• Arkeologi Bawah Air

    Negara Indonesia adalah negara yang besar dengan wilayah lautannya lebih luas daripada daratannya. Potensi lautannya menyimpan kekayaan peninggalan warisan bawah air yang sangat besar.

  • Arkeologi Islam

    Masjid Jamik telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor KM.10/PW.007/MKP/2004 tanggal 3 Maret 2004 tentang Penetapan Benteng Marlborough

  • Benteng Marlborough

    Lokasi Benteng Marlborough berdiri kokoh di tepi laut di atas sebuah dataran dengan ketinggian lebih kurang 8,5 meter di atas permukaan laut (dpl).

  • PELESTARIAN BENDA CAGAR BUDAYA: DAHULU DAN SEKARANG

    PendahuluanBangsa Indonesia yang memproklamirkan kemerdekaannya pada Tanggal 17 Agustus 1945 mempunyai latar sejarah yang sangat panjang, dimulai dari masa Prasejarah sampai dengan masa kolonial.

PENELITIAN ARKEOLOGI DI PANTAI TIMUR SUMATERA SELATAN

Penelitian Arkeologi Pantai Timur Sumatera Selatan merupakan kali kedua saya mengikutinya bersama Balai Arkeologi Sumatera Selatan. Kegiatan dalam rangka meneliti pemukiman kuno itu dilakukan sebagai upaya untuk mengungkap kehidupan masa lampau yang tinggal di daerah rawa. Penelitian yang dikenalkan sebagai Arkeologi Lahan Basah (Wetland Archaeology) itu telah lama dilakukan oleh peneliti. 
Pada tahun 2019 ini Balai Arkeologi Sumatera Selatan melaksanakan penelitian di Situs Air Sugihan yang berlokasi di Desa Kerta Mukti, Kecamatan Air Sugihan Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Tim yang diketahui Drs. Budi Wiyana bertema Subsistensi Lahan Basah Pantai Timur Sumsel bertujuan untuk mengetahui cara hidup manusia masa lampau yang bermukim di Pantai Timur Sumatera Selatan yang berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya bahkan membuktikan berasal dari masa Pra Sriwijaya. Menurut Timothy (1980) Subsistensi (mata pencaharian) mencakup segala aktivitas yang tidak lepas pada berbagai aspek, seperti tingkat kemahiran teknologi, pengorganisasian sumberdaya (manusia dan alam) dalam usaha mengolah dan memenuhi kebutuhan hidup, pilihan lokasi tempat tinggal, prosedur dan pengeksploitasian lingkungan sekitar dan lain sebagainya. Temuan-temuan arkeologis yang ditemukan pada kotak ekskavasi sebanyak 14 kotak umumnya adalah Fragmen gerabah. Temuan lainnya adalah fragmen keramik, benda logam, manik-manik, tulang binatang, buah dan biji, papan perahu, serta tiang rumah.
Share:

BENTENG LINAU : Benteng Perbatasan di Selatan Bengkulu


1.   Pendahuluan
Benteng Linau merupakan benteng yang dibangun oleh Tentara Inggris di Bengkulu bagian Selatan. Benteng lainnya yang dibangun adalah Benteng Marlborough dan Benteng Anna. Benteng Marlborough sebagai benteng utama berada di Kota Bengkulu. Benteng Anna dibangun di Bengkulu bagian Utara. Benteng Linau dan Benteng Anna diperkirakan merupakan benteng-benteng yang membatasi daerah jajahan Inggris dengan daerah yang dikuasai oleh Belanda.
Secara umum benteng berkaitan erat dengan kegiatan militer. Dalam Ensiklopedia Indonesia, benteng didefinisikan sebagai lokasi militer atau bangunan yang didirikan secara khusus, diperkuat dan tertutup yang dipergunakan untuk melindungi sebuah instalasi, daerah atau sepasukan tentara dari serangan musuh atau menguasai suatu daerah. Dalam perkembangannya sebenarnya benteng tidak hanya digunakan untuk instalasi militer, tapi juga berfungsi sebagai perlindungan sebuah pemukiman.
Bentuk pertahanan selain keletakannya (dataran tinggi dan sungai), terkadang dilengkapi dengan benteng tanah, parit, dan bambu aur. Pemukiman lama atau kuna yang berada di bukit biasanya berbentuk persegi panjang dan dilengkapi dengan benteng tanah dan bambu aur. Tidak tertutup kemungkinan juga terdapat parit. Keberadaan benteng tanah biasanya satu kesatuan dengan parit, karena badan benteng tanah tercipta akibat penggalian parit untuk menimbun sisi luar benteng sehingga lebih tinggi dari tanah sekitarnya.
Berdasarkan data arkeologi dan sumber-sumber sejarah diketahui bahwa kota-kota,  keraton atau desa yang tumbuh sebelum kedatangan bangsa Eropa dilindungi oleh pagar keliling baik yang terbuat dari tanah, kayu maupun bata. Berdasarkan gambaran bangsa asing (Belanda), keraton Banten dikelilingi benteng dari tembok (bata), sedangkan keraton Kuto Gawang (Palembang) dikelilingi benteng dari kayu.
-->

2.   Letak dan Lingkungan
Benteng Linau secara administratif berada di Desa Benteng Harapan, Kecamatan Maje, Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu. Benteng ini merupakan salah satu peninggalan kolonial Inggris di Provinsi Bengkulu yang terletak di sebuah bukit bernama Pematang Linau yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki sejauh ± 200 meter dari jalan raya. Benteng Linau terletak pada koordinat S 04° 49’ 54.09” E 103° 24’ 54.56”.
Benteng Linau berupa gundukan tanah yang berbentuk segi empat berukuran 42 x 43 m dan dikelilingi oleh parit dengan lebar 3,75 m dan dalam 1,75 m. Vegetasi lingkungan benteng berupa pohon asam kandis, cengkeh, sendilau, dan semak belukar. Di lokasi ini juga terdapat cekungan bekas meriam yang telah dipindahkan ke halaman rumah dinas Bupati KDH TK II Bengkulu Selatan.
Benteng berada di atas bukit dengan pemandangan ke Samudera Hindia. Bukit tersebut memanjang dengan orientasi Utara-Selatan. Pada sisi Barat dan Timur merupakan lereng bukit. Lereng sisi Barat lebih landai dibandingkan dengan lereng sisi Timur. Lereng sisi Timur mempunyai sudut kemiringan mencapai 70-80 derajat. Perjalanan menaiki bukit menuju benteng dari arah Selatan yang telah difasilitasi dengan anak tangga berjumlah sekitar 130 anak tangga. Terdapat juga bangunan pelindungan yang berjumlah 2 buah, salah satunya berada di sebelah Selatan benteng.  Tangga dibangun juga berfungsi sebagai jalur evakuasi bilamana terjadi Tsunami. Pada masa sebelumnya untuk menuju ke benteng dari arah Barat. Namun jalan setapak dengan jalan yang lebih curam itu telah lama ditinggalkan.
Hasil pemantauan tim dari BPCB Jambi menunjukkan bahwa benteng dalam kondisi yang cukup terawat karena sudah ada juru pelihara yang ikut memelihara dan melindunginya dari ancaman dan gangguan yang berasal dari luar.

3.   Deskripsi Benteng Linau
Benteng Linau pernah dilakukan ekskavasi oleh Balai Arkeologi Palembang pada tahun 1994 dan 1995. Ekskavasi tahun 1994 menemukan struktur bata di sudut Tenggara bagian luar benteng. Di dalam laporannya menyebutkan bahwa temuan struktur bata masih sulit diketahui bentuk dan fungsinya sehingga perlu diadakan penelitian lanjutan untuk menampakkan seluruh struktur bata. Ekskavasi tahun 1995 melanjutkan ekskavasi untuk menampakkan struktur bata di sudut Tenggara bagian luar benteng. Namun disebabkan struktur bata kondisinya tidak utuh lagi, maka belum diketahui bentuk dan fungsinya. Analisis berdasarkan lapisan tanah menunjukkan pematang benteng dibuat dari tanah hasil penggalian parit. Berdasarkan  lapisan tanah yang berwarna hitam diduga bahwa benteng dibuat di atas lapisan tersebut. Lapisan hitam tersebut diindikasikan akibat pembukaan lahan dengan cara dibakar. Struktur bata yang ditemukan itu sudah tertutup tanah kembali dan hanya terlihat sedikit pecahan bata dipermukaan tanah.
Pada tahun 2014 Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi melakukan ekskavasi  untuk mengungkap sisa-sisa aktivitas manusia pendukung benteng lebih lanjut. Ekskavasi dilakukan pada bagian dalam benteng, struktur benteng, parit keliling, dan tanah datar di luar benteng. Titik Datum Point (DP), mengikuti penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Palembang berada di tengah benteng.
Benteng Linau merupakan sebuah benteng tanah yang dikelilingi oleh parit. Benteng berdenah segi empat dengan sudut di dua sisi yang berlawanan terdapat bastion. Pengukuran yang dilakukan menghasilkan ukuran panjang 25,70 meter dan lebar 24,90 meter. Permukaan tanah di dalam benteng tampak rata. Tanggul tanah yang mengelilingi benteng lebarnya adalah 0,96 – 191 meter dan tingginya sekitar   0,77 – 1,13 meter.  Tanggul tanah ini tentu saja telah berubah lebih kecil sesuai dengan waktu. Pengikisan tanah menjadi faktor dominan yang menyebabkan pengecilan. Parit keliling mempunyai lebar sekitar 0,69 – 1,22 meter. Pendangkalan dan penyempitan parit disebabkan erosi tanah dari tanggul dan tanah sekitarnya.
Pengamatan di permukaan tanah di luar benteng menemukan fragmen keramik berwarna putih dan biru serta berwarna hiasan merah berasal dari Cina masa Dinasti Ming (abad 16-17 Masehi) dan Dinasti Ching (18-19 Masehi), fragmen botol berwarna hitam kecoklatan. Dalam rangka pelestarian, Benteng Linau pernah dikelilingi oleh pagar kawat berduri dengan tiang kayu. Namun sekarang hanya menyisakan sisa-sisa fondasi tiang-tiang kayu. Tanah sekitarnya berupa perkebunan masyarakat antara lain karet.
Keberadaan benteng atau bentuk pertahanan  lainnya terkadang dapat dirunut dari penamaan atau sebutan lokasi dimana benteng tersebut berada. Penamaan suatu daerah dengan nama benteng; koto; kuto; maupun kute patut diduga berkaitan dengan suatu bentuk pertahanan, baik benteng tanah maupun pemukiman kuna yang dilengkapi dengan pertahanan. Kata koto; kuto; maupun kute mempunyai arti yang hampir sama, yaitu suatu tempat atau pemukiman lama yang terkadang dilengkapi dengan sistem pertahanan. Pada beberapa keraton masa islam di Jawa (terutama Yogyakarta dan Surakarta) terdapat penamaan tempat di sekitar keraton yang diambil dari nama pasukan keraton.
Di Kabupaten Kaur terdapat beberapa tempat yang menggunakan kata benteng, seperti Benteng Harapan dan Benteng Bakal Makmur. Nama Benteng Harapan mengacu pada benteng tanah Linau. Apakah nama Benteng Bakal Makmur juga mengindikasikan suatu permukiman lama yang dilengkapi dengan sistem pertahanan tertentu? Mungkin masih banyak lagi tempat atau lokasi yang menggunakan nama tertentu yang mengindikasikan adanya sistem pertahanan.
Data arkeologi yang berhasil terkumpul dari tiga kali penelitian berupa fragmen gerabah, keramik, dan kaca dalam jumlah tidak terlalu banyak serta struktur batu-bata di luar benteng bagian tenggara. Fragmen-fragmen keramik yang ditemukan di dalam benteng berasal dari Cina masa Dinasti Ming (16-17 Masehi) dan Dinasti Ching (18-19 Masehi).  Dengan mengamati data hasil ekskavasi dan keberadaan benteng, diduga benteng ini tidak didiami dalam waktu lama, melainkan hanya dalam waktu singkat atau hanya sementara. Hal ini didasarkan pada tidak terdapatnya bangunan permanen di lokasi. Dugaan ini juga diperkuat dengan adanya temuan piring dan kendi dari keramik serta botol kaca.  Benda-benda tersebut mudah dibawa.
Benteng Linau diduga hanya berfungsi sebagai tempat penjagaan atau pengawasan  untuk mengawasi Teluk Linau yang berada di sebelah barat benteng.  Sebagai pengawas yang bersifat sementara lebih memungkinkan daripada sebagai tempat tinggal permanen. Pengawasan daerah strategis (pelabuhan atau gudang) untuk tujuan perdagangan. Daerah Krui (Lampung) memang penghasil sarang burung pada masa kolonial.

Daftar Pustaka
Milburn, William, 1825. Oriental Commerce or The East India Trader’s Complete Guide; Containing A Geographical and Nautical. Description of The Maritime Ports of India, China, Japan, and Neighbouring Countries including The Eastern Islands and The Trading Station on the Passage from Europe. London: Kingsbury, Parbury and Allens.

Mujib dkk, 1994. “Laporan Survei dan Ekskavasi Benteng Linau Bengkulu Selatan”, Laporan Penelitian Arkeologi. Palembang: Balai Arkeologi Palembang (tidak diterbitkan).

Mujib dkk, 1995. Laporan Penelitian Arkeologi Benteng Linau Tahap II. Palembang : Balai Arkeologi Palembang (tidak diterbitkan)

















--> -->
Share:

BENTENG ANNA : Benteng Perbatasan di Utara Bengkulu

1. Pendahuluan
Benteng Anna merupakan sisa-sisa benteng Inggris selama berkuasa di daerah Bengkulu. Benteng ini adalah benteng yang menjaga perbatasan sebelah Utara Bengkulu dengan Sumatera Barat yang dikuasai oleh Belanda. Benteng lainnya adalah Benteng Linau yang menjaga perbatasan sebelah Selatan Bengkulu dengan Lampung. Kondisi Benteng Anna telah mengalami kerusakan yang cukup parah. Kerusakan benteng terjadi pada masa Belanda berkuasa yang menggunakan bata-batanya untuk membangun bangunan di Muko-Muko. Pengambilan bata-bata yang dilakukan oleh masyarakat sekitar tahun 1970 telah memperparah kerusakan benteng. Sekarang ini dinding-dinding benteng yang masih berdiri tegak hanya dijumpai di sisi Barat Laut, Barat Daya, dan Tenggara. Terjadinya gempa juga menyebabkan runtuhnya bangunan yang berbentuk terowongan dan retaknya dua dinding di sisi Barat Laut. 
Pertama kali diketemukan Benteng Anna hanya tersisa tiga potongan tembok utara sepanjang 15 meter dengan tinggi 3 meter, serta ketebalan dinding 2,5 meter. Selain itu, terdapat sisa lorong (terowongan) sepanjang 5,5 meter dengan tinggi 2,5 meter. Pada benteng ini juga ditemukan dua buah meriam yang panjangnya 2,9 meter. Data survei tahun 1997 melaporkan bahwa tanah benteng telah dibebaskan dengan luas 1 hektar.

2. Letak dan Lingkungan
Benteng Anna terletak di Kelurahan Pasar Muko-Muko, Kecamatan Muko-Muko Utara, Kabupaten Muko-Muko, Propinsi Bengkulu. Situs ini berada pada ketinggian 2 meter di atas permukaan laut.       
Benteng Anna dapat ditempuh melalui jalur darat dari Kota Bengkulu menuju Kota Muko-Muko. Perjalanan melalui jalan yang lurus dan berkelok-kelok berupa  dataran rendah dan dataran tinggi disepanjang pantai Barat Sumatera. Kondisi jalan mulus dan dibeberapa tempat berlubang-lubang. Waktu yang diperlukan selama 5 jam.  Selama perjalanan akan diwarnai dengan pemandangan Samudera Hindia.  Lokasi Benteng Anna berada di daerah sebelum masuk Kota Muko-Muko yang ditandai dengan adanya jembatan besi di atas Sungai Selagan. Jalan menuju ke Benteng belok ke kiri sedangkan jalan lurus untuk  menuju Kota Muko-Muko. Benteng berada tepat di pinggir Sungai Selagan. Jarak sungai ke dinding benteng sebelah Utara hanya berjarak sekitar 1-3 meter. Erosi sungai telah menyebabkan tepi sungai semakin dekat. Bahkan telah menyebabkan sebagian dinding sebelah utara runtuh masuk ke dalam sungai.  Benteng Anna dipagari dengan pagar kawat berduri yang sebagian besar telah rusak.
Lingkungan benteng sebelah Utara adalah Sungai Selagan, sebelah Barat adalah sebuah rumah penduduk dan lahannya yang berupa kebun kelapa, sebelah Selatan adalah Jalan aspal yang diseberangnya rumah-rumah penduduk, dan sebelah Timur adalah kebun kelapa. Benteng dan lingkungan sekitarnya dipisahkan dengan pagar kawat yang dibeberapa bagian telah hilang yang tertinggal adalah tiang beton dan tiang besi.

3. Riwayat Penelitian dan Pelestarian
Benteng Anna merupakan sebuah benteng yang dibangun oleh Inggris pada saat berkuasa di Bengkulu. Beberapa sumber menyebutkan bahwa benteng Anna dibangun pada tahun 1798 oleh Mr Carmiel. Perjalananan Letnan Hastings Dare ke Muko-Muko pada Tanggal 22 Januari 1805 memberikan gambaran tentang Muko-Muko. Menurutnya, Fort Ann terletak pada seberang sebelah Selatan Sungai Si Lagan, sedangkan pemukiman terdapat di seberang Utara dan Muko-Muko terletak lebih ke Utara. Daerah Pasar Muko-Muko terdiri dari sekitar seratus rumah tempat tinggal dan waktu itu penuh dengan anak kecil. Di ujung Utara Pasar Muko-Muko terdapat kediaman Sultan yang tidak ada perbedaan dengan kediaman rakyat biasa.
Benteng Anna berdasarkan hasil survei tahun 1993 telah mengalami kerusakan yang parah. Kerusakan benteng disebabkan pengambilan bata-bata dengan cara merubuhkan temboknya hingga ke dasar sekitar tahun 1970 an. Bata-bata yang diambil digunakan sebagai bahan pembuatan rumah dan bangunan lainnya. Akibatnya tembok benteng yang tersisa adalah tiga buah dinding yang menjulang setinggi 3 meter di sisi Utara dan sisa lorong setinggi 2,5 meter di sisi Selatan.  Selain itu ditemukan dua buah meriam yang masing-masing panjangnya 2,90 meter.
Penelitian arkeometri tahun 1996 mengungkap adanya dua faktor penyebab kerusakan benteng, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal  berupa cuaca/iklim dan tumbuhan yang hidup di permukaan batu-bata. Sedangkan faktor eksternal disamping  pencurian batu-bata, kemungkinan adanya faktor pertempuran pada masa lampau.
Data survei tahun 1997 melaporkan bahwa tanah benteng telah dibebaskan dengan luas 1 hektar dan untuk memelihara benteng telah ditempatkan dua orang juru pelihara. Namun kondisi objek dan situsnya tidak terawat. Batang-batang pohon yang telah ditebang bergeletakan tidak dibersihkan. Pada tahun 2006 untuk pertamakalinya dilakukan pemetaan benteng Anna untuk merekam posisi benteng secara keruangan.
Ekskavasi penyelamatan yang dilakukan tahun 2011 menunjukkan bahwa dari 9 kotak yang digali untuk menemukan fondasi, maka hanya dua kotak yang terdapat fondasi dari susunan bata, yaitu dinding II yang berada di sisi Barat Laut dan di dinding yang berada di sisi Barat Daya. Kotak-kotak lainnya hanya berisi pecahan-pecahan bata saja. Itupun diragukan sebagai fondasi.  Bahkan pada sebuah kotak yang berada tepat di lokasi runtuhan dinding di sisi Timur Laut juga tidak menemukan adanya fondasi. Ketiadaan fondasi itulah yang mungkin menyebabkan dinding-dinding mudah runtuh dan rusak. Selama kegiatan ekskavasi juga ditemukan dua buah bola besi, pecahan-pecahan keramik Cina dari masa Dinasti Ming dan Ching serta keramik Eropa, dan pecahan botol.
Penelitian Balai Arkeoogi Palembang pada tahun 2012 menemukan berbagai benda berupa artefak batu, gerabah, keramik, artefak logam, artefak kaca, tulang dan cangkang moluska. Berdasarkan temuan-temuannya dapat terungkap aktivitas keseharian  penghuni benteng, yaitu pola makan dan pola hidup.

4. Deskripsi Benteng Anna
a.   Sisa-sisa Bangunan
Benteng Anna diperkirakan berbentuk segi empat berukuran lebar 58,50 meter dan panjang 63 meter. Orientasi benteng Barat Laut-Tenggara. Benteng ini telah mengalami kerusakan yang sangat parah. Kondisi benteng berupa beberapa sisa dinding yang masih berdiri tegak dan telah runtuh, di halamannya berupa gundukan tanah dan lubang-lubang yang memanjang. Dinding-dinding kelilingnya telah banyak yang hilang dan hanya menyisakan sedikit dinding yang masih berdiri tegak. Kegiatan pengambilan bata oleh penduduk telah menghilangkan sebagian besar dindingnya. Dinding-dinding yang tersisa berada di sisi Barat Laut, Barat Daya, Tenggara, dan Timur Laut.
Di halaman tengah permukaaan tanahnya tidak rata, khususnya di sisi Barat Daya lebih tinggi dari permukaan tanah sekitarnya. Sementara di bagian tengah halaman terdapat lubang-lubang tengah yang memanjang dengan kedalaman antara 30 cm – 50 cm.  Lubang-lubang tersebut merupakan hasil aktifitas masyarakat untuk mencari harta karun. Selain itu ditemukan pula dua buah gundukan tanah yang berada di sudut Tenggara dan Barat Laut atau berlawanan arah. Gundukan tanah disebelah Tenggara berukuran lebar 19 meter, panjang 20,50 meter dan tingginya 1,6 meter. Sedangkan gundukan tanah di sebelah Barat Laut berukuran lebar 7 meter, panjang 4,7 meter, dan tinggi 1,4 meter. Gundukan tanah tersebut diperkirakan adalah bastion. Apabila benar gundukan tersebut adalah bastion, maka benteng Anna mempunyai kemiripan dengan benteng Linau, yaitu dilengkapi dengan dua buah bastion di arah yang berlawanan. Bedanya adalah Benteng Linau merupakan benteng tanah atau tidak mempunyai dinding yang terbuat dari bata. Berikut uraian benteng Anna yang masih tersisa dan dua buah meriam yang ada disana:

Dinding  Barat Laut
Dinding Barat Laut ini diperkirakan merupakan dinding benteng bagian depan. Dinding menghadap Sungai Segalan yang merupakan jalur keluar masuk benteng. Pada sekitar tahun 1970-an masyarakat yang mengambil bata-bata datang ke benteng dari arah seberang sungai. Pada saat itu sekeliling benteng berupa hutan. Dinding bata yang tersisa berjumlah tiga buah. Dinding yang berlokasi di tengah lebih tinggi dibanding dua lainnya. Puncaknya juga lebih utuh dibanding yang lainnya dengan bentuk segitiga sama kaki. Dinding tersebut tingginya  5,10 meter. Ketiga dinding di sisi dalam berbentuk miring dengan sudut kemiringan sekitar 70 derajat. Sedangkan di sisi luar bata-batanya telah hilang disebabkan pengambilan bata-batanya. Pengambilan bata-bata tersebut meninggalkan dinding yang berdiri tegak dan tidak rata. Pengukuran di dinding yang tersisa dibagian bawah adalah 2,35 meter. Namun apabila ditarik garis dari puncaknya yang berbentuk segitiga sama kaki maka akan membentuk dinding segitiga sama kaki yang lebar bagian bawah adalah 3,30 meter. Dengan demikian dinding yang hilang adalah 0,95 meter. Belum diketahui apakah dahulunya ketiga dinding tersebut menyatu atau tidak. Namun terlihat bahwa dinding sisi bagian dalam yang miring itu satu arah dan sama kemiringannya. Ukuran dari ketiga dinding sebagai berikut:

Dinding I
Lokasinya berada di sebelah Barat. Bagian puncaknya tidak utuh lagi. Kerusakan dinding terjadi pada sisi bagian Utara. Bagian itu tampak ”digerogoti” bata-batanya. Dua sisi lainnya menampakkan susunan bata-batanya dengan berselang-seling bata yang menonjol dan yang rata. Sementara sisi bagian Selatan yang merupakan bagian yang miring susunan batanya diplester dan bercat warna putih. Dinding ini dikhawatirkan akan runtuh dikarenakan adanya retakan yang cukup lebar akibat gempa Bengkulu 7,9 SR tahun 2007.  Dinding I ini tingginya 4 meter dan lebar 2 meter. Susunan bata di bagian samping yang tersisa adalah 2,30 meter. 

Dinding II
Lokasinya berada di bagian Tengah. Dinding ini diperkirakan merupakan dinding yang paling utuh. Bagian puncaknya masih tersisa berbentuk segitiga sama kaki. Apabila diurutkan dengan bagian puncak tersebut, maka diperkirakan bahwa dinding ini berbentuk segitiga sama kaki. Sama halnya dengan dinding I, maka dinding II juga telah mengalami kerusakan yang parah di sisi Utara. Bata-batanya tampak telah diambil sehingga menampakkan susunan bata yang tidak rata. Sedangkan tiga sisi lainnya menunjukkan bentuk yang sama dengan dinding-dinding lainnnya. Dinding ini tidak mengalami keretakan seperti dua dinding lainnya akibat gempa Bengkulu tahun 2007 Dinding II ini tingginya 5,10 meter dengan perincian 1,10 m merupakan dinding bagian puncak yang tidak mengalami kerusakan dan  ketinggian 0-4 meter merupakan dinding dengan susunan bata yang terbuka atau tidak diplester. Lebar sisa dinding bagian samping yang berbentuk segitiga sama kaki diukur dari bagian paling bawah adalah 2,35 meter. Apabila bagian samping ini masih utuh, maka diperkirakan lebar bagian paling bawah adalah 3,30 meter.

Dinding III
Lokasinya berada di sebelah Timur. Dinding ini merupakan dinding yang paling rendah dari dua dinding lainnya karena bagian puncaknya telah hilang/rusak. Kerusakan lainnya sama dengan dinding lainnya, yaitu hilangnya susunan bata di sisi Utara. Di dinding ini juga terdapat retakan yang cukup lebar akibat gempa Bengkulu tahun 2007. 

Dinding Barat Daya
Dinding Barat Daya hanya menyisakan sebuah dinding yang lokasinya di sudut sisi Barat Laut. Dari sisa-sisanya dapat diketahui bahwa dinding ini kedua sisi dalam dan luar berdiri tegak lurus. Dinding yang tersisa berukuran tebal 1,10 meter, panjang 3,5 meter, dan tinggi 1 meter.

Dinding Tenggara
Dinding Selatan bentuknya berupa terowongan. Foto survei tahun 1993 memperlihatkan bentuknya yang masih utuh. Tampak bahwa bagian atasnya membentuk melengkung dan bisa dilalui oleh orang dewasa. Terowongan berukuran panjang 6 meter, lebar 3 meter dan tingginya 1,57 meter.  Dinding ini runtuh diakibatkan gempa Bengkulu tahun 2007

Dinding Timur Laut
Dinding Timur dalam kondisi telah runtuh ke sebelah Barat atau ke dalam benteng. Dindingnya tidak setebal dinding di sebelah Barat, yaitu tebalnya hanya 80 cm. Tingginya 3,5 meter dan panjangnya 5,80 meter.

b.  Meriam-Meriam
Di Benteng Anna masih dijumpai dua buah meriam. Kedua meriam sudah tidak ditempatnya karena tergeletak di tanah dan diganjal dengan sisa-sisa dinding. Pada saat itu kami juga diberitahukan tentang adanya meriam-meriam di sebuah sekolah dan kantor camat. Hasil peninjauan menunjukkan bahwa di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Muko-muko terdapat dua buah meriam dan di Kantor Camat Muko-muko terdapat dua buah meriam. Meriam-meriam di kantor tersebut dicat dengan warna biru. Diperkirakan meriam-meriam tsb berasal dari Benteng Anna melihat kesamaan adanya tanda di bagian meriam yang berupa mahkota.  Ukuran meriam adalah panjang 1,35 meter dan diameter 0,47 meter

5. Arsitektur Benteng
Berdasarkan data arkeologi dan sumber-sumber sejarah, diketahui bahwa kota-kota yang tumbuh sebelum kedatangan bangsa Eropa dilindungi oleh pagar keliling baik yang terbuat dari tanah, kayu maupun bata. Kedatangan bangsa Eropa ke Nusantara diawali oleh kepentingan perdagangan. Untuk memperlancar kegiatan perdagangannya, mereka mendirikan bangunan-bangunan yang berfungsi sebagai kantor maupun gudang penyimpanan dan untuk melindungi kegiatan tersebut mereka melengkapi dengan persenjataan.
Keadaan ini juga terjadi di Bengkulu, ketika EIC (East Indie Company) membuat perjanjian dengan penguasa Selebar, EIC mendapat konsesi berupa tanah di muara Sungai Serut untuk gudang penyimpanan dan bangunan-bangunan lainnya serta sebuah benteng yang diberi nama York. Karena kondisi lingkungan Benteng York yang kurang baik mengakibatkan banyak penghuni benteng yang meninggal karena penyakit malaria. Berdasarkan hal tersebut maka EIC pada tahun 1714 mendirikan benteng baru yang berjarak sekitar 2 km ke arah tenggara dan diberi nama Marlborough.
Pada masa selanjutnya, EIC melebarkan sayapnya hingga ke wilayah-wilayah lain di sekitar Bengkulu, yaitu Mukomuko di bagian utara dan Kaur di bagian Selatan. Di wilayah-wilayah tersebut EIC juga membangun pos-pos dagang yang dilindungi oleh benteng, yaitu Benteng Anna di Mukomuko dan Benteng Linau di Kaur. Berdasarkan penelitian Lucas Pertanda Koestoro (1994) diketahui selain Benteng Anna dan Linau, EIC juga mendirikan benteng di bagian utara Bengkulu yang diberi nama Victoria, namun keletakan benteng tersebut masih belum dapat diidentifikasikan.
Dalam buku Oriental Commerce or the East India Trader’s Complete Guide, diberitakan bahwa tanaman lada dibudidayakan masyarakat di seluruh wilayah Bengkulu dan menjadi komoditi dagang utama selain serbuk emas dan sarang burung. Secara khusus serbuk emas diproduksi dari Mukomuko, sedangkan sarang burung dari Krui yang sekarang termasuk wilayah administrasi Lampung. Keseluruhan komoditi tersebut kemudian dikapalkan ke Bengkulu.
Dari kelima benteng yang didirikan oleh EIC, yang dapat diidentifikasikan secara arkeologis adalah Benteng York, Marlborough, Anna dan Linau. Namun demikian dikarenakan tingkat abrasi Sungai Serut yang cukup tinggi mengakibatkan sisa-sisa pondasi Benteng York hancur sehingga tidak dapat diidentifikasikan lagi bentuknya. Secara umum benteng-benteng yang masih dapat diketahui bentuknya adalah Benteng Marlborough dan Linau. Benteng Marlborough memiliki bentuk persegi dengan ukuran 116,98 m x 100,9 m. Di bagian sudut-sudutnya terdapat bastion berbentuk segilima dan di bagian depannya terdapat sebuah raveline yang berbentuk segitiga dengan ukuran 51,13 m x 54,69 m. Raveline adalah bastion yang dibangun terpisah dari bangunan benteng yang berfungsi juga sebagai pertahanan di bagian pintu masuk benteng. Benteng Linau memiliki bentuk persegi dengan ukuran 34,5 m x 32,9 m. Bastion benteng Linau berbentuk segilima dan terdapat di sudut utara serta selatan saja.
Secara keseluruhan Benteng Marlborough dan Benteng Linau memiliki parit kering yang mengelilingi benteng. Di Benteng Anna keberadaan parit kering hanya terdapat di bagian baratnya saja, sedangkan di bagian timur dan selatannya adalah  rawa dan bagian  utara adalah Sungai Selagan. Berdasarkan keadaan tersebut maka diperkirakan bentuk Benteng Anna adalah persegi dengan ukuran sekitar 100 m x 98 m.
Pada dasarnya bentuk benteng dapat dikaitkan dengan lokasi keberadaan benteng tersebut dan keletakan bastionnya dibangun berdasarkan titik-titik yang dianggap berbahaya atau perlu untuk diwaspadai seperti garis pantai, jalur sungai, jalan darat, pelabuhan, pusat perekonomian, dan istana. Data sejarah menyebutkan bahwa pemukiman penduduk lokal berada di bagian utara Sungai Selagan. Di pemukiman tersebut terdapat pasar yang terdiri dari 100 rumah. Di bagian utara pasar terdapat rumah Sultan yang bentuknya tidak berbeda dengan rumah penduduk lainnya hanya berukuran lebih besar.
Pengamatan terhadap jalur Sungai Selagan menunjukkan bahwa aliran sungai dari depan Benteng Anna berbelok ke arah utara dan bermuara sekitar 1 km dari benteng. Selain itu dari sisa dinding benteng diketahui bahwa dinding tersebut memiliki bentuk yang semakin tinggi semakin menipis sehingga membentuk bidang miring. Berdasarkan bentuk dinding dan lokasi pemukiman penguasa lokal serta keletakan muara Sungai Selagan maka kemungkinan bagian utara benteng merupakan bagian yang perlu diwaspadai. Berdasarkan hal tersebut maka di bagian utara Benteng Anna diperkirakan terdapat bastion.
Berdasarkan sisa-sisa artefak yang diketemukan sewaktu ekskavasi tahun 2012 di benteng dapat diketahui bahwa di dalam  benteng terdapat bagian bangunan (pintu dan jendela) dan atap yang terbuat dari kayu. Asumsi ini didasarkan atas temuan paku, engsel, dan penahan/pengait dari logam. 

6. Fungsi Benteng 
Secara umum benteng berkaitan erat dengan kegiatan militer. Dalam Ensiklopedia Indonesia, benteng didefinisikan sebagai lokasi militer atau bangunan yang didirikan secara khusus, diperkuat dan tertutup yang dipergunakan untuk melindungi sebuah instalasi, daerah atau sepasukan tentara dari serangan musuh atau menguasai suatu daerah. Dalam perkembangannya sebenarnya benteng tidak hanya digunakan untuk instalasi militer, tapi juga berfungsi sebagai perlindungan sebuah pemukiman.
Istilah benteng mengingatkan pada konteks pertahanan dan peperangan, khususnya yang terjadi pada masa lalu. Konotasi harafiah ini memiliki makna yang lebih luas daripada arti sebelumnya ketika mempelajari sejarah pertumbuhan dan perkembangan kota di Indonesia.
Sesuai tujuan pembangunannya, benteng memiliki fungsi sebagai tempat perlindungan bagi mereka yang tinggal di dalamnya. Dengan banyak dan beragamnya individu yang tinggal di dalam benteng, dinamika kehidupan menjadi kompleks. Bersamaan dengan itu, benteng tidak lagi menjadi simbol pertahanan tetapi juga menjadi pusat aktivitas dan interaksi sosial manusia. Berbagai macam kegiatan dilaksanakan bukan hanya terbatas pada aktivitas peperangan atau yang berkaitan dengan militer, melainkan juga dengan cabang kehidupan manusia lainnya, termasuk aspek ekonomi dan budaya. Hal ini mempengaruhi benteng yang bukan lagi melambangkan institusi militer dan peperangan melainkan menjadi pusat kehidupan sosial dan akhirnya berkembang menjadi pusat administrasi dan pemerintahan.
Bentuk pergeseran fungsi ini terjadi pada benteng-benteng yang dibangun dan digunakan oleh lembaga-lembaga dagang masa lalu yang memiliki kekuasaan dari negara induknya. Lembaga-lembaga ini memiliki wewenang dan dukungan kekuatan bukan hanya untuk melakukan transaksi niaga tetapi juga membangun suatu pangkalan yang dibangunnya sehingga berbentuk suatu jaringan dan kolonisasi. Hal ini dilakukan oleh VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) dan EIC  di Asia pada abad 17 - 18 Masehi dengan hak-hak politik dan ekonomi yang bersifat monopolis dari negara induknya.
Benteng-benteng bagi lembaga-lembaga perdagangan masa lalu menjadi kebutuhan primer disamping modal dagang mereka. Dengan benteng, VOC dan EIC tidak hanya digunakan untuk mengkoordinasikan semua aktivitas dan menjalankan segala urusannya. Benteng yang digunakan sebagai simbol kekuatan mereka yang digunakan sebagai ancaman terhadap lawan-lawannya ketika mereka menghadapi kesulitan untuk mewujudkan maksud-maksud ekonominya. Bangunan tersebut kemudian juga mengalami perkembangan fungsi ketika dijadikan  sebagai pusat pemerintahan dan kegiatan administrasi yang mengatur wilayah kekuasaan badan-badan usaha ini. Akibatnya, benteng menjadi simbol penguasaan wilayah baik secara politik, ekonomi maupun militer. Benteng kemudian identik dengan dominasi kekuatan eksploitasi ekonomi dan simbol kekuasaan asing di suatu daerah yang dikuasai oleh raja-raja dan penguasa pribumi.

Daftar Pustaka

Abbas, Novida. 2001. Dutch Forts of Java. A Locational Study. A Thesis Submitted for The Degree of Master of Arts Southeast Asian Study Programme, National University of Singapore.

Ambary, Hasan Muarif dkk. 1988. Fort York Bengkulu. Laporan Penelitian Arkeologi. Puslit Arkenas, Jakarta. 

Gill, Ronald Gilbert. 1995. De Indische Stad op Java en Madoera. Disertasi, Universitas Delft.

Harrison, Brian. 1954. South-east Asia: A Short History. Macmillan & Co, London. 

Koestoro, Lucas Partanda. 1993. Penelitian Arkeologi Bengkulu Utara. Laporan Penelitian Arkeologi. Balai Arkeologi Palembang, Palembang. 

Koestoro, Lucas Pertanda dkk. 1994. Laporan Hasil Penelitian Survei Arkeologi Bengkulu 1993. Laporan Penelitian Arkeologi. Balai Arkeologi Palembang, Palembang.

Latifundia, Effie dkk. 2001. Peninggalan Sejarah Purbakala Di Kabupaten Bengkulu Utara Propinsi Bengkulu. Laporan Penelitian Arkeologi. Dinas Pendidikan Nasional, Bengkulu.

Marhaeni SB, Tri dkk. 2012. Pusat Peradaban Di Pantai Barat Sumatera: Perkembangan Hunian Dan Budaya. Laporan Penelitian Arkeologi. Balai Arkeologi Palembang, Palembang:.

Merillees, Scott. 2000. Batavia in Nineteenth Century Photopraphy. Archipelago Press, Singapore.

Milburn, William. 1825. Oriental Commerce or The East India Trader’s Complete Guide; Containing A Geographical and Nautical. Description of The Maritime Ports of India, China, Japan, and Neighbouring Countries including The Eastern Islands and The Trading Station on the Passage from Europe. Kingsbury, Parbury and Allens, London.

Novita, Aryandini. 1997. Laporan Penelitian Arkeologi Kolonial di Kotamadya Bengkulu. Laporan Penelitian Arkeologi. Balai Arkeologi Palembang, Palembang.

Sudaryadi, Agus dkk. 2012. Ekskavasi Penyelamatan Benteng Anna Kelurahan Pasar Mukomuko, Kecamatan Mukomuko Utara, Kabupaten Mukomuko, Propinsi Bengkulu. Laporan. BP3 Jambi, Jambi.

Sukendar, Haris dkk. 1996. Penelitian Arkeometri di Bengkulu Utara. Laporan Penelitian Arkeologi. Balai Arkeologi Palembang, Palembang.




-->
Share:

WISMA RANGGAM : Tempat Para Tokoh Kemerdekaan Di Asingkan


Pendahuluan

Kota Mentok mempunyai peninggalan masa Kolonial yang cukup banyak. Bahkan beberapa bangunan yang bercirikan kolonial masih terpelihara. Salah satu bangunan yang penting adalah Wisma Ranggam. Wisma Ranggam didirikan oleh Perusahaan Timah Belanda, Banka Tin Winning (BTW) pada tahun 1890. Bangunan ini dahulu digunakan sebagai tempat penginapan bagi para karyawan perusahaan tersebut. Pada masa penjajahan Belanda wisma ini pernah digunakan sebagai tempat pengasingan bagi Pangeran Hario Pakuningprang, salah seorang keturunan bangsawan Keraton Surakarta yang menentang penjajah Belanda. Makamnya sekarang terletak di pemakaman umum Kebon Nanas di Mentok. Pada tahun 1949 bangunan bersejarah ini juga menjadi tempat pengasingan bagi para tokoh politik bangsa Indonesia, antara lain Ir. Soekarno, H. Agus Salim, M. Roem dan Ali Sastroamijoyo.
Pada masa awalnya bangunan yang disebut juga sebagai Pasanggrahan hanya mempergunakan kayu dan belum permanen. Pada tahun 1924 dibangun kembali dengan tidak merubah dan menggantikan ukuran-ukurannya. Pada tahun 1927 menjadi bangunan permanen seperti bentuknya yang sekarang. Pada masa berikutnya Pasanggrahan itu menjadi milik PT. Timah dan dinamakan Wisma Ranggam yang difungsikan sebagai tempat menginap tamu. Pembangunan-pembangunan yang terjadi menyebabkan perubahan bentuk  di beberapa bagian bangunan. Nasib Wisma Ranggam berikutnya kurang terpelihara setelah PT. Timah mengalami kemunduran berkaitan dengan harga timah yang semakin murah. Pada tahun 2002 Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala melakukan pemugaran untuk  mengembalikannya kepada bentuk semula. Pemugaran yang berjalan selama dua tahun telah menjadikan Wisma Ranggam  kembali kebentuk aslinya. Setelah itu ditempatkan dua orang juru pelihara untuk melakukan pemeliharaannya.

Sejarah Wisma Ranggam
Kota Mentok yang pernah menjadi ibukota pemerintahan Pulau Bangka di masa lalu meninggalkan banyak bangunan purbakala, terutama yang berasal dari masa kolonial Belanda. Belanda berkuasa sangat lama dan melakukan eksplorasi timah secara besar-besaran. Pertambangan timah di pulau ini mendorong pekerja tambang dari luar terutama Cina berdatangan dan menetap ke Pulau Bangka. Hal ini terlihat dari bangunan purbakala dan peninggalan lainnya yang banyak terdapat di Mentok bernuansa kolonial dan Cina.
Bangunan Kolonial yang terdapat di Kota Mentok salah satunya adalah Wisma Ranggam. Wisma Ranggam dahulunya bernama Pesanggrahan Mentok. Kata pesanggrahan berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya tempat peristirahatan. Pesanggrahan Mentok dibangun sekitar tahun 1890 oleh perusahaan timah Belanda yang bernama Banka Tin Winning sebagai tempat peristirahatan pegawai  yang bekerja. Pada awalnya bangunan Pesanggarahan berupa bangunan yang terbuat dari kayu.
Pada tahun 1897 pernah dipakai sebagai tempat pengasingan tokoh dari Kesultananan Surakarta yang menentang Belanda bernama Pangeran Hario Pakuningprang. Pangeran ini adalah seorang Susuhunan Sunan Paku Alam II yang ditugaskan Belanda untuk berperang melawan pasukan Aceh dalam Perang Aceh.  Namun pangeran itu justeru berpihak kepada pasukan Aceh untuk melawan Belanda. Akhirnya Beliau ditangkap dan diasingkan ke Mentok. Belanda juga melarangnya untuk berhubungan dengan masyarakat Mentok. Setelah selama 7 bulan mengalami pengasingan, Beliau pada tanggal 18 Agustus 1897 wafat dan dimakamkan di daerah Kebun Nanas.
Pada tahun 1924 Wisma Ranggam dibangun kembali dengan tidak merubah bentuk dan ukuran. Selanjutnya pada tahun 1927 dilakukan perombakan-perombakan sehingga menjadi bentuknya yang sekarang. Perancang  dari bangunan itu adalah Antwerp J. Lokollo yang berasal dari Ambon. Pada tahun 1930 dengan arsitek yang sama, BTW  membangun kolam renang untuk pegawai dan keluarganya dan umumnya hanya orang-orang bule saja yang memakainya.  Dikarenakan sumber air yang dipergunakan untuk mengisi kolam berasal dari air terjun, maka kolam renang itu bernama kolam renang air terjun.
Pesanggrahan Mentok menjadi data sejarah karena digunakan sebagai tempat pengasingan pemimpin Kemerdekaan Indonesia.  Kekalahan Jepang oleh Sekutu dalam perang Dunia II dengan dibomnya Hiroshima dan Nagasaki dimanfaatkan oleh Belanda untuk kembali ke Indonesia. Pada tanggal 18 Desember 1949 Belanda melakukan serangan ke Yogyakarta. Penyerangan tersebut yang dikenal sebagai Agresi Belanda II menyebabkan Ibu Kota Negara RI Yogyakarta jatuh kepada Belanda pada tanggal 19 Desember 1949.  Para pemimpin RI ditangkap dan diasingkan ke Kota Mentok. Rombongan pertama pada tanggal 22 Desember 1949  di tempatkan di Pesanggrahan Menumbing, yaitu :
1.      Drs. M. Hatta, Wakil Presiden dan Perdana Menteri
2.      Mr. A.G. Pringodigdo, Sekretaris Negara
3.      Mr. Asa’at, BPKNIP
4.      Komodor Surya Darma
Pada tanggal 24 Desember 1949 sebuah pesawat pembom B-26 membawa pemimpin Indonesia yang lain ke tempat yang sama dengan rombongan pertama, terdiri dari :
1.      Mr. Ali Sastroamidjoyo, Menteri P dan K
2.      Mr. Moch. Roem, Ketua delegasi perundingan RI

Pada tanggal 6 Pebruari 1949 tawanan yang menyusul dibawa ke Mentok dan ditempatkan di Pesanggrahan Mentok, yaitu Presiden Ir. Soekarno dan H. Agus Salim, Menteri Luar Negeri. Tokoh-tokoh yang kemudian ke Pesanggrahan Mentok adalah Mr. Moch. Roem, dan Mr. Ali Sastroamidjojo. Dengan demikian pemimpin Indonesia yang ditempatkan di Pesanggrahan Mentok berjumlah empat orang dengan menempati kamar 12 adalah Ir. Soekarno, kamar 11 adalah H. Agus Salim, kamar 12-A adalah  Mr. Moch. Roem, dan kamar 1 adalah tempat  Mr. Ali Sastroamidjojo. Di Pesanggrahan Mentok tersedia mobil jenis sedan Ford tipe Deluxe buatan tahun 1946 bernomor B-10. Pada saat itu urusan pemerintahan Indonesia diserahkan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Pesanggrahan Mentok  juga  menjadi tempat perundingan antara Indonesia dan Belanda yang disebut Perundingan Roem-Royen. Perundingan tersebut dihadiri Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri dari wakil-wakil dari Australia, Belgia, dan Amerika. Pertemuan dihadiri pula wakil dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Bijen Konvoor Federal overly (BFO). Anggota KTN yang hadir adalah Merle Cochram, koetts, TK. Critcly, G. Mc. Kahin, Merremans, dan Prof. Lyle. Perundingan menghasilkan antara lain kesepakatan bahwa pada tanggal 6 Juli 1949 semua pemimpin Indonesia dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta.
Pada tahun 1976 terjadi penggantian nama Pesanggrahan menjadi Wisma Ranggam di bawah penguasaan PT. Timah. Pada tahun itu pula bagian depan diperbaiki. Pada tahun 1983 bagian depan yang telah diperbaiki ditutup sama sekali sehingga untuk memasukinya harus melalui pintu kecil. Hal itu sempat menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat. Kemudian oleh pimpinan PT. Timah pada saat itu dikembalikan lagi ke bentuk aslinya. Sejak perbaikan terakhir pada tahun 1983 dengan melakukan penambahan-penambahan, maka Wisma Ranggam tidak mengalami perombakan lagi.  
Wisma Ranggam telah beberapa kali mengalami perbaikan-perbaikan atau lebih tepatnya dengan istilah pemugaran. Pemugaran adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengembalikan kedalam bentuk semula suatu bangunan peninggalan sejarah,tanpa merubah bentuk,bahan,warna serta tata letak bangunan itu sendiri.  Berdasarkan pengertian tersebut maka Wisma Ranggam mengalami pemugaran secara benar adalah pemugaran yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi tahun 2003. Adapun pemugaran–pemugaran yang dilakukan sebelumnya hanyalah merupakan perbaikan-perbaikan secara umum yang bersifat fungsional dan estiteka. Seperti yang dilakukan pada tahun 1976 perbaikan berupa penambahan ruang di beberapa bagian guna memenuhi kebutuhan ruang saat itu. Begitu pula yang dilakukan tahun 1982.
Pemugaran yang dilakukan tahun anggaran 1998 oleh Kanwil Depdikbud Sumatera Selatan sesungguhnya bertujuan melakukan kegiatan pemugaran yang sesungguhnya, namun data penunjang untuk menggembalikan kedalam bentuk semula rupanya mengalami banyak kendala, sehingga kegiatan yang dilakukan adalah merupakan penambahan komponen bangunan yang berfungsi sebagai pencegahan kerusakan lebih lanjut.

Deskripsi Wisma Ranggam
Wisma Ranggam terletak di Jalan Imam Bonjol, Kelurahan Sungai Daeng, Kecamatan Mentok, Kabupaten Bangka Barat. Lokasinya berada di daerah yang tidak terlalu padat. Rumah-rumah yang berdiri di samping tidak terlalu dekat. Bahkan dibagian depan atau seberang  jalan masih berupa kebun. Pada saat kegiatan berlangsung sedang dilaksanakan pelebaran jalan. Hal itu menyebabkan daerah tersebut lebih ramai dari sebelumnya.
Wisma Ranggam menempati lahan seluas 7.910 m2 berdasarkan Sertifikat Nomor 04.04.80.03.3.00118 yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bangka. Di atas tanah itu berdiri bangunan-bangunan yang terdiri  dari bangunan induk,  bangunan pelengkap, dan bangunan baru. Uraian bangunan-bangunan yang terdapat di Wisma Ranggam sebagai berikut :

1.     Bangunan Induk
Bangunan induk merupakan bangunan yang paling besar  dan letaknya berada di depan.  Bangunan induk dan bangunan dapur serta KM/WC telah dikembalikan kepada bentuk aslinya melalui pemugaran tahun 2003. Berikut deskripsi bangunan  induk yang meliputi denah, lantai, dinding, pintu jendela, plafon (langit-langit) dan atap.

Denah

Denah merupakan gambar yang menunjukkan bentuk tata ruang suatu bangunan serta kelengkapannya baik berupa letak dan ukuran pintu maupun jendela. Denah bangunan induk  terdiri dari denah ruangan utama dan ruangan sayap  yang berada di bagian kiri dan kanan ruangan utama. Denah ruangan utama memiliki ukuran panjang 32 meter dan lebar berukuran 15,6 meter, sedangkan ruangan sayap masing-masing berukuran panjang 14 meter dan lebar 8 meter. Bangunan induk memiliki 10  ruang yang berfungsi dan berukuran sebagai berikut:
-       Ruang C3 yaitu ruang yang  sebagai tempat tidur Bungkarno berukuran 5,5  x 4 meter
-       Ruang C2 yakni ruang tempat tidur KH. Agus Salim berukuran 6  x 4 meter
-       Ruang C5 adalah tempat tidur Mr. Moh. Rum memiliki ukuran  5,5  x  4 meter
-       Ruang C6 merupakan tempat tidur Mr. Ali Sastro Amidjojo berukuran 6  x 4 meter
-       Ruang D3 merupakan ruang terusan ruang C3 berukuran 5,5  x 5 meter
-       Ruang D2 adalah ruang terusan kamar KH. Agus Salim berukuran 5  x 4,5 meter
-       Ruang E2 merupakan ruang terusan kamar Ali Sastroamidjojo berukuran 5  x 4,5 meter
-       Ruang E3 adalah ruang yang menyatu dengan ruang Moh. Rum berukuran 5,5  x 5 meter
-       Ruang pertemuan berukuran 9,5  x 6,5 meter
-       Ruang tamu memiliki ukuran  6  x 6 meter
Ruangan Utama juga memiliki ruangan yang diteruskan kebelakang sebagai ekor berukuran panjang 6,5 meter, lebar  5  meter yang berfungsi sebagai gudang dan teras belakang. Sedangkan pada bagian ruangan sayap terdiri dari enam ruang yang memiliki ukuran sebagai berikut:
-       Ruangan sayap kiri yang terletak di sisi selatan memiliki 3(tiga) ruang dan berukuran masing–masing 4,5  x4,5 meter.
-       Ruangan sayap kanan berada di sisi utara juga memiliki  3(tiga) ruang  berukuran sama yakni masing-masing  4,5   x 4,5 meter. 

Lantai
Lantai terbuat dari bahan tegel atau ubin serta  semen dan secara umum pada saat ini masih dalam kondisi baik. Walaupun terdapat perbedaan dari jenis bahan, namun sebagian besar masih menunjukkan keasliannya. Ubin lantai yang terdapat pada bagian selasar kiri dan kanan bangunan induk terdiri dari bahan ubin pasiran yang bermotif bunga. Sedangkan yang diruang lain berupa ubin polos dominan warna kuning dan sebagian warna merah hati. Ubin lantai memiliki ukuran 20 x 20 cm. Pada saat sekarang ini lantai ruang bagian dalam ditutup dengan karpet.

Dinding
Dinding merupakan komponen penting pada suatu bangunan. Dinding juga merupakan pembatas suatu ruang/penyekat yang berfungsi pula sebagai pengaman dan pencegah dari cuaca panas atau dingin. Dinding terbuat dari pasangan batu merah atau bata yang berplester (tembok) yang memiliki ketebalan 30 cm yang dalam istilah teknis dikenal pasangan satu batu, sedangkan ketinggian dinding bangunan mencapai 5,50 meter.

Plafon
Bangunan induk secara keseluruhan memiliki plafon yang terbuat dari bahan papan jenis kayu klas II yang disusun memanjang dan pada setiap tepinya dipasang lis kayu berprofil. Warna cat yang digunakan untuk plafon berwarna  kuning muda. Pada beberapa ruang diantaranya ruang C2, C3, E2, dan E3 pada setiap keempat sudutnya terdapat lubang udara berdiameter 20 cm. dan masing-masing lubang dipasang kawat anyaman. Tidak diketahui secara pasti fungsi lubang-lubang tersebut sebagai  penyerap udara atau hanya untuk variasi belaka.

Pintu
Komponen yang paling penting lain pada suatu bangunan adalah pintu karena  fungsi pintu amat vital sebagai jalan keluar masuk manusia atau barang. Jenis pintu yang terdapat pada bangunan induk sedikitnya ada tiga jenis yaitu :
-       Pintu tunggal, yaitu pintu yang hanya memilki satu daun pintu
-       Pintu double, yaitu pintu pada setiap ibu pintu (kusen) terdapat dua daun pintu
-       Pintu rangkap, yaitu pada suatu kusen terdapat dua atau lebih daun pintu pada sisi luar dan sisi dalam
Ventilasi
Ventilasi pada suatu bangunan memiliki fungsi sebagai  sarana pencahayaan juga berfungsi sebagai keluar masuknya udara agar suhu ruang tetap dalam keadaan bersih dan segar. Adapun bentuk dari pada ventilasi adalah sangat beragam, tergantung selera pemilik bangunan bersangkutan. Namun belakangan ini ventilasi bukan hanya merupakan sarana konvensional belaka namun sudah merupakan gaya atau trend yang memiliki daya tarik dan pemanis suatu bangunan rumah tinggal atau gedung kantor dan sebagainya.
Ventilasi yang terdapat pada bangunan induk memiliki beberapa bentuk dan bahan, dibedakan menurut tempat, yaitu ventilasi dapat berdiri sendiri atau menyatu dengan kusen pintu atau jendela. Ditinjau dari bahan pembuatannya ventilasi yang terdapat di bangunan ini menggunakan bahan-bahan : kayu, kaca dan cetakan semen  sedangkan bentuknya juga bervariasi ada yang membentuk garis belah ketupat, bentuk garis salib saling menyilang serta ada yang lingkaran ditengahnya.

Atap
Atap adalah komponen-komponen yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi sebagai pelindung dan secara struktural dapat menerima dan meneruskan beban yang mengenainya. Atap terdiri dari rangka atap dan penutup atap: adapun rangka atap terdiri dari kasau, reng serta gording dan jurai sebagai pembentuk atap, sedangkan penutup atap sangat beragam mulai dari bahan logam buatan pabrik sampai bahan kayu sirap dan genteng dari bahan tanah liat atau keramik. Bentuk atap bangunan induk adalah atap limas pada bangunan induk sedangkan pada bangunan samping berupa atap pelana. Adapun bahan atap adalah genteng tanah berbentuk huruf ”S”

2.   Bangunan Penunjang
Bangunan penunjang merupakan bangunan yang terdapat di belakang sisi Barat dan berfungsi sebagai kamar tidur, dapur, gudang, dan KM/WC. Termasuk di dalamnya adalah menara air, sumur, dan rumah mesin.  Bangunan  berukuran 3 x x 22,50 meter. Sedangkan ruangan yang paling ujung dan tidak lurus dengan ruangan lainnya berukurun 3,50 x 4,85 meter. Bangunan memiliki delapan ruang terdiri dari  1 buah untuk kamar tidur, dapur dan  gudang,  2 buah kamar mandi,  2 buah WC, serta 1 buah kamar cuci.
Kebutuhan air untuk keperluan penghuni Wisma Ranggam didapatkan dari air yang terdapat di dalam sumur dengan kedalaman sekitar 5 meter. Kondisinya sekarang bagian bibir sumur yang terbuat dari beton berdiameter 2,50 meter terbuat dari pasangan bata yang tebalnya 45 cm dan tinggi 80 cm dalam posisi  miring.   Sedangkan untuk menampung air berupa kotak terbuat dari besi yang didukung dengan kerangka penyangga dari 4 buah pipa besi berdiameter 25 cm, jarak tiang 4,5 meter, dan tinggi menara 5 meter.  Namun kondisinya sekarang hanya tersisa  bagian fondasi tiang berjumlah empat buah berukuran 2 x 2 meter.
Sementara itu untuk kebutuhan listrik dihasilkan dari mesin yang ditempatkan di rumah mesin. Lokasinya di bagian belakang agak jauh dari menara air dan sumur. Ruang mesin digunakan untuk menempatkan diesel sebagai alat untuk menghidupkan listrik.  Ruang mesin berdenah bujursangkar berukuran 2,5 x 2,5 meter dan tingginya 1,5 meter. Bangunan seluruhnya terbuat dari pasangan bata dan perekat semen.







-->
Share:

Profile

Foto saya
AGUS SUDARYADI, arkeolog yang bekerja di Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi Wilayah Kerja Prop. Jambi, Sumsel, Bengkulu, dan Kep. Bangka-Belitung yang sering melakukan Jelajah Situs dalam rangka Pelestarian Cagar Budaya. Menurut UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Situs adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. Pekerjaan tersebut memberikan saya kesempatan untuk menjelajahi pelosok negeri di Propinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Kepulauan Bangka-Belitung. Pelosok karena lokasi yang kami datangi kebanyakan berada di luar kota, bahkan sampai masuk hutan. Maklum Cagar Budaya atau Diduga Cagar Budaya yang saya tuju sekarang berada di daerah yang jauh dari kota. Kegiatan yang memerlukan stamina dan mental yang kuat adalah dalam rangka pelestarian Cagar Budaya Bawah Air. Saya telah mengikuti pelatihan Arkeologi Bawah Air di dalam dan luar negeri, antara lain Makassar Sulsel, Pulau Bintan Kepri, Tulamben Bali, dan Karimunjawa Jateng serta Thailand dan Sri lanka.

Popular Posts

Recent Posts

Pages