• Arkeologi Bawah Air

    Negara Indonesia adalah negara yang besar dengan wilayah lautannya lebih luas daripada daratannya. Potensi lautannya menyimpan kekayaan peninggalan warisan bawah air yang sangat besar.

  • Arkeologi Islam

    Masjid Jamik telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor KM.10/PW.007/MKP/2004 tanggal 3 Maret 2004 tentang Penetapan Benteng Marlborough

  • Benteng Marlborough

    Lokasi Benteng Marlborough berdiri kokoh di tepi laut di atas sebuah dataran dengan ketinggian lebih kurang 8,5 meter di atas permukaan laut (dpl).

  • PELESTARIAN BENDA CAGAR BUDAYA: DAHULU DAN SEKARANG

    PendahuluanBangsa Indonesia yang memproklamirkan kemerdekaannya pada Tanggal 17 Agustus 1945 mempunyai latar sejarah yang sangat panjang, dimulai dari masa Prasejarah sampai dengan masa kolonial.

MASJID JAMIK BENGKULU



Pendahuluan
Masjid Jamik telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor KM.10/PW.007/MKP/2004 tanggal 3 Maret 2004 tentang Penetapan Benteng Marlborough, Bangunan Thomas Parr, Tugu Hamilton, Bunker Jepang, Rumah Bekas Kediaman Bung Karno, Masjid Jamik Bengkulu, Makam Sentot Alisbasya yang berlokasi di wilayah Provinsi Bengkulu sebagai Benda Cagar Budaya, Situs atau Kawasan yang dilindungi Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1992. Namun belum ditetapkan berdasarkan Undang-Undang No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Masjid Jamik merupakan masjid yang dirancang oleh Ir. Soekarno pada saat diasingkan ke Bengkulu pada tahun 1939-1942. Pada saat masyarakat ingin melakukan perbaikan masjid, Soekarno membantu dengan merancang perbaikannya. Latar belakangnya sebagai arsitek sangat membantu usahanya tersebut. Soekarno tetap mempertahankan bangunan lama dan hanya meninggikan dinding setinggi 2 meter dan lantai setinggi 30 cm. Perubahan-perubahan yang terjadi, yaitu pada atap, tiang masjid dan penambahan bangunan serambi. Atap berbentuk tumpang tiga dimana atap tingkat kedua dan ketiga berbentuk limasan kerucut dengan celah pada pertengahan atap.  Pada bagian atas tiang-tiang diberi ukiran berbentuk sulur-suluran.  Adanya bangunan serambi dapat menambah daya tampung jemaah semakin banyak.
Seiring dengan berjalannya waktu, Masjid Jamik mengalami kerusakan. Perbaikan-perbaikan kecil dilakukan oleh Bidang Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu atau pengurus masjidnya. Beberapa perbaikan atau penggantian tidak diketahui lagi waktunya. Pada tahun 1986 dilakukan penggantian seng-seng yang rusak dan lantai keramik. Pada bulan September tahun 1994 dilakukan Studi Kelayakan Arkeologi Masjid Jamik Bengkulu dalam rangka upaya pelestarian Masjid Jamik Bengkulu. Tim yang ditunjuk oleh Pemimpin Bagian Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Bengkulu merencanakan penanganan bangunan dan halaman. Penanganan bangunan meliputi bangunan inti dan selasar, bangunan serambi, dan bangunan tempat wudhu. Hasil dari Studi Kelayakan Arkeologi tidak pernah dilaksanakan dalam bentuk Studi Teknis Arkeologi yang dilanjutkan dengan pemugaran.
Dalam rangka perbaikan dan memenuhi kebutuhan tempat wudhu yang lebih luas, maka Pengurus Masjid melakukan kegiatan-kegiatan antara lain pada tahun 2003 memperluas tempat wudhu di sisi Utara dan mengganti plafon yang lama dengan kayu profil. Pada tahun 2005-2006 memasukkan jalan aspal sebagai bagian dari halaman pada saat dilakukan pemagaran. Pada tahun 2013 dibuat tempat wudhu di bawah tanah yang lokasinya di halaman sebelah Selatan. Kegiatan pengecatan dinding dan atap dilakukan hampir setiap tahun.

Letak dan Lingkungan
Masjid Jamik Bengkulu secara administratif terletak di Kelurahan Tengah Padang, Kecamatan Teluk Segara, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu. Secara astronomis terletak pada koordinat 03o47’32.4” Lintang Selatan dan 102o15’44.0” Bujur Timur. Pada ketinggian 10 meter di atas permukaan air laut.
Masjid Jamik dapat ditempuh dengan menyusuri jalan yang menuju Benteng Marlborough. Jarak dari Masjid Jamik ke Benteng Marlborough sekitar 2 kilometer. Pengunjung dari luar kota terlebih dahulu mengarahkan kendaraanya ke Simpang Lima kemudian melalui pertokoan Suprapto dan akan tiba di Masjid Jamik.
Masjid berada di daerah yang berbentuk segitiga dengan dikelilingi oleh jalan raya. Luas halamannya  sekitar 2,3 ha.  Di sebelah Utara adalah jalan MT. Haryono, Di sebelah Selatan adalah jalan Mayjen Suprapto, dan sebelah Barat adalah jalan Jenderal Sudirman. Di sekitar lokasi masjid terdapat bangunan-bangunan pertokoan, rumah makan,  dan  penginapan atau hotel. Situasinya sangat ramai oleh lalu lalang kendaraan bermotor. Masjid Jamik  banyak dikunjungi oleh masyarakat dari dalam dan luar Bengkulu. Umumnya mereka datang untuk melakukan shalat.

Deskripsi Bangunan
Masjid Jamik Bengkulu merupakan bangunan yang dibangun dengan dinding tembok dan atap dari seng. Bangunan berdenah dasar empat persegi panjang.  Pada sisi Timur terdapat serambi yang juga berdenah empat persegi panjang dan pada sisi Utara terdapat tempat wudhu. Bangunan terdiri dari bangunan inti, bangunan serambi, dan tempat wudhu/kamar mandi.  Pada saat ini  telah terdapat perubahan pada bangunan dan juga halaman. 
Pada bangunan utama terdapat sekat dibagian Barat dimana bagian selasar ditutup dengan alumunium dan kaca untuk  ruang penyimpanan barang di sisi Utara dan tempat tinggal penjaga masjid di sisi Selatan. Di ruang penyimpanan barang terdapat alat sound system, lemari buku, karpet, dan alat-alat pecah belah seperti gelas dan piring dan ruang tempat tinggal penjaga masjid berisi barang-barang milik penjaga.
Bangunan di sisi Utara yang merupakan tempat wudhu telah diperluas. Tempat wudhu yang lama ditandai adanya tiga tiang.  Tiang dibagian tengah terdapat hiasan suluran dibagian atas atau sama dengan tiang-tiang lainnya.  Menurut informasi, dinding pada tempat tersebut tidak setinggi yang sekarang.
Sementara untuk halaman di sebelah Timur menjadi tambah luas dengan memasukkan sebagian jalan untuk lahan parkir. Sebelumnya kendaraan roda empat parkir dibadan jalan. Di sebelah Selatan terdapat bangunan baru sebagai tempat wudhu yang dibuat di bawah tanah dengan pasangan bata dan beton. Bangunan dibuat untuk memenuhi kebutuhan banyaknya jemaah terutama pada saat shalat Jumat atau hari raya. Deskripsi  Masjid Jamik lebih lengkapnya sebagai berikut:

Bangunan Utama
Bangunan Utama adalah bangunan yang  dipakai sebagai tempat shalat dimana terdapat mighrab. Bentuk denahnya bujur sangkar  berukuran 14,65 x 14,65 meter. Dibagian luar sisi Selatan, Barat dan Utara terdapat selasar dengan lebar 2,50 meter.
Bangunan Utama memiliki atap berbentuk limasan kerucut yang mana pada pertengahan atap terdapat celah untuk sirkulasi udara dan juga memberikan nilai seni pada bagian atap. Pada bagian bawah atap terdapat ventilasi yang terbuat dari pasangan bata. Selanjutnya terdapat atap  untuk menaungi  selasar. Konstruksi atap masjid berupa atap atap jenis tumpang berjumlah tumpang 3, atap tumpang 3 merupakan atap paling bawah dengan fungsi atap tersebut sebagai penutup serambi. Atap masjid terbuat dari bahan seng aluminium dengan ukuran panjang 4,84 meter dan lebar 1,26 meter serta tebal lebih kurang 3 mm yang kemiringan atap bekisar 15-20 o.  Jenis atap tersebut secara kualitas bahan sangat kuat dan saat ini atap telah di cat dengan warna merah.
Kerangka atap masjid terbuat dari bahan kayu dengan kualitas bahan yang sangat kuat, kerangka atap yang terdiri dari gording yang berukuran 12 x 15 centimeter serta panjangnya setiap sisi di sambung 2. Kayu kasau merupakan kayu penyusun atap berukuran 5 x 7 sentimeter dengan susunan tegak dengan jarak setiap per 0,70 meter. Konstruksi kuda-kuda atap masjid berupa konstruksi kayu yang kualitas bahannya sangat kuat dan merupakan kayu lama dengan susunan balok-balok kayu yang terdiri dari kaki kuda-kuda berukuran 15 x 20 cm,  balok tarik dengan ukuran 20 x20 cm, tiang makelar dengan ukuran 20 x20 cm dan balok-balok skoor yang ditempat kan pada beberapa posisi sambungan dan tumpuan-tumpuan beban yang secara keseluruhan fungsi dari skoor merupakan konstruksi/balok penopang konstruksi lainnya. Balok-balok skoor tersebut secara ukuran panjangnya merupakan balok-balok utuh (tidak terdapat sambungan kayu). Pada bagian puncak terdapat mustaka/molo yang berbentuk seperti payung menguncup.
Bangunan utama memiliki dinding yang tebal sekitar 45 cm. Pada sisi Timur terdapat pintu masuk yang berjumlah empat buah dengan masing-masing pintu memiliki dua daun pintu. Pintu terbuat dari kayu yang dikombinasi dengan kaca. Semua kusen dan daun pintu di Masjid Jamik dicat warna hijau yang berbeda. Pintu masuk ditopang oleh tiga tiang berhias suluran pada bagian atasnya dan dicat warna kemerahan (perunggu?). Di atas ambang pintu terdapat hiasan kaligrafi yang diambil dari Alquran Surat Al-Bayyinah ayat 5 – 8.
Pada dinding Utara dan Selatan juga terdapat pintu masuk yang berjumlah tiga buah yang masing-masing memiliki dua daun pintu. Namun pada sisi Utara pintu masuk diapit oleh dua ruangan yang digunakan sebagai gudang. Ruangan masing-masing mempunyai pintu yang  saling berhadapan dan juga terdapat jendela.  Pintu masuk ke ruang shalat  diberi pintu stainless steel dibagian luar dan pintu besi dibagian dalam. Pada bagian atas pintu terdapat hiasan kaligrafi. Pada dinding sisi Barat terdapat dua jendela yang diberi teralis dari bahan stainless steel.
Plafon bangunan utama terbuat dari kayu profil yang diplitur. Di plafon terdapat lampu gantung yang satu dibagian tengah dan empat di setiap sudut. Lampu gantung yang berjumlah empat mempunyai bentuk yang sama.
Lantai terbuat dari keramik berwarna putih dan ditutupi oleh karpet berwarna hijau yang sudah memudar. Dinding dicat warna putih dengan hiasan kaligrafi di sekelilingnya terbuat dari plastik bening berwarna emas dan dasar warna biru tua.
Ruang mighrab berada di sisi Barat berukuran 1,60 x 2,50 meter. Ruang mighrab mempunyai dua pintu yang terhubung dengan  ruang penjaga dan ruang penyimpanan barang. Pintu terbuat dari aluminium dan kaca. Di kanan dan kiri mighrab terdapat profil tiang yang bagian atasnya berbentuk segitiga. Profil tiang dan lengkungan mighrab dihiasi kaligrafi berwarna emas dan dasar biru tua. Pada bagian kanan mighrab terdapat mimbar yang terbuat dari pasangan bata. Mimbar mempunyai empat anak tangga dan selanjutnya tempat duduk untuk khatib. Dibelakangnya terdapat jendela. Mimbar mempunyai atap yang bertingkat dihiasi dengan kubah dari seng alumunium. Ada dua kubah yang dipasang.
Selasar yang mengelilingi bangunan utama lebarnya 2,5 meter. Ditopang oleh 10 tiang yang tingginya sekitar 85 cm. Tiang-tiang di sisi Selatan dibagian tengah yang berjumlah lima buah dihias suluran dibagian atas dan dicat perunggu. Selasar mempunyai pagar dari pasangan bata dan steinless steel. Selasar  sisi Barat telah ditutup dengan menggunakan alumunium dan kaca sebagai pintu dan jendela. Hal itu dilakukan karena kebutuhan akan ruangan untuk menyimpan barang-barang dan tempat tinggal penjaga  masjid.

Bangunan Serambi
Bangunan serambi memiliki atap limasan dengan susunan dua tingkat. Pada puncaknya terdapat mustaka. Diantara susunan atap tingkat pertama dan kedua terdapat ventilasi udara yang terbuat dari kayu berprofil dan dicat warna putih. Atap bangunan menggunakan seng yang dicat warna merah bata.
Bangunan serambi berdenah empat persegi panjang berukuran 7,58 x 11,46 meter. Serambi ditopang oleh tiang-tiang berjumlah sembilan dan diberi pagar. Lima tiang yang terletak dibagian tengah, tiga tiang di depan dan masing-masing satu tiang di samping berhias suluran pada bagian atasnya dan dicat perunggu.  Pagar terbuat dari pasangan bata dan atasnya diberi pagar dari steinless steel. Pintu masuk yang berjumlah dua buah diberi pagar dari steinless steel.
Di dalam bangunan serambi ini juga terdapat dua tiang bentuk segi delapan terbuat dari kayu yang dicat warna coklat. Pada bagian atas terdapat profil berbentuk list. Fungsi tiang untuk menyangga plafon.
Plafon serambi terbuat dari kayu profil yang diplitur. Pada plafon dipasang empat lampu gantung dan satu lampu setengah lingkaran berwarna putih. Lantai terbuat dari keramik putih atau sama dengan keramik pada bangunan utama.

Bangunan Tempat Wudhu/Kamar Kecil
Bangunan berdenah empat persegi panjang terbuat dari pasangan bata berukuran 5,55 x 8,80 meter. Atap bangunan menyatu dengan atap selasar dan dibuat lebih tinggi dari atap selasar. Terbuat dari seng alumunium dan dicat dengan warna merah bata. Pada bagian puncak terdapat mustaka. Di Ujung atap terdapat pasangan bata yang digunakan sebagai bak menampung air bersih. Dipasang juga tangga besi untuk memudahkan pengecekan. Pada bak penampung air terdapat billboard yang menghadap ke jalan dengan tulisan yaitu Masjid Jamik Bengkulu Direnovasi oleh Presiden Pertama RI Ir. Soekarno Pada waktu Pengasingan di Bengkulu Tahun 1938 – 1942.
Bangunan dibagi menjadi dua ruangan untuk pria dan wanita. Tersedia dua Kamar kecil dan ruang wudhu. Di bawah bak penampungan air difungsikan sebagain gudang. Setiap ruangan diberi keramik pada dinding dan lantainya. Keramik yang dipilih berwarna biru.
Bangunan yang sekarang tampaknya merupakan penambahan dari tempat wudhu sebelumnya. Diperkirakan tempat wudhu awal adalah teras berukuran 250 x 550 cm yang ditopang oleh tiga tiang, dimana tiang dibagian tengah mempunyai hiasan suluran. Pada saat itu  dindingnya tidak sampai atas.
Halaman Masjid
Halaman masjid berbentuk mirip segitiga sesuai dengan batas lahannya. Halaman dikelilingi pagar dengan tiang terbuat dari pasangan bata dicat berwarna hijau. Pagar diantara tiang-tiang dari bahan steinless steel. Halaman masjid menjadi bertambah luas di sisi Timur dengan memasukkan badan jalan yang sering dijadikan tempat parkir pengunjung masjid sebagai halaman masjid.
Permukaan tanah di halaman sisi Timur berupa lapisan aspal dan konblok. Lahan parkir untuk kendaraan roda dua dan empat dibatasi dengan pagar besi. Disana terdapat beberapa pohon sebagai peneduh. Di sisi Selatan terdapat tempat wudhu yang dibangun sekitar tahun 2013 terbuat dari konstruksi pasangan bata dan beton pada atapnya.  Bangunan berukuran 477 x 1501 cm. Tempat wudhu dibangun di bawah tanah atau lebih rendah  agar tidak menutupi masjid di sisi Selatan. Tempat wudhu baru dibangun untuk memenuhi kebutuhan  saat di hari Raya.
Di dua sisi lainnya merupakan tanah kosong yang tidak terawat dan belum ada penataan lingkungan.

Kondisi Keterawatan
Masjid Jamik pelestariannya selama ini banyak dilakukan oleh pengurus masjid menggunakan dana dari kas masjid. Kecuali seperti yang telah disampaikan untuk perbaikan plafon dan lantai pada tahun 1980-an oleh Bidang Peninggalan sejarah dan Purbakala, Kantor Wilayah Departemen pendidikan dan kebudayaan Provinsi Bengkulu dan pagar keliling serta nama masjid oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu. Pemeliharaan yang dilakukan antara lain pengecatan atap, dinding, pintu, dan jendela serta pemasangan pagar steinless steel.  Pengecatan atap dan dinding yang paling rutin dilakukan dikarenakan atap seng yang sudah memudar dan dinding yang mengalami kapilarisasi. Menurut pengurus, dana pemeliharaan masjid cukup besar.
Hasil pengamatan menunjukkan secara keseluruhan masjid tampak terawat baik. Kerusakan yang terjadi pada atap yang bocor, kapilarisasi pada dinding, dan halaman masjid yang tidak tertata. 
Atap masjid yang dicat warna  merah bata  telah memudar. Atap dominan masih menggunakan seng lama yang diketahui dari ketebalan dan ukurannya.  Seng  dalam kondisi masih baik. Pada bagian antara bangunan utama dan bangunan tempat wudhu terpasang beberapa seng yang baru. Pengecatan pada tahun lalu yang dilakukan dengan memasang pijakan papan dan memakunya ke seng telah menyebabkan adanya lubang-lubang. Balok-balok yang membentuk atap terbuat dari kayu.
Di bangunan utama terlihat adanya bercak-bercak warna putih pada plafon. Bercak-bercak putih tersebut akibat air yang menetes. Pada sisi Timur yang paling banyak dan sisi Barat lebih sedikit. Di bagian lain seperti serambi dan selasar juga terdapat tanda-tanda telah terjadinya kebocoran atau rembesan yang terlihat pada plafon. Umumnya terjadi pada setiap pertemuan seng yang ada dibagian sudut dan ujung dari setiap atap dimana air jatuh ke bawah.
Pada dinding terlihat adanya kapilarisasi hingga ketinggian 1 meter. Seringnya terjadi pengelupasan pada dinding memunculkan keinginan untuk melapisi dinding dengan keramik. Namun hal tersebut pernah ditolak oleh bidang Peninggalan sejarah dan kepurbakalaan saat itu. Setiap pergantian pengurus masjid nampaknya rencana itu selalu muncul seperti disampaikan kepada tim baru-baru ini.  Malahan ditambah alasan agar lebih bagus.
Kerusakan pada pagar keliling terlihat pada cat yang mulai memudar dan pecahnya dinding kaca. Sementara untuk halamannya terdapat susunan konblok yang tidak rata dan hilang. Halaman masjid kurang terawat  ditumbuhi rumput-rumput dan lumut-lumut di tembok pagar serta tembok penahan. Pada halaman sisi barat yang dibatasi oleh pagar besi, jalan raya, bangunan pertokoan dan pada halaman masjid ditanami tanaman hias jenis pucuk merah dan kelapa, pada sisi selatan dengan pagar, jalan raya, bangunan pertokoan dan tanaman jenis tanaman langka mahoni, sedangkan pada sisi utara dan timur dibatasi oleh pagar besi dan jalan raya dan pertokoan dan dihalaman masjid ditanami dengan tanaman jenis kecapi dan merupakan tempat parkir kendaraan.
Share:

RUNTUHAN CANDI TINGKIP


Pendahuluan
Candi Tingkip mulai dikenal sebagai salah satu situs arkeologi pada tahun 1981 ketika ditemukannya sebuah arca Buddha dari batu andesit yang sekarang disimpan di Museum Balaputradewa Propinsi Sumatera Selatan di Kota Palembang. Pada mulanya penelitian Arkeologi yang dilakukan berupa survei dan pengamatan arca Budha. Satyawati Sulaiman di dalam artikelnya menyebutkan bahwa  arca  dibuat menurut aturan atau kelaziman pahatan arca-arca pra-Angkor (abad 6 - 7 M) atau Dwarawati (abad 6 – 9 M).  Namun penggambaran senyuman bibir arca tersebut tidak selebar arca-arca dari Kamboja, Thailand, atau langgam Dwarawati sehingga dapat dipastikan bahwa arca tersebut merupakan buatan setempat. Menurut Mc Kinnon (1984) arca Buddha tersebut dipahat dengan langgam Post Gupta.
Setelah dilakukan ekskavasi pada tahun 1998 oleh tim dari Kantor Balai Arkeologi Palembang, maka diketahui bahwa situs tersebut telah mengalami kerusakan yang berat. Bangunan yang ditemukan hanya berupa fondasi dan anak tangga. Berdasarkan bentuk profil pelipit-pelipit pondasi,  arah hadap candi, dan  hasil pertanggalan arca diduga  Candi Tingkip berasal dari abad 8 Masehi.

Letak dan Lingkungan
Candi Tingkip terletak di Desa Sungai Jauh, Kecamatan Rawas Ulu, Kabupaten Musi Rawas, Propinsi Sumatera Selatan yang secara astronomis berada pada koordinat 2º31’51,2” LS dan 102º47’59,5” BT. Situs ini berada pada ketinggian 75 m di atas permukaan laut.        
Candi dapat dijangkau melalui jalur darat dari Jambi menuju Singkut, Kabupaten Sarolangun, Propinsi Jambi. Perjalanan dilanjutkan sampai ke Simpang Nibung, Kabupaten Musirawas, Propinsi Sumatera Selatan. Lokasi Simpang Nibung ini tidak jauh dari tugu perbatasan antara Propinsi Jambi dan Propinsi Sumatera Selatan. Perjalanan berikutnya melalui jalan aspal yang telah mengalami kerusakan di beberapa tempat sampai ke Simpang Subur. Candi Tingkip berada 9 km dari Simpang Nibung dan 300 m dari Simpang Subur.
Situs ini berada di tengah-tengah perkebunan karet milik Ibu Siti Nurbaya yang sekarang menjadi juru pelihara.  Di sebelah baratnya dengan jarak sekitar 100 m terdapat perkampungan penduduk dan Sungai Tingkip. Sementara di sebelah selatannya terdapat perkebunan sawit milik penduduk setempat.  

Riwayat Penelitian
Situs Tingkip mulai dikenal sebagai situs Arkeologi sejak pertengahan bulan Maret tahun 1981, ketika sebuah arca Buddha dari batu ditemukan oleh Ibu Siti Nurbaya berdasarkan mimpi. Beliau beserta penduduk selanjutnya melakukan penggalian dalam rangka mengangkat arca yang dalam kondisi tertimbun tanah. Penggalian  yang dilakukan tanpa metode ekskavasi itu berhasil mengangkat arca tersebut, tetapi telah merusak struktur bata yang ada. Struktur bata yang rusak dapat kita jumpai sampai sekarang yang berupa lubang di bagian tengah gundukan tanah.
Penemuan arca Budha telah menarik minat para ahli untuk menelitinya. Kajian Satyawati Suleiman terhadap arca Budha menyimpulkan arca dibuat menurut aturan pahatan arca Pra-Angkor (abad 6 - 7 Masehi) dan Dwarawati (abad 6 - 9 Masehi). Namun penggambaran senyuman bibir arca tersebut tidak selebar dari arca-arca yang terdapat di Kamboja, Thailand, atau langgam Dwarawati sehingga dipastikan merupakan buatan lokal. Pada tahun 1984 seorang berkebangsaan asing yang bernama E. Edward Mc Kinnon yang melakukan Survei Arkeologi di Sumatera dan mampir di Situs Tingkip menyebutkan bahwa lokasi temuan arca itu oleh penduduk disebut dengan ”candi”. Letaknya berada di tepi Sungai Tingkip. Menurut Mc Kinnon arca Budha berlanggam post-Gupta.
Pada tahun 1993 lokasi temuan arca Budha diteliti oleh Bambang Budi Utomo. Pada laporan penelitiannya menyebut peninggalannya dengan nama Candi Tingkip, sedangkan  lokasinya dengan nama Situs Tingkip. Pada tahun 1994 dilakukan pendataan terhadap kepurbakalaan di Kabupaten Musirawas oleh SPSP Jambi yang salah satunya adalah  Situs Candi Tingkip.  Di situs tersebut ditemukan sebuah gundukan tanah setinggi 0,5 m dari permukaan tanah dengan ukuran 7 x 7 m dan di sekitarnya bertebaran bata-bata di semak-semak yang relatif rimbun di kawasan perkebunan karet. Pengukuran pada batu yang masih utuh adalah 33,5 x 16 x 7 cm.
Pada tahun 1998 dilakukan ekskavasi oleh tim dari Balar Palembang dengan membuka tujuh  buah kotak. Pada empat buah kotak ekskavasi ditemukan struktur bata. Penemuan struktur bata tersebut memperkuat dugaan bahwa lokasi itu merupakan candi. Lapisan batanya berjumlah 15 lapis. Dari struktur bata yang ditemukan diperkirakan bagian sisi Barat dan timur berjarak 7,60 meter. Sementara sisi lainnya belum diketahui dengan pasti. Namun  demikian dapat diperkirakan bahwa candi berdenah bujursangkar. Temuan bagian tangga Candi Tingkip memberikan dugaan arah hadapnya ke 80 derajat.  

Kondisi Bangunan 
Candi Tingkip dari kejauhan tampak berbeda dibandingkan dengan lingkungan sekitarnya yang tampak hijau  oleh daun-daun dan semak-semak. Kondisi gundukan berwarna kecoklatan dari warna tanah dan semak-semak yang telah mati. Di atas gundukan dijumpai bata-bata yang telah dikumpulkan. Tanda-tanda telah dilakukannya ekskavasi oleh Balai Arkeologi Palembang tahun 1998 tidak tampak lagi. Namun lubang besar yang tercipta dari hasil pengangkatan arca masih tampak jelas. Sementara itu di sisi Timur terdapat lubang memanjang yang menurut laporan adalah hasil penggalian liar dalam rangka mencari harta karun.
Gundukan tanah yang di dalamnya terdapat struktur candi itu berukuran 7,6 x 7,6 meter dengan tinggi sekitar 1 meter. Di atas gundukan tumbuh pohon karet berjumlah 6 batang. Di bagian tengah gundukan terdapat lubang dengan kedalaman 50 cm.  Lubang tersebut bekas penggalian liar ketika mencari arca Buddha. Di sebelah timur gundukan juga terdapat lubang bekas penggalian liar yang berukuran 1 x 3 meter dengan kedalaman 70 cm. Selain itu di sekitar gundukan banyak terdapat tumpukan bata-bata hasil penelitian dan juga dari penggalian liar. Pada lokasi bekas galian arca banyak ditemukan batu kerakal. Batu-batu kerakal itu diduga merupakan bahan yang dipergunakan untuk fondasi. Batu-batu kerakal tersebut terangkut ke atas  ketika dilakukan penggalian dalan rangka mengangkat arca. Perkiraan itu diperkuat dengan temuan bahwa lapisan bata dibagian fondasi hanya sebanyak satu lapis.
Hasil survei menunjukkan bahwa Candi Tingkip diperkirakan hanya terdiri dari satu bangunan candi tanpa adanya candi perwara atau pagar kelliling. Dibuktikan dengan penggalian yang dilakukan di sebelah Utara, Timur, Selatan, dan Barat  dengan jarak 50, 15, 10, dan 25 meter tidak  menemukan adanya struktur bata. Satu hal yang menarik bahwa Candi Tingkip terletak dekat dengan aliran sungai. Aliran sungai ini mengalir di sebelah Barat dan kemudian berbelok ke Selatan sehingga menjadi berada di sebelah Utara candi.  Aliran sungai yang mengalir di sebelah Barat akan terlihat ketika mulai mendekati candi. Sungai yang tampak sekarang berukuran kecil. Namun menurut informasi sekitar tahun 1990-an masih lebar dan volume airnya besar.  Sementara itu  aliran sungai yang berada di sebelah Utara walaupun volume airnya juga kecil namun yang mengherankan bahwa di sini terdapat cekungan yang sangat lebar mencapai 40 meter. Hal itu menimbulkan dugaan bahwa volume air sungai dahulunya cukup besar. Mungkin aliran sungai yang berada di sebelah Utara itu menjadi sarana transportasi dari dan ke candi.   
Hasil Ekskavasi menunjukkan bahwa Candi Tingkip telah mengalami kerusakan yang cukup  parah secara arsitektural dan struktural.  Kerusakan secara arsitektural terlihat dari hilangnya susunan bangunan bagian atas yang umumnya terdiri dari bagian tubuh dan kepala. Susunan bangunan yang tersisa adalah bagian dari tangga dan kaki candi. Letak tangga berada di sisi sebelah Timur berukuran 1,5 x 1,5 meter. Dengan ditemukannya tangga di sebelah Timur sehingga dapat dipastikan bahwa arah hadap candi adalah Timur.  Sedangkan kaki candi berdenah bujur sangkar berukuran 7 x 7 meter. Lapisan bata yang terdapat di bagian kaki berjumlah 15 lapis.  Susunan lapisan bata yang terdapat di Candi Tingkip mencapai ketinggian 105 cm.
-->
Share:

CANDI TELUK II MUARAJAMBI


Pendahuluan 
Candi Muarajambi telah ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya Muarajambi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 259/M/2013 tanggal 30 Desember 2013 tentang Satuan Ruang Geografis Muarajambi sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional. Di kawasan yang mempunyai luas 3.981 ha diperkirakan terdapat 14 Candi, 74 Menapo, 17 Parit atau Kanal, Sembilan Kolam, Enam Danau, dan Satu bukit. Menapo adalah gundukan tanah yang didalamnya terdapat struktur bangunan dari bata. Menapo yang telah dipugar diberi nama Candi. Candi-Candi di Muarajambi merupakan kompleks candi yang terdiri dari Candi Induk, Candi Perwara, pagar keliling, dan gapura. Masing-masing kompleks candi tidak ada yang sama, antara lain bentuknya, jumlahnya, dan pola halamannya. Candi-candi yang telah dipugar, yaitu Candi Astano, Candi Kembar Batu, Candi Tinggi, Candi Tinggi II, Candi Gumpung, Candi Gedong I, dan Candi Gedong II. Candi yang sedang proses pemugaran adalah Candi Kedaton. Candi-candi lainnya masih berupa menapo. 
Laporan pertama penemuan Candi Teluk terjadi pada tahun 1980 pada saat proses pembangunan pabrik kayu Lapis PT. Gaya Wahana Timber. Candi ditemukan ketika sedang berlangsung perataan tanah menggunakan bulldozer untuk persiapan pembangunan bangsal kerja B. Setelah itu tim dari Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala (Ditlinbinjarah) dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslitarkenas) mengadakan survei sekaligus ekskavasi untuk memperoleh keyakinan bahwa yang ditabrak bulldozer adalah bangunan kuna dan daerah daerah itu adalah situs purbakala. Tim menemukan sisa-sisa bangunan bata yang merupakan sudut tembok sisi Utara pagar keliling. Berdasarkan temuan itu diketahui bahwa Candi Teluk mempunyai ukuran keliling 50 x 50 meter. Selain itu juga mendapati tumpukan sisa bangunan bata di sebelah Tenggara sekitar 25 meter dari Candi Induk. Demikian pula pada lokasi lebih kurang 130 meter di sebelah Utara Candi Induk ditemukan sisa bangunan kuno. Di sekitar reruntuhan bangunan kuna ditemukan sejumlah pecahan keramik Cina dari Dinasti Tang (abad 7-10 Masehi), Yuan (abad 13-14 Masehi), dan Ming (abad 14-17 Masehi). 
Pada awal tahun 1986, Ditlinbinjarah mengadakan studi dampak pabrik PT. Gaya Wahana Timber terhadap bangunan Candi Teluk. Hasil studi menyatakan bahwa pabrik akan memberikan dampak luas terhadap bangunan candi, dimana pengaruh getaran mesin, asap cerobong mesin generator juga akan mempengaruhi keawetan bahan. Pada tahun 1986 kembali Puslitarkenas melakukan ekskavasi di Candi Teluk. Kali ini targetnya adalah runtuhan bangunan gapura pada pagar sisi Timur dan hamparan pondasi bata dekat tepi Sungai Batanghari. Berdasarkan penelitian itu diketahui bahwa Candi Teluk merupakan sebuah kompleks candi. 
Pada tahun 1993, ketika PT. Gaya Wahana Timber akan memperluas kawasannya untuk tempat pembuangan limbah kayu dengan tidak sengaja bulldozer telah menyingkap sebuah bangunan tanah yang berisi bangunan candi. Untuk kepentingan penyelamatan terhadap bangunan tersebut dari kerusakan lebih lanjut, Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) mengadakan kegiatan ekskavasi penyelamatan dan survei untuk mengetahui ukuran maupun komponen penyerta lainnya. Hasilnya ternyata sebuah bangunan candi dengan sebagian struktur telah mengalami kerusakan. Temuan lain berupa pecahan keramik berasal dari Dinasti Sung (abad 10-13 Masehi), Ming (abad 14-17 Masehi), dan sebagian kecil dari Dinasti Ching (abad 18-19 Masehi). Temuan runtuhan bangunan tersebut kemudian dikenal sebagai Candi Teluk II. 
Pada tahun 2002 SPSP melakukan studi evaluasi dampak keberadaan PT. Gaya Wahana Timber di area Situs Kemingking. Hasil kegiatan melaporkan lahan candi dan mess pabrik hanya dibatasi pagar dan parit yang mengalirkan limbah pabrik dan limbah rumah tangga dan tidak jauh dari lokasi candi Teluk II terdapat pembakaran limbah kayu. Dalam rangka penanganan Candi Teluk II, Tim merekomendasikan agar dilakukan perluasan lahan Candi Teluk II untuk memberi ruang gerak dan tata ruang bangunan kuna, membuat akses jalan bagi pengunjung, memindahkan lokasi pembakaran limbah kayu, membuka dan menampakkan struktur Candi Teluk II sesuai dengan prinsip pelestarian berdasarkan hasil penelitian SPSP Jambi. Kondisi pada tahun 2016 setelah tutupnya PT. Gaya Wahana Timber, maka bangunan-bangunan yang tadinya berdiri di sebelah Utara Candi Teluk II telah tidak ada lagi. Candi Teluk II sekarang berada di lahan yang dikelilingi pagar kawat duri dengan lingkungan sekitarnya berupa kebun singkong dan kebun kelapa sawit. 
Penelitian menapo-menapo yang sangat banyak di Kawasan Cagar Budaya Muarajambi, penting artinya bagi analisis keruangan suatu situs atau kawasan. Candi Teluk II merupakan salah satu menapo yang telah diteliti untuk memastikan bahwa menapo tersebut mengandung hasil budaya manusia. Hasil penelitian menunjukkan Candi Teluk II merupakan bangunan candi yang berukuran 12 x 12 meter yang di dekatnya terdapat parit . Namun hasil penelitian itu belum menghasilkan bentuk dari Candi Teluk II. 

Letak dan Lingkungan 
Candi Teluk II secara administratif terletak di Desa Kemingking Dalam, Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Secara astronomis berada di 01o28’55,8” Lintang Selatan dan 103o41’18,7” Bujur Timur. 
Candi Teluk II dapat ditempuh dengan jalan darat atau perahu menyusuri Sungai Batanghari. Perjalanan darat menggunakan roda dua atau empat melalui jalan raya yang menuju Desa Kemingking. Dari arah Kota Jambi mengikuti arah yang menuju ke Candi Muarajambi melalui Jembatan Batanghari II. Namun sebelum jembatan terdapat perempatan Sijinjang, belok kiri ke arah Candi Muarajambi dan lurus ke arah Desa Kemingking atau Candi Teluk II. Setelah perempatan selanjutnya bertemu pertigaan yang apabila ke kanan menuju kumpeh dan ke kiri menuju Candi Teluk II. Perjalanan setelah pertigaan akan melalui daerah industri yang ditandai adanya pabrik-pabrik, galangan kapal, dan stock file Batubara. Tempat industri ini berada di sepanjang tepian Sungai Batanghari. Perkembangannya cukup cepat dan semakin bertambah. 
Perjalanan selanjutnya akan bertemu pertigaan, dimana apabila lurus akan sampai di pelayangan. Pelayangan berada di tepi Sungai Batanghari dan di sana terdapat penyeberangan dengan menggunakan perahu. Jalan menuju ke Candi Teluk II adalah belok ke kanan dimana jalannya sebagian besar masih berupa jalan tanah. Setelah berjalan tidak begitu lama kemudian akan bertemu dengan pertigaan kembali. Pilih jalan yang ke kiri yang berupa jalan tanah yang merupakan jalan lalu lalang kendaraan menuju lahan yang dimiliki oleh PT Gaya Wahana Timber (GWT). Memasuki lahan tersebut harus melapor kepada petugas jaga di gerbang. Selanjutnya akan bertemu dengan pertigaan dimana arah ke kiri menuju Candi Teluk I dan ke kanan menuju Candi Teluk II. Tidak jauh dari sana sekitar 50 meter terdapat jalan setapak di sebelah kiri. Dengan melalui jalan setapak tersebut akan tiba di Candi Candi Teluk II. 
Candi Teluk II berada di lahan yang dikelilingi oleh kebun yang pada waktu kegiatan berlangsung berupa kebun singkong dan kelapa sawit. Candi dan sekitarnya dibatasi oleh pagar keliling terbuat dari kawat berduri. Pintu masuk berada di sudut barat Daya. Di sana telah ditempatkan papan nama yang terbuat dari besi dan seng. Papan nama dicat warna putih dengan tulisan warna hitam dan tiang-tiangnya dicat warna biru. Gundukan candi tidak tepat berada di tengah halaman tetapi berada dekat sudut Barat laut  

Hasil Survei dan Ekskavasi 
Survei 
Candi Teluk II berada di lingkungan pabrik kayu lapis yang bernama PT. Gaya Wahana Timber. Namun semenjak pabrik tidak beroperasi lagi berubah menjadi tempat penimbunan cangkang kelapa sawit dan batu bara. Bangunan-bangunan pabrik beberapa diantaranya masih tegak berdiri dan diantaranya telah rusak. Memasuki daerah tersebut harus melalui gerbang yang dijaga oleh petugas keamanan (security). Di dekat Candi Teluk II terdapat Candi Teluk I di sebelah Utara atau dekat Sungai Batanghari dan Candi Cina yang berada di sebelah Barat dari Candi Teluk II. 
Candi Teluk II menempati lahan yang dibatasi oleh pagar kawar berduri dengan lingkungan sekitarnya. Tanah yang berada di sebelah Barat dan Selatan berupa kebun Singkong dan sebelah Timur merupakan kebun kelapa sawit yang masih muda. Halaman candi cukup bersih dengan tidak adanya rumput-rumput liar. Terlihat bahwa permukaan tanah dari Utara ke Selatan menurun. Tanah di sebelah Utara lebih tinggi dari sekitarnya memanjang dari Barat-Timur. Tanah tersebut berasal dari galian parit untuk membuang limbah pabrik dan rumah tangga. Parit berada di luar dari pagar kawat duri. 
Pada sisi Selatan terdapat lubang-lubang yang cukup lebar yang dahulunya merupakan tempat pembakaran limbah kayu. Permukaan tanah di sana tampak hitam yang diakibatkan pembakaran yang menghasilkan karbon. 
Bangunan candi yang telah runtuh berada dekat sudut Barat Laut. Kondisinya berupa tumpukan bata-bata yang berserakan. Tidak terlihat adanya bata yang masih dalam susunan. Gundukan yang masyarakat menyebutnya sebagai menapo berukuran 16 x 16 meter dan tingginya sekitar 1,72 meter. Selain itu tidak ada lagi menapo yang lain sehingga diperkirakan menapo hanya satu saja. 
Survei permukaan dilakukan dengan cara berbanjar dari Barat ke Timur kemudian berjalan dari dari Utara ke Selatan. Hasilnya adalah temuan-temuan permukaan yang berupa fragmen keramik dan tembikar serta benda logam. Temuan keramik dari jenis mangkuk, piring, cepuk, vas, guci besar dan kecil, sendok, dan piring baru. Tembikar berupa pecahan bagian dasar yang tidak diketahui bentuknya. Sementara untuk benda logam mempunyai lubang di tengah dan tidak diketahui bentumnya. Keramik diperkirakaan berasal dari Cina Masa Dinasti Sung (Lihat Table)  

Ekskavasi 
Ekskavasi pada gundukan Candi Teluk II bertujuan untuk mendapatkan lapisan bata kulit bagian kaki dan fondasi. Berdasarkan kondisi menapo dapat diperkirakan bahwa bata kulit bagian kaki telah banyak yang terlepas sehingga hanya menampakkan bata-bata isian. Dengan demikian hanya bata-bata kulit yang terpendam di dalam tanah saja yang masih bertahan dalam susunannya dan itu hanya terjadi pada beberapa lapis bagian kaki dan sebagian besar fondasi. 
Ekskavasi menggunakan metode grid dimana daerah itu dibagi menjadi kotak-kotak berukuran 2 x 2 meter. Tehnik penggalian yang dilakukan menggunakan teknik spit, yaitu menggali tanah dengan kedalaman 20 cm setiap spitnya. Titik nol atau Datum Point (DP) berada di sebelah Barat Daya menapo ditandai dengan patok semen yang bertuliskan Candi Teluk II. Penamaan grid memakai empat arah mata angin dan angka-angka berdasarkan sumbu x dan y. Dalam ekskavasi Candi Teluk II ini kotak-kotak grid berada di antara arah Utara dan Timur atau di sebelah Timur Laut dari Datum Point (DP). Penggalian masing-masing kotak grid dilakukan dengan tehnik spit, yaitu penggalian dengan menggunakan interval sedalam 20 cm. Hasil dari ekskavasi menemukan temuan yang berupa keramik dan tembikar. Keramik terdiri dari mangkuk dan tidak diketahui bentuknya. Jenis tembikar terdiri dari guci, pasu, dan tidak diketahui bentuknya (Lihat Table). 
Pada Kotak U21T4, U21T5, dan U21T6 yang berada di sisi Utara untuk menemukan susunan bata yang membentang dari Barat ke Timur telah menemukan susunan bata bagian kaki berjumlah 13 lapis dan fondasi berjumlah 14 lapis. Terlihat bahwa bata fondasi disusun lurus saja tidak membentuk profil. Demikian juga dengan susunan bata bagian kaki. 
Pada kotak U20T1 untuk menemukan susunan bata kulit sisi Barat menemukan kondisi yang sama dimana susunan bata kulit bagian kaki telah tertimbun oleh runtuhan bata. Sementara bata fondasinya dalam kondisi stabil dan tidak terjadi kemelesakan. Bata untuk menyusun fondasi berjumlah 14 lapis. Kotak U19T7 dan U18T8 menemukan susunan bata sisi Timur dimana terdapat bagian tangga dan susunan bata lantai. Susunan bata lantai ini juga yang ditemukan pada kotak U16T7. Dimana susunan bata lantai di kotak U16T7 adalah lantai yang berada di sebelah Selatan, sedangkan temuan di kotak U19T7 adalah susunan bata lantai di sebelah Utara. Keduanya dipisahkan oleh adanya tangga. Lapisan B (70-94 cm dari permukaan tanah): Susunan bata bagian tangga yang bercampur dengan tanah warna cokelat kemerahan.  

Bentuk Candi Teluk II
Candi Teluk II yang ditemukan pada tahun 1993 belum pernah dilakukan ekskavasi, sehingga tidak diketahui kondisinya. Candi tersebut sampai dengan tahun 2016 masih berupa gundukan tanah yang masyarakat menyebutnya sebagai menapo. Lokasinya berada di dalam area pabrik kayu lapis PT. Gaya Wahana Timber yang telah tutup. Sekarang aktivitas yang dilakukan di area tersebut berupa penimbunan cangkang kelapa sawit dan batu bara. Dibandingkan dengan Candi Teluk I yang tidak begitu jauh dari Sungai Batanghari, maka Candi Teluk II berada lebih jauh dari Sungai Batanghari. Lingkungan sekitarnya berupa kebun singkong dan kebun kelapa sawit. 
Menapo berukuran 16 x 16 meter dan tingginya sekitar 1,72 meter berada di lahan yang dikelilingi oleh pagar kawat berduri. Lokasinya tidak berada tepat dibagian tengah tetapi agak ke sudut Barat Laut. Pada sisi Utara permukaan tanahnya lebih tinggi yang merupakan tanah buangan dari hasil pembuatan parit yang berada di luar pagar kawat. Parit dahulu dibuat untuk pembuangan limbah pabrik dan limbah rumah tangga dari mess karyawan yang dibuat di lokasi itu. Pada sisi Selatan dan Tenggara terdapat permukaan tanah yang lebih rendah dari permukaan tanah sekitarnya dahulu menjadi tempat pembakaran limbah kayu pabrik. Candi Teluk II dipelihara oleh seorang juru pelihara. Kondisinya cukup bersih dengan tidak adanya rumput-rumput liar yang tumbuh di sana. Menapo berupa gundukan yang dipenuhi oleh bata-bata yang berserakan. Bagian puncaknya sebagian besar rata kecuali di sisi Barat terdapat gundukan yang lebih tinggi. Permukaan menapo yang paling tinggi berada di sisi barat. Di sisi Barat ini juga lebih curam daripada di sisi lainnya. Runtuhan bata terlihat menyebar ke berbagai arah. Tidak nampak adanya bata-bata yang masih bersusun, sehingga dapat dipastikan bahwa bata-bata yang masih tersusun berada di bawah tumpukan-tumpukan bata. Ekskavasi dilakukan untuk menemukan bata kulit atau pinggiran dari bangunan candi. Untuk itu penggalian diarahkan kepada tempat-tempat yang permukaannya miring yang diperkirakan sebagai lokasi bata kulit dari bangunan. Kotak-kotak gali di sisi Selatan berjumlah dua kotak, yaitu di kotak U15T2, sisi Barat berjumlah satu kotak, yaitu U16T2 dan U20T1, sisi Utara berjumlah tiga kotak, yaitu U21T4, U21T5, dan U21T6, dan sisi Timur berjumlah tiga kotak, yaitu U16T7, U19T7, dan U18T8. Dua kotak lainnya berada di luar menapo, untuk mengetahui kedalaman permukaan tanah masa itu dan ketebalan sedimentasi yang menjadi permukaan tanah sekarang, yaitu kotak U13T5 dan U24T3. 
Ekskavasi yang dilakukan di sisi Selatan menemukan susunan bata yang memanjang dari Barat-Timur. Pada kotak U15T2 terdapat susunan bata yang berjumlah 22 lapis. Dari lapisan bata yang ada bagian fondasi berjumlah 14 lapis dan sedangkan bagian kaki berjumlah 8 lapis. Berdasarkan temuan tersebut maka dapat diketahui bahwa lapisan bata kulit bagian kaki di sisi Selatan masih ada, walaupun tertimbun oleh reruntuhan bata di atasnya. Sementara bagian fondasi masih dalam kondisi baik. 
Ekskavasi yang dilakukan di sisi Barat di kotak U16T2 dan U20T1 menemukan susunan bata yang memanjang Utara-Selatan. Pada kotak U16T2 tidak berhasil menemukan bata kulit melainkan bata isian saja. Di kotak U20T1 menemukan susunan bata yang merupakan lapisan bata kulit bagian kaki dan fondasi. Bata-bata yang masih dalam susunan berjumlah 17 lapis. Terdiri dari 3 lapis merupakan bata kulit bagian kaki dan 14 lapis bata kulit bagian fondasi. Susunan bagian fondasi masih dalam kondisi baik. 
Ekskavasi yang dilakukan di sisi Utara di kotak U21T4, U21T5, dan U21T6 menemukan susunan bata yang memanjang Barat -Timur. Pada sisi Utara ini masih terdapat susunan bata dengan susunan yang terbanyak di kotak U21T4 berjumlah 27 lapis. Susunan bata merupakan bagian kaki dan fondasi. Susunan bata bagian kaki tertimbuhan oleh runtuhan bata. Antara susunan bata bagian kaki dan bagian fondasi tidak ada bagian yang membedakannya. Keduanya disusun lurus tanpa ada bagian yang menjorok ke dalam atau ke luar. Jadi membedakannya berdasarkan bagian yang berada di atas atau di bawah permukaan tanah lama. Pada sisi Utara ini terlihat bahwa fondasi dalam kondisi baik. Ekskavasi yang dilakukan di sisi Timur di kotak U16T7, U19T7, dan U18T8 menemukan susunan bata yang memanjang Utara-Selatan, susunan bata lantai, dan juga susunan bata tangga candi. Pada kotak U16T7 terdapat susunan bata yang merupakan bagian kaki dan fondasi. Seperti temuan-temuan di kotak lainnya, maka susunan bata bagian kaki juga dalam kondisi tertimbun oleh runtuhan bata. Sementara di bawahnya terdapat susunan bata fondasi dalam kondisi baik. Di kotak ini juga terdapat susunan bata lantai yang berjumlah 4 lapis. Susunan bata lantai ini masih berlanjut ke Timur dan Utara. Pada kotak U19T7 dan U18T8 menemukan susunan bata tangga candi. Atas temuan tersebut maka dapat diketahui candi Teluk II mempunyai arah hadap ke Timur. Diperkirakan di sebelah Utara dan Selatan dari tangga terdapat lantai. 
Berdasarkan hasil ekskavasi, maka diperkirakan Candi Teluk II merupakan bangunan tunggal tanpa bangunan perwara dan pagar keliling. Bangunan ini mempunyai arah hadap ke Timur dengan ditemukannya tangga di sebelah Timur. Tangga mempunyai pondasi yang lebih dangkal dibandingkan dengan pondasi bagian kaki. Di sebelah Utara dan Selatan terdapat susunan bata seperti lantai lantai. 
Kemungkinan candi ini dahulu dibangun dengan menyiapkan lahan berukuran 11,40 x 11,50 meter untuk bagian kaki dan 4 x 4,45 meter untuk bagian tangga. Lahan digali sedalam 70 cm untuk fondasi. Dilanjutkan dengan penyusunan bata kulit dan bata isian sehingga terbentuk candi yang diinginkan. Bentuk candinya tidak seperti candi pada umumnya yang terdiri dari fondasi, kaki, tubuh, dan atap. Candi Teluk II ini diperkirakan hanya terdiri dari bagian fondasi dan kaki. Di atas fondasi berupa susunan bata yang terdiri dari bata kulit dan bata isian. Bata kulit disusun lurus tanpa membentuk susunan profil. Diperkirakan mencapai ketinggian 2-3 meter. Bentuk bagian atas dari Candi Teluk II ini tidak diketahui lagi, apakah rata saja seperti lantai atau bagaimana ? Merujuk kepada candi lain di kawasan cagar budaya Muarajambi mengindikasikan adanya bangunan bata yang di atasnya terdapat tiang dan atap dari genting. Tiang kayu berdiri di atas umpak dari batu atau dalam lubang yang dibuat pada bangunan bata tersebut. Pada kesempatan ini saya mencoba untuk merekonstruksi Candi Teluk II apabila di terdapat bangunan tiang kayu dan atap genting tersebut. Namun memang data yang mengarah ke sana belum didapat karena bagian atas Candi Teluk II belum dikupas dari reruntuhan batanya. Penelitian lebih lanjut pada bagian atas bangunan diharapkan dapat menemukan lubang-lubang untuk berdirinya tiang-tiang  

Penutup 
Candi Teluk II yang berlokasi di dalam bekas pabrik PT. Gaya Wahana Timber bersama dengan Candi Teluk I kondisinya sangat memprihatinkan. Dahulunya kedua candi tersebut mengalami kerusakan ketika penyiapan lahan dengan alat berat untuk pendirian pabrik. Kedua candi masih dalam kondisi yang sama, walaupun kemudian pabrik itu tutup dan berubah menjadi tempat penimbunan cangkang kelapa sawit dan batu bara. Bahkan pagar keliling yang terbuat dari kawat berduri telah rusak dan belum ada perbaikan. Mengingat Candi Teluk II berada ditanah PT. Gaya Wahana Timber yang dimiliki oleh Tanoto Kusuma (Akeng) maka perlu adanya proses pengalihan kepemilikan agar menjadi milik pemerintah. Hasil ekskavasi menunjukkan bahwa struktur bangunan membentuk denah persegi panjang berukuran 11,40 x 11,50 meter dan tangga yang berada di sisi Timur berukuran 4 x 4,45 meter. Susunan bata yang berada di permukaan tanah merupakan bata isian. Ketinggiannya mencapai 1,48 meter. Bata-bata yang masih tersusun dengan baik berada di dalam tanah terdiri dari bagian kaki dan fondasi. Kedalaman tanah fondasi mencapai 70 cm dengan susunan bata mencapai 14 lapis. Sementara bagian kaki kondisinya terkubur oleh runtuhan bata-bata dengan tinggi sekitar 60 cm. Pada kotak U21T4 masih terdapat bata kulit sebanyak 13 lapis. Diperkirakan ketinggian bagian kaki mencapai ketinggian 2-3 meter. Berdasarkan analisis dapat disimpulkan bahwa Candi Teluk II ini hanya terdiri dari bagian fondasi dan bagian kaki atau dengan kata lain tidak mempunyai bentuk yang lazim dari sebuah candi yang terdiri dari fondasi, kaki, tubuh, dan atap. Adapun bangunan yang di atas susunan bata diperkirakan terdiri dari tiang kayu dengan atap dari genting atau dedaunan  

Daftar Pustaka 
Mundardjito, Junus Satrio dan Ismijono, 1984-1985, Laporan Studi Dampak Pabrik Kayu Lapis PT. Gaya Wahana Plywood Terhadap Situs Candi Teluk Kemingking Dalam Jambi Tanggal 13-16 Januari 1986, Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jakarta 

Suprapto, Untung, Dkk. 2002, Laporan Studi Evaluasi Dampak Keberadaan PT. Gaya Wahana Timber Di Area Situs Kemingking, Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu 

Tim Studi, 1998, Studi Pelestarian Situs Di Kawasan pabrik Baja PT. Tanoto Steel Nusantara Desa Kemingking Luar Kecamatan Marosebo Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi, Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu  
Share:

Profile

Foto saya
AGUS SUDARYADI, arkeolog yang bekerja di Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi Wilayah Kerja Prop. Jambi, Sumsel, Bengkulu, dan Kep. Bangka-Belitung yang sering melakukan Jelajah Situs dalam rangka Pelestarian Cagar Budaya. Menurut UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Situs adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. Pekerjaan tersebut memberikan saya kesempatan untuk menjelajahi pelosok negeri di Propinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Kepulauan Bangka-Belitung. Pelosok karena lokasi yang kami datangi kebanyakan berada di luar kota, bahkan sampai masuk hutan. Maklum Cagar Budaya atau Diduga Cagar Budaya yang saya tuju sekarang berada di daerah yang jauh dari kota. Kegiatan yang memerlukan stamina dan mental yang kuat adalah dalam rangka pelestarian Cagar Budaya Bawah Air. Saya telah mengikuti pelatihan Arkeologi Bawah Air di dalam dan luar negeri, antara lain Makassar Sulsel, Pulau Bintan Kepri, Tulamben Bali, dan Karimunjawa Jateng serta Thailand dan Sri lanka.

Popular Posts

Recent Posts

Pages