1. Pendahuluan
Benteng Anna merupakan
sisa-sisa benteng Inggris selama berkuasa di daerah Bengkulu. Benteng ini
adalah benteng yang menjaga perbatasan sebelah Utara Bengkulu dengan Sumatera
Barat yang dikuasai oleh Belanda. Benteng lainnya adalah Benteng Linau yang menjaga
perbatasan sebelah Selatan Bengkulu dengan Lampung. Kondisi Benteng Anna telah
mengalami kerusakan yang cukup parah. Kerusakan benteng terjadi pada masa
Belanda berkuasa yang menggunakan bata-batanya untuk membangun bangunan di
Muko-Muko. Pengambilan bata-bata yang dilakukan oleh masyarakat sekitar tahun
1970 telah memperparah kerusakan benteng. Sekarang ini dinding-dinding benteng
yang masih berdiri tegak hanya dijumpai di sisi Barat Laut, Barat Daya, dan
Tenggara. Terjadinya gempa juga menyebabkan runtuhnya bangunan yang berbentuk
terowongan dan retaknya dua dinding di sisi Barat Laut.
Pertama
kali diketemukan Benteng Anna hanya tersisa tiga potongan tembok utara
sepanjang 15 meter dengan tinggi 3 meter, serta ketebalan dinding 2,5 meter.
Selain itu, terdapat sisa lorong (terowongan) sepanjang 5,5 meter dengan tinggi
2,5 meter. Pada benteng ini juga ditemukan dua buah meriam yang
panjangnya 2,9 meter. Data survei tahun 1997 melaporkan bahwa tanah benteng
telah dibebaskan dengan luas 1 hektar.
2.
Letak
dan Lingkungan
Benteng Anna terletak di Kelurahan Pasar Muko-Muko,
Kecamatan Muko-Muko Utara, Kabupaten Muko-Muko, Propinsi Bengkulu. Situs ini berada pada ketinggian 2 meter di atas permukaan laut.
Benteng Anna dapat ditempuh melalui jalur darat dari Kota
Bengkulu menuju Kota Muko-Muko. Perjalanan melalui jalan yang lurus dan
berkelok-kelok berupa dataran rendah dan
dataran tinggi disepanjang pantai Barat Sumatera. Kondisi jalan mulus dan
dibeberapa tempat berlubang-lubang. Waktu yang diperlukan selama 5 jam. Selama perjalanan akan diwarnai dengan
pemandangan Samudera Hindia. Lokasi
Benteng Anna berada di daerah sebelum masuk Kota Muko-Muko yang ditandai dengan
adanya jembatan besi di atas Sungai Selagan. Jalan menuju ke Benteng belok ke
kiri sedangkan jalan lurus untuk menuju
Kota Muko-Muko. Benteng berada tepat di pinggir Sungai Selagan. Jarak sungai ke
dinding benteng sebelah Utara hanya berjarak sekitar 1-3 meter. Erosi sungai
telah menyebabkan tepi sungai semakin dekat. Bahkan telah menyebabkan sebagian
dinding sebelah utara runtuh masuk ke dalam sungai. Benteng Anna dipagari dengan pagar kawat
berduri yang sebagian besar telah rusak.
Lingkungan benteng sebelah Utara adalah Sungai Selagan,
sebelah Barat adalah sebuah rumah penduduk dan lahannya yang
berupa kebun kelapa, sebelah Selatan adalah Jalan aspal
yang diseberangnya rumah-rumah penduduk, dan sebelah Timur adalah kebun kelapa.
Benteng dan lingkungan sekitarnya dipisahkan dengan pagar
kawat yang dibeberapa bagian telah hilang yang tertinggal adalah
tiang beton dan tiang besi.
3.
Riwayat
Penelitian dan Pelestarian
Benteng Anna merupakan sebuah benteng yang dibangun oleh
Inggris pada saat berkuasa di Bengkulu. Beberapa sumber
menyebutkan bahwa benteng Anna dibangun pada tahun 1798 oleh Mr Carmiel. Perjalananan Letnan Hastings Dare ke Muko-Muko pada
Tanggal 22 Januari 1805 memberikan gambaran tentang Muko-Muko. Menurutnya, Fort
Ann terletak pada
seberang sebelah Selatan Sungai Si Lagan, sedangkan pemukiman terdapat di
seberang Utara dan Muko-Muko terletak lebih ke Utara. Daerah Pasar Muko-Muko
terdiri dari sekitar seratus rumah tempat tinggal dan waktu itu penuh dengan
anak kecil. Di ujung Utara Pasar Muko-Muko terdapat kediaman Sultan yang tidak
ada perbedaan dengan kediaman rakyat biasa.
Benteng Anna berdasarkan hasil survei tahun 1993 telah
mengalami kerusakan yang parah. Kerusakan benteng disebabkan pengambilan
bata-bata dengan cara merubuhkan temboknya hingga ke dasar sekitar tahun 1970
an. Bata-bata yang diambil digunakan sebagai bahan pembuatan rumah dan bangunan
lainnya. Akibatnya tembok benteng yang tersisa adalah tiga buah dinding yang
menjulang setinggi 3 meter di sisi Utara dan sisa lorong setinggi 2,5 meter di
sisi Selatan. Selain itu ditemukan dua
buah meriam yang masing-masing panjangnya 2,90 meter.
Penelitian
arkeometri tahun 1996 mengungkap adanya dua faktor penyebab kerusakan benteng,
yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa cuaca/iklim dan tumbuhan yang hidup di
permukaan batu-bata. Sedangkan faktor eksternal disamping pencurian batu-bata, kemungkinan adanya
faktor pertempuran pada masa lampau.
Data survei tahun 1997 melaporkan bahwa tanah benteng
telah dibebaskan dengan luas 1 hektar dan untuk memelihara benteng telah
ditempatkan dua orang juru pelihara. Namun kondisi objek dan situsnya tidak
terawat. Batang-batang pohon yang telah ditebang bergeletakan tidak
dibersihkan. Pada tahun 2006 untuk pertamakalinya dilakukan pemetaan benteng
Anna untuk merekam posisi benteng secara keruangan.
Ekskavasi
penyelamatan yang dilakukan tahun 2011 menunjukkan bahwa dari 9 kotak yang digali untuk menemukan fondasi, maka
hanya dua kotak yang terdapat fondasi dari susunan bata, yaitu dinding II yang
berada di sisi Barat Laut dan di dinding yang berada di sisi Barat Daya.
Kotak-kotak lainnya hanya berisi pecahan-pecahan bata saja. Itupun diragukan
sebagai fondasi. Bahkan pada sebuah
kotak yang berada tepat di lokasi runtuhan dinding di sisi Timur Laut juga
tidak menemukan adanya fondasi. Ketiadaan fondasi itulah yang mungkin
menyebabkan dinding-dinding mudah runtuh dan rusak. Selama kegiatan ekskavasi
juga ditemukan dua buah bola besi, pecahan-pecahan keramik Cina dari masa
Dinasti Ming dan Ching serta keramik Eropa, dan pecahan botol.
Penelitian
Balai Arkeoogi Palembang pada tahun 2012 menemukan berbagai benda berupa
artefak batu, gerabah, keramik, artefak logam, artefak kaca, tulang dan
cangkang moluska. Berdasarkan temuan-temuannya dapat terungkap aktivitas
keseharian penghuni benteng, yaitu pola
makan dan pola hidup.
4.
Deskripsi
Benteng Anna
a.
Sisa-sisa
Bangunan
Benteng Anna diperkirakan berbentuk segi empat berukuran
lebar 58,50 meter dan panjang 63 meter. Orientasi benteng Barat Laut-Tenggara.
Benteng ini telah mengalami kerusakan yang sangat parah. Kondisi benteng berupa
beberapa sisa dinding yang masih berdiri tegak dan telah runtuh, di halamannya
berupa gundukan tanah dan lubang-lubang yang memanjang. Dinding-dinding
kelilingnya telah banyak yang hilang dan hanya menyisakan sedikit dinding yang
masih berdiri tegak. Kegiatan pengambilan bata oleh penduduk telah
menghilangkan sebagian besar dindingnya. Dinding-dinding yang tersisa berada di
sisi Barat Laut, Barat Daya, Tenggara, dan Timur Laut.
Di halaman tengah permukaaan tanahnya tidak rata,
khususnya di sisi Barat Daya lebih tinggi dari permukaan tanah sekitarnya.
Sementara di bagian tengah halaman terdapat lubang-lubang tengah yang memanjang
dengan kedalaman antara 30 cm – 50 cm.
Lubang-lubang tersebut merupakan hasil aktifitas masyarakat untuk
mencari harta karun. Selain itu ditemukan pula dua buah gundukan tanah yang
berada di sudut Tenggara dan Barat Laut atau berlawanan arah. Gundukan tanah
disebelah Tenggara berukuran lebar 19 meter, panjang 20,50 meter dan tingginya
1,6 meter. Sedangkan gundukan tanah di sebelah Barat Laut berukuran lebar 7
meter, panjang 4,7 meter, dan tinggi 1,4 meter. Gundukan tanah tersebut
diperkirakan adalah bastion. Apabila benar gundukan tersebut adalah bastion,
maka benteng Anna mempunyai kemiripan dengan benteng Linau, yaitu dilengkapi
dengan dua buah bastion di arah yang berlawanan. Bedanya adalah Benteng Linau
merupakan benteng tanah atau tidak mempunyai dinding yang terbuat dari bata.
Berikut uraian benteng Anna yang masih tersisa dan dua buah
meriam yang ada disana:
Dinding Barat Laut
Dinding Barat Laut ini diperkirakan merupakan dinding
benteng bagian depan. Dinding menghadap Sungai Segalan yang merupakan jalur
keluar masuk benteng. Pada sekitar tahun 1970-an masyarakat yang mengambil
bata-bata datang ke benteng dari arah seberang sungai. Pada saat itu sekeliling
benteng berupa hutan. Dinding bata yang tersisa berjumlah tiga buah. Dinding
yang berlokasi di tengah lebih tinggi dibanding dua lainnya. Puncaknya juga
lebih utuh dibanding yang lainnya dengan bentuk segitiga sama kaki. Dinding
tersebut tingginya 5,10 meter. Ketiga
dinding di sisi dalam berbentuk miring dengan sudut kemiringan sekitar 70
derajat. Sedangkan di sisi luar bata-batanya telah hilang disebabkan
pengambilan bata-batanya. Pengambilan bata-bata tersebut meninggalkan dinding
yang berdiri tegak dan tidak rata. Pengukuran di dinding yang tersisa dibagian
bawah adalah 2,35 meter. Namun apabila ditarik garis dari puncaknya yang
berbentuk segitiga sama kaki maka akan membentuk dinding segitiga sama kaki
yang lebar bagian bawah adalah 3,30 meter. Dengan demikian dinding yang hilang
adalah 0,95 meter. Belum diketahui apakah dahulunya ketiga dinding tersebut
menyatu atau tidak. Namun terlihat bahwa dinding sisi bagian dalam yang miring
itu satu arah dan sama kemiringannya. Ukuran dari ketiga dinding sebagai berikut:
Dinding I
Lokasinya berada di sebelah Barat. Bagian puncaknya tidak
utuh lagi. Kerusakan dinding terjadi pada sisi bagian Utara. Bagian itu tampak
”digerogoti” bata-batanya. Dua sisi lainnya menampakkan susunan bata-batanya
dengan berselang-seling bata yang menonjol dan yang rata. Sementara sisi bagian
Selatan yang merupakan bagian yang miring susunan batanya diplester dan bercat
warna putih. Dinding ini dikhawatirkan akan runtuh dikarenakan adanya retakan
yang cukup lebar akibat gempa Bengkulu 7,9 SR tahun 2007. Dinding I ini tingginya 4 meter dan lebar 2
meter. Susunan bata di bagian samping yang tersisa adalah 2,30 meter.
Dinding II
Lokasinya berada di bagian Tengah. Dinding ini
diperkirakan merupakan dinding yang paling utuh. Bagian puncaknya masih tersisa
berbentuk segitiga sama kaki. Apabila diurutkan dengan bagian puncak tersebut,
maka diperkirakan bahwa dinding ini berbentuk segitiga sama kaki. Sama halnya
dengan dinding I, maka dinding II juga telah mengalami kerusakan yang parah di
sisi Utara. Bata-batanya tampak telah diambil sehingga menampakkan susunan bata
yang tidak rata. Sedangkan tiga sisi lainnya menunjukkan bentuk yang sama
dengan dinding-dinding lainnnya. Dinding ini tidak mengalami keretakan seperti
dua dinding lainnya akibat gempa Bengkulu tahun 2007 Dinding II ini tingginya
5,10 meter dengan perincian 1,10 m merupakan dinding bagian puncak yang tidak
mengalami kerusakan dan ketinggian 0-4
meter merupakan dinding dengan susunan bata yang terbuka atau tidak diplester.
Lebar sisa dinding bagian samping yang berbentuk segitiga sama kaki diukur dari
bagian paling bawah adalah 2,35 meter. Apabila bagian samping ini masih utuh,
maka diperkirakan lebar bagian paling bawah adalah 3,30 meter.
Dinding III
Lokasinya berada di sebelah Timur. Dinding ini merupakan
dinding yang paling rendah dari dua dinding lainnya karena bagian puncaknya
telah hilang/rusak. Kerusakan lainnya sama dengan dinding lainnya, yaitu
hilangnya susunan bata di sisi Utara. Di dinding ini juga terdapat retakan yang
cukup lebar akibat gempa Bengkulu tahun 2007.
Dinding
Barat Daya
Dinding Barat Daya hanya menyisakan sebuah dinding yang
lokasinya di sudut sisi Barat Laut. Dari sisa-sisanya dapat diketahui bahwa
dinding ini kedua sisi dalam dan luar berdiri tegak lurus. Dinding yang tersisa
berukuran tebal 1,10 meter, panjang 3,5 meter, dan tinggi 1 meter.
Dinding
Tenggara
Dinding Selatan bentuknya berupa terowongan. Foto survei
tahun 1993 memperlihatkan bentuknya yang masih utuh. Tampak bahwa bagian
atasnya membentuk melengkung dan bisa dilalui oleh orang dewasa. Terowongan
berukuran panjang 6 meter, lebar 3 meter dan tingginya 1,57 meter. Dinding ini runtuh diakibatkan gempa Bengkulu
tahun 2007
Dinding
Timur Laut
Dinding Timur dalam kondisi telah runtuh ke sebelah Barat
atau ke dalam benteng. Dindingnya tidak setebal dinding di sebelah Barat, yaitu
tebalnya hanya 80 cm. Tingginya 3,5 meter dan panjangnya 5,80 meter.
b. Meriam-Meriam
Di Benteng Anna masih dijumpai dua buah meriam. Kedua
meriam sudah tidak ditempatnya karena tergeletak di tanah dan diganjal dengan
sisa-sisa dinding. Pada saat itu kami juga diberitahukan tentang adanya
meriam-meriam di sebuah sekolah dan kantor camat. Hasil peninjauan menunjukkan
bahwa di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Muko-muko terdapat dua buah meriam dan di
Kantor Camat Muko-muko terdapat dua buah meriam. Meriam-meriam di kantor
tersebut dicat dengan warna biru. Diperkirakan meriam-meriam tsb berasal dari
Benteng Anna melihat kesamaan adanya tanda di bagian meriam yang berupa
mahkota. Ukuran meriam adalah panjang
1,35 meter dan diameter 0,47 meter
5.
Arsitektur
Benteng
Berdasarkan
data arkeologi dan sumber-sumber sejarah, diketahui bahwa kota-kota yang tumbuh
sebelum kedatangan bangsa Eropa dilindungi oleh pagar keliling baik yang
terbuat dari tanah, kayu maupun bata. Kedatangan bangsa Eropa ke Nusantara
diawali oleh kepentingan perdagangan. Untuk memperlancar kegiatan
perdagangannya, mereka mendirikan bangunan-bangunan yang berfungsi sebagai
kantor maupun gudang penyimpanan dan untuk melindungi kegiatan tersebut mereka
melengkapi dengan persenjataan.
Keadaan
ini juga terjadi di Bengkulu, ketika EIC (East
Indie Company) membuat
perjanjian dengan penguasa Selebar, EIC mendapat konsesi berupa tanah di muara
Sungai Serut untuk gudang penyimpanan dan bangunan-bangunan lainnya serta
sebuah benteng yang diberi nama York. Karena kondisi lingkungan Benteng York
yang kurang baik mengakibatkan banyak penghuni benteng yang meninggal karena
penyakit malaria. Berdasarkan hal tersebut maka EIC pada tahun 1714 mendirikan
benteng baru yang berjarak sekitar 2 km ke arah tenggara dan diberi nama
Marlborough.
Pada
masa selanjutnya, EIC melebarkan sayapnya hingga ke wilayah-wilayah lain di
sekitar Bengkulu, yaitu Mukomuko di bagian utara dan Kaur di bagian Selatan. Di
wilayah-wilayah tersebut EIC juga membangun pos-pos dagang yang dilindungi oleh
benteng, yaitu Benteng Anna di Mukomuko dan Benteng Linau di Kaur. Berdasarkan
penelitian Lucas Pertanda Koestoro (1994) diketahui selain Benteng Anna dan
Linau, EIC juga mendirikan benteng di bagian utara Bengkulu yang diberi nama
Victoria, namun keletakan benteng tersebut masih belum dapat diidentifikasikan.
Dalam
buku Oriental Commerce or the East India
Trader’s Complete Guide, diberitakan bahwa tanaman lada dibudidayakan
masyarakat di seluruh wilayah Bengkulu dan menjadi komoditi dagang utama selain
serbuk emas dan sarang burung. Secara khusus serbuk emas diproduksi dari
Mukomuko, sedangkan sarang burung dari Krui yang sekarang termasuk wilayah
administrasi Lampung. Keseluruhan komoditi tersebut kemudian dikapalkan ke
Bengkulu.
Dari
kelima benteng yang didirikan oleh EIC, yang dapat diidentifikasikan secara
arkeologis adalah Benteng York, Marlborough, Anna dan Linau. Namun demikian
dikarenakan tingkat abrasi Sungai Serut yang cukup tinggi mengakibatkan
sisa-sisa pondasi Benteng York hancur sehingga tidak dapat diidentifikasikan
lagi bentuknya. Secara umum benteng-benteng yang masih dapat diketahui
bentuknya adalah Benteng Marlborough dan Linau. Benteng Marlborough memiliki
bentuk persegi dengan ukuran 116,98 m x 100,9 m. Di bagian sudut-sudutnya
terdapat bastion berbentuk segilima dan di bagian depannya terdapat sebuah raveline yang berbentuk segitiga dengan
ukuran 51,13 m x 54,69 m. Raveline
adalah bastion yang dibangun terpisah dari bangunan benteng yang berfungsi juga
sebagai pertahanan di bagian pintu masuk benteng. Benteng Linau memiliki bentuk
persegi dengan ukuran 34,5 m x 32,9 m. Bastion benteng Linau berbentuk segilima
dan terdapat di sudut utara serta selatan saja.
Secara
keseluruhan Benteng
Marlborough dan Benteng Linau memiliki parit kering yang mengelilingi benteng.
Di Benteng Anna keberadaan parit kering hanya terdapat di bagian baratnya saja,
sedangkan di bagian timur dan selatannya adalah
rawa dan bagian utara adalah
Sungai Selagan. Berdasarkan keadaan tersebut maka diperkirakan bentuk Benteng
Anna adalah persegi dengan ukuran sekitar 100 m x 98 m.
Pada
dasarnya bentuk benteng dapat dikaitkan dengan lokasi keberadaan benteng
tersebut dan keletakan bastionnya dibangun berdasarkan titik-titik yang
dianggap berbahaya atau perlu untuk diwaspadai seperti garis pantai, jalur
sungai, jalan darat, pelabuhan, pusat perekonomian, dan istana. Data sejarah
menyebutkan bahwa pemukiman penduduk lokal berada di bagian utara Sungai
Selagan. Di pemukiman tersebut terdapat pasar yang terdiri dari 100 rumah. Di
bagian utara pasar terdapat rumah Sultan yang bentuknya tidak berbeda dengan
rumah penduduk lainnya hanya berukuran lebih besar.
Pengamatan
terhadap jalur Sungai Selagan menunjukkan bahwa aliran sungai dari depan
Benteng Anna berbelok ke arah utara dan bermuara sekitar 1 km dari benteng.
Selain itu dari sisa dinding benteng diketahui bahwa dinding tersebut memiliki
bentuk yang semakin tinggi semakin menipis sehingga membentuk bidang miring. Berdasarkan
bentuk dinding dan lokasi pemukiman penguasa lokal serta keletakan muara Sungai
Selagan maka kemungkinan bagian utara benteng merupakan bagian yang perlu
diwaspadai. Berdasarkan hal tersebut maka di bagian utara Benteng Anna
diperkirakan terdapat bastion.
Berdasarkan
sisa-sisa artefak yang diketemukan sewaktu ekskavasi tahun 2012 di benteng
dapat diketahui bahwa di dalam benteng
terdapat bagian bangunan (pintu dan jendela) dan atap yang terbuat dari kayu.
Asumsi ini didasarkan atas temuan paku, engsel, dan penahan/pengait dari
logam.
6.
Fungsi
Benteng
Secara
umum benteng berkaitan erat dengan kegiatan militer. Dalam Ensiklopedia
Indonesia, benteng didefinisikan sebagai lokasi militer atau bangunan yang
didirikan secara khusus, diperkuat dan tertutup yang dipergunakan untuk
melindungi sebuah instalasi, daerah atau sepasukan tentara dari serangan musuh
atau menguasai suatu daerah. Dalam perkembangannya sebenarnya benteng tidak
hanya digunakan untuk instalasi militer, tapi juga berfungsi sebagai
perlindungan sebuah pemukiman.
Istilah
benteng mengingatkan pada konteks pertahanan dan peperangan, khususnya yang
terjadi pada masa lalu. Konotasi harafiah ini memiliki makna yang lebih luas
daripada arti sebelumnya ketika mempelajari sejarah pertumbuhan dan
perkembangan kota di Indonesia.
Sesuai
tujuan pembangunannya, benteng memiliki fungsi sebagai tempat perlindungan bagi
mereka yang tinggal di dalamnya. Dengan banyak dan beragamnya individu yang
tinggal di dalam benteng, dinamika kehidupan menjadi kompleks. Bersamaan dengan
itu, benteng tidak lagi menjadi simbol pertahanan tetapi juga menjadi pusat
aktivitas dan interaksi sosial manusia. Berbagai macam kegiatan dilaksanakan
bukan hanya terbatas pada aktivitas peperangan atau yang berkaitan dengan militer,
melainkan juga dengan cabang kehidupan manusia lainnya, termasuk aspek ekonomi
dan budaya. Hal ini mempengaruhi benteng yang bukan lagi melambangkan institusi
militer dan peperangan melainkan menjadi pusat kehidupan sosial dan akhirnya
berkembang menjadi pusat administrasi dan pemerintahan.
Bentuk
pergeseran fungsi ini terjadi pada benteng-benteng yang dibangun dan digunakan
oleh lembaga-lembaga dagang masa lalu yang memiliki kekuasaan dari negara
induknya. Lembaga-lembaga ini memiliki wewenang dan dukungan kekuatan bukan
hanya untuk melakukan transaksi niaga tetapi juga membangun suatu pangkalan
yang dibangunnya sehingga berbentuk suatu jaringan dan kolonisasi. Hal ini
dilakukan oleh VOC (Verenigde Oost
Indische Compagnie) dan EIC di Asia
pada abad 17 - 18
Masehi dengan
hak-hak politik dan ekonomi yang bersifat monopolis dari negara induknya.
Benteng-benteng
bagi lembaga-lembaga perdagangan masa lalu menjadi kebutuhan primer disamping
modal dagang mereka. Dengan benteng, VOC dan EIC tidak hanya digunakan untuk
mengkoordinasikan semua aktivitas dan menjalankan segala urusannya. Benteng
yang digunakan sebagai simbol kekuatan mereka yang digunakan sebagai ancaman
terhadap lawan-lawannya ketika mereka menghadapi kesulitan untuk mewujudkan
maksud-maksud ekonominya. Bangunan tersebut kemudian juga mengalami
perkembangan fungsi ketika dijadikan
sebagai pusat pemerintahan dan kegiatan administrasi yang mengatur
wilayah kekuasaan badan-badan usaha ini. Akibatnya, benteng menjadi simbol
penguasaan wilayah baik secara politik, ekonomi maupun militer. Benteng
kemudian identik dengan dominasi kekuatan eksploitasi ekonomi dan simbol
kekuasaan asing di suatu daerah yang dikuasai oleh raja-raja dan penguasa
pribumi.
Daftar
Pustaka
Abbas, Novida. 2001. Dutch Forts of Java. A Locational Study. A Thesis Submitted for The
Degree of Master of Arts Southeast Asian Study Programme, National University
of Singapore.
Ambary, Hasan Muarif dkk. 1988. Fort York Bengkulu. Laporan Penelitian Arkeologi. Puslit Arkenas,
Jakarta.
Gill,
Ronald Gilbert. 1995. De Indische Stad op
Java en Madoera. Disertasi, Universitas Delft.
Harrison,
Brian. 1954. South-east Asia: A Short
History. Macmillan & Co, London.
Koestoro, Lucas Partanda. 1993. Penelitian Arkeologi Bengkulu Utara. Laporan Penelitian Arkeologi. Balai Arkeologi Palembang, Palembang.
Koestoro, Lucas Pertanda dkk. 1994. Laporan Hasil Penelitian Survei Arkeologi
Bengkulu 1993. Laporan Penelitian Arkeologi. Balai Arkeologi Palembang,
Palembang.
Latifundia,
Effie dkk.
2001. Peninggalan Sejarah Purbakala Di
Kabupaten Bengkulu Utara Propinsi Bengkulu. Laporan Penelitian Arkeologi. Dinas Pendidikan Nasional, Bengkulu.
Marhaeni
SB, Tri dkk. 2012. Pusat Peradaban Di
Pantai Barat Sumatera: Perkembangan Hunian Dan Budaya. Laporan Penelitian
Arkeologi. Balai Arkeologi Palembang, Palembang:.
Merillees, Scott. 2000. Batavia in Nineteenth Century Photopraphy. Archipelago Press,
Singapore.
Milburn, William. 1825. Oriental Commerce or The East
India Trader’s Complete Guide; Containing A Geographical and Nautical.
Description of The Maritime Ports of India, China, Japan, and Neighbouring
Countries including The Eastern Islands and The Trading Station on the Passage
from Europe. Kingsbury, Parbury and Allens, London.
Novita, Aryandini. 1997. Laporan Penelitian Arkeologi Kolonial di Kotamadya Bengkulu.
Laporan Penelitian Arkeologi. Balai Arkeologi Palembang, Palembang.
Sudaryadi, Agus dkk. 2012. Ekskavasi Penyelamatan Benteng Anna Kelurahan Pasar Mukomuko, Kecamatan
Mukomuko Utara, Kabupaten Mukomuko, Propinsi Bengkulu. Laporan. BP3 Jambi,
Jambi.
Sukendar, Haris dkk. 1996. Penelitian Arkeometri di Bengkulu Utara. Laporan Penelitian Arkeologi.
Balai Arkeologi Palembang, Palembang.
-->