Pendahuluan
Candi Tingkip mulai dikenal
sebagai salah satu situs arkeologi pada tahun 1981 ketika ditemukannya sebuah
arca Buddha dari batu andesit yang sekarang disimpan di Museum Balaputradewa Propinsi
Sumatera Selatan di Kota Palembang. Pada mulanya penelitian Arkeologi yang
dilakukan berupa survei dan pengamatan arca Budha. Satyawati Sulaiman di dalam
artikelnya menyebutkan bahwa arca dibuat menurut aturan atau kelaziman pahatan
arca-arca pra-Angkor (abad 6 - 7 M) atau Dwarawati (abad 6 – 9 M). Namun penggambaran senyuman bibir arca
tersebut tidak selebar arca-arca dari Kamboja, Thailand, atau langgam Dwarawati
sehingga dapat dipastikan bahwa arca tersebut merupakan buatan setempat. Menurut
Mc Kinnon (1984) arca Buddha tersebut dipahat dengan langgam Post Gupta.
Setelah dilakukan ekskavasi
pada tahun 1998 oleh tim dari Kantor Balai Arkeologi Palembang, maka diketahui
bahwa situs tersebut telah mengalami kerusakan yang berat. Bangunan yang
ditemukan hanya berupa fondasi dan anak tangga. Berdasarkan bentuk profil
pelipit-pelipit pondasi, arah hadap
candi, dan hasil pertanggalan arca diduga
Candi Tingkip berasal dari abad 8 Masehi.
Letak dan Lingkungan
Candi Tingkip terletak di Desa Sungai
Jauh, Kecamatan Rawas Ulu, Kabupaten Musi Rawas, Propinsi Sumatera Selatan yang
secara astronomis berada pada koordinat 2º31’51,2”
LS dan 102º47’59,5” BT. Situs ini berada pada ketinggian 75 m di atas permukaan
laut.
Candi dapat dijangkau melalui jalur darat dari Jambi menuju Singkut,
Kabupaten Sarolangun, Propinsi Jambi. Perjalanan dilanjutkan sampai ke Simpang
Nibung, Kabupaten Musirawas, Propinsi Sumatera Selatan. Lokasi Simpang Nibung
ini tidak jauh dari tugu perbatasan antara Propinsi Jambi dan Propinsi Sumatera
Selatan. Perjalanan berikutnya melalui jalan aspal yang telah mengalami
kerusakan di beberapa tempat sampai ke Simpang Subur. Candi Tingkip berada 9 km
dari Simpang Nibung dan 300 m dari Simpang Subur.
Situs ini berada di tengah-tengah perkebunan karet milik Ibu Siti Nurbaya
yang sekarang menjadi juru pelihara. Di sebelah
baratnya dengan jarak sekitar 100 m terdapat perkampungan penduduk dan Sungai
Tingkip. Sementara di sebelah selatannya terdapat perkebunan sawit milik
penduduk setempat.
Riwayat Penelitian
Situs Tingkip mulai dikenal
sebagai situs Arkeologi sejak pertengahan bulan Maret tahun 1981, ketika sebuah
arca Buddha dari batu ditemukan oleh Ibu Siti Nurbaya berdasarkan mimpi. Beliau
beserta penduduk selanjutnya melakukan penggalian dalam rangka mengangkat arca
yang dalam kondisi tertimbun tanah. Penggalian
yang dilakukan tanpa metode ekskavasi itu berhasil mengangkat arca tersebut,
tetapi telah merusak struktur bata yang ada. Struktur bata yang rusak dapat
kita jumpai sampai sekarang yang berupa lubang di bagian tengah gundukan tanah.
Penemuan arca Budha
telah menarik minat para ahli untuk menelitinya. Kajian Satyawati Suleiman
terhadap arca Budha menyimpulkan arca dibuat menurut aturan pahatan arca
Pra-Angkor (abad 6 - 7 Masehi) dan Dwarawati (abad 6 - 9 Masehi). Namun
penggambaran senyuman bibir arca tersebut tidak selebar dari arca-arca yang
terdapat di Kamboja, Thailand, atau langgam Dwarawati sehingga dipastikan
merupakan buatan lokal. Pada tahun 1984 seorang berkebangsaan asing yang
bernama E. Edward Mc Kinnon yang melakukan Survei Arkeologi di Sumatera dan
mampir di Situs Tingkip menyebutkan bahwa
lokasi temuan arca itu oleh penduduk disebut dengan ”candi”. Letaknya berada di
tepi Sungai Tingkip. Menurut Mc Kinnon arca Budha berlanggam post-Gupta.
Pada tahun 1993 lokasi
temuan arca Budha diteliti oleh Bambang Budi Utomo. Pada laporan penelitiannya
menyebut peninggalannya dengan nama Candi Tingkip, sedangkan lokasinya dengan nama Situs Tingkip. Pada tahun 1994
dilakukan pendataan terhadap kepurbakalaan di Kabupaten Musirawas oleh SPSP
Jambi yang salah satunya adalah Situs Candi Tingkip. Di situs tersebut ditemukan sebuah gundukan
tanah setinggi 0,5 m dari permukaan tanah dengan ukuran 7 x 7 m dan di
sekitarnya bertebaran bata-bata di semak-semak yang relatif rimbun di kawasan
perkebunan karet. Pengukuran pada batu yang masih utuh adalah 33,5 x 16 x 7 cm.
Pada tahun 1998 dilakukan
ekskavasi oleh tim dari Balar Palembang dengan membuka tujuh buah kotak. Pada empat buah kotak ekskavasi
ditemukan struktur bata. Penemuan struktur bata tersebut memperkuat dugaan
bahwa lokasi itu merupakan candi. Lapisan batanya berjumlah 15 lapis. Dari
struktur bata yang ditemukan diperkirakan bagian sisi Barat dan timur berjarak
7,60 meter. Sementara sisi lainnya belum diketahui dengan pasti. Namun demikian dapat diperkirakan bahwa candi
berdenah bujursangkar. Temuan bagian tangga Candi Tingkip memberikan dugaan
arah hadapnya ke 80 derajat.
Kondisi Bangunan
Candi Tingkip dari kejauhan tampak berbeda dibandingkan dengan lingkungan
sekitarnya yang tampak hijau oleh
daun-daun dan semak-semak. Kondisi gundukan berwarna kecoklatan dari warna
tanah dan semak-semak yang telah mati. Di atas gundukan dijumpai bata-bata yang
telah dikumpulkan. Tanda-tanda telah dilakukannya ekskavasi oleh Balai
Arkeologi Palembang tahun 1998 tidak tampak lagi. Namun lubang besar yang
tercipta dari hasil pengangkatan arca masih tampak jelas. Sementara itu di sisi
Timur terdapat lubang memanjang yang menurut laporan adalah hasil penggalian
liar dalam rangka mencari harta karun.
Gundukan tanah yang di dalamnya terdapat struktur candi itu berukuran 7,6 x
7,6 meter dengan tinggi sekitar 1 meter. Di atas gundukan tumbuh pohon karet
berjumlah 6 batang. Di bagian tengah gundukan terdapat lubang dengan kedalaman
50 cm. Lubang tersebut bekas penggalian
liar ketika mencari arca Buddha. Di sebelah timur gundukan juga terdapat lubang
bekas penggalian liar yang berukuran 1 x 3 meter dengan kedalaman 70 cm. Selain
itu di sekitar gundukan banyak terdapat tumpukan bata-bata hasil penelitian dan
juga dari penggalian liar. Pada lokasi bekas galian arca banyak ditemukan batu
kerakal. Batu-batu kerakal itu diduga merupakan bahan yang dipergunakan untuk
fondasi. Batu-batu kerakal tersebut terangkut ke atas ketika dilakukan penggalian dalan rangka
mengangkat arca. Perkiraan itu diperkuat dengan temuan bahwa lapisan bata
dibagian fondasi hanya sebanyak satu lapis.
Hasil survei menunjukkan bahwa Candi Tingkip diperkirakan hanya terdiri
dari satu bangunan candi tanpa adanya candi perwara atau pagar kelliling.
Dibuktikan dengan penggalian yang dilakukan di sebelah Utara, Timur, Selatan,
dan Barat dengan jarak 50, 15, 10, dan
25 meter tidak menemukan adanya struktur
bata. Satu hal yang menarik bahwa Candi Tingkip terletak dekat dengan aliran
sungai. Aliran sungai ini mengalir di sebelah Barat dan kemudian berbelok ke
Selatan sehingga menjadi berada di sebelah Utara candi. Aliran sungai yang mengalir di sebelah Barat
akan terlihat ketika mulai mendekati candi. Sungai yang tampak sekarang
berukuran kecil. Namun menurut informasi sekitar tahun 1990-an masih lebar dan
volume airnya besar. Sementara itu aliran sungai yang berada di sebelah Utara
walaupun volume airnya juga kecil namun yang mengherankan bahwa di sini
terdapat cekungan yang sangat lebar mencapai 40 meter. Hal itu menimbulkan
dugaan bahwa volume air sungai dahulunya cukup besar. Mungkin aliran sungai
yang berada di sebelah Utara itu menjadi sarana transportasi dari dan ke
candi.
Hasil Ekskavasi menunjukkan bahwa Candi Tingkip telah mengalami kerusakan
yang cukup parah secara arsitektural dan
struktural. Kerusakan secara arsitektural
terlihat dari hilangnya susunan bangunan bagian atas yang umumnya terdiri dari
bagian tubuh dan kepala. Susunan bangunan yang tersisa adalah bagian dari
tangga dan kaki candi. Letak tangga berada di sisi sebelah Timur berukuran 1,5
x 1,5 meter. Dengan ditemukannya tangga di sebelah Timur sehingga dapat
dipastikan bahwa arah hadap candi adalah Timur.
Sedangkan kaki candi berdenah bujur sangkar berukuran 7 x 7 meter.
Lapisan bata yang terdapat di bagian kaki berjumlah 15 lapis. Susunan lapisan bata yang terdapat di Candi
Tingkip mencapai ketinggian 105 cm.
-->
Tidak ada komentar:
Posting Komentar