Pendahuluan
Kota
Seberang Jambi merupakan kawasan yang lekat dengan sejarah Kesultanan Jambi.
Kawasan ini menggambarkan suatu akulturasi budaya yang masih dapat dijumpai
hingga masa sekarang. Pada kurun tertentu berperan dalam perkembangan
Kesultanan Jambi hingga hubungannya dengan keberadaan kolonialisasi Belanda di
Jambi. Keberadaan kesultanan Jambi seiring dengan kedatangan orang-orang Arab
ke wilayah nusantara. Migrasi orang-orang Arab tersebut cenderung disebabkan
oleh situasi politik dan kemanan di dalam negerinya. Awal kedatangannya dimulai dari kalangan Sayid Alawiyin
(keturunan Nabi Muhammad melalui Fathimah dan Ali bin Abi Thalib). Mereka
sebagian besar menetap dan bermukim di nusantara. Pengaruh angin muson
mengakibatkan mereka cukup kesulitan untuk melakukan perjalanan kembali ke
negerinya karena harus menunggu untuk beberapa lama sambil menunggu angin muson
yang membawanya. Pada masa kemudian setelah berkembangnya kapal bermesin uap
pun tak berbeda kondisinya. Perjalanan dari nusantara ke negerinya memerlukan
biaya mahal dan waktu yang cukup lama. Hal inilah yang menyebabkan mereka
banyak bermukim di nusantara salah satunya di Jambi.
Peranan mereka di Nusantara khususnya di Jambi
beragam, sebagian berdagang seperti umumnya sejak abad-abad sebelumnya. Bagi
mereka yang menetap juga berperan dalam penyebaran pengetahuan agama Islam
melalui pendirian pendidikan pesantren. Salah
satu bukti yang hingga sekarang masih dapat dijumpai di Kawasan Kota Seberang
Jambi adalah keberadaan beberapa pondok
pesantren besar antara lain Saaddatuddarein, Al Jauharen dan Al Mubarok. Pada masa kolonial Belanda mereka juga
mempunyai peran sebagai penghubung antara pihak belanda dengan penguasa lokal
(kesultanan) yang didorong oleh kemampuan mereka dalam penguasaan bahasa asing
dan keluasan wawasan serta pengalamannya. Peran yang disebut terakhir dapat
dirasakan di Kawasan Kota Seberang Jambi. Salah satu tokoh dari kelompok Al
Jufri bernama Sayyid Idrus diangkat menjadi pejabat tinggi bergelar Pangeran
Wiro Kusumo terutama dalam bidang manajemen dan administrasi kesultanan Jambi.
Kawasan Kota Seberang Jambi pada masa itu
merupakan pemukiman kelompok Tionghoa, Arab, dan Melayu. Rumah Sayyid Idrus
sendiri menggambarkan suatu akulturasi dari pengaruh Tionghoa, Eropa dan
Melayu. Kelompok orang-orang Arab yang menetap di Kota Seberang Jambi terdiri
dari kelompok Al Jufri, Al Baraqbah, dan Al Habsyi. Mereka mempunyai
peranan-peranan seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Wilayah mereka
umumnya tersebar di kampung-kampung di wilayah Kota Seberang Jambi salah
satunya adalah Tahtul Yaman. Di wilayah ini terdapat suatu kompleks pemakaman
bagi kelompok-kelompok tersebut.
Makam
Tahtulyaman merupakan kompleks pemakaman dari orang-orang arab dan melayu yang
hidup dan tinggal menetap pada masa Kesultanan Jambi. Penelitian terhadap
kompleks makam ini pernah dilakukan oleh Balai Arkeologi Palembang pada tahun
1998. Berdasarkan laporan penelitian
tersebut diungkapkan bahwa beberapa nisan pada kompleks makam ini menggunakan nisan
dengan Tipe Aceh yang berbahan dasar kayu maupun batu. Pada tahun 2016 Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi melakukan
inventarisasi kompleks makam tersebut.
Letak dan Lingkungan
Kompleks
makam Tahtulyaman secara administratif terletak di Kelurahan Tahtulyaman,
Kecamatan Pelayangan, Kota Jambi, Provinsi Jambi. Secara geografis terletak
pada 1áµ’34'29" LS dan 103áµ’37'10,6" BT.
Kompleks
makam terdiri dari kelompok-kelompok makam keluarga dan makam bagi masyarakat
umum. Hal ini terjadi secara turun menurun hingga saat ini. Kompleks makam terletak pada semacam perbukitan kecil yang
di sekelilingnya berupa sungai-sungai yang mengalir ke Sungai Batanghari.
Batas-batasnya adalah sebagai berikut, sebelah Utara berbatasan dengan Parit
Tali Gawe, sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Muara Kuban, sebelah Timur
berbatasan dengan Sekolah Dasar, sebelah Barat berbatasan dengan kebun. Kompleks
makam merupakan pemakaman sejak zaman
dahulu yang hingga saat ini masih digunakan.
Bentuk Makam
Makam
Tahtulyaman merupakan kompleks pemakaman dari orang-orang arab dan melayu yang
hidup dan tinggal menetap pada masa Kesultanan Jambi. Hasil kegiatan Inventarisasi
Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi mendapatkan adanya 37 nisan. Secara umum
pembagian halaman makam terdiri atas tiga keturunan keluarga yaitu Al Baragbah
(15 buah), Al Jufri (4 buah), dan Al Habsi (18 buah). Kegiatan fokus kepada ketiga keluarga yang dimakamkan
di kompleks makam Tahtulyaman.
Berdasarkan
penanggalan yang terdapat pada nisan berinskripsi keluarga Al Baragbah berangka
tahun yang paling tua yaitu tahun 1773 dan 1816 Masehi. Keluarga Al Jufri
menempati periode yang lebih muda yakni 1836 dan 1885 Masehi. Sedangkan untuk
Keluarga Al Habsyi belum ditemukan inskripsi pada nisannya yang menyebutkan
penanggalan.
Nisan-nisan
yang terdapat di kompleks makam Tahtulyaman terdiri dari yang berbahan kayu,
batu, dan tanpa nisan. Nisan berbahan kayu mendominasi dengan jumlah terbanyak
yakni 24 buah. Nisan lainnya terbuat dari batu sebanyak 8 buah. Terdapat sebuah
nisan dengan bahan sungkai. Jenis seperti ini apakah dapat dikaitkan dengan
kepercayaan pra Islam maupun tradisi lokal masih diperlukan penelitian lebih
lanjut. Selain ketiga jenis nisan juga terdapat makam tanpa nisan. Hal ini
kaitannya dengan keberadaan makam lama yang kemudian ditinggikan
posisi/keletakannya dan diberikan jirat baru.
Keberadaan
jirat sebagai suatu kesatuan makam seperti yang diungkapkan oleh Profesor Boechari
tidak sepenuhnya dapat diterapkan karena
secara keseluruhan diperoleh data masing-masing makam terkait jiratnya sebagai
berikut. Makam dengan jirat lama pada umumnya terbuat dari batu, susunan bata,
dan beberapa bata tersebut diplester. Jirat lainnya merupakan jirat baru yang
dibuat oleh keturunan dari tokoh yang dimakamkan. Beberapa nisan tidak terdapat
jirat, bahkan sebagian telah tertimpa dengan jirat makam baru. Ragam hias pada
jirat hanya ditemui pada sebuah makam yaitu makam No. 25. Ragam hias geometris
pada jirat berupa segitiga (tumpal), persegi empat, dan garis. Ragam hias flora
berupa bunga, daun, dan suluran.
Nisan-nisan
di kompleks makam Tahtulyaman ada yang terdapat inskripsinya dan ada yang polos
tanpa inskripsi. Pada nisan yang terdapat inskripsi pada dasarnya diharapkan
dapat memeberikan informasi terkait tokoh, penanggalan dan lain sebagainya.
Namun dalam kenyataannya nisan yang terdapat inskripsi di kompleks makam Tahtulyaman
hanya ada 9 (sembilan) nisan. Dari sejumlah nisan yang terdapat inskripsi hanya
4 (empat) nisan yang masih dapat dibaca.
Berdasarkan
pembacaan pada keempat inskripsi tersebut diperoleh nama tokoh dan penanggalann
mengenai saat wafatnya tokoh dan doa.
Informasi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Makam
No 7. Makam Sayyid Qosim bin Hussein Baraghbah yang berangka tahun 1186
H atau 1773 M.
b. Makam
No. 12 Makam Sayyid Syarif Abu Bakar bin Almarhum Sayyid Syarif Al Jufri yang berangka tahun 1302 H atau
1885 M.
c. Makam
No. 14 Makam Sayyid Syarif Abdurrahman Ibnu Al Habib Husain Baraqbah yang berangka tahun 1231 H
atau 1816 M.
d. Makam
No. 17 Abu Bakar Bin Hasan Bin Alwi Al Jufri yang berangka tahun 1252 H atau
1836 M.
Selain
berdasarkan sumber inskripsi, informasi mengenai tokoh yang dimakamkan
diperoleh berdasarkan sumber informan yang didukung sumber Manaqib adalah
sebagai berikut.
a. Makam
No. 8 yaitu makam Sayyid Hussein Bin Ahmad Baragbah;
b. Makam
No. 24 yaitu Istri Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Zein Al Habsyi; dan
c. Makam
No. 25 yaitu Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Zein Al Habsyi.
Melangkah
pada kondisi keberadaan nisan diperoleh data bahwa komponen nisan tidak selalu
lengkap nisan bagian kepala dan nisan bagian kaki. Namun kadangkala dijumpai
nisan bagian kepalanya saja atau nisan bagian kakinya saja. Secara kuantitatif
penjabarannya adalah sebagai berikut.
a. Nisan
lengkap yang terdiri dari nisan bagian kepala dan nisan bagian kaki berjumlah 25 buah
b. Nisan
bagian kepala saja berjumlah 5 buah
c. Nisan
bagian kaki saja berjumlah 3 buah
b. Makam
tanpa nisan berjumlah 4 buah.
Penjelasan
mengenai makam tanpa nisan ini adalah bahwa beberapa makam yang oleh
keturunannya direnovasi dengan membuatkan cungkup dan jirat baru, nisan lama
yang kemungkinan sudah rusak tidak disertakan lagi di atas jirat yang baru.
Struktur
makam yang terdiri dari nisan dan jirat secara utuh hanya sebanyak 2 (dua)
buah, dijumpai pada makam No. 17 dan No. 25. Keduanya berbahan batu, sedangkan
nisan berbahan kayu pada umumnya jiratnya dibuat dengan bentuk dan bahan yang
lebih sederhana. Selebihnya adalah makam yang struktur makamnya tidak lengkap
atau hanya berupa nisan saja. Pendapat Hasan Muarif Ambary (1998: 43) mengenai
tipe makam berjirat dan tidak berjirat sulit untuk sepenuhnya diterapkan sebagai
pendekatan pada kompleks makam Tahtul Yaman. Hal ini disebabkan karena
keletakan jirat beberapa yang sudah dinaikkan dan pembuatan nisan baru. Selain
itu juga karena adanya tumpang tindih dengan makam-makam baru. Temuan nisan
yang hanya ditemukan bagian kepala atau kaki saja juga menjadi kendala dalam
mengidentifikasi jirat suatu makam.
Berdasarkan
bentuknya, struktur nisan lengkap yang terdiri atas bagian mahkota, badan dan
dasar dijumpai dalam jumlah 7 (tujuh) selebihnya pada umumnya hanya dijumpai
pada bagian mahkota dan badan nisan. Struktur nisan yang lengkap umumnya
dijumpai pada makam yang lengkap strukturnya yaitu nisan dan jirat, dan
biasanya terbuat dari batu. Oleh sebab itu pada nisan yang berbahan kayu pada
umumnya telah ditancapkan/dibenamkan lebih dalam ke dalam tanah agar lebih
kuat. Di sisi lain, bagian dasarnya menjadi tidak nampak sehingga tidak dapat
diidentifikasi.
Pada
nisan yang berbahan kayu pada umumnya telah mengalami kerusakan fisik berupa
aus, keropos dan lapuk. Sebagian besar ornamen bagian mahkota telah rusak
sehingga tidak dapat teridentifikasi bentuk dan ragam hiasnya. Beberapa nisan
berbahan kayu oleh keturunan keluarga nya telah diperbaiki dengan perkuatan
sederhana. Pada nisan yang berbahan batu pada umumnya masih relatif utuh.
Kerusakan yang dialami berupa patah pada bagian-bagiannya. Namun secara umum
masih dapat dipadukan kembali.
Kompleks
makam Tahtulyaman memiliki beragam variasi tipe nisan. Berdasarkan identifikasi
ciri-ciri nisan dapat disimpulkan bahwa tipe nisannya adalah sebagai berikut.
a. Tipe
Demak Troloyo.
Ciri tipe Demak Troloyo yang paling sering
dijumpai pada nisan di kompleks makam Tahtulyaman adalah ragam hias
medalion. Nisan dengan tipe Demak
Troloyo berjumlah 15 buah.
b. Tipe
Aceh.
Ciri tipe Aceh yang paling sering dijumpai
pada nisan di kompleks makam Tahtul Yaman adalah bentuk dasar, badan, dan
mahkota nisan yang sesuai dengan ciri yang dikemukakan oleh Othman. Bentuk umum
berupa pilar dan pipih. Nisan dengan tipe ini dapat dijumpai pada nisan nomor
24, 25, 27, dan 37 berjumlah 4 buah.
c. Tipe
Melayu.
Menurut pendapat Othman, bahwa tipe-tipe
nisan yang tidak memenuhi kriteria tipe Aceh masuk ke dalam kategori tipe
melayu (Yatim, 1988: 163). Nisan dengan tipe ini berjumlah 4 buah.
d. Tipe
lokal.
Tipe lokal didasarkan pada penggunaan
bahan nisan. Bahan dalam hal ini berupa sungkai, dapat dikaitkan dengan tradisi
lokal berjumlah 1 buah.
e. Tidak
teridentifikasi tipenya berjumlah 13 buah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar