• Arkeologi Bawah Air

    Negara Indonesia adalah negara yang besar dengan wilayah lautannya lebih luas daripada daratannya. Potensi lautannya menyimpan kekayaan peninggalan warisan bawah air yang sangat besar.

  • Arkeologi Islam

    Masjid Jamik telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor KM.10/PW.007/MKP/2004 tanggal 3 Maret 2004 tentang Penetapan Benteng Marlborough

  • Benteng Marlborough

    Lokasi Benteng Marlborough berdiri kokoh di tepi laut di atas sebuah dataran dengan ketinggian lebih kurang 8,5 meter di atas permukaan laut (dpl).

  • PELESTARIAN BENDA CAGAR BUDAYA: DAHULU DAN SEKARANG

    PendahuluanBangsa Indonesia yang memproklamirkan kemerdekaannya pada Tanggal 17 Agustus 1945 mempunyai latar sejarah yang sangat panjang, dimulai dari masa Prasejarah sampai dengan masa kolonial.

TINGGALAN BAWAH AIR DI PERAIRAN PULAU TIKUS BENGKULU


Pendahuluan
Bengkulu merupakan salah satu provinsi yang berada di pesisir Barat Sumatera. Wilayahnya memanjang menghadap ke Samudera India (Indian Ocean). Samudera India merupakan lautan yang luasnya 20% dari total permukaan bumi. Lautan ini berada di urutan ketiga setelah Samudra Pasifik dan Atlantik. Kedalaman Samudera India rata-rata sedalam 3.960 meter dengan titik terdalamnya disebut  Palung Diamantina  yang terletak di Barat Daya Perth, Australia Barat mencapai 8.047 meter.
Perairan Bengkulu menyimpan tinggalan bawah air yang belum banyak diketahui karena sangat minimnya penelitian. Hal itu tidak saja terjadi di Bengkulu saja tetapi juga di daerah lain yang berada di perairan Barat Sumatera. Baru beberapa kapal tenggelam saja yang telah diketahui, yaitu Kapal Belanda bernama MV Boelongan Nederland di Teluk Mandeh, Kabupaten Pesisir Selatan dan kapal tenggelam di dekat Pulau Sibaru-baru Kabupaten Kepulauan Mentawai. Keduanya berada di Provinsi Sumatera Barat. Penemuan kapal tenggelam di Perairan Mentawai berawal dari adanya kegiatan pengangkatan tanpa ijin yang menghebohkan pada tahun 2010. Bandingkan dengan perairan Timur Sumatera yang telah banyak ditemukan tinggalan bawah air seperti kapal tenggelam Belitung (The Belitung Wreck), The Teksing Wreck dan kapal VOC bernama Geldermalsen  (The Geldermalsen Wreck) yang terkenal di dunia arkeologi bawah air. Dua nama terakhir malah tercantum dalam terbitan The Unesco Convention on The Protection of The Undewater Cultural Heritage yang dikeluarkan oleh United Nation Education Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Kapal tenggelam atau shipwreck beserta benda berharga muatannya merupakan kapal kuno yang tenggelam sebelum abad ke-20 hingga masa Perang Dunia II. Jumlah kapal tenggelam di perairan Indonesia diperkirakan mencapai hingga ribuan kapal (Mundardjito 2007: 16-17).
Sedikitnya kapal tenggelam di perairan Barat Sumatera diperkirakan karena sepinya pelayaran yang mengarungi Samudera India.  Tantangan alam  dan teknologi yang belum memadai menyebabkan para pelaut lebih memilih melakukan pelayaran dengan  menyusuri Selat Malaka hingga Laut Cina Selatan. Akibatnya di sepanjang Selat Malaka muncul pelabuhan-pelabuhan yang ramai.  Kerajaan Melayu dan  Sriwijaya mempunyai pelabuhan dagang dari Cina ke India dan sebaliknya. Kemudian muncul Malaka yang menjadi tempat berlabuh kapal-kapal dagang dari Cina, India, dan Arab. Setelah penaklukan Malaka oleh Portugis  maka rute pelayaran beralih ke Pantai Barat Sumatera, seterusnya ke Laut Jawa lewat Selat Sunda. Peralihan itu menyebabkan muculnya pusat perdagangan di Aceh dan Banten. Keduanya menjadi negara yang cukup penting dalam abad ke-16 (Hamid, Abd Rahman, 2015 :128). Di masa kemudian, lautan benar-benar dikuasai oleh bangsa Eropa hingga berakhir pada masa pendudukan tentara Jepang. Selama Perang Dunia II banyak kapal perang yang tenggelam baik dari pihak Sekutu maupun Jepang.
Pada tahun 2019 Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi untuk pertama kalinya mengadakan survei tinggalan bawah air di Perairan Pulau Tikus Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu. Kegiatan berdasarkan informasi dari klub selam bernama Rafflesia Bengkulu Dive Center (RBDC) yang sering melakukan kegiatan selam di sana baik dalam rangka  sertifikasi selam atau rekreasi. Dikabarkan bahwa di sana terdapat sejumlah jangkar kapal yang berdiri di karang. Sementara untuk benda-benda yang diduga tinggalan bawah air ditunjukkan melalui foto.

Hasil Kegiatan
Pulau Tikus terletak di sebelah Barat Kota Bengkulu dan dapat ditempuh dengan perahu nelayan sekitar 45 menit. Kegiatan survei bawah air yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi melibatkan Rafflesia Bengkulu Dive Center (RBDC)  yang mengatur penyelam pendamping, peralatan selam, dan perahu yang digunakan.  Perahunya  menyewa dari  nelayan. Kegiatan survei bawah air dapat dilakukan dua kali, yaitu Bulan September dan Desember 2019 setelah melalui proses revisi kegiatan sehubungan dengan tidak dapat dilaksanakannya kegiatan di Pulau Enggano. Kegiatan kedua bertujuan untuk mengumpulkan data yang belum diketemukan sebelumnya karena keterbatasan waktu. Dengan dilakukannya dua kali kegiatan di waktu yang berbeda tersebut maka data yang terkumpul semakin jelas dan upaya rekonstruksi tinggalan bawah air menjadi mudah.
Pada kegiatan di bulan September 2019 setiap penyelaman yang dilakukan oleh penyelam BPCB Jambi selalu didampingi penyelam dari RBDC sebagai safety diver. Penyelaman dilakukan dua kali dalam sehari.  Pada penyelaman awal masih dilakukan penyelaman orientasi sambil mencari temuan di dasar laut. Pada lokasi yang terdapat temuan diberi tanda menggunakan botol plastik sebagai pelampung dengan tali yang terikat pada ban di dasar laut. Para penyelam turun dan mengikuti tali tersebut.  
Pencarian sebaran temuan dilakukan dengan tehnik melingkar (circle).  Tali berwarna putih diikatkan pada  tali yang terikat pada ban kemudian mengulurnya untuk berkeliling membentuk lingkaran.  Setelah berkeliling dan menemukan temuan yang banyak maka ujung tali diikatkan pada karang kecil. Tali itu selanjutnya digunakan sebagai tali pandu bagi penyelam karena jarak pandang (visibility) tidak begitu baik  sekitar 1-2 meter. Tali yang terikat masing-masing ujungnya di ban dan karang itu berorientasi ke arah Utara.
Penyelaman berikutnya membawa tali berwarna kuning yang diikatkan ke ban dan mengulurnya ke arah Selatan. Ujung tali diikatkan pada benda yang diduga terbuat dari besi. Dengan demikian di dasar laut terbentang tali berwarna putih dan kuning sebagai tali pandu bagi penyelam.  Selama penyelaman menemukan benda-benda  yang berupa guci yang utuh dan pecahan, botol utuh dan pecahan, pecahan mangkuk, bata, senjata tajam, bata, dan tulang.  Beberapa benda dapat dipetakan lokasinya karena berada dekat tali pandu. Sementara benda yang berada jauh dari tali pandu menggunakan tehnik baringan kompas, yaitu dengan mengulur meteran 50 meter kemudian mencatat jarak  benda dari titik nol.  Pada saat kegiatan juga telah diangkat benda-benda yang berupa botol keramik, botol kaca, teko keramik, dan golok. 
Pada penyelaman di Bulan Desember 2019  telah dipersiapkan pemberat yang terbuat dari semen dan kawat besi untuk mengikat tali bouy dan juga baseline. Hal itu dilakukan karena tidak adanya karang yang cukup besar untuk mengikat tali bouy pada kegiatan pertama. Dimana hanya menggunakan ban yang ditemukan di dasar laut. Pemberat dari semen digunakan diturunkan dengan masing-masing tali yang diikat jerigen plastik warna merah dan kuning sebagai bouy. Jerigen kuning berada di sisi Utara dan jerigen warna merah di sisi Selatan. Tali untuk baseline berwarna kuning yang diikat dengan meteran sepanjangnya  50 meter. Benda-benda diberi nomor dan difoto menggunakan skala dilanjutkan dengan menggunakan tehnik Offset, yaitu mengukur benda dari baseline dengan tegak lurus 90 derajat. Dalam rangka identifikasi lebih lanjut, maka beberapa temuan diangkat guna penelitian lebih lanjut dan juga dapat digunakan untuk peningkatan kemampuan konservasi tinggalan bawah air serta pameran.

Jenis Temuan
Lokasi ditemukannya tinggalan bawah air di Perairan Pulau Tikus terletak pada sebuah teluk yang berada di sebelah Barat Laut pulau. Pulau Tikus merupakan daratan yang luasnya tidak kurang dari 1 hektar dan  dikelilingi oleh karang yang sangat luas. Karang-karang itu akan akan muncul dan tenggelam seiring dengan pasang surut air laut. Di sebelah Barat dari Pulau Tikus tersebut terdapat alur yang masih bisa dilalui walaupun pada saat air surut. Melalui alur tersebut perahu dapat keluar masuk  pulau dan terhubung dengan area yang lebih dalam menyerupai teluk. Teluk itu lebarnya sekitar 200 meter dan panjangnya 300 meter. Pada bagian tengah teluk mempunyai kedalaman sekitar 15 meter. Di tepian  teluk tersebut terdapat sekitar sembilan jangkar kapal terbuat dari besi yang disusun teratur membentuk huruf U.
Benda-benda arkeologis yang ditemukan di dasar laut pada kedalaman sekitar 15 meter terdiri dari jangkar, guci, mangkuk, pring, botol, bata, senjata tajam, dan tulang.  Tergeletak di permukaan yang berupa pasir. Beberapa benda dari aktivitas manusia sekarang juga banyak ditemukan antara lain alat pancing, jala, sisa karamba, dan meja transplantasi karang.
Benda yang berupa guci besar yang kemungkinan utuh terletak tidak jauh dari ban yang menjadi pengikat tali pelampung. Di dekat ban juga terdapat mangkuk yang hampir utuh. Ke arah utara dengan menyusuri tali putih terdapat satu buah bata dan lebih jauh lagi beberapa  pecahan mangkuk. Pada ujung tali putih yang diikat pada karang ke arah utara terdapat pecahan-pecahan guci dan juga botol keramik yang utuh. Di sana selintas juga terlihat tulang yang diduga bagian kaki. Diperkirakan merupakan tulang binatang.
Dalam rangka analisis lebih lanjut telah dilakukan pengangkatan benda berupa satu botol bertangkai dalam kondisi utuh, satu botol yang tersisa bagian dasarnya, satu golok, tujuh pecahan botol berwarna hitam, satu teko terbuka yang pecah pada bagian bibirnya, dan 4 pecahan mangkuk yang berbeda.

Pembahasan
Pulau Tikus merupakan pulau kecil yang berada di Sebelah Barat Kota Bengkulu. Pulau ini cukup terkenal di kalangan wisatawan dan mancanegara. Di sana terdapat mercusuar terbuat dari tiang  besi untuk memperingatkan kapal-kapal dari karang yang mengelilingi pulau. Wisatawan berkunjung untuk menikmati keindahan pulau yang teduh oleh pepohonan, bermain  pasir yang putih, dan beraktivitas dipermukaan karang yang muncul diwaktu air laut surut. Orang-orang juga datang untuk menyelam atau mendapatkan sertifikat selam di area yang berupa teluk. Kedalamannya  bervariasi hingga bagian yang paling dalam sekitar 15 meter sangat cocok untuk mereka yang ingin mendapatkan sertifikat selam dari Persatuan Olah Raga Selam Seluruh Indonesia (POSSI). Karena memang klub selam yang ada di sana berafiliasi dengan POSSI.
Pulau Tikus selain mempunyai pemandangan yang indah ternyata menyimpan benda-benda arkeologi yang penting. Baik yang berupa jangkar kapal maupun tinggalan bawah airnya. Keberadaan jangkar kapal sudah lama diketahui tetapi tidak banyak yang mengetahui sejarahnya. Sementara untuk tinggalan bawah air setelah dilakukannya survei bawah air. 
Diperkirakan pada masa penjajahan Inggris di Bengkulu, Pulau Tikus memiliki peranan yang penting sebagai penunjang pelayaran. Di pulau dibangun mercusuar untuk menghindarkan kecelakaan. Selain itu banyak hal yang tidak diketahui. Keberadaan jangkar-jangkar di sana pun masih menjadi misteri. Literatur sejarah mengenai jangkar-jangkar tersebut belum ditemukan. Temuan bawah air di sana kiranya dapat mengungkap misteri tersebut. Berdasarkan temuan bawah air yang berada di kedalaman 15 meter diduga bahwa Perairan berupa teluk menjadi tempat berlabuhnya  kapal yang datang dan menunggu keberangkatannya kembali ke negeri Eropa. Dikaitkan dengan keberadaan Benteng Marlborough, maka kapal-kapal yang dimaksud adalah kapal bangsa Inggris. Kapal-kapal yang datang dan pergi ke Bengkulu tidak berlabuh di laut depan benteng mengingat daerahnya berombak. Dipilihlah teluk di pulau Tikus yang lebih tenang dan dalam.  Sebagai alat komunikasi antara Pulau Tikus dan benteng Marlborough digunakan isyarat lampu.
Teluk yang tidak begitu luas cukup berbahaya bagi kapal yang tidak terikat kuat. Fungsi jangkar kapal yang berjumlah sembilan itu adalah untuk mengikat kuat kapal sehingga tidak bergerak mendekati karang di sekitarnya.  Jangkar-jangkar semula berdiri dengan posisi satu bagian yang runcing menancap ke bawah dan satu lainnya di atas. Namun sekarang hanya dua yang kedudukannya masih seperti dulu. Jangkar kapal tersebut jelas merupakan jangkar yang dibuat oleh bangsa Eropa.
Tinggalan bawah air di Pulau Tikus bukan merupakan muatan dari kapal tenggalam tetapi hasil aktivitas manusia yang berada di atas kapal saat berlabuh di teluk. Benda-benda jatuh ke laut baik sengaja ataupun tidak disengaja. Benda-benda itu biasa digunakan oleh orang-orang Eropa. Botol dan guci digunakan sebagai wadah minuman beralkohol yang digandrungi mereka. Mangkuk dan piring digunakan untuk wadah makanan berasal dari Cina.  Sementara senjata tajam digunakan untuk memotong benda yang dikehendaki. Bata digunakan pada bagian kapal yang terdapat dapur. Gunanya untuk melindungi dinding kapal yang terbuat dari kayu dari jilatan api. Hampir sebagian besar temuan dalam kondisi tidak utuh lagi.
Temuan tinggalan bawah air di perairan Pulau Tikus akan menambah kekayaan tinggalan bawah air di Indonesia.  Tinggalan budaya bawah air memiliki potensi sebagai bagian dari daya tarik wisata berbasis bahari. Wisata bahari dapat menjadi alat memanfaatkan tinggalan budaya bawah air sebagai atraksi wisata selam, sekaligus untuk melestarikan keberadaan tinggalan budaya bawah air secara berkesinambungan (Ardiwidjaya, 2017: 140). Menurut Kusumastanto, Indonesia sebagai negara maritim, memiliki kekayaan yang beranekaragam, mulai dari flora dan fauna laut hingga tinggalan budaya bawah air berupa kapal tenggelam beserta muatannya, yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan, antara lain sektor perikanan, pariwisata, dan industri kelautan (Kusumastanto 2013: 13-19).
Tinggalan budaya bawah air di Pulau Tikus akan meramaikan  wisata selam di sana.  Selama ini penyelaman di sana umumnya dalam rangka sertifikasi selam dan  penelitian karang oleh Mahasiswa Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu yang diselenggarkan oleh RBDC. Dari RBDC juga diperoleh kabar bahwa pada tahun 2002 akan dilaksanakan Jambore Selam oleh Forum Mahasiswa Penyelam Indonesia di Pulau Tikus. BPCB sendiri bisa  menjadikan lokasi sebagai tempat pelatihan bawah air bagi arkeolog pemula. Sebaran temuan dan kedalaman yang hanya 15 meter sangat cocok untuk penyelam tingkat Open Water atau Bintang Satu (A1) melakukan latihan pendokumentasian temuan atau pengukuran dengan tehnik offset, triletaration, ties, atau  frame.
Pemanfaatan tinggalan bawah air di Pulau Tikus tentu saja diharapkan akan menambah daya tarik wisata. Namun harus dibarengi dengan himbauan atau sosialisasi agar para penyelam tidak memindahkan, mengambil atau merusak benda yang melanggar Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Daftar Pustaka
Hamid, Abd Rahman. 2015. Sejarah Maritim Indonesia. Penerbit Ombak. Yogyakarta

Kusumastanto, T. 2013. “Arah Strategi Pembangunan Indonesia Sebagai Negara Maritim”. Researchgate. Accessed July 20, 2017. https://www.researchgate.net/ publication/266080942 %0A.

Mundardjito. 2007. “Paradigma Dalam Arkeologi Maritim”. Wacana 9: 1-20.

Adiwidjaja, Roby 2017. “Pelestarian Tinggalan Bawah Air : Pemanfaatan Kapal Karam Sebagai Daya Tarik Wisata Selam”.  Amerta Vol. 35 No. 2
















-->
Share:

Profile

Foto saya
AGUS SUDARYADI, arkeolog yang bekerja di Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi Wilayah Kerja Prop. Jambi, Sumsel, Bengkulu, dan Kep. Bangka-Belitung yang sering melakukan Jelajah Situs dalam rangka Pelestarian Cagar Budaya. Menurut UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Situs adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. Pekerjaan tersebut memberikan saya kesempatan untuk menjelajahi pelosok negeri di Propinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Kepulauan Bangka-Belitung. Pelosok karena lokasi yang kami datangi kebanyakan berada di luar kota, bahkan sampai masuk hutan. Maklum Cagar Budaya atau Diduga Cagar Budaya yang saya tuju sekarang berada di daerah yang jauh dari kota. Kegiatan yang memerlukan stamina dan mental yang kuat adalah dalam rangka pelestarian Cagar Budaya Bawah Air. Saya telah mengikuti pelatihan Arkeologi Bawah Air di dalam dan luar negeri, antara lain Makassar Sulsel, Pulau Bintan Kepri, Tulamben Bali, dan Karimunjawa Jateng serta Thailand dan Sri lanka.

Popular Posts

Recent Posts

Pages