KETERAWATAN PENINGGALAN MEGALITIK di Bumi Pasemah


Perjalanan kali ini dilakukan bersama tenaga konservasi bernama Mayen dan Sariadi dan dibantu oleh Mas Nahar dari Balai Konservasi Borobudur. Mas Nahar ini seorang Sarjana Kimia lulusan UGM. Dia akan menjadi tenaga yang handal untuk memajukan Balai Konservasi Borobudur sebagai lembaga yang melakukan riset dan pengembangan metode perawatan BCB dari faktor fisika, kimia, dan biologi.

Kami berangkat pada hari Senin, tanggal 28 April 2008 sore hari dengan menggunakan kendaraan dinas mobil Kijang tahun 1991. Memang sudah tua, tetapi masih dapat diandalkan untuk jarak jauh. Kondisi jalan ke Palembang sudah lebih baik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Waktu tempuh selama 6,5 jam karena laju kendaraan tidak dipacu kencang. Malam itu kami bermalam di Balar Palembang yang sama-sama merupakan UPT dari Depbudpar. Tidur di kamar yang ber AC dan tidak harus membayar alias gratis. Rekan-rekan dari Balar juga melakukan hal yang sama ketika bertugas ke Jambi.

Lokasi peninggalan megalitik yang tersebar di Kabupaten Lahat dan Kota Pagaralam dikenal sebagai daerah Pasemah. Daerahnya tidak saja memiliki pemandangan alam yang indah tetapi juga kekayaan budaya yang tinggi. Peninggalan megalitik tersebar di sekitar 30 lokasi berupa menhir, arca manusia, arca binatang, kubur batu, batu dakon, dolmen, kumpulan batu yang membentuk persegi (tetralith), dan batu datar. Pada umumnya berada di daerah persawahan dan perkebunan kopi dengan status tanahnya masih milik masyarakat. Lokasi yang kami kunjungi secara berturut-turut adalah Situs Tanjungtelang, Karangdalam, Tinggihari, Pagaralam Pagun, Tanjungaro, Tegurwangi, Pematangbango, Belumai, Gunungmegang, dan Geramat. Dalam rangka pelestariannya telah dilakukan pembebasan tanah, pengangkatan juru pelihara, pemberian bangunan pelindung, dan pemagaran.

Keterawatan peninggalan megalitik di Bumi Pasemah secara garis besar cukup baik, terutama pada objek yang telah diberi bangunan pelindung. Pertumbuhan algae, jamur, dan lichen relatif sedikit. Sebaliknya dengan objek yang tidak mempunyai bangunan pelindung. Di Situs Tegurwangi dan Geramat dijumpai objek yang berada di lahan persawahan dalam kondisi memprihatinkan. Pada saat itu kubur batu di situs Tegurwangi terendam oleh air, sedangkan objek di Situs Geramat dalam kondisi sangat lembab. Penyebabnya adalah sawah yang sedang penuh dengan air karena mulai musim tanam dan tidak adanya pematang yang lebar dan kering sebagai batas antara objek dan sawah. Sementara itu yang berkaitan dengan hasil kerja juru pelihara ditemui lingkungan yang kotor di Situs Tinggihari dan Pematangbango. Di situs Belumai, kecuali lokasi manusia menunggang kerbau terlihat lokasi yang baru dibersihkan. Informasinya juru pelihara jarang bekerja. Permasalahan juru pelihara yang bekerja kurang maksimal merupakan kendala yang serius dan tidak mudak diselesaikan. Hal itu dipengaruhi oleh sikap hidup yang kurang kesadarannya dalam melakukan kewajiban. Beberapa objek juga telah mengalami vandalisme dengan cat atau benda tajam.


Share:

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Blognya bagus kawan.. sip lah. salam buat pak mayen, temen semiloka di makassar.

JELAJAH SITUS mengatakan...

Terima Kasih Kawan. Maaf baru bales karena lupa passwordnya dan baru aktif lagi

Profile

Foto saya
AGUS SUDARYADI, arkeolog yang bekerja di Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi Wilayah Kerja Prop. Jambi, Sumsel, Bengkulu, dan Kep. Bangka-Belitung yang sering melakukan Jelajah Situs dalam rangka Pelestarian Cagar Budaya. Menurut UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Situs adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. Pekerjaan tersebut memberikan saya kesempatan untuk menjelajahi pelosok negeri di Propinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Kepulauan Bangka-Belitung. Pelosok karena lokasi yang kami datangi kebanyakan berada di luar kota, bahkan sampai masuk hutan. Maklum Cagar Budaya atau Diduga Cagar Budaya yang saya tuju sekarang berada di daerah yang jauh dari kota. Kegiatan yang memerlukan stamina dan mental yang kuat adalah dalam rangka pelestarian Cagar Budaya Bawah Air. Saya telah mengikuti pelatihan Arkeologi Bawah Air di dalam dan luar negeri, antara lain Makassar Sulsel, Pulau Bintan Kepri, Tulamben Bali, dan Karimunjawa Jateng serta Thailand dan Sri lanka.

Popular Posts

Recent Posts

Pages