KAPAL TENGGELAM di Perairan Pulau Pongok Kabupaten Bangka Selatan, Propinsi Kepulau Bangka Belitung


Pendahuluan
Manusia untuk memudahkan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain menciptakan berbagai macam alat transportasi. Alat transportasi yang diciptakan untuk perjalanan di laut atau sungai adalah kapal. Kapal adalah kendaraan pengangkut penumpang dan barang. Dalam istilah Inggris, dipisahkan antara ship yang lebih besar dan boat yang lebih kecil. Berabad-abad kapal digunakan oleh manusia untuk mengarungi laut atau sungai yang diawali dengan penemuan perahu. Kebutuhan akan daya muat yang besar dan dapat menempuh perjalanan yang jauh telah mendorong dibuatnya kapal. Pada mulanya bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan kapal menggunakan kayu dan bambu. Tenaga yang digunakan untuk lajunya kapal berasal dari angin dengan bantuan layar.

Kemajuan teknologi selanjutnya menciptkan kapal yang terbuat dari besi atau baja dengan menggunakan mesin dari uap. Mesin uap mulai digunakan setelah ditemukannya mesin uap di Inggris oleh James Watt. Penemuan itu memunculkan revolusi industri yang merupakan revolusi bahan bakar sebab pada masa itu mulai digunakan batu bara dengan skala yang lebih luas menggantikan kayu bakar. Pada bidang pelayaran ditemukan oleh John Fitch pada tahun 1787 dengan melayari Sungai Delaware, Amerika Serikat. Awalnya karena kurang kepercayaan pembuat dan awak kapal, maka kapal uap masih menggunakan tiang-tiang tinggi dan dilengkapi dengan layar cadangan untuk mengantisipasi bila bahan bakar pada tungku uap habis. Pada masa sekarang, kapal-kapal menggunakan tenaga mesin diesel dan nuklir. Beberapa riset memunculkan kapal bermesin yang berjalan mengambang di atas air seperti Hovercraft dan Eakroplane.

Kapal-kapal yang berlayar mengarungi lautan menghadapi bahaya yang berasal tidak hanya dari cuaca dan kerusakan peralatan kapal tetapi juga bajak laut atau perompak yang seringkali menenggelamkan kapal serta peperangan. Kapal-kapal karam itu selanjutnya terkubur di dasar laut. Keberadaan bangkai-bangkai kapal menarik perhatian orang untuk melakukan penelitian dan rekreasi. Namun di sisi lain juga menarik para pencari harta karun atau pengumpul besi untuk menjarahnya dalam rangka mengambil sisa-sisanya.

Letak Indonesia yang strategis menyebabkan perairannya menjadi jalur pelayaran penting yang menghubungkan dua benua dan dua samudera. Dengan demikian tidak mengherankan bahwa diperairan Indonesia terkubur banyak bangkai kapal. Salah satu lokasinya antara lain di perairan Pulau Pongok, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung.


Perairan Pulau Pongok
Propinsi Bangka Belitung mempunyai banyak pulau dengan pulau terbesar adalah Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Pulau-pulau lain yang lebih kecil, yaitu Pulau Lepar dan Pulau Pongok termasuk dalam wilayah Kabupaten Bangka Selatan. Kedua pulau tersebut berada di antara Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Posisinya strategis karena berada di jalur pelayaran. Laut antara Pulau Lepar dan Pulau Pongok dilalui kapal-kapal sampai sekarang. Perairan di sekitarnya memiliki potensi peninggalan bawah air yang sangat besar.

Pulau Pongok dapat ditempuh dari Kabupaten Bangka Selatan dengan menggunakan kapal kayu dari Pelabuhan Sadai. Dari pelabuhan tersebut terdapat kapal yang rutin mengangkut penumpang dan barang ke Pulau Pongok 2 x dalam sehari. Perjalanan dengan kapal kayu dari Pelabuhan Sadai ditempuh selama 3 jam. Selama perjalanan yang melewati Sebelah Utara Pulau Lepar akan dijumpai gugusan pulau-pulau yang menarik perhatian.

Pulau Pongok tampak dari kejauhan berbentuk bukit yang hijau oleh pepohonan. Kapal memasuki pelabuhan dengan mengikuti panduan berupa bola besar berwarna merah karena memang perairan di daerah itu dangkal dan banyak karang. Salah melewatinya akan berakibat fatal. Perairan di depan pelabuhan banyak terdapat kapal-kapal nelayan. Lokasinya terlindung oleh Pulau Pongok dan Pulau Celagen. Kedua pulau dihuni oleh masyarakat nelayan. Namun dari jumlahnya lebih banyak masyarakat yang bertempat tinggal di Pulau Pongok. Perkampungan penduduk sebagian besar menempati daerah di dekat pelabuhan atau di sisi Barat pulau.

Perairan Bangka Selatan berada di tengah-tengah perairan Paparan Sunda. Sebagaimana paparan lainnya di sekitar Pulau Bangka adalah perairan laut dangkal dengan kedalaman 10-30 meter. Dengan pantai yang landai dengan kedalaman antara 1-10 meter di bawah MSL. Berdasarkan data pasang surut DISHIDROS 2008, tipe pasang surut perairan Kabupaten Bangka Selatan adalah pasang surut tunggal. Kisaran pasang surut di perairan Laut Bangka Selatan antara 3 sampai 4 meter. Kisaran pasang surut pada perairan selat lebih tinggi dari perairan terbuka. Kedudukan muka surutan (Z0) Selatan 120 cm, Barat 190 cm, Timur 130 cm, dan Utara 150-170 cm.

Gelombang di perairan Laut Bangka Selatan dipengaruhi oleh Iklim. Berdasarkan data angin selama lima tahun (tahun 2003-2007) dapat diperkirakan kejadian gelombang di perairan Bangka Selatan. Gelombang besar terjadi pada bulan September sampai dengan Maret dengan ketinggian lebih dari 1 meter dengan periode sekitar 5 sampai 7 detik. Aktivitas penyelaman pada bulan September-Maret harus berhati-hati terhadap kondisi ini. Gelombang yang tidak terlalu besar terjadi pada bulan April sampai Agustus dengan ketinggian antara 5 sampai 40 cm dengan periode 1-2 detik. Pada bulan April-Agustus ini sangat mendukung untuk melakukan penyelaman.

Pada musim Barat Laut tinggi gelombang berkisar antara 0,5 -1,5 meter. Namun kadang-kadang mencapai tinggi 2 meter terutama pada bulan Januari/Pebruari di Perairan Utara Pulau Bangka. Saat Musim Tenggara tinggi gelombang berkisar antara 0,5 -1,5 meter. Kadang-kadang mencapai lebih dari 2 meter terutama pada bulan Juli-September di perairan Selatan Pulau Bangka. Dengan adanya ketidakpastian kondisi gelombang pada musim-musim ini, maka aktivitas penyelaman harus memilih waktu yang sekiranya kondisi gelombang mendukung dilakukannya wisata penyelaman. Berdasarkan parameter fisik perairan dari hasil penelitian-penelitian yang pernah dilakukan, seperti perairan sekitar Pulau Lepar dan Pulau Pongok (Pulau Liat) dapat dikategorikan cukup aman dan nyaman untuk wisata bahari.

Kapal Tenggelam
Situs Batumandi
Lokasi kapal berada di koordinat 2o52’304 LU dan 107o00’276” BT. Lokasi di dekat karang yang bernama Batu mandi sehingga dinamakan Situs Batumandi. Kapal terbuat dari besi dengan kondisi sebagian besar telah rusak. Orientasi kapal ke arah Timur Laut. Reruntuhan kapal menyisakan bagian yang masih berdiri tegak di bagian lambung kiri dan haluan. Bagian dinding lambung yang berdiri tegak panjangnya 45 meter dan tingginya 8 meter. Dari dinding lambung sebelah kiri ini dapat diketahui bahwa dinding yang menuju haluan bertingkat semakin tinggi berjumlah 2 undakan. Sementara itu dinding lambung sebelah kanan di bagian depan dan tengah kapal dalam posisi miring sehingga menyerupai ceruk memanjang di dasar laut. Dinding lambung di bagian tengah yang miring masih tersisa panjangnya 17 meter. Pada sisi kanan ini dijumpai dua buah tiang yang besar dan panjang dalam kondisi rebah di dasar laut. Tiang yang rebah tersebut dalam posisi berdampingan. Salah satu tiang panjangnya 10 meter. Dinding lambung sebelah kanan ini mengalami kerusakan yang parah dibandingkan lambung kiri dikarenakan bagian tersebut yang menghantam karang batu mandi. Selain itu runtuhnya tiang kapal menyebabkan dinding lambung menjadi miring.

Bagian lain yang mengalami rusak parah adalah bagian geladak dan buritan. Bagian geladak telah terlepas dari dinding lambung dan miring ke sebelah kanan mengikuti arah dinding nambung kanan yang miring. Pada bagian geladak ini masih dijumpai besi-besi gading yang menyangga.lempengan besi sebagai lantainya. Sebagian besar lantai geladak itu telah tertutup oleh tumbuhan karang. Sementara itu bagian buritan telah mengalami kerusakan yang paling parah. Di lokasi juga ditemukan bongkahan batu bara dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Hal ini mengindikasikan bahwa kapal tersebut menggunakan batu bara sebagai bahan bakar.

Situs Karanglucan
Lokasinya berada di koordinat 2o52’027” LU dan 107o00’079” BT. Kapal II di sebelah Barat dari kapal I berjarak 200 meter. Kapal berada di lokasi yang bernama Karang Lucan. Dengan demikian lokasi kapal dinamakan Situs Karanglucan. Kondisi kapal ini lebih cukup baik dibandingkan dengan kapal I. Sebagian besar besi-besinya masih tampak dan belum ditutupi oleh karang. Hal itu menunjukkan bahwa kapal II ini lebih muda usianya daripada kapal I.

Kapal II tenggelam di dasar laut dalam posisi tertelungkup. Kapal terbelah dibagian tengah. Sebagian besar bagian kapal yang terbuat dari besi masih utuh kecuali bagian buritan yang telah terpotong-potong dikarenakan adanya pengambilan besi kapal. Orientasi kapal ke arah Timur Laut. Kapal diperkirakan panjangnya 53,30 meter. Pengukuran dibagian kapal yang terbelah adalah 12 meter. Pada sisi kanan kapal terdapat tiang yang runtuh ke dasar laut. Panjang tiang adalah 17,40 meter. Pada bagian ujung tiang tersebut terdapat pula tiang yang runtuh dengan panjang 11 meter. Bagian buritan juga terbelah cukup lebar dan menyisakan dinding yang berdiri tegak. Pada bagian dinding tersebut dijumpai lubang-lubang berbentuk lingkaran. Pada lokasi belakang kapal ini juga terdapat runtuhan sebuah tiang yang diameternya sama dengan tiang dibagian tengah. Bagian buritan ini mengalami kerusakan yang cukup parah antara lain disebabkan adanya pengambilan besi oleh penduduk. Aktivitas pengambilan besi kapal terhenti ketika dilakukan survei. Namun lokasi kapal telah ditandai dengan tali pelampung di tiga titik, yaitu bagian haluan, tengah, dan buritan.

Kapal dan Kecelakaan Laut
Kapal tenggelam di Situs Batumandi menunjukkan kondisi kapal yang lebih tua daripada di Situs Karanglucan. Pada kapal telah banyak ditumbuhi oleh karang-karang. Seperti kita ketahui bahwa pertumbuhan karang memerlukan waktu yang sangat lama. Dengan demikian karang-karang yang banyak tumbuh di kapal Situs Batumandi menunjukkan tenggelamnya kapal yang telah berlangsung lama. Adapun mengenai penyebab tenggelamnya kapal tersebut diduga akibat menabrak karang. Pengamatan haluan kapal menunjukkan bahwa kapal hendak menuju ke Utara. Berdasarkan peta terlihat bahwa di antara Pulau Lepar dan Pulau Pongok terdapat laut dalam dengan kedalaman lebih dari 50 meter. Namun di sekeliling Pulau Pongok terdapat laut dangkal antara 10-30 meter. Posisi kapal yang tenggelam di kedalaman 20 meter dengan orientasi timur laut menunjukkan bahwa kapal bergerak mendekati Pulau Pongok yang berkedalaman 20 meter. Akhirnya terjadi musibah menabrak karang yang disebut Batu Mandi. Karang Batu Mandi ini tampaknya telah merobek lambung kanan kapal. Hal itu tampak dari rusak parahnya lambung kanan dibandingkan dengan Lambung kiri yang masih berdiri tegak. Lambung kanan kapal sekarang posisinya dalam miring. Di sisi kanan tersebut juga dijumpai tiang-tiang kapal yang memanjang dengan barat-timur. Sementara bagian haluan masih berdiri tegak. Pemandangan di kapal tenggelam tersebut cukup menarik karena situasi kapal yang masih cukup utuh dan juga karang-karang dan ikan yang hidup di sekitarnya.
-->Sementara itu kapal tenggelam di Situs Karanglucan yang berjarak sekitar 200 meter di sebelah barat kapal di Situs Batumandi menunjukkan peristiwa yang hampir sama. Kapal yang seharusnya bergerak ke Utara tetapi melenceng ke Timur Laut. Akibatnya kapal memasuki perairan dengan kedalaman kurang dari 20 meter. Kecelakaan yang terjadi menyebabkan kapal terbalik dan tertelungkup di dasar laut. Kecelakaan itu juga menyebabkan kapal terbelah dua. Kapal yang tenggelam itu diperkirakan berjenis kapal barang karena kondisi kapal yang tertelungkup dalam posisi rata dibagian depan. Namun dibagian belakang yang diperkirakan terdapat anjungannya tampak reruntuhannya lebih tinggi. Pada sisi kiri kapal ditemukan tiang-tiang yang panjang dan berdiameter cukup besar. Di lokasi kapal terdapat sedikit karang. Hal itu menunjukkan bahwa pertumbuhan karang belum lama berlangsung di badan kapal. Namun dengan kondisi kapal yang cukup utuh dengan jarak pandang yang cukup jauh dan dasar laut yang berpasir sangat menarik untuk penyelaman.

Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh antara lain tiang-tiang dan juga batu bara , maka diperkirakan bahwa kedua kapal berasal dari masa penggunaan batu bara sebagai bahan bakarnya. Penggunaan batu bara sebagai bahan bakar menggantikan kayu bakar terjadi setelah terjadinya revolusi industri. Jenis kapal itu masih menggunakan tiang-tiang tinggi dan dilengkapi dengan layar cadangan untuk mengantisipasi bila bahan bakar pada tungku habis. Kapal-kapal tersebut diduga dimiliki oleh pihak asing yang melakukan pelayaran sebelum masa sebelum kemerdekaan. Pada masa itu perairan Indonesia masih dikuasai oleh Belanda dan Indonesia sendiri belum memiliki kapal laut.
--> Potensi dan Keterancaman
Kapal-kapal yang tenggelam di sebelah barat Pulau Pongok hanya berjarak sekitar 900 meter dari pelabuhan. Lokasinya berada di antara Pulau Pongok dan Pulau Lepar. Di lokasi tersebut juga ditemukan lima kapal lain yang telah disurvei oleh Departemen Kelautan dan Perikanan. Dengan demikian semuanya berjumlah tujuh kapal tenggelam. Berdasarkan hal tersebut maka sudah barang tentu lokasi itu mempunyai potensi yang sangat besar yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pelestariannya. Bukan saja pelestarian terhadap kapalnya tetapi juga terhadap lingkungan bawah airnya. Karena kapal-kapal tenggelam umumnya menjadi rumah bagi ribuan ikan dan tumbuhnya berbagai jenis karang. Kapal-kapal yang tenggelam di perairan Pongok telah mengalami perusakan yang dilakukan oleh nelayan pongok sendiri. Perusakan berupa pengambilan bagian-bagian kapal dengan cara memotongnya menjadi bagian-bagian kecil dan kemudian menjualnya. Pada saat itu kami masih menyaksikan aktivitas yang terjadi di kapal yang berada di Situs Karanglucan. Pada bagian depan, tengah, dan belakang kapal diberi pelampung yang diikat dengan tali untuk menandai posisi kapal. Sementara di dasar laut terdapat pipa paralon, linggis, selang berukuran besar, palu yang digunakan untuk memotong dan mengangkat besi dari dasar laut. Bagian belakang kapal di Situs Karanglucan sebagian besar sudah tidak ada lagi. Aktivitas tersebut tampaknya akan terus berlanjut karena kapal di karanglucan berukuran besar dan masih jelas terlihat karena belum tertutup oleh karang-karang. Besinya pun tampak belum rapuh. Hal itu berbeda apabila dibandingkan dengan kapal di situs Batumandi.

Permasalah pengambilan besi tua dari kapal yang tenggelam merupakan masalah besar yang dapat menghilangkan keberadaannya. Lambat laun mereka akan lenyap dari dasar laut. Tingginya kegiatan pengambilan besi disinyalir karena tingginya harga besi tua dipasaran sehingga mendorong banyaknya nelayan yang bekerja tambahan dengan mengambil besi dari kapal-kapal yang tenggelam. Hal lain karena tidak adanya perlindungan dari aparat desa setempat dengan membiarkan warganya melakukan kegiatan itu. Mereka kadang-kadang tidak menghiraukan keselamatan dirinya sendiri. Penyelaman dilakukan dengan berbekal tabung kompresor yang biasa dipakai untuk mengisi ban kendaraan dan selang yang panjang sebagai alat bantu pernapasan. Bahkan mereka berani melakukan di kedalaman 30-40 meter. Berita kematian telah sering terdengar dari para nelayan yang melakukan aktivitas penyelaman yang berbahaya tersebut. Selain potensi ancaman yang disebabkan oleh ulah manusia, potensi ancaman lain yang dapat menyebabkan hilangnya kapal adalah proses interaksi dengan lingkungannya, antara lain seperti proses penuaan secara alamiah yang dapat menyebabkan proses degradasi atau pelapukan dari sifat-sifat alami dari bahan kapal itu sendiri yang disebabkan oleh garam-garam terlarut yang merupakan faktor pemacu dari proses pelapukan.

Share:

Tidak ada komentar:

Profile

Foto saya
AGUS SUDARYADI, arkeolog yang bekerja di Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi Wilayah Kerja Prop. Jambi, Sumsel, Bengkulu, dan Kep. Bangka-Belitung yang sering melakukan Jelajah Situs dalam rangka Pelestarian Cagar Budaya. Menurut UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Situs adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. Pekerjaan tersebut memberikan saya kesempatan untuk menjelajahi pelosok negeri di Propinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Kepulauan Bangka-Belitung. Pelosok karena lokasi yang kami datangi kebanyakan berada di luar kota, bahkan sampai masuk hutan. Maklum Cagar Budaya atau Diduga Cagar Budaya yang saya tuju sekarang berada di daerah yang jauh dari kota. Kegiatan yang memerlukan stamina dan mental yang kuat adalah dalam rangka pelestarian Cagar Budaya Bawah Air. Saya telah mengikuti pelatihan Arkeologi Bawah Air di dalam dan luar negeri, antara lain Makassar Sulsel, Pulau Bintan Kepri, Tulamben Bali, dan Karimunjawa Jateng serta Thailand dan Sri lanka.

Popular Posts

Recent Posts

Pages