• Arkeologi Bawah Air

    Negara Indonesia adalah negara yang besar dengan wilayah lautannya lebih luas daripada daratannya. Potensi lautannya menyimpan kekayaan peninggalan warisan bawah air yang sangat besar.

  • Arkeologi Islam

    Masjid Jamik telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor KM.10/PW.007/MKP/2004 tanggal 3 Maret 2004 tentang Penetapan Benteng Marlborough

  • Benteng Marlborough

    Lokasi Benteng Marlborough berdiri kokoh di tepi laut di atas sebuah dataran dengan ketinggian lebih kurang 8,5 meter di atas permukaan laut (dpl).

  • PELESTARIAN BENDA CAGAR BUDAYA: DAHULU DAN SEKARANG

    PendahuluanBangsa Indonesia yang memproklamirkan kemerdekaannya pada Tanggal 17 Agustus 1945 mempunyai latar sejarah yang sangat panjang, dimulai dari masa Prasejarah sampai dengan masa kolonial.

Tampilkan postingan dengan label Arkeologi Bawah Air. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Arkeologi Bawah Air. Tampilkan semua postingan

TINGGALAN BAWAH AIR DI PERAIRAN PULAU TIKUS BENGKULU


Pendahuluan
Bengkulu merupakan salah satu provinsi yang berada di pesisir Barat Sumatera. Wilayahnya memanjang menghadap ke Samudera India (Indian Ocean). Samudera India merupakan lautan yang luasnya 20% dari total permukaan bumi. Lautan ini berada di urutan ketiga setelah Samudra Pasifik dan Atlantik. Kedalaman Samudera India rata-rata sedalam 3.960 meter dengan titik terdalamnya disebut  Palung Diamantina  yang terletak di Barat Daya Perth, Australia Barat mencapai 8.047 meter.
Perairan Bengkulu menyimpan tinggalan bawah air yang belum banyak diketahui karena sangat minimnya penelitian. Hal itu tidak saja terjadi di Bengkulu saja tetapi juga di daerah lain yang berada di perairan Barat Sumatera. Baru beberapa kapal tenggelam saja yang telah diketahui, yaitu Kapal Belanda bernama MV Boelongan Nederland di Teluk Mandeh, Kabupaten Pesisir Selatan dan kapal tenggelam di dekat Pulau Sibaru-baru Kabupaten Kepulauan Mentawai. Keduanya berada di Provinsi Sumatera Barat. Penemuan kapal tenggelam di Perairan Mentawai berawal dari adanya kegiatan pengangkatan tanpa ijin yang menghebohkan pada tahun 2010. Bandingkan dengan perairan Timur Sumatera yang telah banyak ditemukan tinggalan bawah air seperti kapal tenggelam Belitung (The Belitung Wreck), The Teksing Wreck dan kapal VOC bernama Geldermalsen  (The Geldermalsen Wreck) yang terkenal di dunia arkeologi bawah air. Dua nama terakhir malah tercantum dalam terbitan The Unesco Convention on The Protection of The Undewater Cultural Heritage yang dikeluarkan oleh United Nation Education Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Kapal tenggelam atau shipwreck beserta benda berharga muatannya merupakan kapal kuno yang tenggelam sebelum abad ke-20 hingga masa Perang Dunia II. Jumlah kapal tenggelam di perairan Indonesia diperkirakan mencapai hingga ribuan kapal (Mundardjito 2007: 16-17).
Sedikitnya kapal tenggelam di perairan Barat Sumatera diperkirakan karena sepinya pelayaran yang mengarungi Samudera India.  Tantangan alam  dan teknologi yang belum memadai menyebabkan para pelaut lebih memilih melakukan pelayaran dengan  menyusuri Selat Malaka hingga Laut Cina Selatan. Akibatnya di sepanjang Selat Malaka muncul pelabuhan-pelabuhan yang ramai.  Kerajaan Melayu dan  Sriwijaya mempunyai pelabuhan dagang dari Cina ke India dan sebaliknya. Kemudian muncul Malaka yang menjadi tempat berlabuh kapal-kapal dagang dari Cina, India, dan Arab. Setelah penaklukan Malaka oleh Portugis  maka rute pelayaran beralih ke Pantai Barat Sumatera, seterusnya ke Laut Jawa lewat Selat Sunda. Peralihan itu menyebabkan muculnya pusat perdagangan di Aceh dan Banten. Keduanya menjadi negara yang cukup penting dalam abad ke-16 (Hamid, Abd Rahman, 2015 :128). Di masa kemudian, lautan benar-benar dikuasai oleh bangsa Eropa hingga berakhir pada masa pendudukan tentara Jepang. Selama Perang Dunia II banyak kapal perang yang tenggelam baik dari pihak Sekutu maupun Jepang.
Pada tahun 2019 Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi untuk pertama kalinya mengadakan survei tinggalan bawah air di Perairan Pulau Tikus Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu. Kegiatan berdasarkan informasi dari klub selam bernama Rafflesia Bengkulu Dive Center (RBDC) yang sering melakukan kegiatan selam di sana baik dalam rangka  sertifikasi selam atau rekreasi. Dikabarkan bahwa di sana terdapat sejumlah jangkar kapal yang berdiri di karang. Sementara untuk benda-benda yang diduga tinggalan bawah air ditunjukkan melalui foto.

Hasil Kegiatan
Pulau Tikus terletak di sebelah Barat Kota Bengkulu dan dapat ditempuh dengan perahu nelayan sekitar 45 menit. Kegiatan survei bawah air yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi melibatkan Rafflesia Bengkulu Dive Center (RBDC)  yang mengatur penyelam pendamping, peralatan selam, dan perahu yang digunakan.  Perahunya  menyewa dari  nelayan. Kegiatan survei bawah air dapat dilakukan dua kali, yaitu Bulan September dan Desember 2019 setelah melalui proses revisi kegiatan sehubungan dengan tidak dapat dilaksanakannya kegiatan di Pulau Enggano. Kegiatan kedua bertujuan untuk mengumpulkan data yang belum diketemukan sebelumnya karena keterbatasan waktu. Dengan dilakukannya dua kali kegiatan di waktu yang berbeda tersebut maka data yang terkumpul semakin jelas dan upaya rekonstruksi tinggalan bawah air menjadi mudah.
Pada kegiatan di bulan September 2019 setiap penyelaman yang dilakukan oleh penyelam BPCB Jambi selalu didampingi penyelam dari RBDC sebagai safety diver. Penyelaman dilakukan dua kali dalam sehari.  Pada penyelaman awal masih dilakukan penyelaman orientasi sambil mencari temuan di dasar laut. Pada lokasi yang terdapat temuan diberi tanda menggunakan botol plastik sebagai pelampung dengan tali yang terikat pada ban di dasar laut. Para penyelam turun dan mengikuti tali tersebut.  
Pencarian sebaran temuan dilakukan dengan tehnik melingkar (circle).  Tali berwarna putih diikatkan pada  tali yang terikat pada ban kemudian mengulurnya untuk berkeliling membentuk lingkaran.  Setelah berkeliling dan menemukan temuan yang banyak maka ujung tali diikatkan pada karang kecil. Tali itu selanjutnya digunakan sebagai tali pandu bagi penyelam karena jarak pandang (visibility) tidak begitu baik  sekitar 1-2 meter. Tali yang terikat masing-masing ujungnya di ban dan karang itu berorientasi ke arah Utara.
Penyelaman berikutnya membawa tali berwarna kuning yang diikatkan ke ban dan mengulurnya ke arah Selatan. Ujung tali diikatkan pada benda yang diduga terbuat dari besi. Dengan demikian di dasar laut terbentang tali berwarna putih dan kuning sebagai tali pandu bagi penyelam.  Selama penyelaman menemukan benda-benda  yang berupa guci yang utuh dan pecahan, botol utuh dan pecahan, pecahan mangkuk, bata, senjata tajam, bata, dan tulang.  Beberapa benda dapat dipetakan lokasinya karena berada dekat tali pandu. Sementara benda yang berada jauh dari tali pandu menggunakan tehnik baringan kompas, yaitu dengan mengulur meteran 50 meter kemudian mencatat jarak  benda dari titik nol.  Pada saat kegiatan juga telah diangkat benda-benda yang berupa botol keramik, botol kaca, teko keramik, dan golok. 
Pada penyelaman di Bulan Desember 2019  telah dipersiapkan pemberat yang terbuat dari semen dan kawat besi untuk mengikat tali bouy dan juga baseline. Hal itu dilakukan karena tidak adanya karang yang cukup besar untuk mengikat tali bouy pada kegiatan pertama. Dimana hanya menggunakan ban yang ditemukan di dasar laut. Pemberat dari semen digunakan diturunkan dengan masing-masing tali yang diikat jerigen plastik warna merah dan kuning sebagai bouy. Jerigen kuning berada di sisi Utara dan jerigen warna merah di sisi Selatan. Tali untuk baseline berwarna kuning yang diikat dengan meteran sepanjangnya  50 meter. Benda-benda diberi nomor dan difoto menggunakan skala dilanjutkan dengan menggunakan tehnik Offset, yaitu mengukur benda dari baseline dengan tegak lurus 90 derajat. Dalam rangka identifikasi lebih lanjut, maka beberapa temuan diangkat guna penelitian lebih lanjut dan juga dapat digunakan untuk peningkatan kemampuan konservasi tinggalan bawah air serta pameran.

Jenis Temuan
Lokasi ditemukannya tinggalan bawah air di Perairan Pulau Tikus terletak pada sebuah teluk yang berada di sebelah Barat Laut pulau. Pulau Tikus merupakan daratan yang luasnya tidak kurang dari 1 hektar dan  dikelilingi oleh karang yang sangat luas. Karang-karang itu akan akan muncul dan tenggelam seiring dengan pasang surut air laut. Di sebelah Barat dari Pulau Tikus tersebut terdapat alur yang masih bisa dilalui walaupun pada saat air surut. Melalui alur tersebut perahu dapat keluar masuk  pulau dan terhubung dengan area yang lebih dalam menyerupai teluk. Teluk itu lebarnya sekitar 200 meter dan panjangnya 300 meter. Pada bagian tengah teluk mempunyai kedalaman sekitar 15 meter. Di tepian  teluk tersebut terdapat sekitar sembilan jangkar kapal terbuat dari besi yang disusun teratur membentuk huruf U.
Benda-benda arkeologis yang ditemukan di dasar laut pada kedalaman sekitar 15 meter terdiri dari jangkar, guci, mangkuk, pring, botol, bata, senjata tajam, dan tulang.  Tergeletak di permukaan yang berupa pasir. Beberapa benda dari aktivitas manusia sekarang juga banyak ditemukan antara lain alat pancing, jala, sisa karamba, dan meja transplantasi karang.
Benda yang berupa guci besar yang kemungkinan utuh terletak tidak jauh dari ban yang menjadi pengikat tali pelampung. Di dekat ban juga terdapat mangkuk yang hampir utuh. Ke arah utara dengan menyusuri tali putih terdapat satu buah bata dan lebih jauh lagi beberapa  pecahan mangkuk. Pada ujung tali putih yang diikat pada karang ke arah utara terdapat pecahan-pecahan guci dan juga botol keramik yang utuh. Di sana selintas juga terlihat tulang yang diduga bagian kaki. Diperkirakan merupakan tulang binatang.
Dalam rangka analisis lebih lanjut telah dilakukan pengangkatan benda berupa satu botol bertangkai dalam kondisi utuh, satu botol yang tersisa bagian dasarnya, satu golok, tujuh pecahan botol berwarna hitam, satu teko terbuka yang pecah pada bagian bibirnya, dan 4 pecahan mangkuk yang berbeda.

Pembahasan
Pulau Tikus merupakan pulau kecil yang berada di Sebelah Barat Kota Bengkulu. Pulau ini cukup terkenal di kalangan wisatawan dan mancanegara. Di sana terdapat mercusuar terbuat dari tiang  besi untuk memperingatkan kapal-kapal dari karang yang mengelilingi pulau. Wisatawan berkunjung untuk menikmati keindahan pulau yang teduh oleh pepohonan, bermain  pasir yang putih, dan beraktivitas dipermukaan karang yang muncul diwaktu air laut surut. Orang-orang juga datang untuk menyelam atau mendapatkan sertifikat selam di area yang berupa teluk. Kedalamannya  bervariasi hingga bagian yang paling dalam sekitar 15 meter sangat cocok untuk mereka yang ingin mendapatkan sertifikat selam dari Persatuan Olah Raga Selam Seluruh Indonesia (POSSI). Karena memang klub selam yang ada di sana berafiliasi dengan POSSI.
Pulau Tikus selain mempunyai pemandangan yang indah ternyata menyimpan benda-benda arkeologi yang penting. Baik yang berupa jangkar kapal maupun tinggalan bawah airnya. Keberadaan jangkar kapal sudah lama diketahui tetapi tidak banyak yang mengetahui sejarahnya. Sementara untuk tinggalan bawah air setelah dilakukannya survei bawah air. 
Diperkirakan pada masa penjajahan Inggris di Bengkulu, Pulau Tikus memiliki peranan yang penting sebagai penunjang pelayaran. Di pulau dibangun mercusuar untuk menghindarkan kecelakaan. Selain itu banyak hal yang tidak diketahui. Keberadaan jangkar-jangkar di sana pun masih menjadi misteri. Literatur sejarah mengenai jangkar-jangkar tersebut belum ditemukan. Temuan bawah air di sana kiranya dapat mengungkap misteri tersebut. Berdasarkan temuan bawah air yang berada di kedalaman 15 meter diduga bahwa Perairan berupa teluk menjadi tempat berlabuhnya  kapal yang datang dan menunggu keberangkatannya kembali ke negeri Eropa. Dikaitkan dengan keberadaan Benteng Marlborough, maka kapal-kapal yang dimaksud adalah kapal bangsa Inggris. Kapal-kapal yang datang dan pergi ke Bengkulu tidak berlabuh di laut depan benteng mengingat daerahnya berombak. Dipilihlah teluk di pulau Tikus yang lebih tenang dan dalam.  Sebagai alat komunikasi antara Pulau Tikus dan benteng Marlborough digunakan isyarat lampu.
Teluk yang tidak begitu luas cukup berbahaya bagi kapal yang tidak terikat kuat. Fungsi jangkar kapal yang berjumlah sembilan itu adalah untuk mengikat kuat kapal sehingga tidak bergerak mendekati karang di sekitarnya.  Jangkar-jangkar semula berdiri dengan posisi satu bagian yang runcing menancap ke bawah dan satu lainnya di atas. Namun sekarang hanya dua yang kedudukannya masih seperti dulu. Jangkar kapal tersebut jelas merupakan jangkar yang dibuat oleh bangsa Eropa.
Tinggalan bawah air di Pulau Tikus bukan merupakan muatan dari kapal tenggalam tetapi hasil aktivitas manusia yang berada di atas kapal saat berlabuh di teluk. Benda-benda jatuh ke laut baik sengaja ataupun tidak disengaja. Benda-benda itu biasa digunakan oleh orang-orang Eropa. Botol dan guci digunakan sebagai wadah minuman beralkohol yang digandrungi mereka. Mangkuk dan piring digunakan untuk wadah makanan berasal dari Cina.  Sementara senjata tajam digunakan untuk memotong benda yang dikehendaki. Bata digunakan pada bagian kapal yang terdapat dapur. Gunanya untuk melindungi dinding kapal yang terbuat dari kayu dari jilatan api. Hampir sebagian besar temuan dalam kondisi tidak utuh lagi.
Temuan tinggalan bawah air di perairan Pulau Tikus akan menambah kekayaan tinggalan bawah air di Indonesia.  Tinggalan budaya bawah air memiliki potensi sebagai bagian dari daya tarik wisata berbasis bahari. Wisata bahari dapat menjadi alat memanfaatkan tinggalan budaya bawah air sebagai atraksi wisata selam, sekaligus untuk melestarikan keberadaan tinggalan budaya bawah air secara berkesinambungan (Ardiwidjaya, 2017: 140). Menurut Kusumastanto, Indonesia sebagai negara maritim, memiliki kekayaan yang beranekaragam, mulai dari flora dan fauna laut hingga tinggalan budaya bawah air berupa kapal tenggelam beserta muatannya, yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan, antara lain sektor perikanan, pariwisata, dan industri kelautan (Kusumastanto 2013: 13-19).
Tinggalan budaya bawah air di Pulau Tikus akan meramaikan  wisata selam di sana.  Selama ini penyelaman di sana umumnya dalam rangka sertifikasi selam dan  penelitian karang oleh Mahasiswa Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu yang diselenggarkan oleh RBDC. Dari RBDC juga diperoleh kabar bahwa pada tahun 2002 akan dilaksanakan Jambore Selam oleh Forum Mahasiswa Penyelam Indonesia di Pulau Tikus. BPCB sendiri bisa  menjadikan lokasi sebagai tempat pelatihan bawah air bagi arkeolog pemula. Sebaran temuan dan kedalaman yang hanya 15 meter sangat cocok untuk penyelam tingkat Open Water atau Bintang Satu (A1) melakukan latihan pendokumentasian temuan atau pengukuran dengan tehnik offset, triletaration, ties, atau  frame.
Pemanfaatan tinggalan bawah air di Pulau Tikus tentu saja diharapkan akan menambah daya tarik wisata. Namun harus dibarengi dengan himbauan atau sosialisasi agar para penyelam tidak memindahkan, mengambil atau merusak benda yang melanggar Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Daftar Pustaka
Hamid, Abd Rahman. 2015. Sejarah Maritim Indonesia. Penerbit Ombak. Yogyakarta

Kusumastanto, T. 2013. “Arah Strategi Pembangunan Indonesia Sebagai Negara Maritim”. Researchgate. Accessed July 20, 2017. https://www.researchgate.net/ publication/266080942 %0A.

Mundardjito. 2007. “Paradigma Dalam Arkeologi Maritim”. Wacana 9: 1-20.

Adiwidjaja, Roby 2017. “Pelestarian Tinggalan Bawah Air : Pemanfaatan Kapal Karam Sebagai Daya Tarik Wisata Selam”.  Amerta Vol. 35 No. 2
















-->
Share:

BELAJAR ARKEOLOGI BAWAH AIR Di Negeri Gajah Putih


Pendahuluan
Negara Indonesia adalah negara yang besar dengan wilayah lautannya lebih luas daripada daratannya. Potensi lautannya menyimpan kekayaan peninggalan warisan bawah air yang sangat besar. Ratusan atau bahkan mungkin ribuan kapal tenggelam menanti untuk diteliti dan dilestarikan. Kekayaan itu tidak luput dari ancaman manusia untuk kepentingan pribadi. Dari tahun ketahun keberadaan kapal-kapal tenggelam semakin berkurang oleh tangan-tangan nelayan maupun tangan-tangan yang bermodal besar.
Pelestarian warisan budaya bawah air di Indonesia menghadapi ancaman antara lain disebabkan perlindungan hukum yang tidak kuat dan kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang terampil. Penelitian di bawah air bukan pekerjaan yang mudah. Diperlukan tidak hanya kemampuan selam yang handal tetapi juga pengetahuan arkeologi bawah air yang baik.
Peningkatan keterampilan dan pengetahuan bagi pegawai yang terlibat di arkeologi bawah air secara rutin dilakukan oleh pemerintah melalui Direktorat Peninggalan Bawah Air dan Unit Pelaksana Teknis di daerah. Namun dipandang belum cukup untuk meningkatkan kemampuan teknis pegawainya. Hal itu antara lain disebabkan belum adanya upaya untuk mengundang ahli-ahli dibidang arkeologi bawah air. Faktor lainnya adalah belum adanya kerjasama di bidang pelatihan dan penelitian dengan negara-negara yang berpengalaman dalam penelitian arkeologi bawah air sebagai upaya untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan langsung di lapangan akibatnya perkembangan arkeologi bawah air di Indonesia masih tertinggal dibanding Thailand dan Srilangka. Mereka telah melakukan kerjasama pelatihan dan penelitian antara lain dengan Australia dan Belanda.
Kegiatan UNESCO Bangkok mengadakan kursus dasar dan dilanjutkan kursus lanjutan pada tahun ini diharapkan akan membantu meningkatkan pengetahuan dibidang warisan bawah air di Indonesia. Kursus dasar dilaksanakan selama 6 minggu dengan tenaga pelatih dari Inggris, Amerika, Australia, Belanda, Filipina dan Thailand. Kursus lanjutan rencananya dilaksanakan selama 2 minggu dengan materi mengenai Remote Sensing. Keikutsertaan peserta dari Indonesia diharapkan memberi manfaat semakin berkembangnya pengetahuan tentang perlindungan warisan budaya bawah air.


Materi Kursus
Pada tanggal 1 Maret sd. 10 April 2010 telah dilaksanakan UNESCO Second Foundation Course for Underwater Cultural Heritage di Chanthaburi, Thailand. Kegiatan kedua yang diadakan oleh UNESCO setelah kegiatan pertama yang dilaksanakan pada tanggal 26 Oktober sd. 4 Desember 2009. Kursus diatur dalam bentuk kursus dasar (foundation course) dan kursus lanjutan (advanced course). Kegiatan kursus merupakan respon dari rekomendasi para delegasi dan ahli yang menghadiri workshop regional Asia-Pasifik untuk mendiskusikan konvensi perlindungan warisan bawah air tahun 2001 di Hongkong, Cina pada tahun 2003. Pemerintah Thailand menjadi tuan rumah karena pengalamannya dan ketersediaan sarana dan prasarananya.
Pada kursus pertama dihadiri oleh peserta berjumlah 16 orang dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Kamboja, Laos, Thailand, dan Srilangka. Sedangkan kursus kedua dihadiri oleh peserta berjumlah 19 orang dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Kamboja, Brunei, Vietnam, Thailand, Pakistan, Banglades, dan Srilangka. Pelatih yang memberikan teori dan praktek merupakan para ahli dibidangnya yang berasal dari berbagai Negara berjumlah 11 orang yang berasal dari Inggris, Amerika, Australia, Belanda, Filipina, dan Thailand.
Para peserta dan pelatih ditempatkan di sebuah bangunan yang telah disediakan oleh panitia selama kegiatan berlangsung di daerah Chaetalep, Kota Chanthaburi. Lokasinya tepat dipinggir sungai. Bangunannya berbentuk memanjang terdiri dari kamar tidur, kamar mandi dan toilet, ruang kelas, ruang makan dan ruang tamu. Kamar tidur, ruang kelas, dan ruang makan dilengkapi dengan AC. Halamannya juga cukup luas. Tampak bahwa panitia mempersiapkannya dengan baik untuk kenyamanan.
Materi-materi kursus terdiri dari teori, praktek, dan kunjungan ke situs arkeologi. Pengajaran teori dilakukan di dalam kelas setiap hari dari jam 09.00 sampai 17.00 dengan diselingi coffee break dan makan siang. Kegiatan di dalam kelas berlangsung selama 3 minggu. Setelah itu praktek di situs kapal tenggelam bernama Mannok Shipwreck di Distrik Klaeng. Lokasinya sekitar 2 jam dengan mobil dan 4 jam dengan kapal. Kegiatan berlangsung selama 2 Minggu. Selanjutnya kembali ke Chanthaburi untuk mengikuti teori dan menyelesaikan tugas yang berupa pembuatan laporan Rencana Manajemen (management plan), pameran (exhibition), dan Presentasi Akhir (final presentation). Laporan lengkapnya sebagai berikut:


Teori
Pada kursus dasar ini diberikan teori-teori yang berjumlah 23 buah. Teori yang diberikan sebagian besar diajarkan oleh Christhoper Underwood yang merupakan pelatih dari Nautical Archaeology Society (NAS). NAS ini biasa mengadakan sertifikasi yang terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu tingkat I, II, dan III. Pada kursus dasar ini diajarkan teori dan praktek untuk tingkat I. Pengajar lainnya hanya memberikan satu atau dua materi. Teori-teori yang dipelajari lengkapnya sebagai berikut:

1. Pengenalan Arkeologi (Introduction to Archaeology)
Topik yang dipelajari meliputi definisi arkeologi, tipe-tipe peninggalan arkeologi, karakteristik dari situs-situs arkeologi bawah air, interpretasi artefak, dan metode-metode untuk identifikasi pertanggalan

2. Pengenalan Survei 2D (Introduction to 2D Survey)
Topik yang dipelajari meliputi tujuan survey, hasil dari survey, peralatan survei dasar, pengenalan metode-metode survey arkeologi 2D, dan hasil penggambaran.

3. Pengenalan Survei Situs 3D (Introduction to 3D Site Surveying)
Topik yang dipelajari meliputi revisi dari metode-metode survei 2D, Penggunakan metode-metode survei 2D untuk survei 3D, Metode survei langsung dan proses hasil survei

4. Pengenalan Manajemen Proyek (Introduction to Project Management)
Topik yang dipelajari meliputi tipe-tipe proyek yang berbeda, Pentingnya sasaran dan tujuan yang jelas, fase-fase proyek arkeologi yang berbeda, aspek-aspek yang berbeda yang diperlukan untuk menjadi kesimpulan dalam sebuah rencana, sumber-sumber informasi yang dapat digunakan dalam perencanaan sebuah proyek, dan pengenalan contoh-contoh praktis

5. Keselamatan Selam and Logistik Proyek (Diving Safety and Project Logistic)
Topik yang dipelajari meliputi tugas dan tanggungjawab yang berbeda pada sebuah situs, isu-isu keselamatan, keselamatan dan logistik secara umum, Keselamatan dan logistik situs bawah air dan situs kawasan pasang surut, sistim-sistim perekaman penyelaman

6. Metode-Metode Survey dan Pencarian area (Area Search and Survey Methods)
Topik yang dipelajari meliputi metode-metode survei atau pencarian oleh penyelam, pencarian dengan alat geografik, dan penentuan posisi.

7. Manajemen Data (Data Management)
Topik yang dipelajari meliputi prinsip-prinsip aktivitas setelah kerja lapangan, interpretasi sebuah situs, arsip situs dan penyebaran hasil.

8. Desk Based Assessment
Topik yang dipelajari meliputi prinsip-prinsip dari desk-based assessment, penggunaan sumber-sumber bahan primer dan sekunder, jangkauan dan batasan-batasan data dan apllikasinya untuk proyek-proyek perencanaan atau managemen, penggunaan sumber-sumber dokumentasi dan informasi evaluasi dan relevansinya

9. Teknologi Kapal (Ship Technology)
Topik yang dipelajari meliputi pengenalan kapal kayu dan besi Eropa dari abad 18-19 masehi.

10. Penilaian Signifikan (Significance Assessment)
Topik yang dipelajari meliputi konsep dari penilaian signifikan, penilaian signifikan budaya, pentingnya penilaian signifikan untuk manajemen warisan budaya bawah air, bagaimana menggunakan penilaian-penilaian dampak arkeologi dan perencanaan-perencanaan manajemen konservasi, mengaplikasikan informasi ke penilaian yang dimiliki dari sebuah situs yang dipilih.

11. Pengenalan Konvensi UNESCO 2001 (Introduction to the 2001 UNESCO Convention)
Topik yang dipelajari meliputi isi dari konvensi, isu-isu menurut aturan dan operasionalnya, dan tambahannya

12. Pengenalan GIS (Introduction to GIS)
Topik yang dipelajari meliputi apa yang dimaksud dengan GIS, Macam-macam penggunaan GIS, GIS dalam arkeologi

13. Publikasi Arkeologi (Archaeological Publication)
Topik yang dipelajari meliputi apa publikasi tentang arkeologi, proses-proses yang tersangkut dalam memperoleh mempublikasikan sebuah artikel, latihan yang paling baik dalam mengilustrasikan artikel-artikel untuk publikasi. Isu-isu yang berhubungan dengan hak penggandaan dan ijin untuk penggunaan gambar-gambar.

14. Analisis Budaya Materi (Material Culture Analysis)
Topik yang dipelajari meliputi produksi (penciptaan dan pembuatan), teknologi (contoh pembangunan kapal), fungsi (penggunaan) dan ragam- kelanjutan dan perubahan, arti, kontek, pertukaran (perdagangan), komsumsi, transformasi (perubahan penggunaan)

15. Pengenalan Arkeologi Intrusif (Introduction to Intrusive Archaeology)
Topik yang dipelajari meliputi pengenalan tentang ekskavasi sebagai bagian dari manajemen UCH, tanggungjawab sebagai arkeolog terhadap situs dan temuan, dan tehnik-tehnik intrusif

16. Penanganan Temuan/Konservasi (Finds Handling/Conservation)
Topik yang dipelajari meliputi pengenalan penilaian-penilaian kondisi, perawatan-perawatan, penyimpanan koleksi batu, kaca, keramik, besi, tembaga, timah, perak, emas, alumunium, dan bahan-bahan organik, dan pertolongan pertama pada temuan

17. Perlindungan insitu (In situ Protection)
Topik yang dipelajari meliputi pengenalan perlindungan in situ, kenapa perlindungan in situ, dan ancaman terhadap warisan budaya bawah air, pengukuran keluasan kerapuhan, dan contoh-contoh tehnik yang digunakan untuk perlindungan in situ

18. Sumber-Sumber Arkeologi (Archaeological Resources)
Topik yang dipelajari meliputi pembagian sumber-sumber arkeologi dalam subgrup, apa sumber-sumber arkeologi yang diketahui dan tak diketahui, dan sumber-sumber arkeologi masa depan

19. Mengelola Warisan Budaya Bawah Air (Managing Underwater Cultural Heritage)
Topik yang dipelajari meliputi pengenalan tentang mengelola warisan budaya bawah air, bagaimana cara mengelola UCH, penentu kebijakan.

20. Analisis Keramik Asia (Asian Ceramic Analysis)
Topik yang dipelajari meliputi pengenalan mengenai keramik Asia dan analisisnya, serta metode pertanggalannya.

21. Kapal Asia (Asian Boat)
Topik yang dipelajari meliputi pengenalan teknologi kapal Asia, istilah, dan struktur-struktur.

22. Museologi (Museology)
Topik yang dipelajari meliputi pengenalan museum, definisi, peranan-peranannya dalam warisan budaya bawah air, pameran, dan manajemen.

23. Arkeologi Publik/Peningkatan Kesadaran (Public Archaeology/Raising Awareness)
Topik yang dipelajari meliputi pengenalan tentang arkeologi publik dan bentuk-bentuk keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan arkeologi.


Praktek
Kegiatan praktek berupa pengukuran perahu dan pengukuran 2D/3D. Praktek pengukuran perahu kayu dilakukan di kantor Underwater Archaeology Division (UAD) Thailand. Peserta dibagi dalam empat tim yang masing-masing berjumlah 4 orang pada 2 buah perahu kayu. Pada kegiatan tersebut dilakukan pengukuran untuk mendapatkan gambar ship plan yang terdiri dari body plan (section plan), sheer plan (elevation plan or profile plan), dan half-breadth plan (water line plan or level line plan).
Praktek pengukuran 2D/3D dilakukan di sebuah situs kapal tenggelam yang bernama Situs Mannok. Di situs ini terdapat kapal tenggelam yang berasal dari abad 19 Masehi. Reruntuhan kapal merupakan kapal uap yang terbuat dari besi. Lokasi tenggelamnya di kedalaman 20 meter. Peserta dibagi dalam tiga tim yang masing-masing berjumlah 4 atau 5 orang. Kegiatan penyelaman dilakukan dua kali dalam sehari pada pagi dan siang hari. Para penyelam dibagi dalam 2 kelompok dari masing-masing tim. Ketiga tim melakukan pengukuran pada bagian depan (bow), tengah (mid), dan belakang (stern). Tugas masing-masing tim adalah untuk mempraktekkan pengukuran dengan cara offset, ties, atau trilateration. Pengukuran dilakukan pada sisa-sisa kapal dan temuan-temuan yang tersebar di dalam dan luar kapal. Gambar yang dihasilkan oleh masing-masing tim selanjutnya digabung dan menghasilkan gambar rencana situs (siteplan), potongan (cross section), dan elevasi (elevation). Setiap tim selanjutnya menuliskannya ke dalam management plan.


Kunjungan
Kegiatan kunjungan dilaksanakan pada waktu libur yang waktunya sehari dalam seminggu. Panitia membawa peserta ke Museum Maritim Nasional (National Maritime Museum) dan situs-situs arkeologi yang berada di kota Chanthaburi. Museum maritim merupakan museum yang dibangun di dalam sebuah benteng kuno. Museum ini satu kompleks dengan kantor Underwater Archaeology Division (UAD). Museum maritim menampilkan sejarah maritim Kerajaan Thailand dan juga hasil-hasil yang telah dilakukan oleh tim UAD. Di dalam museum ini terdapat diorama aktivitas arkeologi bawah air dan gudang penyimpanan benda-benda yang ditemukan pada kapal tenggelam yang telah diteliti. Isi gudang sebagian besar berupa keramik Thailand. Ditampilkan juga beragam replika perahu kuno dan perahu yang dipergunakan oleh raja dan masyarakat.
Kunjungan ke situs-situs arkeologi adalah ke lokasi kolam kuno yang dibangun pada masa Kerajaan Khmer dan kolam perahu kuno. Situs kolam kuno adalah tempat yang dipergunakan untuk mandi mensucikan diri sebelum melakukan ibadah di pura. Tak jauh dari lokasi terdapat dua buah bangunan stupa yang terbuat dari bata kuno. Kedua stupa tersebut sekarang berada di dalam kompleks ibadah para biksu yang dilengkapi dengan bangunan baru. Di sana juga terdapat museum yang menyimpan peninggalan-peninggalan purbakala.
Lokasi kolam perahu kuno disebut situs Samed Ngam. Diduga dahulunya merupakan tempat pembangunan kapal. Di situs terdapat kapal tenggelam yang disebut Junk. Kapal itu pertama kali ditinjau pada tahun 1982 dan dilanjutkan penelitiannya pada tahun 1989. Pada saat sekarang kerangka kapal masih dibiarkan di dalam air menyerupai kolam dilindungi oleh bangunan pelindung sehingga tidak terkena panas dan hujan. Di dekatnya dibangun museum yang berisikan foto-foto proses penelitian, gambaran tentang junk, dan temuan-temuan arkeologis.


Penutup
Indonesia sebagai negara yang belum meratifikasi Konvensi 2001 telah mendapatkan kesempatan untuk mengirimkan warganegaranya mengikuti kursus dasar warisan budaya bawah air di Thailand. Dibandingkan dengan negara-negara peserta lainnya, maka Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi warisan bawah air yang paling banyak dan juga rawan dalam kasus pengangkatan yang dilakukan oleh pemburu harta karun. Satu hal yang menjadi keprihatinan UNESCO adalah adanya kegiatan pengangkatan yang bertujuan untuk komersial.
UNESCO mengadakan kursus ini bertujuan untuk membangun kemampuan regional dalam perlindungan dan manajemen warisan bawah air melalui pelatihan profesional mengenai teknik-teknik pemetaan dan inventarisasi arkeologi bawah air, identifikasi situs, inventarisasi dan investigasi, museologi, pemantauan dan perlindungan menurut standar profesional internasional; untuk menyediakan sebuah jaringan diantara negara-negara peserta melalui dorongan kerjasama yang erat dan penyebarluasan pelatihan yang baik, dan juga pertukaran informasi dalam bidang konservasi dan manajemen; dan untuk menyiapkan negara-negara anggota dalam pengesahan dan pelaksanaan konvensi 2001 dan tambahannya.
Share:

KAPAL TENGGELAM di Perairan Pulau Pongok Kabupaten Bangka Selatan, Propinsi Kepulau Bangka Belitung


Pendahuluan
Manusia untuk memudahkan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain menciptakan berbagai macam alat transportasi. Alat transportasi yang diciptakan untuk perjalanan di laut atau sungai adalah kapal. Kapal adalah kendaraan pengangkut penumpang dan barang. Dalam istilah Inggris, dipisahkan antara ship yang lebih besar dan boat yang lebih kecil. Berabad-abad kapal digunakan oleh manusia untuk mengarungi laut atau sungai yang diawali dengan penemuan perahu. Kebutuhan akan daya muat yang besar dan dapat menempuh perjalanan yang jauh telah mendorong dibuatnya kapal. Pada mulanya bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan kapal menggunakan kayu dan bambu. Tenaga yang digunakan untuk lajunya kapal berasal dari angin dengan bantuan layar.

Kemajuan teknologi selanjutnya menciptkan kapal yang terbuat dari besi atau baja dengan menggunakan mesin dari uap. Mesin uap mulai digunakan setelah ditemukannya mesin uap di Inggris oleh James Watt. Penemuan itu memunculkan revolusi industri yang merupakan revolusi bahan bakar sebab pada masa itu mulai digunakan batu bara dengan skala yang lebih luas menggantikan kayu bakar. Pada bidang pelayaran ditemukan oleh John Fitch pada tahun 1787 dengan melayari Sungai Delaware, Amerika Serikat. Awalnya karena kurang kepercayaan pembuat dan awak kapal, maka kapal uap masih menggunakan tiang-tiang tinggi dan dilengkapi dengan layar cadangan untuk mengantisipasi bila bahan bakar pada tungku uap habis. Pada masa sekarang, kapal-kapal menggunakan tenaga mesin diesel dan nuklir. Beberapa riset memunculkan kapal bermesin yang berjalan mengambang di atas air seperti Hovercraft dan Eakroplane.

Kapal-kapal yang berlayar mengarungi lautan menghadapi bahaya yang berasal tidak hanya dari cuaca dan kerusakan peralatan kapal tetapi juga bajak laut atau perompak yang seringkali menenggelamkan kapal serta peperangan. Kapal-kapal karam itu selanjutnya terkubur di dasar laut. Keberadaan bangkai-bangkai kapal menarik perhatian orang untuk melakukan penelitian dan rekreasi. Namun di sisi lain juga menarik para pencari harta karun atau pengumpul besi untuk menjarahnya dalam rangka mengambil sisa-sisanya.

Letak Indonesia yang strategis menyebabkan perairannya menjadi jalur pelayaran penting yang menghubungkan dua benua dan dua samudera. Dengan demikian tidak mengherankan bahwa diperairan Indonesia terkubur banyak bangkai kapal. Salah satu lokasinya antara lain di perairan Pulau Pongok, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung.


Perairan Pulau Pongok
Propinsi Bangka Belitung mempunyai banyak pulau dengan pulau terbesar adalah Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Pulau-pulau lain yang lebih kecil, yaitu Pulau Lepar dan Pulau Pongok termasuk dalam wilayah Kabupaten Bangka Selatan. Kedua pulau tersebut berada di antara Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Posisinya strategis karena berada di jalur pelayaran. Laut antara Pulau Lepar dan Pulau Pongok dilalui kapal-kapal sampai sekarang. Perairan di sekitarnya memiliki potensi peninggalan bawah air yang sangat besar.

Pulau Pongok dapat ditempuh dari Kabupaten Bangka Selatan dengan menggunakan kapal kayu dari Pelabuhan Sadai. Dari pelabuhan tersebut terdapat kapal yang rutin mengangkut penumpang dan barang ke Pulau Pongok 2 x dalam sehari. Perjalanan dengan kapal kayu dari Pelabuhan Sadai ditempuh selama 3 jam. Selama perjalanan yang melewati Sebelah Utara Pulau Lepar akan dijumpai gugusan pulau-pulau yang menarik perhatian.

Pulau Pongok tampak dari kejauhan berbentuk bukit yang hijau oleh pepohonan. Kapal memasuki pelabuhan dengan mengikuti panduan berupa bola besar berwarna merah karena memang perairan di daerah itu dangkal dan banyak karang. Salah melewatinya akan berakibat fatal. Perairan di depan pelabuhan banyak terdapat kapal-kapal nelayan. Lokasinya terlindung oleh Pulau Pongok dan Pulau Celagen. Kedua pulau dihuni oleh masyarakat nelayan. Namun dari jumlahnya lebih banyak masyarakat yang bertempat tinggal di Pulau Pongok. Perkampungan penduduk sebagian besar menempati daerah di dekat pelabuhan atau di sisi Barat pulau.

Perairan Bangka Selatan berada di tengah-tengah perairan Paparan Sunda. Sebagaimana paparan lainnya di sekitar Pulau Bangka adalah perairan laut dangkal dengan kedalaman 10-30 meter. Dengan pantai yang landai dengan kedalaman antara 1-10 meter di bawah MSL. Berdasarkan data pasang surut DISHIDROS 2008, tipe pasang surut perairan Kabupaten Bangka Selatan adalah pasang surut tunggal. Kisaran pasang surut di perairan Laut Bangka Selatan antara 3 sampai 4 meter. Kisaran pasang surut pada perairan selat lebih tinggi dari perairan terbuka. Kedudukan muka surutan (Z0) Selatan 120 cm, Barat 190 cm, Timur 130 cm, dan Utara 150-170 cm.

Gelombang di perairan Laut Bangka Selatan dipengaruhi oleh Iklim. Berdasarkan data angin selama lima tahun (tahun 2003-2007) dapat diperkirakan kejadian gelombang di perairan Bangka Selatan. Gelombang besar terjadi pada bulan September sampai dengan Maret dengan ketinggian lebih dari 1 meter dengan periode sekitar 5 sampai 7 detik. Aktivitas penyelaman pada bulan September-Maret harus berhati-hati terhadap kondisi ini. Gelombang yang tidak terlalu besar terjadi pada bulan April sampai Agustus dengan ketinggian antara 5 sampai 40 cm dengan periode 1-2 detik. Pada bulan April-Agustus ini sangat mendukung untuk melakukan penyelaman.

Pada musim Barat Laut tinggi gelombang berkisar antara 0,5 -1,5 meter. Namun kadang-kadang mencapai tinggi 2 meter terutama pada bulan Januari/Pebruari di Perairan Utara Pulau Bangka. Saat Musim Tenggara tinggi gelombang berkisar antara 0,5 -1,5 meter. Kadang-kadang mencapai lebih dari 2 meter terutama pada bulan Juli-September di perairan Selatan Pulau Bangka. Dengan adanya ketidakpastian kondisi gelombang pada musim-musim ini, maka aktivitas penyelaman harus memilih waktu yang sekiranya kondisi gelombang mendukung dilakukannya wisata penyelaman. Berdasarkan parameter fisik perairan dari hasil penelitian-penelitian yang pernah dilakukan, seperti perairan sekitar Pulau Lepar dan Pulau Pongok (Pulau Liat) dapat dikategorikan cukup aman dan nyaman untuk wisata bahari.

Kapal Tenggelam
Situs Batumandi
Lokasi kapal berada di koordinat 2o52’304 LU dan 107o00’276” BT. Lokasi di dekat karang yang bernama Batu mandi sehingga dinamakan Situs Batumandi. Kapal terbuat dari besi dengan kondisi sebagian besar telah rusak. Orientasi kapal ke arah Timur Laut. Reruntuhan kapal menyisakan bagian yang masih berdiri tegak di bagian lambung kiri dan haluan. Bagian dinding lambung yang berdiri tegak panjangnya 45 meter dan tingginya 8 meter. Dari dinding lambung sebelah kiri ini dapat diketahui bahwa dinding yang menuju haluan bertingkat semakin tinggi berjumlah 2 undakan. Sementara itu dinding lambung sebelah kanan di bagian depan dan tengah kapal dalam posisi miring sehingga menyerupai ceruk memanjang di dasar laut. Dinding lambung di bagian tengah yang miring masih tersisa panjangnya 17 meter. Pada sisi kanan ini dijumpai dua buah tiang yang besar dan panjang dalam kondisi rebah di dasar laut. Tiang yang rebah tersebut dalam posisi berdampingan. Salah satu tiang panjangnya 10 meter. Dinding lambung sebelah kanan ini mengalami kerusakan yang parah dibandingkan lambung kiri dikarenakan bagian tersebut yang menghantam karang batu mandi. Selain itu runtuhnya tiang kapal menyebabkan dinding lambung menjadi miring.

Bagian lain yang mengalami rusak parah adalah bagian geladak dan buritan. Bagian geladak telah terlepas dari dinding lambung dan miring ke sebelah kanan mengikuti arah dinding nambung kanan yang miring. Pada bagian geladak ini masih dijumpai besi-besi gading yang menyangga.lempengan besi sebagai lantainya. Sebagian besar lantai geladak itu telah tertutup oleh tumbuhan karang. Sementara itu bagian buritan telah mengalami kerusakan yang paling parah. Di lokasi juga ditemukan bongkahan batu bara dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Hal ini mengindikasikan bahwa kapal tersebut menggunakan batu bara sebagai bahan bakar.

Situs Karanglucan
Lokasinya berada di koordinat 2o52’027” LU dan 107o00’079” BT. Kapal II di sebelah Barat dari kapal I berjarak 200 meter. Kapal berada di lokasi yang bernama Karang Lucan. Dengan demikian lokasi kapal dinamakan Situs Karanglucan. Kondisi kapal ini lebih cukup baik dibandingkan dengan kapal I. Sebagian besar besi-besinya masih tampak dan belum ditutupi oleh karang. Hal itu menunjukkan bahwa kapal II ini lebih muda usianya daripada kapal I.

Kapal II tenggelam di dasar laut dalam posisi tertelungkup. Kapal terbelah dibagian tengah. Sebagian besar bagian kapal yang terbuat dari besi masih utuh kecuali bagian buritan yang telah terpotong-potong dikarenakan adanya pengambilan besi kapal. Orientasi kapal ke arah Timur Laut. Kapal diperkirakan panjangnya 53,30 meter. Pengukuran dibagian kapal yang terbelah adalah 12 meter. Pada sisi kanan kapal terdapat tiang yang runtuh ke dasar laut. Panjang tiang adalah 17,40 meter. Pada bagian ujung tiang tersebut terdapat pula tiang yang runtuh dengan panjang 11 meter. Bagian buritan juga terbelah cukup lebar dan menyisakan dinding yang berdiri tegak. Pada bagian dinding tersebut dijumpai lubang-lubang berbentuk lingkaran. Pada lokasi belakang kapal ini juga terdapat runtuhan sebuah tiang yang diameternya sama dengan tiang dibagian tengah. Bagian buritan ini mengalami kerusakan yang cukup parah antara lain disebabkan adanya pengambilan besi oleh penduduk. Aktivitas pengambilan besi kapal terhenti ketika dilakukan survei. Namun lokasi kapal telah ditandai dengan tali pelampung di tiga titik, yaitu bagian haluan, tengah, dan buritan.

Kapal dan Kecelakaan Laut
Kapal tenggelam di Situs Batumandi menunjukkan kondisi kapal yang lebih tua daripada di Situs Karanglucan. Pada kapal telah banyak ditumbuhi oleh karang-karang. Seperti kita ketahui bahwa pertumbuhan karang memerlukan waktu yang sangat lama. Dengan demikian karang-karang yang banyak tumbuh di kapal Situs Batumandi menunjukkan tenggelamnya kapal yang telah berlangsung lama. Adapun mengenai penyebab tenggelamnya kapal tersebut diduga akibat menabrak karang. Pengamatan haluan kapal menunjukkan bahwa kapal hendak menuju ke Utara. Berdasarkan peta terlihat bahwa di antara Pulau Lepar dan Pulau Pongok terdapat laut dalam dengan kedalaman lebih dari 50 meter. Namun di sekeliling Pulau Pongok terdapat laut dangkal antara 10-30 meter. Posisi kapal yang tenggelam di kedalaman 20 meter dengan orientasi timur laut menunjukkan bahwa kapal bergerak mendekati Pulau Pongok yang berkedalaman 20 meter. Akhirnya terjadi musibah menabrak karang yang disebut Batu Mandi. Karang Batu Mandi ini tampaknya telah merobek lambung kanan kapal. Hal itu tampak dari rusak parahnya lambung kanan dibandingkan dengan Lambung kiri yang masih berdiri tegak. Lambung kanan kapal sekarang posisinya dalam miring. Di sisi kanan tersebut juga dijumpai tiang-tiang kapal yang memanjang dengan barat-timur. Sementara bagian haluan masih berdiri tegak. Pemandangan di kapal tenggelam tersebut cukup menarik karena situasi kapal yang masih cukup utuh dan juga karang-karang dan ikan yang hidup di sekitarnya.
-->Sementara itu kapal tenggelam di Situs Karanglucan yang berjarak sekitar 200 meter di sebelah barat kapal di Situs Batumandi menunjukkan peristiwa yang hampir sama. Kapal yang seharusnya bergerak ke Utara tetapi melenceng ke Timur Laut. Akibatnya kapal memasuki perairan dengan kedalaman kurang dari 20 meter. Kecelakaan yang terjadi menyebabkan kapal terbalik dan tertelungkup di dasar laut. Kecelakaan itu juga menyebabkan kapal terbelah dua. Kapal yang tenggelam itu diperkirakan berjenis kapal barang karena kondisi kapal yang tertelungkup dalam posisi rata dibagian depan. Namun dibagian belakang yang diperkirakan terdapat anjungannya tampak reruntuhannya lebih tinggi. Pada sisi kiri kapal ditemukan tiang-tiang yang panjang dan berdiameter cukup besar. Di lokasi kapal terdapat sedikit karang. Hal itu menunjukkan bahwa pertumbuhan karang belum lama berlangsung di badan kapal. Namun dengan kondisi kapal yang cukup utuh dengan jarak pandang yang cukup jauh dan dasar laut yang berpasir sangat menarik untuk penyelaman.

Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh antara lain tiang-tiang dan juga batu bara , maka diperkirakan bahwa kedua kapal berasal dari masa penggunaan batu bara sebagai bahan bakarnya. Penggunaan batu bara sebagai bahan bakar menggantikan kayu bakar terjadi setelah terjadinya revolusi industri. Jenis kapal itu masih menggunakan tiang-tiang tinggi dan dilengkapi dengan layar cadangan untuk mengantisipasi bila bahan bakar pada tungku habis. Kapal-kapal tersebut diduga dimiliki oleh pihak asing yang melakukan pelayaran sebelum masa sebelum kemerdekaan. Pada masa itu perairan Indonesia masih dikuasai oleh Belanda dan Indonesia sendiri belum memiliki kapal laut.
--> Potensi dan Keterancaman
Kapal-kapal yang tenggelam di sebelah barat Pulau Pongok hanya berjarak sekitar 900 meter dari pelabuhan. Lokasinya berada di antara Pulau Pongok dan Pulau Lepar. Di lokasi tersebut juga ditemukan lima kapal lain yang telah disurvei oleh Departemen Kelautan dan Perikanan. Dengan demikian semuanya berjumlah tujuh kapal tenggelam. Berdasarkan hal tersebut maka sudah barang tentu lokasi itu mempunyai potensi yang sangat besar yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pelestariannya. Bukan saja pelestarian terhadap kapalnya tetapi juga terhadap lingkungan bawah airnya. Karena kapal-kapal tenggelam umumnya menjadi rumah bagi ribuan ikan dan tumbuhnya berbagai jenis karang. Kapal-kapal yang tenggelam di perairan Pongok telah mengalami perusakan yang dilakukan oleh nelayan pongok sendiri. Perusakan berupa pengambilan bagian-bagian kapal dengan cara memotongnya menjadi bagian-bagian kecil dan kemudian menjualnya. Pada saat itu kami masih menyaksikan aktivitas yang terjadi di kapal yang berada di Situs Karanglucan. Pada bagian depan, tengah, dan belakang kapal diberi pelampung yang diikat dengan tali untuk menandai posisi kapal. Sementara di dasar laut terdapat pipa paralon, linggis, selang berukuran besar, palu yang digunakan untuk memotong dan mengangkat besi dari dasar laut. Bagian belakang kapal di Situs Karanglucan sebagian besar sudah tidak ada lagi. Aktivitas tersebut tampaknya akan terus berlanjut karena kapal di karanglucan berukuran besar dan masih jelas terlihat karena belum tertutup oleh karang-karang. Besinya pun tampak belum rapuh. Hal itu berbeda apabila dibandingkan dengan kapal di situs Batumandi.

Permasalah pengambilan besi tua dari kapal yang tenggelam merupakan masalah besar yang dapat menghilangkan keberadaannya. Lambat laun mereka akan lenyap dari dasar laut. Tingginya kegiatan pengambilan besi disinyalir karena tingginya harga besi tua dipasaran sehingga mendorong banyaknya nelayan yang bekerja tambahan dengan mengambil besi dari kapal-kapal yang tenggelam. Hal lain karena tidak adanya perlindungan dari aparat desa setempat dengan membiarkan warganya melakukan kegiatan itu. Mereka kadang-kadang tidak menghiraukan keselamatan dirinya sendiri. Penyelaman dilakukan dengan berbekal tabung kompresor yang biasa dipakai untuk mengisi ban kendaraan dan selang yang panjang sebagai alat bantu pernapasan. Bahkan mereka berani melakukan di kedalaman 30-40 meter. Berita kematian telah sering terdengar dari para nelayan yang melakukan aktivitas penyelaman yang berbahaya tersebut. Selain potensi ancaman yang disebabkan oleh ulah manusia, potensi ancaman lain yang dapat menyebabkan hilangnya kapal adalah proses interaksi dengan lingkungannya, antara lain seperti proses penuaan secara alamiah yang dapat menyebabkan proses degradasi atau pelapukan dari sifat-sifat alami dari bahan kapal itu sendiri yang disebabkan oleh garam-garam terlarut yang merupakan faktor pemacu dari proses pelapukan.

Share:

Profile

Foto saya
AGUS SUDARYADI, arkeolog yang bekerja di Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi Wilayah Kerja Prop. Jambi, Sumsel, Bengkulu, dan Kep. Bangka-Belitung yang sering melakukan Jelajah Situs dalam rangka Pelestarian Cagar Budaya. Menurut UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Situs adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. Pekerjaan tersebut memberikan saya kesempatan untuk menjelajahi pelosok negeri di Propinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Kepulauan Bangka-Belitung. Pelosok karena lokasi yang kami datangi kebanyakan berada di luar kota, bahkan sampai masuk hutan. Maklum Cagar Budaya atau Diduga Cagar Budaya yang saya tuju sekarang berada di daerah yang jauh dari kota. Kegiatan yang memerlukan stamina dan mental yang kuat adalah dalam rangka pelestarian Cagar Budaya Bawah Air. Saya telah mengikuti pelatihan Arkeologi Bawah Air di dalam dan luar negeri, antara lain Makassar Sulsel, Pulau Bintan Kepri, Tulamben Bali, dan Karimunjawa Jateng serta Thailand dan Sri lanka.

Popular Posts

Recent Posts

Pages