 05o10’S, 119o24’E. Kalau bukan, kapal perang Jepang yang manakah itu. Pertanyaan tersebut yang harus dicarikan jawabannya.</span></div>
<span class="fullpost"><br /><div style="text-align: justify;">
Data-data yang diperoleh dari internet menunjukkan bahwa banyak sekali Kapal AL Jepang (Japanese Naval Vessel) maupun Kapal Niaga Jepang (Japanese Merchant Vessel) yang tenggelam di perairan Indonesia. Jumlahnya mencapai sekitar 175 kapal terdiri dari 44 kapal AL dan 131 kapal Niaga Jepang.Hasil pemilahan lokasi kapal tenggelam berdasarkan titik koordinat wilayah Perairan Barat Indonesia memperoleh jumlah 20 kapal AL dan 49 kapal Niaga. Sementara kapal tenggelam di Perairan Timur Indonesia berjumlah 24 Kapal AL dan 82 Kapal Niaga. Berdasarkan angka-angka itu, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah kapal Jepang yang tenggelam di Perairan Timur Indonesia lebih banyak dibandingkan Perairan Barat Indonesia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Data kapal tenggelam yang termasuk Kapal AL Jepang berjumlah 44 buah terdiri dari 10 destroyer, 11 minesweeper, 2 frigate, 2 submarine, 1 torpedo boat, 2 tank landing ship, 2 minelayer, 1 seaplane tender, 8 special submarine chaser, 1 yacht, dan 3 cruiser. Kapal-kapal tersebut tenggelam sebagian besar disebabkan serangan dari submarine berjumlah 26 kapal, army craft berjumlah 7 kapal, mine berjumlah 3 kapal, aircraft berjumlah 2 buah, surface craft berjumlah 1 kapal, dan army mine berjumlah 1 kapal.Sementara itu data Kapal Niaga Jepang yang tenggelam di perairan Indonesia berjumlah 131 kapal terdiri dari 78 cargo, 21 passenger-cargo, 17 tanker, 6 converted tender, 3 converted net tender, 2 converted seaplane tender, 1 converted submarine tender, dan 1 transport. Pada umumnya tenggelam disebabkan oleh submarine berjumlah 81 kapal. Penyebab lainnya adalah army aircraft berjumlah 16 kapal, marine casualty berjumlah 6 kapal, aircraft berjumlah 6 kapal, surface craft berjumlah 5 kapal, navy land-based aircraft berjumlah 5 kapal, navy carrier-base aircraft, navy aircraft, dan army mine masing-masing berjumlah 1 kapal. Sedangkan tenggelamnya Inabasan Maru Sakura Maru, dan Horai Maru disebabkan oleh berbagai senjata yang berasal dari army aircraft, aircraft, dan surface craft.</div>
<div style="text-align: justify;">
Berikut ini uraian sebagian kapal-kapal Jepang yang tenggelam di Perairan Indonesia yang berhasil ditelusuri melalui internet.</div>
<br />1. Kapal Selam I-30<br /><div style="text-align: justify;">
I-30 adalah kapal selam kelas B1 di AL Kekaisaran Jepang. I-30 diselesaikan di markas AL Kure. Kapal ini berpartisipasi dalam sebuah misi Yanagi yang bertujuan menghubungkan Jerman Nazi dan Jepang oleh kapal selam. Kapal selam I-30 merupakan kapal selam pertama Jepang yang mencapai Eropa dan markas kapal selam U-Boat Jerman di Lorient Prancis pada tahun 1942. I-30 membawa pulang beragam informasi dan teknologi seperti radar, meriam anti udara performa tinggi dan beragam cetak biru. Pada tanggal 13 Oktober 1942 ketika keluar dari dari pelabuhan Singapura menabrak sebuah ranjau yang disebar Inggris dan tenggelam. Komandan Endo dan 96 kru selamat sedangkan 13 lainnya hilang. Penyelam-penyelam dari unit perbaikan Angkatan Laut No. 101 berhasil meyelamatkan muatan berharganya antara lain senjata 20 mm dan cetak biru radar.</div>
<br />2. Kapal Angkut Pesawat Notoro<br /><div style="text-align: justify;">
Notoro merupakan sebuah kapal angkut pesawat (aircraft carrier) yang mengangkut 12 pesawat. Kapal beratnya 14.050 ton, panjang 138,88 meter, lebar 17,68 meter, kecepatan maksimum 12 knot, dan muatan 155 kru. Mesin menggunakan mesin ekpansi tiga poros dan 4 panci. Persenjataan yang dimiliki 2 senapan 45/(4,7 inchi) dan 2 senapan AA 40/(2 inchi). Pada tanggal 5 Nopember 1944 tenggelam oleh pesawat Angkatan Darat Amerika di 01o18’N, 103o52’E</div>
<br />3. Kapal Perusak Shimotsuki<br /><div style="text-align: justify;">
Shimotsuki berarti Nopember merupakan sebuah kapal perusak kelas Akizuki di AL kekaisaran Jepang. Kapal dibangun oleh galangan Nagasaki Mitsubishi pada tanggal 6 Juli 1942 dan diluncurkan pada tanggal 7 April 1943. Pada tanggal 31 maret 1944 bertugas di skuadron kapal perusak 11.Karakteristik kapal beratnya 2,743 ton dalam kondisi standard an 3,759 dalam muatan penuh, panjangnya 134,2 meter, balok 11,6 meter, rangka 4,15 meter, kecepatan 33 knot dan memuat 263 orang. Pada Maret 1944 persenjataan terdiri dari 8 senapan DP kaliber 65/(4 inchi), 25 senapan AA 25 mm, 4 tabung torpedo 24 inchi, 8 torpedo tipe 93, dan 56 bom laut tipe 95. Sedangkan Juli 1944 senapan AA 25 mm ditambah 10 buah sehingga menjadi 35 buah.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pada tanggal 25 Nopember 1944 terkena torpedo yang diluncurkan oleh USS Cavalla (SS-244) dan tenggelam di 410 km sebelah Timur-Timur laut Singapura dengan korban jiwa yang banyak termasuk Letnan Komodor Kenji Hatano. Lokasi tenggelamnya kapal di koordinat 2o21’N, 107o20’E</div>
<br />4. Kapal Penjelajah Ashigara<br /><div style="text-align: justify;">
Ashigara adalah sebuah kapal penjelajah berat kelas Myoko di AL Kekaisaran Jepang. Nama tersebut merupakan nama sebuah gunung diperbatasan Kanagawa dan Shizuoka yang juga disebut sebagai Gunung Kintoki. Kapal-kapal lainnya yang sekelas adalah Myoko, Nachi, dan Haguro. Kapal dikerjakan di galangan kapal Kawasaki di Kobe. Pembuatannya pada tahun 1924 dan diluncurkan tahun 1928. Klasifikasi kapal beratnya 13.500 ton, panjang, 203,76 meter, balok 19 meter, rangka 5,03 meter, kecepatan 35,5 knot dan muatan 920-970. Tumpangannya 1 buah pesawat terbang. Persenjataan terdiri dari 10 senapan 203 mm, 8 senapan 127 mm, 2 senapan mesin 13 mm, dan 12 tabung torpedo 610 mm.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pada Pertempuran Laut Jawa termasuk yang mengakibatkan tenggelamnya kapal penjelajah HMS Exeter dan kapal perusak HMS Encounter. Pada Pertempuran Teluk Leyte tanggal 24 Oktober 1944 dibawah komando Kapten Hayao Miura tergabung dalam pasukan bersama kapal penjelajah Nachi dan 8 kapal perusak. Pada bulan Desember 1944 mendapatkan serangan udara sehingga mengalami kerusakan oleh sejumlah bom ketika mengambil bagian dalam serangan terhadap pendaratan tentara Amerika di Mindoro, Filipina.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pada tanggal 8 Juni 1945 meninggalkan Batavia menuju Singapura membawa 1.600 tentara dengan dikawal kapal perusak Kamikaze. Di Selat Bangka kedua kapal mendapat serangan tiga kapal selam sekutu, Blueback, Trenchant, dan Stygian. Kamikaze menyerang Trenchant dengan tembakan dan bom laut. Ashigara terkena serangan torpedo sehingga tenggelam. Komandan Laksamana Muda Hayao Miura bersama 400 tentara dan 853 kru diselamatkan oleh Kamikaze.</div>
<br /><span style="font-weight: bold;">Penutup</span><br /><div style="text-align: justify;">
Internet merupakan sumber pengetahuan di dunia maya. Segala informasi yang bersifat positif dan negatif berada di dalamnya. Informasi mengenai peristiwa Perang Dunia II antara Jepang dan Sekutu sangat banyak. Data-data yang berkaitan dengan hal itu dapat diakses oleh siapa saja, dimanapun, dan kapanpun. Begitu pula mengenai data kapal tenggelam baik dari pihak Jepang maupun Sekutu.<br />
Perang Dunia II menimbulkan penderitaan terhadap tentara yang terlibat langsung maupun masyarakat biasa. Bukan hanya korban jiwa tetapi juga korban material yang berupa peralatan tempur seperti tank, pesawat, dan kapal tempur. Perairan Indonesia menjadi saksi bisu pertempuran hebat yang terjadi antara kapal sekutu dan Jepang. Kapal-kapal tenggelam bersebaran hampir diseluruh tempat. Beberapa kapal telah diketahui keberadaannya, sedangkan sisanya masih misterius. Kapal-kapal tenggelam yang telah menjadi bangkai kapal (shipwreck) menjadi bukti sejarah yang tidak akan terlupakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kapal-kapal Jepang yang tenggelam di perairan Indonesia merupakan salah satu "kekayaan" yang harus mendapat perlindungan. Kekayaan itu tidak luput dari penjarahan untuk diambil besinya dan barang yang terdapat didalamnya. Hilangnya kapal-kapal tenggelam yang mengandung sejarah akan sangat merugikan bagi pengembangan penelitian, pelestarian, dan pemanfaatan peninggalan bawah air.</div>
</span>JELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-3999212122464881924.post-35153400352450007682009-01-05T08:51:00.008+07:002019-03-21T09:21:24.294+07:00SURVEI PENINGGALAN BAWAH AIR DI PULAU PONGOK, KABUPATEN BANGKA SELATAN<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiY8uRmANQll-J-6asj2FGdsM_q0GJs7rwUcTgAB1yM0O7gBcCV50LAO_TRXQtVby3TISDXUtZd_61ZXBswxAb1JRsh2FyffOXOaMLvpA6OMw9bjVj27MWTrQnOHhiG9MT_HfNwH6PhvZ0/s1600/IMG_0630.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiY8uRmANQll-J-6asj2FGdsM_q0GJs7rwUcTgAB1yM0O7gBcCV50LAO_TRXQtVby3TISDXUtZd_61ZXBswxAb1JRsh2FyffOXOaMLvpA6OMw9bjVj27MWTrQnOHhiG9MT_HfNwH6PhvZ0/s1600/IMG_0630.JPG" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" width="320"></a></div>
Survei Peninggalan bawah Air dilaksanakan pada tanggal 22 sd. 29 Oktober 2008. Kegiatan ini pertama kali dilakukan oleh BP3 Jambi diperairan Bangka-Belitung dengan mengundang tenaga bawah air dari Direktorat Peninggalan Bawah Air Jakarta, Balai Arkeologi Pelembang, dan BP3 Batusangkar.<br /><br /><br />Lokasi survei yang berada di sebelah Barat Pulau Pongok berjarak sekitar 1 km berhasil mendata dua buah kapal tenggelam yang letaknya tidak berjauhan pada kedalaman antara 18-20 meter. Kapal I berada di dekat karang yang bernama Batu mandi sehingga dinamakan Situs Batumandi. Kapal terbuat dari besi dengan kondisi sebagian besar telah rusak. Bagian yang tampak masih utuh adalah bagian haluan dan lambung sebelah kiri. Sedangkan bagian yang telah rusak adalah dek, bagian buritan dan bagian lambung kanan. Bagian lambung kanan rusak parah dikarenakan bagian tersebut yang menghantam karang. Pada lokasi ini dijumpai pula tiang yang cukup besar dan panjang. Ditemukan pula bongkahan batu bara. Orientasi kapal ke arah Timur Laut.<br /><br /><br />Kapal II berjarak sebelah Barat dari kapal I berjarak 200 meter. Posisi kapal dalam kondisi tertelungkup. Sebuah tiang yang besar dan panjang juga dijumpai pada kapal ini. Kapal terbelah dibagian tengah. Sebagian besar bagian kapal yang terbuat dari besi masih utuh kecuali bagian buritan yang telah terpotong-potong dikarenakan adanya pengambilan besi kapal. Orientasi kapal ke arah Timur Laut. Lokasi kapal dinamakan Situs Karanglucan.<br /><br /><br />JELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3999212122464881924.post-250125345709826912008-06-02T15:26:00.025+07:002019-04-12T15:05:47.765+07:00USAT LIBERTY di Pantai Tulamben Bali<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh0dTHWiD2oU_l6zqsULDvtl95m-7s5NhmkpOQFbjVOZrhtOQGByWsbAEA6JoVgxZdroK4Tt7856UgCbcQJaZ8HBmzK1fyRZutKsfJNejFSNtemBfDWLaTa20JDR2TiSwrBDLBqMdZxFfs/s1600-h/bawah+air1.JPG" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" height="240" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5207483773505192338" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh0dTHWiD2oU_l6zqsULDvtl95m-7s5NhmkpOQFbjVOZrhtOQGByWsbAEA6JoVgxZdroK4Tt7856UgCbcQJaZ8HBmzK1fyRZutKsfJNejFSNtemBfDWLaTa20JDR2TiSwrBDLBqMdZxFfs/s320/bawah+air1.JPG" style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt;" width="320" /></a><br />
<div style="text-align: justify;">
Ini merupakan kali kedua saya melakukan penyelaman di Pantai Tulamben, Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali. Pengalaman pertama kali menyelam pada tahun 2005 dengan kejadian terbaliknya mobil yang dibawa dari Jambi setelah kegiatan selesai. Pada peristiwa itu mengakibatkan korban luka parah termasuk saya yang menderita patah tulang selangka dan korban jiwa dengan meninggalnya Bapak Gede Kartu yang saat itu sedang menyetir.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Penyelaman di Pantai Tulamben sekarang dalam rangka mengikuti kegiatan peningkatan kemampuan dan keterampilan pengelolaan peninggalan bawah air di bidang fotografi bawah air. Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 26-30 Mei 2008 oleh Direktorat Peninggalan Bawah Air Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Rombongan yang terdiri dari panitia dan peserta mencapai 40 orang berasal dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala se Indonesia kecuali Aceh, Balai Arkeologi Yogyakarta, dan Dinas Pariwisata Kabupaten Selayar. Kegiatan pelatihan semacam ini telah saya ikuti setiap tahun sejak tahun 2003. Saya rasakan bahwa dengan adanya latihan seperti itu menambah pengetahuan kerja bawah air dan terutama menambah kemampuan selam. Perasaan takut dan was-was setiap akan menyelam semakin berkurang.<br />
<span class="fullpost"><br />Pantai Tulamben merupakan lokasi penyelaman yang terkenal di Bali. Saya melihat banyak turis mancanegara yang menyelam. Di sana terdapat kapal tenggelam (<span style="font-style: italic;">ship wreck</span>) USAT Liberty milik Amerika. Kapal itu adalah sebuah kapal perang yang digunakan untuk mengangkut peralatan perang. Pada tanggal 11 Januari 1942 ketika sedang berlayar di Selat Lombok ditorpedo oleh kapal selam Jepang seri I-166. Usaha penyelamatan tidak berhasil dan akhirnya kandas di Pantai Tulamben. Meletusnya Gunung Agung mengakibatkan kapal itu menjadi tenggelam dengan posisi miring di kedalaman antara 6 – 30 meter. Pantai Tulamben cukup unik karena pantainya berbatu koral dan berpasir hitam. Airnya jernih sehingga jarak pandang cukup jauh. Di sekitar <span style="font-style: italic;">ship wreck</span> banyak ikannya, mereka seakan-akan menyambut kedatangan para penyelam.</span></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
JELAJAH SITUShttp://www.blogger.com/profile/06076518990902114071noreply@blogger.com3