• Arkeologi Bawah Air

    Negara Indonesia adalah negara yang besar dengan wilayah lautannya lebih luas daripada daratannya. Potensi lautannya menyimpan kekayaan peninggalan warisan bawah air yang sangat besar.

  • Arkeologi Islam

    Masjid Jamik telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor KM.10/PW.007/MKP/2004 tanggal 3 Maret 2004 tentang Penetapan Benteng Marlborough

  • Benteng Marlborough

    Lokasi Benteng Marlborough berdiri kokoh di tepi laut di atas sebuah dataran dengan ketinggian lebih kurang 8,5 meter di atas permukaan laut (dpl).

  • PELESTARIAN BENDA CAGAR BUDAYA: DAHULU DAN SEKARANG

    PendahuluanBangsa Indonesia yang memproklamirkan kemerdekaannya pada Tanggal 17 Agustus 1945 mempunyai latar sejarah yang sangat panjang, dimulai dari masa Prasejarah sampai dengan masa kolonial.

PENINGGALAN JEPANG Pada Masa Perang Dunia II di Pulau Berhala


Pendahuluan
Pulau Berhala terletak di antara Propinsi Jambi dan Kepulauan Riau. Tepatnya berada di Pantai Timur Propinsi Jambi dan sebelah Selatan Pulau Lingga, Propinsi Kepulauan Riau. Pulau ini menjadi terkenal setelah status kewilayahannya dipertanyakan antara Propinsi Jambi dengan Kepulauan Riau. Mungkin tidak banyak orang yang mengetahui bahwa di pulau yang sedang menunggu status itu terdapat peninggalan yang menunjukkan dahsyatnya Perang Dunia II. Sebuah pulau kecil menjadi tempat tinggal tentara Jepang untuk menjaga jalur pelayaran penting yang melalui Selat Berhala.

Pulau Berhala dapat ditempuh selama 12 jam menggunakan kapal motor yang berangkat dari Pelabuhan Angsoduo, Kota Jambi. Perjalanannya memang cukup lama, tetapi kita tidak perlu susah-susah untuk berpindah dari satu perahu ke perahu lainnya. Perjalanan menyusuri Sungai Batanghari mempunyai keasyikan tersendiri. Kapal motor yang berjalan perlahan melewati beberapa desa yang berada di pinggir Sungai Batanghari. Perahu-perahu berukuran besar dan kecil lalu lalang di sepanjang sungai. Suasananya tentu lebih ramai di masa lampau, karena Sungai Batanghari ini pernah menjadi jalur transportasi penting di masa lalu dan merupakan jalan menuju ibukota Kerajaan di Dharmasraya. Rombongan Ekspedisi Pamalayu yang dikirim Raja Kertanegara dari Singosari mengarungi sungai ini membawa arca Amoghapasa dan Bhairawa.

Perjalanan menuju Pulau Berhala juga dapat ditempuh dengan melalui jalan darat ke Suakkandis dengan waktu tempuh 1,5 jam, dilanjutkan dengan speedboat ke Nipahpanjang selama 1 jam. Selanjutnya dari Nipahpanjang menyewa perahu ke Pulau Berhala. Perjalanannya dapat langsung menuju muara atau melalui Desa Sungai Itik. Kedua jalur tersebut sangat dipengaruhi oleh adanya pasang-surut, sehingga menyulitkan untuk melewatinya. Salah perhitungan akan menyebabkan kandasnya kapal. Di daerah muara Desa Sungai Itik dapat terlihat Pulau Berhala di kejauhan. Pulau yang menjadi tempat bersemayamnya Paduka Datuk Berhala didominasi oleh warna hijau dengan garis putih memanjang di pinggir pantai. Di depan Pulau berhala terdapat dua buah pulau dan batu-batu besar tegak yang berdiri di atas air. Permukaan lautnya menampakkan warna yang kehijauan.

Situasi Pulau
Pulau Berhala di masa lalu di kenal sebagai Pulau Dakjal, Pulau Bratail, Pulau Bertayil atau Pulau Afgorl (Belanda), Pulau Birella (Tome Pires), Pulau Verrela (Portugis). Bahkan ada yang menyebutnya sebagai Pulau Hantu. Pulau Berhala merupakan salah satu gugusan pulau yang terhampar di sebelah Timur Pulau Sumatera. Di sekitar Pulau Berhala terdapat tiga pulau dan empat buah rangkaian batu-batu yang bagaikan muncul dari dalam laut. Ketiga pulau dan batu-batu itu seakan-akan mengawal Pulau Berhala dari arah Selatan dan Timur. Pulau-pulau itu adalah Pulau Layak, Pulau Suar, dan Pulau Telor. Sedangkan rangkaian batu di tengah laut diantaranya dua buah terletak di dekat Pulau Layak, satu buah di dekat Pulau Suar, dan satu buah lainnya terletak di dekat Pulau Telor.

Pulau Berhala merupakan pulau yang terbesar dan terluas di antara gugusan pulau tersebut. Luasnya sekitar 60 hektar. Pulau ini berbentuk bukit dengan ketinggian sekitar 200 meter dari permukaan laut. Pohon-pohon yang tumbuh dengan lebatnya memberikan nuansa hijau di sekeliling pulau. Pada bagian dasar pulau terdapat pantai-pantai yang berpasir putih dengan batu-batu besar dan kecil di sekitarnya. Pasir putih ini berasal dari pecahan batuan kuarsa dan bukan dari pecahan terumbu karang. Lokasi pantai berpasir putih terdapat di lima tempat, yaitu satu buah di sisi selatan, satu buah di sisi timur, satu buah di sisi utara, dan dua buah di sisi barat. Di pantai sisi selatan di huni oleh penduduk asal Jambi sedangkan di sisi timur dihuni oleh penduduk asal Riau. Di lokasi sebelah selatan terdapat homestay (rumah tinggal) yang dibangun oleh Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Propinsi Jambi dan dua buah dermaga. Dermaga yang di sebelah Timur dalam kondisi sudah rusak dibangun oleh Pemerintah Propinsi Riau dan dermaga yang disebelah Barat dibangun oleh Pemerintah Propinsi Jambi. Penduduk menghuni pantai-pantai yang terletak di sisi Selatan, Timur, dan Barat. Penduduk yang berjumlah 39 KK terutama menempati sisi Selatan dan Timur. Hal ini dikaitkan dengan lokasi kedua tempat tersebut yang landai dan terhalang oleh pulau di depannya, sehingga cukup aman dari terjangan angin barat yang cukup kuat.

Pulau Layak berada tepat di depan Pulau Berhala. Sisi selatannya dibatasi oleh laut yang dalam. Pulau Layak merupakan pulau yang hijau oleh pepohonan di bagian atasnya, sedangkan bagian bawahnya berbatu. Pulau ini kosong tidak berpenghuni. Pulau Suar merupakan pulau yang berbatu-batu. Batu-batu di pulau ini memiliki ukuran besar. Letaknya di sebelah barat daya Pulau Layak. Pada bagian atasnya tumbuh sejumlah pohon kelapa. Di pulau ini terdapat menara mercusuar dengan konstruksi besi dan rumah jaga. Mercusuar ini berfungsi sebagai pemandu lalulintas kapal yang melintasi Pulau Berhala, karena memang cukup ramai dilewati kapal-kapal yang menuju Selat Malaka. Pulau Telor disebut juga dengan Pulau Penyu atau Pulau Sisik. Letaknya di sebelah Timur laut Pulau Berhala. Lokasi pulau tidak sedekat antara Pulau Berhala dan Pulau Layak. Pulau ini merupakan tempat bertelurnya Penyu Sisik dan Penyu Hijau. Pada waktu-waktu tertentu penyu ini dapat terlihat di pasir putih. Di pulau ini terdapat pantai berpasir putih di tiga tempat, yaitu sisi Selatan, Barat, dan Timur. Pada pantai yang terletak di sisi Barat cukup indah karena di kelilingi oleh batuan sehingga membentuk suatu laguna.

Kepurbakalaan
Di Pulau Berhala dapat dijumpai peninggalan arkeologis yang berupa makam Datuk Paduko Berhala dan peninggalan tentara Jepang. Datuk Paduko Berhalo adalah gelar yang diberikan kepada seorang Turki yang bernama Ahmad Barus II. Ahmad Barus II datang dan menetap di Pulau Berhala setelah menikah dengan putri setempat yang bernama Putri Selaras Pinang Masak yang tinggal di Ujung Jabung. Selanjutnya dari pernikahan mereka lahirlah Orang Kayo Hitam yang menurunkan sultan-sultan di Jambi. Para keturunan Orang Kayo Hitam ini tidak menetap di Pulau Berhala melainkan memasuki pedalaman Jambi melalui Sungai Batanghari. Istana mereka yang berada di Tanah Pilih (Kota Jambi) masih berdiri sampai Belanda membumihanguskannya di masa Sultan Thaha Syaifuddin.

Peninggalan tentara Jepang ditemukan di tepi pantai di sisi Timur Pulau Berhala dan di atas Bukit Meriam. Tentara Jepang ditempatkan di Pulau Berhala dikarenakan lokasinya yang strategis. Dari Pulau Berhala ini dapat terlihat pergerakan kapal perang dari dan menuju Pulau Jawa atau Sumatera Bagian Selatan. Mereka diperkuat oleh meriam besar yang ditempatkan di puncak bukit. Peninggalan Tentara Jepang terdapat di tepi pantai dan atas bukit Meriam. Temuan yang terdapat di tepi pantai adalah tungku masak dan bunker tanah. Sedangkan temuan yang di atas bukit meriam adalah meriam besar, bunker, tanah datar, dan meriam katak.

a. Tungku Masak
Temuan terletak di sisi Timur Laut Pulau Berhala. Tempat ini tepat dipinggir jalan setapak yang menghubungkan makam Datuk Paduka Berhala dengan perkampungan nelayan. Jaraknya dari tepi pantai hanya berjarak 16 meter. Tungku masak ini berupa bangunan yang berbentuk huruf T berukuran panjang 2,7 meter, lebar 1,24 meter dan tinggi 77 cm. Tungku mempunyai tiga lubang di bagian samping dan atas. Lubang dibagian samping berfungsi untuk memasukkan kayu yang akan dibakar, sedangkan bagian atas untuk keluarnya api. Ukuran lubang tidak sama atau semakin mengecil. Diameter lubang adalah 75 cm, 36 cm, dan 30 cm.
Di lokasi dijumpai pula tungku yang lebih kecil dengan dua lubang berukuran diameter 35 cm dan 25 cm. Namun kondisinya telah rusak dibagian atas. Temuan lainnya adalah lantai di sekitar tungku dan lantai tempat mencuci yang dilengkapi dengan saluran air (got) yang menuju ke pantai. Lantai untuk mencuci berukuran 180 cm x 180 cm. Di tempat ini juga terdapat sumur tua.

b. Bunker Tanah
Bunker terletak tidak jauh dari tungku. Lokasinya di sebelah kiri dari jalan setapak yang mendaki menuju perkampungan nelayan. Temuan berupa bunker yang berupa lubang tanah yang dikerjakan dengan menggali tanah berbentuk bujur sangkar berukuran 5 x 5 meter dengan kedalaman 1,5 meter. Pada salah satu sisi bunker terdapat parit yang merupakan jalan masuk ke dalam bunker. Parit digunakan untuk melindungi dari tembakan musuh. Temuan lain adalah tanah tinggi yang berfungsi untuk membentengi bunker. Benteng tanah berbentuk huruf L. Selain itu terdapat tembok yang pada bagian atasnya membentuk huruf U mengarah ke tungku atau pantai. Tembok berukuran panjang 140 cm, lebar 110 cm, dan tinggi 140 cm.

c. Meriam Besar
Lokasi meriam terletak di atas Bukit Meriam dengan kondisi tergeletak di atas tanah. Saksi mata yang bernama Bapak Hasan mengatakan pada saat kecil bermain-main dengan meriam itu. Beliau duduk di pangkal meriam yang dilengkapi dengan tempat duduk yang diberi sabuk dan memutar meriam ke segala arah karena mempunyai bantalan besi (rel) dibagian bawah yang berbentuk lingkaran. Meriam ini hancur fondasinya dikarenakan dibom oleh orang yang bermaksud mengambilnya. Digambarkan bom yang disebut bom “singapur” karena berasal dari Singapura meledak dengan suara yang amat dahsyat sehingga menggetarkan rumah-rumah penduduk. Menurut informasi, meriam dibawa ke atas bukit menggunakan penduduk lokal dengan ditutup matanya. Hal itu untuk menjaga kerahasiaan meriam dari musuh.
Meriam berukuran panjang 5 meter dengan luas penampang pada bagian bawahnya 30 cm sedangkan bagian ujungnya 17 cm. Pada bagian badan meriam terdapat tanda bekas gergajian yang menandakan adanya usaha untuk membelah bagian laras. Meriam ini ditempatkan dilubang yang berbentuk lingkaran dengan diameter 750 cm.
Pada sisi sebelah Utara terdapat parit yang menuju ke lereng bukit sebelah Utara. Di lereng tersebut terdapat tanah datar yang berukuran panjang 22,70 meter dan lebar 10 meter. Di sebelah barat tanah datar terdapat bunker berukuran pankang 3,7 meter, lebar 3,7 meter, dan kedalaman 1 meter. Bunker ini terhubung dengan bunker lain yang berada disebelah Selatan melalui parit. Bunker berukuran panjang 5 meter, lebar 3,5 meter, dan kedalaman 1 meter. Tampaknya meriam besar tersebut dilindungi oleh pasukan yang berdiam di lubang-lubang bunker.

d. Bunker Beton
Bunker yang terbuat dari beton terletak di sebelah barat dari meriam. Lubang bunker berbentuk persegi enam yang sisinya berukuran 100 cm. Pada bagian atas lubang terdapat tiang-tiang yang telah runtuh berjumlah 4 buah. Tiang berukuran panjang 53 cm, lebar 50 cm, dan tinggi 65 cm. Pada tengah lubang terdapat runtuhan atap beton yang berbentuk persegi enam. Pada sisi Utara bunker itu terdapat parit yang menuju ke tanah datar di sebelah Utara. Parit ini tidak dapat dilewati oleh manusia karena sangat sempit. Diperkirakan berfungsi untuk mengalirkan air yang masuk ke dalam bunker.

e. Meriam Katak
Meriam ini terguling di lereng bukit berjarak 10 meter dari tempat semulanya di tanah datar yang berukuran panjang 3,7 meter dan lebar 3,7 meter. Tanah datar ini merupakan teras kedua atau yang paling bawah. Di lokasi tersebut dijumpai pula tungku untuk memasak berukuran kecil dengan dua lubang pembakaran dan fondasi meriam. Bentuk meriam sangat unik karena larasnya dibagian atas terbuka. Meriam berukuran panjang 204 cm dan lebar 30 cm. Meriam ini oleh penduduk diberi nama meriam katak karena sering lokasinya sulit ditemukan atau seperti katak yang meloncat-loncat kesana kemari.

f. Keramik Cina
Pulau Berhala juga menyimpan peninggalan keramik-keramik yang berupa guci Guci-guci yang dimiliki oleh penduduk masih banyak yang utuh. Jenis guci berasal dari masa Dinasti Ching yang umum digunakan sebagai wadah minuman.


Penutup
Kehidupan di sebuah pulau kecil dalam suasana perang tentu saja tidak akan menyenangkan. Keperluan hidup mereka sangat terbatas dan tergantung kepada suplai makanan. Tentara Jepang yang bertugas di Pulau Berhala tinggal di bunker-bunker. Bunker dianggap dapat melindungi mereka dari serangan musuh. Di beberapa daerah banyak ditemukan bunker yang disebut sebagai bunker Jepang. Namun sayang di bunker-bunker itu tidak ditemukan lagi lempengan besi yang berfungsi sebagai pelindung bagian atas. Pengambilan besi bekas untuk dijual telah menghilangkan peninggalan-peninggalan itu.

Pulau Berhala memiliki peninggalan purbakala yang merupakan bukti kemenangan dan kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II di Indonesia. Ribuan nyawa melayang dengan atau tanpa diketahui keluarganya di pulau ini. Generasi mendatang dapat mengenangnya melalui peninggalan-peninggalan tersebut. Oleh karena itu pelestarian terhadap peninggalan purbakala di pulau ini perlu dilakukan. Upaya pelestarian itu juga diharapkan nantinya akan bermanfaat untuk menambah khasanah wisata di Pulau Berhala.

Pelestarian peninggalan Jepang berupa meriam dilakukan dengan menempatkannya pada keadaan semula ketika meriam itu masih berfungsi. Penataan lingkungan untuk menampakkan bunker dan parit-parit penghubungnya serta tanah lapang yang berundak yang tertutup oleh rimbunan pepohonan akan membuka pandangan ke sekeliling pulau sehingga menambah suasana indah. Tungku diberi pelindung untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Sedangkan untuk keramik dikumpulkan dan ditempatkan pada suatu bangunan. Selain itu dilakukan penataan lingkungannya dengan cara membersihkan lokasi dari tanaman liar dan membuat suatu taman.


Share:

KETERAWATAN PENINGGALAN MEGALITIK di Bumi Pasemah


Perjalanan kali ini dilakukan bersama tenaga konservasi bernama Mayen dan Sariadi dan dibantu oleh Mas Nahar dari Balai Konservasi Borobudur. Mas Nahar ini seorang Sarjana Kimia lulusan UGM. Dia akan menjadi tenaga yang handal untuk memajukan Balai Konservasi Borobudur sebagai lembaga yang melakukan riset dan pengembangan metode perawatan BCB dari faktor fisika, kimia, dan biologi.

Kami berangkat pada hari Senin, tanggal 28 April 2008 sore hari dengan menggunakan kendaraan dinas mobil Kijang tahun 1991. Memang sudah tua, tetapi masih dapat diandalkan untuk jarak jauh. Kondisi jalan ke Palembang sudah lebih baik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Waktu tempuh selama 6,5 jam karena laju kendaraan tidak dipacu kencang. Malam itu kami bermalam di Balar Palembang yang sama-sama merupakan UPT dari Depbudpar. Tidur di kamar yang ber AC dan tidak harus membayar alias gratis. Rekan-rekan dari Balar juga melakukan hal yang sama ketika bertugas ke Jambi.

Lokasi peninggalan megalitik yang tersebar di Kabupaten Lahat dan Kota Pagaralam dikenal sebagai daerah Pasemah. Daerahnya tidak saja memiliki pemandangan alam yang indah tetapi juga kekayaan budaya yang tinggi. Peninggalan megalitik tersebar di sekitar 30 lokasi berupa menhir, arca manusia, arca binatang, kubur batu, batu dakon, dolmen, kumpulan batu yang membentuk persegi (tetralith), dan batu datar. Pada umumnya berada di daerah persawahan dan perkebunan kopi dengan status tanahnya masih milik masyarakat. Lokasi yang kami kunjungi secara berturut-turut adalah Situs Tanjungtelang, Karangdalam, Tinggihari, Pagaralam Pagun, Tanjungaro, Tegurwangi, Pematangbango, Belumai, Gunungmegang, dan Geramat. Dalam rangka pelestariannya telah dilakukan pembebasan tanah, pengangkatan juru pelihara, pemberian bangunan pelindung, dan pemagaran.

Keterawatan peninggalan megalitik di Bumi Pasemah secara garis besar cukup baik, terutama pada objek yang telah diberi bangunan pelindung. Pertumbuhan algae, jamur, dan lichen relatif sedikit. Sebaliknya dengan objek yang tidak mempunyai bangunan pelindung. Di Situs Tegurwangi dan Geramat dijumpai objek yang berada di lahan persawahan dalam kondisi memprihatinkan. Pada saat itu kubur batu di situs Tegurwangi terendam oleh air, sedangkan objek di Situs Geramat dalam kondisi sangat lembab. Penyebabnya adalah sawah yang sedang penuh dengan air karena mulai musim tanam dan tidak adanya pematang yang lebar dan kering sebagai batas antara objek dan sawah. Sementara itu yang berkaitan dengan hasil kerja juru pelihara ditemui lingkungan yang kotor di Situs Tinggihari dan Pematangbango. Di situs Belumai, kecuali lokasi manusia menunggang kerbau terlihat lokasi yang baru dibersihkan. Informasinya juru pelihara jarang bekerja. Permasalahan juru pelihara yang bekerja kurang maksimal merupakan kendala yang serius dan tidak mudak diselesaikan. Hal itu dipengaruhi oleh sikap hidup yang kurang kesadarannya dalam melakukan kewajiban. Beberapa objek juga telah mengalami vandalisme dengan cat atau benda tajam.


Share:

MERIAM KUNO di Bengkulu Selatan


Pada tanggal 1 April 2008 bersama dengan dua orang rekan kerja bernama Yul dan Erni, saya bertugas ke Kota Bengkulu dalam rangka pembinaan juru pelihara BCB/Situs Propinsi Bengkulu yang berjumlah 18 orang. Setelah acara selesai, kami bertiga melanjutkan perjalanan dengan ditemani Bpk. Fachri Bustaman (Kasubdin Kebudayaan Dinas Pendidikan Nasional Propinsi Bengkulu) menuju lokasi temuan meriam dan makam tua di Kab. Bengkulu Selatan.

Setelah menempuh perjalanan selama 4 jam dengan menggunakan mobil Kijang Innova milik Yul, akhirnya kami tiba di lokasi. Jalan beraspal yang dilalui antara Bengkulu dan Manna dalam kondisi cukup baik. Hanya dibeberapa tempat saja terdapat jalan rusak. Namun jalan aspal dari simpang tiga yang terletak setelah Kota Manna ke arah Kaur sampai ke lokasi dalam kondisi kurang baik.

Lokasi meriam dan makam tua secara administratif terletak di Desa Gedung Agung, Kecamatan Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan. Tepatnya di sebelah Barat desa atau di ujung jalan tanah yang diapit oleh Air (sungai) Sebilau. Untuk menuju kesana melalui simpang tiga yang berada sebelum SD Gedung Agung. Jalannya dapat dilalui oleh kendaraan roda empat dari satu arah saja. Permukaan tanah di lokasi lebih tinggi dibandingkan daerah yang berada di seberang sungai sehingga dari tempat tempat tersebut dapat dilihat hamparan sawah.

Meriam kuno terbuat dari besi dalam kondisi tergeletak di makam Puyang Ratu. Pada masa lalu diperkirakan meriam itu berada di atas kereta kayu yang memakai dua roda dan untuk membawanya ditarik dengan kereta kuda. Meriam digunakan dengan memakai bola besi dan ditembakkan dengan menyulut api di bagian pangkalnya. Meriam buatan Eropa pada masa abad 18 Masehi. Diperkirakan pernah digunakan oleh Bangsa Inggris atau Belanda, karena kedua bangsa itu yang pernah menjajah Bengkulu.

Makam tua yang berjumlah tiga buah merupakan makam Puyang Ratu, Panas Petang, dan Mas Panji Pulau. Puyang Ratu adalah seorang penguasa, sedangkan dua lainnya adalah pengawalnya. Pada ketiga makam itu tidak ada tulisan sama sekali. Nisannya terbuat dari batu alam yang ditegakkan. Orientasi makam Utara-Selatan yang menandakan sebagai makam orang yang telagh beragama Islam. Makam lainnya yang terdapat di Desa Gedung Agung adalah makam Raja Kalipa. Makam-makam tua tersebut diperkirakan sebagai makam-makam para pemimpin lokal. Nama-nama mereka masih diingat secara turun temurun.

Dilokasi itu dijumpai pula jalan tanah yang berada di sebelah Utara makam Puyang Ratu. Letaknya lebih rendah dari makam sedalam 8 meter dan berada di pinggirtebing. Jalan yang lebarnya sekitar 3 meter dahulunya dapat dilalui oleh pedati hingga tepi sungai. Perjalanan dilanjutkan dengan menggunkan rakit bambu yang ditarik dengan cara memegang tali yang melintang di atas sungai. Jalan tanah itu dahulunya jalur transportasi untuk mengangkut hasil bumi, terutama beras. Untuk pengamanan jalan tersebut ditempatkan pos-pos.


Share:

Profile

Foto saya
AGUS SUDARYADI, arkeolog yang bekerja di Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi Wilayah Kerja Prop. Jambi, Sumsel, Bengkulu, dan Kep. Bangka-Belitung yang sering melakukan Jelajah Situs dalam rangka Pelestarian Cagar Budaya. Menurut UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Situs adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. Pekerjaan tersebut memberikan saya kesempatan untuk menjelajahi pelosok negeri di Propinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Kepulauan Bangka-Belitung. Pelosok karena lokasi yang kami datangi kebanyakan berada di luar kota, bahkan sampai masuk hutan. Maklum Cagar Budaya atau Diduga Cagar Budaya yang saya tuju sekarang berada di daerah yang jauh dari kota. Kegiatan yang memerlukan stamina dan mental yang kuat adalah dalam rangka pelestarian Cagar Budaya Bawah Air. Saya telah mengikuti pelatihan Arkeologi Bawah Air di dalam dan luar negeri, antara lain Makassar Sulsel, Pulau Bintan Kepri, Tulamben Bali, dan Karimunjawa Jateng serta Thailand dan Sri lanka.

Popular Posts

Recent Posts

Pages