CANDI TELUK II MUARAJAMBI


Pendahuluan 
Candi Muarajambi telah ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya Muarajambi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 259/M/2013 tanggal 30 Desember 2013 tentang Satuan Ruang Geografis Muarajambi sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional. Di kawasan yang mempunyai luas 3.981 ha diperkirakan terdapat 14 Candi, 74 Menapo, 17 Parit atau Kanal, Sembilan Kolam, Enam Danau, dan Satu bukit. Menapo adalah gundukan tanah yang didalamnya terdapat struktur bangunan dari bata. Menapo yang telah dipugar diberi nama Candi. Candi-Candi di Muarajambi merupakan kompleks candi yang terdiri dari Candi Induk, Candi Perwara, pagar keliling, dan gapura. Masing-masing kompleks candi tidak ada yang sama, antara lain bentuknya, jumlahnya, dan pola halamannya. Candi-candi yang telah dipugar, yaitu Candi Astano, Candi Kembar Batu, Candi Tinggi, Candi Tinggi II, Candi Gumpung, Candi Gedong I, dan Candi Gedong II. Candi yang sedang proses pemugaran adalah Candi Kedaton. Candi-candi lainnya masih berupa menapo. 
Laporan pertama penemuan Candi Teluk terjadi pada tahun 1980 pada saat proses pembangunan pabrik kayu Lapis PT. Gaya Wahana Timber. Candi ditemukan ketika sedang berlangsung perataan tanah menggunakan bulldozer untuk persiapan pembangunan bangsal kerja B. Setelah itu tim dari Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala (Ditlinbinjarah) dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslitarkenas) mengadakan survei sekaligus ekskavasi untuk memperoleh keyakinan bahwa yang ditabrak bulldozer adalah bangunan kuna dan daerah daerah itu adalah situs purbakala. Tim menemukan sisa-sisa bangunan bata yang merupakan sudut tembok sisi Utara pagar keliling. Berdasarkan temuan itu diketahui bahwa Candi Teluk mempunyai ukuran keliling 50 x 50 meter. Selain itu juga mendapati tumpukan sisa bangunan bata di sebelah Tenggara sekitar 25 meter dari Candi Induk. Demikian pula pada lokasi lebih kurang 130 meter di sebelah Utara Candi Induk ditemukan sisa bangunan kuno. Di sekitar reruntuhan bangunan kuna ditemukan sejumlah pecahan keramik Cina dari Dinasti Tang (abad 7-10 Masehi), Yuan (abad 13-14 Masehi), dan Ming (abad 14-17 Masehi). 
Pada awal tahun 1986, Ditlinbinjarah mengadakan studi dampak pabrik PT. Gaya Wahana Timber terhadap bangunan Candi Teluk. Hasil studi menyatakan bahwa pabrik akan memberikan dampak luas terhadap bangunan candi, dimana pengaruh getaran mesin, asap cerobong mesin generator juga akan mempengaruhi keawetan bahan. Pada tahun 1986 kembali Puslitarkenas melakukan ekskavasi di Candi Teluk. Kali ini targetnya adalah runtuhan bangunan gapura pada pagar sisi Timur dan hamparan pondasi bata dekat tepi Sungai Batanghari. Berdasarkan penelitian itu diketahui bahwa Candi Teluk merupakan sebuah kompleks candi. 
Pada tahun 1993, ketika PT. Gaya Wahana Timber akan memperluas kawasannya untuk tempat pembuangan limbah kayu dengan tidak sengaja bulldozer telah menyingkap sebuah bangunan tanah yang berisi bangunan candi. Untuk kepentingan penyelamatan terhadap bangunan tersebut dari kerusakan lebih lanjut, Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) mengadakan kegiatan ekskavasi penyelamatan dan survei untuk mengetahui ukuran maupun komponen penyerta lainnya. Hasilnya ternyata sebuah bangunan candi dengan sebagian struktur telah mengalami kerusakan. Temuan lain berupa pecahan keramik berasal dari Dinasti Sung (abad 10-13 Masehi), Ming (abad 14-17 Masehi), dan sebagian kecil dari Dinasti Ching (abad 18-19 Masehi). Temuan runtuhan bangunan tersebut kemudian dikenal sebagai Candi Teluk II. 
Pada tahun 2002 SPSP melakukan studi evaluasi dampak keberadaan PT. Gaya Wahana Timber di area Situs Kemingking. Hasil kegiatan melaporkan lahan candi dan mess pabrik hanya dibatasi pagar dan parit yang mengalirkan limbah pabrik dan limbah rumah tangga dan tidak jauh dari lokasi candi Teluk II terdapat pembakaran limbah kayu. Dalam rangka penanganan Candi Teluk II, Tim merekomendasikan agar dilakukan perluasan lahan Candi Teluk II untuk memberi ruang gerak dan tata ruang bangunan kuna, membuat akses jalan bagi pengunjung, memindahkan lokasi pembakaran limbah kayu, membuka dan menampakkan struktur Candi Teluk II sesuai dengan prinsip pelestarian berdasarkan hasil penelitian SPSP Jambi. Kondisi pada tahun 2016 setelah tutupnya PT. Gaya Wahana Timber, maka bangunan-bangunan yang tadinya berdiri di sebelah Utara Candi Teluk II telah tidak ada lagi. Candi Teluk II sekarang berada di lahan yang dikelilingi pagar kawat duri dengan lingkungan sekitarnya berupa kebun singkong dan kebun kelapa sawit. 
Penelitian menapo-menapo yang sangat banyak di Kawasan Cagar Budaya Muarajambi, penting artinya bagi analisis keruangan suatu situs atau kawasan. Candi Teluk II merupakan salah satu menapo yang telah diteliti untuk memastikan bahwa menapo tersebut mengandung hasil budaya manusia. Hasil penelitian menunjukkan Candi Teluk II merupakan bangunan candi yang berukuran 12 x 12 meter yang di dekatnya terdapat parit . Namun hasil penelitian itu belum menghasilkan bentuk dari Candi Teluk II. 

Letak dan Lingkungan 
Candi Teluk II secara administratif terletak di Desa Kemingking Dalam, Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Secara astronomis berada di 01o28’55,8” Lintang Selatan dan 103o41’18,7” Bujur Timur. 
Candi Teluk II dapat ditempuh dengan jalan darat atau perahu menyusuri Sungai Batanghari. Perjalanan darat menggunakan roda dua atau empat melalui jalan raya yang menuju Desa Kemingking. Dari arah Kota Jambi mengikuti arah yang menuju ke Candi Muarajambi melalui Jembatan Batanghari II. Namun sebelum jembatan terdapat perempatan Sijinjang, belok kiri ke arah Candi Muarajambi dan lurus ke arah Desa Kemingking atau Candi Teluk II. Setelah perempatan selanjutnya bertemu pertigaan yang apabila ke kanan menuju kumpeh dan ke kiri menuju Candi Teluk II. Perjalanan setelah pertigaan akan melalui daerah industri yang ditandai adanya pabrik-pabrik, galangan kapal, dan stock file Batubara. Tempat industri ini berada di sepanjang tepian Sungai Batanghari. Perkembangannya cukup cepat dan semakin bertambah. 
Perjalanan selanjutnya akan bertemu pertigaan, dimana apabila lurus akan sampai di pelayangan. Pelayangan berada di tepi Sungai Batanghari dan di sana terdapat penyeberangan dengan menggunakan perahu. Jalan menuju ke Candi Teluk II adalah belok ke kanan dimana jalannya sebagian besar masih berupa jalan tanah. Setelah berjalan tidak begitu lama kemudian akan bertemu dengan pertigaan kembali. Pilih jalan yang ke kiri yang berupa jalan tanah yang merupakan jalan lalu lalang kendaraan menuju lahan yang dimiliki oleh PT Gaya Wahana Timber (GWT). Memasuki lahan tersebut harus melapor kepada petugas jaga di gerbang. Selanjutnya akan bertemu dengan pertigaan dimana arah ke kiri menuju Candi Teluk I dan ke kanan menuju Candi Teluk II. Tidak jauh dari sana sekitar 50 meter terdapat jalan setapak di sebelah kiri. Dengan melalui jalan setapak tersebut akan tiba di Candi Candi Teluk II. 
Candi Teluk II berada di lahan yang dikelilingi oleh kebun yang pada waktu kegiatan berlangsung berupa kebun singkong dan kelapa sawit. Candi dan sekitarnya dibatasi oleh pagar keliling terbuat dari kawat berduri. Pintu masuk berada di sudut barat Daya. Di sana telah ditempatkan papan nama yang terbuat dari besi dan seng. Papan nama dicat warna putih dengan tulisan warna hitam dan tiang-tiangnya dicat warna biru. Gundukan candi tidak tepat berada di tengah halaman tetapi berada dekat sudut Barat laut  

Hasil Survei dan Ekskavasi 
Survei 
Candi Teluk II berada di lingkungan pabrik kayu lapis yang bernama PT. Gaya Wahana Timber. Namun semenjak pabrik tidak beroperasi lagi berubah menjadi tempat penimbunan cangkang kelapa sawit dan batu bara. Bangunan-bangunan pabrik beberapa diantaranya masih tegak berdiri dan diantaranya telah rusak. Memasuki daerah tersebut harus melalui gerbang yang dijaga oleh petugas keamanan (security). Di dekat Candi Teluk II terdapat Candi Teluk I di sebelah Utara atau dekat Sungai Batanghari dan Candi Cina yang berada di sebelah Barat dari Candi Teluk II. 
Candi Teluk II menempati lahan yang dibatasi oleh pagar kawar berduri dengan lingkungan sekitarnya. Tanah yang berada di sebelah Barat dan Selatan berupa kebun Singkong dan sebelah Timur merupakan kebun kelapa sawit yang masih muda. Halaman candi cukup bersih dengan tidak adanya rumput-rumput liar. Terlihat bahwa permukaan tanah dari Utara ke Selatan menurun. Tanah di sebelah Utara lebih tinggi dari sekitarnya memanjang dari Barat-Timur. Tanah tersebut berasal dari galian parit untuk membuang limbah pabrik dan rumah tangga. Parit berada di luar dari pagar kawat duri. 
Pada sisi Selatan terdapat lubang-lubang yang cukup lebar yang dahulunya merupakan tempat pembakaran limbah kayu. Permukaan tanah di sana tampak hitam yang diakibatkan pembakaran yang menghasilkan karbon. 
Bangunan candi yang telah runtuh berada dekat sudut Barat Laut. Kondisinya berupa tumpukan bata-bata yang berserakan. Tidak terlihat adanya bata yang masih dalam susunan. Gundukan yang masyarakat menyebutnya sebagai menapo berukuran 16 x 16 meter dan tingginya sekitar 1,72 meter. Selain itu tidak ada lagi menapo yang lain sehingga diperkirakan menapo hanya satu saja. 
Survei permukaan dilakukan dengan cara berbanjar dari Barat ke Timur kemudian berjalan dari dari Utara ke Selatan. Hasilnya adalah temuan-temuan permukaan yang berupa fragmen keramik dan tembikar serta benda logam. Temuan keramik dari jenis mangkuk, piring, cepuk, vas, guci besar dan kecil, sendok, dan piring baru. Tembikar berupa pecahan bagian dasar yang tidak diketahui bentuknya. Sementara untuk benda logam mempunyai lubang di tengah dan tidak diketahui bentumnya. Keramik diperkirakaan berasal dari Cina Masa Dinasti Sung (Lihat Table)  

Ekskavasi 
Ekskavasi pada gundukan Candi Teluk II bertujuan untuk mendapatkan lapisan bata kulit bagian kaki dan fondasi. Berdasarkan kondisi menapo dapat diperkirakan bahwa bata kulit bagian kaki telah banyak yang terlepas sehingga hanya menampakkan bata-bata isian. Dengan demikian hanya bata-bata kulit yang terpendam di dalam tanah saja yang masih bertahan dalam susunannya dan itu hanya terjadi pada beberapa lapis bagian kaki dan sebagian besar fondasi. 
Ekskavasi menggunakan metode grid dimana daerah itu dibagi menjadi kotak-kotak berukuran 2 x 2 meter. Tehnik penggalian yang dilakukan menggunakan teknik spit, yaitu menggali tanah dengan kedalaman 20 cm setiap spitnya. Titik nol atau Datum Point (DP) berada di sebelah Barat Daya menapo ditandai dengan patok semen yang bertuliskan Candi Teluk II. Penamaan grid memakai empat arah mata angin dan angka-angka berdasarkan sumbu x dan y. Dalam ekskavasi Candi Teluk II ini kotak-kotak grid berada di antara arah Utara dan Timur atau di sebelah Timur Laut dari Datum Point (DP). Penggalian masing-masing kotak grid dilakukan dengan tehnik spit, yaitu penggalian dengan menggunakan interval sedalam 20 cm. Hasil dari ekskavasi menemukan temuan yang berupa keramik dan tembikar. Keramik terdiri dari mangkuk dan tidak diketahui bentuknya. Jenis tembikar terdiri dari guci, pasu, dan tidak diketahui bentuknya (Lihat Table). 
Pada Kotak U21T4, U21T5, dan U21T6 yang berada di sisi Utara untuk menemukan susunan bata yang membentang dari Barat ke Timur telah menemukan susunan bata bagian kaki berjumlah 13 lapis dan fondasi berjumlah 14 lapis. Terlihat bahwa bata fondasi disusun lurus saja tidak membentuk profil. Demikian juga dengan susunan bata bagian kaki. 
Pada kotak U20T1 untuk menemukan susunan bata kulit sisi Barat menemukan kondisi yang sama dimana susunan bata kulit bagian kaki telah tertimbun oleh runtuhan bata. Sementara bata fondasinya dalam kondisi stabil dan tidak terjadi kemelesakan. Bata untuk menyusun fondasi berjumlah 14 lapis. Kotak U19T7 dan U18T8 menemukan susunan bata sisi Timur dimana terdapat bagian tangga dan susunan bata lantai. Susunan bata lantai ini juga yang ditemukan pada kotak U16T7. Dimana susunan bata lantai di kotak U16T7 adalah lantai yang berada di sebelah Selatan, sedangkan temuan di kotak U19T7 adalah susunan bata lantai di sebelah Utara. Keduanya dipisahkan oleh adanya tangga. Lapisan B (70-94 cm dari permukaan tanah): Susunan bata bagian tangga yang bercampur dengan tanah warna cokelat kemerahan.  

Bentuk Candi Teluk II
Candi Teluk II yang ditemukan pada tahun 1993 belum pernah dilakukan ekskavasi, sehingga tidak diketahui kondisinya. Candi tersebut sampai dengan tahun 2016 masih berupa gundukan tanah yang masyarakat menyebutnya sebagai menapo. Lokasinya berada di dalam area pabrik kayu lapis PT. Gaya Wahana Timber yang telah tutup. Sekarang aktivitas yang dilakukan di area tersebut berupa penimbunan cangkang kelapa sawit dan batu bara. Dibandingkan dengan Candi Teluk I yang tidak begitu jauh dari Sungai Batanghari, maka Candi Teluk II berada lebih jauh dari Sungai Batanghari. Lingkungan sekitarnya berupa kebun singkong dan kebun kelapa sawit. 
Menapo berukuran 16 x 16 meter dan tingginya sekitar 1,72 meter berada di lahan yang dikelilingi oleh pagar kawat berduri. Lokasinya tidak berada tepat dibagian tengah tetapi agak ke sudut Barat Laut. Pada sisi Utara permukaan tanahnya lebih tinggi yang merupakan tanah buangan dari hasil pembuatan parit yang berada di luar pagar kawat. Parit dahulu dibuat untuk pembuangan limbah pabrik dan limbah rumah tangga dari mess karyawan yang dibuat di lokasi itu. Pada sisi Selatan dan Tenggara terdapat permukaan tanah yang lebih rendah dari permukaan tanah sekitarnya dahulu menjadi tempat pembakaran limbah kayu pabrik. Candi Teluk II dipelihara oleh seorang juru pelihara. Kondisinya cukup bersih dengan tidak adanya rumput-rumput liar yang tumbuh di sana. Menapo berupa gundukan yang dipenuhi oleh bata-bata yang berserakan. Bagian puncaknya sebagian besar rata kecuali di sisi Barat terdapat gundukan yang lebih tinggi. Permukaan menapo yang paling tinggi berada di sisi barat. Di sisi Barat ini juga lebih curam daripada di sisi lainnya. Runtuhan bata terlihat menyebar ke berbagai arah. Tidak nampak adanya bata-bata yang masih bersusun, sehingga dapat dipastikan bahwa bata-bata yang masih tersusun berada di bawah tumpukan-tumpukan bata. Ekskavasi dilakukan untuk menemukan bata kulit atau pinggiran dari bangunan candi. Untuk itu penggalian diarahkan kepada tempat-tempat yang permukaannya miring yang diperkirakan sebagai lokasi bata kulit dari bangunan. Kotak-kotak gali di sisi Selatan berjumlah dua kotak, yaitu di kotak U15T2, sisi Barat berjumlah satu kotak, yaitu U16T2 dan U20T1, sisi Utara berjumlah tiga kotak, yaitu U21T4, U21T5, dan U21T6, dan sisi Timur berjumlah tiga kotak, yaitu U16T7, U19T7, dan U18T8. Dua kotak lainnya berada di luar menapo, untuk mengetahui kedalaman permukaan tanah masa itu dan ketebalan sedimentasi yang menjadi permukaan tanah sekarang, yaitu kotak U13T5 dan U24T3. 
Ekskavasi yang dilakukan di sisi Selatan menemukan susunan bata yang memanjang dari Barat-Timur. Pada kotak U15T2 terdapat susunan bata yang berjumlah 22 lapis. Dari lapisan bata yang ada bagian fondasi berjumlah 14 lapis dan sedangkan bagian kaki berjumlah 8 lapis. Berdasarkan temuan tersebut maka dapat diketahui bahwa lapisan bata kulit bagian kaki di sisi Selatan masih ada, walaupun tertimbun oleh reruntuhan bata di atasnya. Sementara bagian fondasi masih dalam kondisi baik. 
Ekskavasi yang dilakukan di sisi Barat di kotak U16T2 dan U20T1 menemukan susunan bata yang memanjang Utara-Selatan. Pada kotak U16T2 tidak berhasil menemukan bata kulit melainkan bata isian saja. Di kotak U20T1 menemukan susunan bata yang merupakan lapisan bata kulit bagian kaki dan fondasi. Bata-bata yang masih dalam susunan berjumlah 17 lapis. Terdiri dari 3 lapis merupakan bata kulit bagian kaki dan 14 lapis bata kulit bagian fondasi. Susunan bagian fondasi masih dalam kondisi baik. 
Ekskavasi yang dilakukan di sisi Utara di kotak U21T4, U21T5, dan U21T6 menemukan susunan bata yang memanjang Barat -Timur. Pada sisi Utara ini masih terdapat susunan bata dengan susunan yang terbanyak di kotak U21T4 berjumlah 27 lapis. Susunan bata merupakan bagian kaki dan fondasi. Susunan bata bagian kaki tertimbuhan oleh runtuhan bata. Antara susunan bata bagian kaki dan bagian fondasi tidak ada bagian yang membedakannya. Keduanya disusun lurus tanpa ada bagian yang menjorok ke dalam atau ke luar. Jadi membedakannya berdasarkan bagian yang berada di atas atau di bawah permukaan tanah lama. Pada sisi Utara ini terlihat bahwa fondasi dalam kondisi baik. Ekskavasi yang dilakukan di sisi Timur di kotak U16T7, U19T7, dan U18T8 menemukan susunan bata yang memanjang Utara-Selatan, susunan bata lantai, dan juga susunan bata tangga candi. Pada kotak U16T7 terdapat susunan bata yang merupakan bagian kaki dan fondasi. Seperti temuan-temuan di kotak lainnya, maka susunan bata bagian kaki juga dalam kondisi tertimbun oleh runtuhan bata. Sementara di bawahnya terdapat susunan bata fondasi dalam kondisi baik. Di kotak ini juga terdapat susunan bata lantai yang berjumlah 4 lapis. Susunan bata lantai ini masih berlanjut ke Timur dan Utara. Pada kotak U19T7 dan U18T8 menemukan susunan bata tangga candi. Atas temuan tersebut maka dapat diketahui candi Teluk II mempunyai arah hadap ke Timur. Diperkirakan di sebelah Utara dan Selatan dari tangga terdapat lantai. 
Berdasarkan hasil ekskavasi, maka diperkirakan Candi Teluk II merupakan bangunan tunggal tanpa bangunan perwara dan pagar keliling. Bangunan ini mempunyai arah hadap ke Timur dengan ditemukannya tangga di sebelah Timur. Tangga mempunyai pondasi yang lebih dangkal dibandingkan dengan pondasi bagian kaki. Di sebelah Utara dan Selatan terdapat susunan bata seperti lantai lantai. 
Kemungkinan candi ini dahulu dibangun dengan menyiapkan lahan berukuran 11,40 x 11,50 meter untuk bagian kaki dan 4 x 4,45 meter untuk bagian tangga. Lahan digali sedalam 70 cm untuk fondasi. Dilanjutkan dengan penyusunan bata kulit dan bata isian sehingga terbentuk candi yang diinginkan. Bentuk candinya tidak seperti candi pada umumnya yang terdiri dari fondasi, kaki, tubuh, dan atap. Candi Teluk II ini diperkirakan hanya terdiri dari bagian fondasi dan kaki. Di atas fondasi berupa susunan bata yang terdiri dari bata kulit dan bata isian. Bata kulit disusun lurus tanpa membentuk susunan profil. Diperkirakan mencapai ketinggian 2-3 meter. Bentuk bagian atas dari Candi Teluk II ini tidak diketahui lagi, apakah rata saja seperti lantai atau bagaimana ? Merujuk kepada candi lain di kawasan cagar budaya Muarajambi mengindikasikan adanya bangunan bata yang di atasnya terdapat tiang dan atap dari genting. Tiang kayu berdiri di atas umpak dari batu atau dalam lubang yang dibuat pada bangunan bata tersebut. Pada kesempatan ini saya mencoba untuk merekonstruksi Candi Teluk II apabila di terdapat bangunan tiang kayu dan atap genting tersebut. Namun memang data yang mengarah ke sana belum didapat karena bagian atas Candi Teluk II belum dikupas dari reruntuhan batanya. Penelitian lebih lanjut pada bagian atas bangunan diharapkan dapat menemukan lubang-lubang untuk berdirinya tiang-tiang  

Penutup 
Candi Teluk II yang berlokasi di dalam bekas pabrik PT. Gaya Wahana Timber bersama dengan Candi Teluk I kondisinya sangat memprihatinkan. Dahulunya kedua candi tersebut mengalami kerusakan ketika penyiapan lahan dengan alat berat untuk pendirian pabrik. Kedua candi masih dalam kondisi yang sama, walaupun kemudian pabrik itu tutup dan berubah menjadi tempat penimbunan cangkang kelapa sawit dan batu bara. Bahkan pagar keliling yang terbuat dari kawat berduri telah rusak dan belum ada perbaikan. Mengingat Candi Teluk II berada ditanah PT. Gaya Wahana Timber yang dimiliki oleh Tanoto Kusuma (Akeng) maka perlu adanya proses pengalihan kepemilikan agar menjadi milik pemerintah. Hasil ekskavasi menunjukkan bahwa struktur bangunan membentuk denah persegi panjang berukuran 11,40 x 11,50 meter dan tangga yang berada di sisi Timur berukuran 4 x 4,45 meter. Susunan bata yang berada di permukaan tanah merupakan bata isian. Ketinggiannya mencapai 1,48 meter. Bata-bata yang masih tersusun dengan baik berada di dalam tanah terdiri dari bagian kaki dan fondasi. Kedalaman tanah fondasi mencapai 70 cm dengan susunan bata mencapai 14 lapis. Sementara bagian kaki kondisinya terkubur oleh runtuhan bata-bata dengan tinggi sekitar 60 cm. Pada kotak U21T4 masih terdapat bata kulit sebanyak 13 lapis. Diperkirakan ketinggian bagian kaki mencapai ketinggian 2-3 meter. Berdasarkan analisis dapat disimpulkan bahwa Candi Teluk II ini hanya terdiri dari bagian fondasi dan bagian kaki atau dengan kata lain tidak mempunyai bentuk yang lazim dari sebuah candi yang terdiri dari fondasi, kaki, tubuh, dan atap. Adapun bangunan yang di atas susunan bata diperkirakan terdiri dari tiang kayu dengan atap dari genting atau dedaunan  

Daftar Pustaka 
Mundardjito, Junus Satrio dan Ismijono, 1984-1985, Laporan Studi Dampak Pabrik Kayu Lapis PT. Gaya Wahana Plywood Terhadap Situs Candi Teluk Kemingking Dalam Jambi Tanggal 13-16 Januari 1986, Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jakarta 

Suprapto, Untung, Dkk. 2002, Laporan Studi Evaluasi Dampak Keberadaan PT. Gaya Wahana Timber Di Area Situs Kemingking, Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu 

Tim Studi, 1998, Studi Pelestarian Situs Di Kawasan pabrik Baja PT. Tanoto Steel Nusantara Desa Kemingking Luar Kecamatan Marosebo Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi, Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu  
Share:

Tidak ada komentar:

Profile

Foto saya
AGUS SUDARYADI, arkeolog yang bekerja di Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi Wilayah Kerja Prop. Jambi, Sumsel, Bengkulu, dan Kep. Bangka-Belitung yang sering melakukan Jelajah Situs dalam rangka Pelestarian Cagar Budaya. Menurut UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Situs adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. Pekerjaan tersebut memberikan saya kesempatan untuk menjelajahi pelosok negeri di Propinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Kepulauan Bangka-Belitung. Pelosok karena lokasi yang kami datangi kebanyakan berada di luar kota, bahkan sampai masuk hutan. Maklum Cagar Budaya atau Diduga Cagar Budaya yang saya tuju sekarang berada di daerah yang jauh dari kota. Kegiatan yang memerlukan stamina dan mental yang kuat adalah dalam rangka pelestarian Cagar Budaya Bawah Air. Saya telah mengikuti pelatihan Arkeologi Bawah Air di dalam dan luar negeri, antara lain Makassar Sulsel, Pulau Bintan Kepri, Tulamben Bali, dan Karimunjawa Jateng serta Thailand dan Sri lanka.

Popular Posts

Recent Posts

Pages